Meningitis .Tugas Biomol.

20
BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS Nama: Asri Trisnawaty NPM: 260110070084 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

Transcript of Meningitis .Tugas Biomol.

BIOLOGI MOLEKULAR

MENINGITIS

Nama: Asri Trisnawaty

NPM: 260110070084

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2009/2010

MENINGITIS

Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang

mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus,

riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003).

Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis

berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah

melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Israr,

2008).

Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan

meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak

atau sum-sum tulang belakang (erathenurse, 2007).

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus, Meningococcus,

Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. (Japardi, Iskandar., 2002).

Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :

1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes

2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.

3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus. (Japardi,

Iskandar., 2002).

Anatomi dan Fisiologi

Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang

halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal.

Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a. Pia meter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang

dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur

ini.

b. Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.

c. Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat

tebal dan kuat (Israr,2008).

Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi bebrapa golongan yaitu :

1.Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.

Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,

Toxoplasma gondhii dan Ricketsia (Israr,2008).

2.Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.

Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis

(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa (414askep, 2009).

3. Meningitis Tuberkulosis Generalisata

Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda

perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat,

hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman

mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003).

4. Meningitis Kriptikokus

Adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh

kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat

menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering

terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100. Diagnosis: Darah atau cairan sumsum tulang

belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari

antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan

jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada

hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan

hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan

tinta India (Yayasan Spiritia., 2006).

5. Viral meningitis

Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si

penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panas

karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa

menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus penyebab flu perut. (Israr,

2008).

6. Bacterial meningitis

Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya

adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan

pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-

organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Israr, 2008).

Komplikasi

1.Hidrosefalus obstruktif

2.MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )

3.Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)

4.SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )

5.Efusi subdural

6.Kejang

7.Edema dan herniasi serebral

8.Cerebral palsy

9.Gangguan mental

10.Gangguan belajar

11.Attention deficit disorder (414askep. 2009).

Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia,

yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup

infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis

lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang

melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat

saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan

bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam

meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah

serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,

vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula

spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri

dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan

permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan

TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi

terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan

meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya

kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus (414askep,

2009).

Meningitis meningococcus

Meningitis pyogenic akut merupakan suatu respon inflamasi terhadap infeksi bakteria yang

mengenai pria dan arakhnoid. Tiga organisme utama yang dapat menyebabkan meningitis

pyogenic adalah Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitis dan Haemophilus influenzae

(Japardi, 2002).

Mekanisme

Kuman secara hematogen sampai ke selaput otak misal pada penyakit faringotonsilitis,

pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari

peradangan organ dekat selaput otak misal abses otak, otitis media, mastoiditis. (Ngastiyah,

1997)

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,

anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan

pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan

saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung

yang menyokong perkembangan bakteri (Harokah, 2009).

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen

dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.

Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan

hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang

juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan

perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah

pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK (Harokah, 2009).

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi

terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan

meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya

kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus. (Smeltzer,

2001).

Meningeal Invasion

Mekanisme dari invasi bakteri kedalam ruang subaracnoid masih belum diketahui. Salah

satu faktor yang berperan mungkin adalah jumlah/konsentrasi bakteri dalam darah. Virulensi

kuman mungkin merupakan faktor yang penting didalam invasi bakteri kedalam CNS. Pelepasan

lipopolisakarida dari N. Meningitidis merupakan salah satu faktor yang menentukan patogenitas

organisme ini. Setelah terjadi invasi kedalam ruang subarakhnoid, bakteriemia sekunder dapat

terjadi sebagai akibat dari proses supurative lokal dalam CNS (Japardi, 2002).

Mekanisme pertahanan didalam ruang subarachnoid

Jika bakteri meningael patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid,maka berarti

mekanisme pertahanan tubuh tidak adequat. Pada umumnya didalam CSF yang normal kadar

dari beberapa komplemen adalah negatif atau minimal. Inflamasi meningael mengakibatkan

sedikit peningkatan konsentrasi komplemen. Konsentrasi komplemen ini memegang peranan

penting dalam opsonization dari encapsulated meningael patogen, suatu proses yang penting

untuk terjadinya phagositosis. Aktifitas opsonik dan bakterisidal tidak didapatkan atau hampir

tidak terdeteksi pada pasien dengan meningitis (Japardi, 2002).

Induksi inflamasi ruang subarachnoid

Walaupun telah terbukti bahwa bakterial kapsul sangat penting bagi bagi organisme

meningael patogen untuk dapat survive didalam ruang subarakhnoid dan intravaskuler, kapsel

lipopolisakarida diketahui bersifat noninflamatory. Lipopolisakarida menyebabkan inflamasi

melalui perannya dalam pelepasan inflamatory mediator seperti interleukin-1 dan tumor necrosis

faktor kedalam CSF (Japardi, 2002).

Perubahan dari sawar darah otak

Perubahan dari permeabilitas sawar darah otak merupakan akibat dari vasogenic cerebral

udem, peningkatan volume CSF, peningkatan tekanan intracranial dan kebocoran protein plasma

ke dalam CSF (Japardi, 2002).

Peningkatan tekanan intracranial

Peningkatan tekanan intrakranial merupakan akibat dari kombinasi keadaan udem cerebri,

peningkatan volume CSF dan peningkatan dari volume darah cerebral (Japardi, 2002).

Perubahan dari cerebral blood flow

Abnormalitas dari cerebral blood flow disebabkan oleh peninggian tekanan intra kranial,

hilangnya autoregulasi, vaskulitis dan trombosis dari arteri, vena dan sinus cerebri. vaskulitis

akut dan kadang-kadang deposit fibrin intraluminal pada vena-vena kecil meningael. Bila

terdapat encephalitis, bervariasi dari invasi perivasculer fokal hingga infiltrasi parenchymal

diffuse; tetapi pembentukan abses jarang didapatkan. Berdasarkan eksperimen dan kelainan

patologis yang didapat, dapat disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat 2 mekanisme yang

terlibat didalam pathigenesis infeksi meningococcus, yaitu efek endotoksin dan kompleks

antigen antibodi. Endotoksin (lipopolysccharide0 adalah yang bertanggung jawab terhadap shock

(udem paru, gagal jantung dan perdarahan adrenal) dan DIC yang terlihat pada septikemia akibat

infeksi. Vasculitis dan arthritis disebabkan oleh adanya deposit antigen antibodi kompleks

(Japardi, 2002).

Gambaran Klinis

Gejala dari meningococcal meningitis tidak berbeda dengan meningitis yang disebabkan

oleh bakteri pyogenik lainnya. Gejala dapat berupa febris, nyeri kepala, kaku kuduk, mual,

muntah, penurunan kesadaran sampai koma. Komplikasi dari CNS berupa transient palsy dari

N.IV, VI, VII dan VIII. Biasanya didapatkan riwayat infeksi saluran nafas bagian atas dalam dua

atau tiga hari sebelum onset penyakit, gejala dapat didahului oleh muntah dan diare. Exanthema,

walaupun tidak selalu didapatkan, merupakan cardinal sign didalam membedakan etiologi antara

meningococcus dengan yang lainnya. Lesi yang paling sering berupa petechial atau purpura,

masimg-masing lesi berukuran antara 1 sampai 15 mm. Hal ini biasanya didahului oleh suatu

makular rash, adpat pula timbul lesi makulopapular. Pada infeksi yang berat dapat berkembang

menjadi suatu lesi ekimosis dan bila lesi sangat besar dan ulseratif, mungkin memerlukan suatu

skin graft setelah infeksi teratasi. Pasien meningitis dengan DIC dan shock labih sering disertai

dengan skin rashberupa purpura/ekimosis. Lesi kulit ini timbul 5-9 hari setelah onset infeksi

berupa lingkaran berwarna gelap dengan bagian tepi yang lepuh/lecet sebesar 1-2 cm,dalam 24

jam terbentuk bulla yang steril yang akan menjadi ulcerasi dan akan sembuh dengan cepat. Pada

pasien didapatkan satu atau lebij lesi yang sering terjadi pada daerah dorsum dari tangan, atau

pada kaki dandaerah deltoid. Secara histologis lesi setril ini adalah suatu alergic vasculitis, yang

menurut whittle dkk (1973) merupakan deposit kompleks antigen antibodi. Adanya suatu DIC

harus dipertimbangkan bila terdapat ekimosis atau hemorrhagic bullae yang besar (Japardi,

2002).

Manifestasi cardial merupakan manifestasi klinis yang jarang ditemukan pada infeksi

meningococcus, meningococcus kadang-kadang menyebabkan endokarditis, pericarditis baik

serous atau purulen dapat timbul dengan atau tanpa gejala sistemik. Myocarditis didapatkan pada

78% dari kasus meningococcus yang fatal. Arthritis didapatkan hampir 10-20% pasien dengan

infeksi meningococcus, biasanya timbul 1-10 hari setelah onset dari gejala bakteriemia dan

berlangsung sekitar 1 minggu (Israr,2008).

Diagnosa

Diagnosa pasti dari meningitis meningococcus hanya dengan isolasi organisme dari CSF.

Diagnosa relatif dapat ditegakkan sebelum terdapat hasil isolasi pada pasien dengan nyeri kepala,

muntah, febris, kaku kuduk dan rush kulit petechial, terlebih bila terdapat epidemik dari

meningitis meningococcus atau adanya kontak dengan kasus meningococcus yang jelas. Untuk

menegakkan diagnose meningitis meningococcus, perlu dilakukan kultur dari lesi kulit, sekret

nafosaring, darah dan CSF. Pada beberapa kasus diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

apus dari sedimen CSF/gram stain (Japardi, 2002).

Pemeriksaan Laboratorium

Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini memakai darah

atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses

yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada

pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang

belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi,

sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan.

Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung

beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006).

Gambaran laboratorium dari infeksi meningococcus adalah seperti umunya infeksi pyogenic

berupa peningkatan jumlah leukosit sebesar 10.000 sampai 30.000/mm3 dan eritrosit

sedimentation. Pada urine dapat ditemukan albuminuria, casts dan sel darah merah. Pada

kebanyakan kasus, meningococcus dapat dikultur dari nasofaring, dari darah ditemukan lebih

dari 50% dari kasus pada stadium awal, serta dari lesi kulit dan CSF. CSF kultur menjadi steril

pada 90-100% kasus yang diobati dengan antimikrobal terapi yang apropiate, meskipun tidak

terdapatperubahan yang signifikan dari gambaran CSF. Pada pasien meningitis, pemeriksaan

CSF ditemukan pleositosis dan purulen. Walaupun pada fase awal dapat predominan ly

mphocytic, dlam waktu yang singkat menjadi granulocytic. Jumlah sel bervariasidari 100 sampai

40.000 sel/ul. Tekanan CSF meningkat biasanya antara 200 dan 500 mm H2O. protein sedikit

meningkat dan kadar glukosa rendah biasanya dibawah 20 md/dl. Pemeriksaan gram stain dari

CSF dan lesi petechial, menunjukkan diplococcus gram negatif. Diagnosa pasti didapatkan dari

kultur CSF, cairan sendi, tenggorokan dan sputum. Kultur dapat positif pada 90% kasus yang

tidak diobati. Counter Immuno elektrophoresis (CIE) dapat mendeteksi sirculating

meningococcal antigen atau respon antibodi. Pada kasus dengan gambaran CSF yang khas tapi

gram stain negatif, dapat dilakukan pemeriksaan latex aglutination test untuk antigen bakteri.

Sensitivitas dari test ini sekitar 50-100% dengan spesifisitas yang tinggi. Bagaimanapun test

yang negatif belum menyingkirkan diagnosa meningitis yang disebabkan oleh meningococcus.

Polymerase chain reaction dapat digunakanuntuk pemeriksaan DNA dari pasien dengan

meningitis meningococcus dengan sensitivitas dan spesifisitas (Japardi, 2002).

Terapi

Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur. Pada orang dewasa,

Benzyl penicillin G dengan dosis 1-2 juta unit diberikan secara intravena setiap 2 jam. Pada

anak dengan berat badan 10-20 kg. Diberikan 8 juta unit/hari,anak dengan berat badan kurang

dari 10 kg diberikan 4 juta unit/hari. Ampicillin dapat ditambahkan dengan dosis 300-400

mg/KgBB/hari untuk dewasa dan 100-200 mg/KgBB/ untuk anak-anak. Untuk pasien yang alergi

terhadap penicillin, dapat dibrikan sampai 5 hari bebas panas (Japardi, 2002).

Cara pencegahan

Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri penyebab

meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan, terutama

sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan,

minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga

imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD (Israr,2008).

DAFTAR PUSTAKA

414askep, 2009. Meningitis. http://blog.asuhankeperawatan.com/414askep/meningitis/

Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar Puncture. The

New England Journal of Medicine. http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

Erathenurse, 2007. meningitis. http://erathenurse.blogspot.com/2007/12/askep-pada

meningitis.html

Harokah, 2009. meningitis. http://cobasmart.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-pada-

klien-dengan.html

Harsono.2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. http://www.uum.edu.my/medic/meningitis/

Israr,Y.A. Meningitis. 2008. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf

Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-

iskandar%20japardi23.pdf

Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit. Editor Setiawan. EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.

EGC. Jakarta.

Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503