Meningitis Dan Ensefalitis

76
LAPORAN PENDAHULUAN MENINGOESENFALITIS A. MENINGITIS 1. Definisi Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999). Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). 2. Etiologi a)Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis) Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis. 1

description

meningitis ensefalitis

Transcript of Meningitis Dan Ensefalitis

Page 1: Meningitis Dan Ensefalitis

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGOESENFALITIS

A. MENINGITIS

1.Definisi

Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di

otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus

meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan

medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer,

2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah

satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus

influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

2. Etiologi

a) Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)

Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis

organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus

pneumonia dan neisseria meningitis.

Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi

pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai

kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat

meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau

pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi

pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik

yang congenital ataupun yang didapat.

Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan

terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat

yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan

terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis

1

Page 2: Meningitis Dan Ensefalitis

menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan

intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

b) Meningitis Virus (Meningitis aseptic)

Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh

sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya

sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat

melalui sistem vaskuler.

Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes

simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel

sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi

enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan

neurologik.

c) Meningitis Jamur

Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf

pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system

kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang

ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak,

sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.

Faktor resiko terjadinya meningitis :

1. Infeksi sistemik

Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen

sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC,

perikarditis, dll.

Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor

pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :

Otitis media

Pneumonia

Sinusitis

Sickle cell anemia

Fraktur cranial, trauma otak

Operasi spinal

Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan

tubuh seperti AIDS.

2

Page 3: Meningitis Dan Ensefalitis

2. Trauma kepala

Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang

memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan

rhinorhea

3. Kelainan anatomis

Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah,

operasi cranium.

a) Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut

:

Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges → pe ↑

permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial → pe

↑ volume cairan interstisial → edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi

tidak adekuat → pe ↑ TIK

Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar

ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks

serebri pada bagian premotor.

b) Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi

local → scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) → gangguan absorbsi CSF →

akumulasi CSF di dalam otak → hodrosefalus

c) Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala meningitis secara umum:

1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan

involunter, kelemahan, hipotonia

2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi

dan disritmia pada fase akut

3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin

4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa

kering

5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri

6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi,

“Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia,

fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil

keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif,

3

Page 4: Meningitis Dan Ensefalitis

rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks

kremasterik hilang pada laki-laki

7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,

fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh

8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah

9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau

kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang

baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios,

menggigil, rash, gangguan sensasi.

10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis,

diabetes mellitus

Tanda dan gejala meningitis secara khusus:

1. Anak dan Remaja

Demam

Mengigil

Sakit kepala

Muntah

Perubahan pada sensorium

Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)

Peka rangsang

Agitasi

Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya

disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)),Delirium, Halusinasi, perilaku agresi,

mengantuk, stupor, koma.

2. Bayi dan Anak Kecil

Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.

Demam

Muntah

Peka rangsang yang nyata

Sering  kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)

Fontanel menonjol.

4

Page 5: Meningitis Dan Ensefalitis

3. Neonatus:

Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak

jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam

beberapa hari, seperti

- Menolak untuk makan.

- Kemampuan menghisap menurun.

- Muntah atau diare.

- Tonus buruk.

- Kurang gerakan.

- Menangis buruk.

- Leher biasanya lemas.

- Tanda-tanda non-spesifik:

- Hipothermia atau demam.

- Peka rangsang.

- Mengantuk.

- Kejang.

- Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.

- Sianosis.

Penurunan berat badan.

4. Pathofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan

otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub

arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang,

direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan

subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang

di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan

penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme

akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar

sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran

ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan

oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung

antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat

berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang

5

Page 6: Meningitis Dan Ensefalitis

patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan

ventrikel.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan

septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri

dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema

serebral dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian

atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur

bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui

nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat

saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong

perkembangan bakteri.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi

meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi

dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen)

sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang

disebabkan oleh meningokokus.

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry

masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang

pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang

memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.

6

Page 7: Meningitis Dan Ensefalitis

PATHWAY

Penyakit Campak

Cacar Air

Herpes

Bronchopneumonia

Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak

Peradangan Di Otak

Edema Pembentukan

Transudat & Eksudat

Gangguan Perfusi Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan Kerusakan

Jaringan Cerebral Patogen Cerebral Area Saraf IV Saraf IX

Fokal Seizure

Suhu Tubuh Resiko Trauma Sulit Sulit Nyeri Mengunyah Makan

Deficit Cairan Gangguan Pemenuhan Nutrisi

Kesadaran Hipovolemik

Stasis Cairan Tubuh Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan Persepsi Sensori

Penumpukan Sekret

Gangguan Bersihan Jalan Nafas

7

Page 8: Meningitis Dan Ensefalitis

5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak.

Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal

Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan

protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra

kranial.

1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein

meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.

2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein

normal, kultur biasanya negative.

Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan

fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi

meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot

bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.

Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+)

menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian

bawah.

Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat

diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi

adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah

dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak

adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan

otaknya menurun dari nilai normal.

Glukosa serum: meningkat (meningitis) LDH serum: meningkat (meningitis

bakteri) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi

bakteri) Elektrolit darah: Abnormal ESR/LED: meningkat pada meningitis MRI/CT-

scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom

daerah serebral, hemoragik atau tumor Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat

mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial

Arteriografi karotis : Letak abses

8

Page 9: Meningitis Dan Ensefalitis

6. Komplikasi

Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses

inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus

cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus

pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis,

myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal).

DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi

karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle

biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.

7. Penatalaksanaan

Farmakologis

a. Obat anti inflamasi :

Meningitis tuberkulosa :

- Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24  jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama

1 ½ tahun.

- Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.

- Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari,

selama 3 bulan.

Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :

- Sefalosporin generasi ke 3

- ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.

- Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :

- Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

- Sefalosforin generasi ke 3.

b. Pengobatan simtomatis :

Diazepam  IV : 0.2  –  0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4  – 

0.6/mg/kg/dosiskemudian klien dilanjutkan dengan.

Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

Turunkan panas :

- Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

- Kompres air PAM atau es

c. Pengobatan suportif :

Cairan intravena.

9

Page 10: Meningitis Dan Ensefalitis

Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

Perawatan

a) Pada waktu kejang

Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

Hisap lender

Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

b) Bila penderita tidak sadar lama.

Beri makanan melalui sonda.

Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi

penderitasesering mungkin.

Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.

c) Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.

Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.

d) Pemantauan ketat.

Tekanan darah

Respirasi

Nadi

Produksi air kemih

Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

B. ENSEFALITIS

1. Definisi 

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau

mikro organisme lain yang non purulent.

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.

Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau

komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis

(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria,

atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada

orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak

terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.

10

Page 11: Meningitis Dan Ensefalitis

2. Etiologi

a. Ensefalitis Supurativa

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,

streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

Patogenesis: Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,

mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru,

bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang

menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap

kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan

pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat

dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang

masuk ventrikel. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala

infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala

yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun,

pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.

b. Ensefalitis Siphylis

Patogenesis : Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui

permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui

epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman

diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu

hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum akan tersebar diseluruh

korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.

c. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

1) Virus RNA

- Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili

- Rabdovirus : virus rabies

- Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)

- Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

- Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

2) Virus DNA

- Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,

- virus Epstein-barr

- Poxvirus : variola, vaksinia

11

Page 12: Meningitis Dan Ensefalitis

- Retrovirus : AIDS

3) Ensefalitis Karena Parasit

- Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria

serebral.Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit.

Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu

sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.

Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan

pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik tergantung pada

lokasi kerusakan-kerusakan.

- Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-

gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh

manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan

jaringan otak.

- Amebiasis

Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika

berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan

meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,

muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

- Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa

dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat

tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim

otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam

sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.

Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.

4) Ensefalitis Karena Fungus

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,

Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor

mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat

ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya

infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

12

Page 13: Meningitis Dan Ensefalitis

5) Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat

menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang

terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh

darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi

trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur,

kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik

menunjukan lesi yang tersebar.

3. Manifestasi Klinis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama

dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala

berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.

(Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:

1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia

2. Kesadaran dengan cepat menurun

3. Muntah

4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang

di muka)

5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,

misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda

dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan

asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus,

kelemahan otot-otot wajah.

 

4. Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah

masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

1. Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ

tertentu.                                                       

2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke

organ dan berkembang biak di organ tersebut.

3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir

dan menyebar melalui sistem saraf.

13

Page 14: Meningitis Dan Ensefalitis

5. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biakan:

a) Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk

mendapatkan hasil yang positif. 

b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat

gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. 

c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif 

d) Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.

e) Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan

uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi

tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.

f) Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.

g) Punksi lumbal  Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-

kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.

h) EEG/ Electroencephalography

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan

kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf,

bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik

berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)

i) CT scan

Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula

didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes

simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus

frontal.

6. Komplikasi 

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang

nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik,

dan penanganan selama perawatan.Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti

perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi

adanya sekuele secara dini.Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan

serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu

terjadi.Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis,

quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik,

gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.

14

Page 15: Meningitis Dan Ensefalitis

7. Penatalaksanaan

Isolasi

Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan

pencegahan.

Terapi antimikroba :              

1. Ensefalitis supurativa

1. Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.

2. Cloramphenicol 4 x 1g/24  jam intra vena selama 10 hari.

3. Ensefalitis syphilis

- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari 

- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x

500mg oral selama 14 hari.

Bila alergi penicillin :    

1. Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari 

2. Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari 

3. Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu

4. Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.

5. Ensefalitis virus

1. Pengobatan simptomatis: 

- Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg 

- Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.

2. Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes

zoster-varicella:

- Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200

mgperoral tiap 4 jam selama 10 hari.

6. Ensefalitis karena parasit

1. Malaria serebral 

- Kinin  10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak

perbaikan.

2. Toxoplasmosis

- Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

- Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

- Spiramisin 3 x 500 mg/hari

15

Page 16: Meningitis Dan Ensefalitis

3. Amebiasis

- Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

7. Ensefalitis karena fungus

- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu

- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

8. Riketsiosis serebri

- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari 

- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, management edema otak :

a) Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan yang

diberikan tergantung keadaan anak.

b) Glukosa 20%, 10ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan.

c) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk

menghilangkan edema otak

8. Perbedaan Ensefalitis dengan Meningitis

Encephalitis Meningitis

Kesadaran ↓ Kesadaran relatif masih baik

Demam ↓ Demam ↑

Lokasi terinfeksi di jaringan otak Lokasi terinfeksi di selaput otak

Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri

16

Page 17: Meningitis Dan Ensefalitis

ASUHAN KEPERAWATAN

MENINGITIS DAN ESEFALITIS

I. PENGKAJIAN

1. Identitas

Meningoensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

2. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

3. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat

kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah

menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan

tenggorokan.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh :

Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli,

dll.

6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak

a. Faktor Keturunan ; yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua

orang tuanya.

b. Faktor Hormonal ; banyak hormon yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak, namun yang paling berperan

adalah Growth Hormon (GH).

c. Faktor Gizi ; Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik.

Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.

d. Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi dan

lingkungan psikososial.

17

Page 18: Meningitis Dan Ensefalitis

Teori kepribadian anak menurut Sigmund Freud meliputi tahap

a.Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b.Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c.Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun

d.Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun

e.Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun

Tahap-tahap perkembangan anak menurut Erik Erikson !

a.Bayi (oral) usia 0 - 1 Tahun

b.Usia bermain (Anak ) yakni 1 - 3 Tahun

c.Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun

d.Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun

e.Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih

f. Remaja akhir dan dewasa muda

g.Dewasa

h.Dewasa akhir

Erikson mengemukakan bahwa dalam tahap-tahap perkembangan manusia

mengalami 8 fase yang saling terkait dan berkesinambungan.

TUGAS PERKEMBANAGAN

BILA TUGAS

PERMKEMBANGAN

TIDAK TERCAPAI

Bayi (0 - 1 tahun)

Rasa percaya mencapai harapan,

Dapat menghadapi frustrasi dalam jumlah kecil

Mengenal ibu sebagai orang lain dan berbeda dari

diri sendiri.

Tidak percaya

Usia bermain (1 - 3 Tahun)

Perasaan otonomi.

Mencapai keinginan

Memulai kekuatan baru

Menerima kenyataan dan prinsip kesetiaan

Malu dan ragu-ragu

Usia pra sekolah ( 3 - 6 Tahun) Rasa bersalah.

18

Page 19: Meningitis Dan Ensefalitis

Perasaan inisiatif mencapai tujuan

Menyatakan diri sendiri dan lingkungan

Membedakan jenis kelamin.

Usia sekolah ( 6 - 12 Tahun)

Perasaan berprestasi

Dapat menerima dan melaksanakan tugas dari

orang tua dan guru

Rasa rendah diri

Remaja ( 12 tahun lebih)

Rasa identitas

Mencapai kesetiaan yang menuju pada

pemahaman heteroseksual.

Memilih pekerjaan

Mencapai keutuhan kepribadian

Difusi identitas

Remaja akhir dan dewasa muda

Rasa keintiman dan solidaritas

Memperoleh cinta.

Mampu berbuat hubungan dengan lawan jenis.

Belajar menjadi kreatif dan produktif.

Isolasi

Dewasa

Perasaan keturunan

Memperoleh perhatian.

Belajar keterampilan efektif dalam

berkomunikasi dan merawat anak

Menggantungkan minat aktifitas pada keturunan

Absorpsi diri dan

stagnasi

Dewasa akhir

Perasaan integritas

Mencapai kebijaksanaan

keputusasaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

19

Page 20: Meningitis Dan Ensefalitis

a. Faktor keturunan (genetik)

Seperti kita ketahui bahwa warna kulit, bentuk tubuh dan lain-lain

tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalak kromosom, yang dimiliki oleh

setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma maupun ovum masing

masing mempunyai 23 pasang kromosom. Jika ovum dan sperma

bergabung akan terbentuk 46 pasang kromosom, yang kemudian akan

terus smembelah untuk memperbanyak diri sampai akhirnya terbentuk

janin, bayi. Setiap kromosom mengandung gen yang mempunyai sifat

diturunkan pada anak dari keluarga yang memiliki abnormalitas tersebut.

b. Faktor Hormonal

Kelenjar petuitari anterior mengeluarkan hormon pertumbuhan (Growth

Hormone, GH) yang merangsang pertumbuhan epifise dari pusat tulang

panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan kematangan

seksualnya terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme terjadi gejala-gejala

anak tumbuh pendek, alat genitalia kecil dan hipoglikemi. Hal sebaliknya

terjadi pada hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan adalah

akromegali yang diakibatkan oleh hipersekresi GH dan pertumbuhan

linear serta gigantisme bila terjadi sebelum pubertas. Hormon lain yang

juga mempengaruhi pertumbuhan adalah hormon-hormon dari kelenjar

tiroid dan lainya.

c. Faktor Gizi.

Proses tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan sel,

organ dan tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan sel, dan

pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh

lainnya mengikuti pola tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya

tingkatan tumbuh kembang tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata

lain untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang

baik.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara segar, sanitas, polusi,

iklim dan teknologi

Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan dan tumbuhan.

20

Page 21: Meningitis Dan Ensefalitis

Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat

kesehatan.

Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang keluarga, hubungan

keluarga.

e. Faktor sosial budaya

Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan sosial keluarga.

Faktor politik serta keamanan dan pertahanan; keadaan politik dan

keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam tumbuh

kembang seorang anak.

Teori Kepribadian Menurut Sigmund Freud

Kepribadian ialah hasil perpaduan antara pengaruh lingkungan dan bawaan,

kualitas total prilaku individu yang tampak dalam menyesuaikan diri secara

unit dengan lingkungannya.

Teori kpribadian yang dikemukakan oleh ahli psikoanlisa Sigmund freud

(1856 - 1939). Meliputi tahap-tahap :

a.Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b.Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c.Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun

d.Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun

e.Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun

7. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DPT

Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.

- Pertumbuhan dan Perkembangan

POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN

A. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

a. Kebiasaan

sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar

di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)

b. Status Ekonomi

21

Page 22: Meningitis Dan Ensefalitis

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

B. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pemenuhan Nutrisi

Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makanan dan cairan dalam jumlah kurang

dari kebutuhan tubuh,Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai dengan adanya

mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.

Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.

Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan

kurang dari normal.

Menurut rumus dari BEHARMAN tahun 1992, umur 1 sampai 6 tahun

Umur (dalam tahun) x 2 + 8

TB menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x TB Lahir

Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.

Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan

tentang nutrisi, yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat

badan normal.

C. Pola Eliminasi

Kebiasaan Defekasi sehari-hari

Biasanya pada pasien ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi

maka dapat terjadi obstipasi.

Kebiasaan Miksi sehari-hari

Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.

Jika kebutuhan cairan terpenuhi.

Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun,

konsentrasi urine pekat.

D. Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat

dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

22

Page 23: Meningitis Dan Ensefalitis

E. Pola Aktivitas

a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis

dengan gizi buruk mengalami kelemahan.

b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan

latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk

maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM, Kekuatan otot berkurang karena px

Ensefalitis dengan gizi buruk. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke

jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi yang berat, aktifitas togosit turun ,Hb

turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.

F. Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang

karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

G. Pola Persepsi dan pola diri

Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri yang meliputi Body

Image ,self Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan

perubahan.

H. Pola sensori dan kuanitif

a. Sensori

- Daya penciuman

- Daya rasa

- Daya raba

- Daya penglihatan

- Daya pendengaran.

b. Kognitif

I. Pola Reproduksi Seksual

Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.

J. Pola penanggulangan Stress

Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :

- Stress fisiologi biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja ,tidak

bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.

- Stress Psikologi tidak di evaluasi.

23

Page 24: Meningitis Dan Ensefalitis

K. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Anak umur 3-4 tahun belum bisa dikaji

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan daya tahan terhadap infeksi turun.

2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan Hepofalemia,

anemia.

3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang umum.

4. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak

menangis, gelisah.

5. Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yang ditandai

dengan ROM terbatas.

6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah.

7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) berhubungan

dengan kerusakan susunan saraf pusat.

8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan daya pertahanan tubuh

terhadap infeksi turun.

10. Resiko terjadi kontraktur berhubungan dengan spastik berulang.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan :

Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit

Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rasa sakit kepala berkurang

Kesadaran meningkat

Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan

intrakranial yang meningkat

Rencana Tindakan :

INTERVENSIRASIONAL

Pasien bed rest total dengan posisi tidur Perubahan pada tekanan intakranial

24

Page 25: Meningitis Dan Ensefalitis

terlentang tanpa bantal akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak

Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt

Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik

Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuatif. Kegagalan autoregulasi akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar serta nausea yang menurunkan intake per oral

Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

Aktifitas muntah atau batuk dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava

Kolaborasi :

Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral

Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen

Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.

Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri

Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak

Tujuan :

Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

25

Page 26: Meningitis Dan Ensefalitis

Kriteria evaluasi :

Pasien dapat tidur dengan tenang

Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL

Independent

Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

Menurunkan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat

Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata

Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati

Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort

Kolaborasi :

Berikan obat analgesik

Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

3. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan

penurunan tingkat kesadaran

Tujuan:

Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Kriteria Hasil :

Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL

26

Page 27: Meningitis Dan Ensefalitis

Independent :

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.

Melindungi pasien bila kejang terjadi

Pertahankan bedrest total selama fae akut

Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi :

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskulaer, penurunan

kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif

Tujuan :

Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan

bladder optimal serta peningkatan kemampuan fisik

Tindakan :

Intervensi Rasional

Independen :

Review kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi

Mengidentifikasi kersakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi

Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala ketergantungan dari 0 - 4

Kemungkinan tingkat ketergantungan (0) hanya memerlukan bantuan minimal (1)Memerlukan bantuan moderate (3) Memerlukan bantuan komplit dari perawat (4)Klien yang memerlukan pengawasan khusus karena resiko injury yang tinggi

Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien

Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara meneyluruh dan memfasilitasi peredaran

27

Page 28: Meningitis Dan Ensefalitis

darah serta mencegah dekubitus

Pertahankan body aligment adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan kejang

Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya

Berikan perawatan kulit secara adekuat, lakukan masasse, ganti pakaian klien dengan bahan linen dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering

Memfasilitasi sirkulais dan mencegah gangguan integritas kulit

Berikan perawatan mata, bersihkan mata dan tutup dengan kapas yang basah sesekali

Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata terus menerus

Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulit

Indikasi adanya kerusakan kulit

5. Kerusakan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang

sensori, transmisi sensori dan integrasi sensori

Tujuan :

Kesadaran klien dan persepsi sensori membaik

Tindakan :

Intervensi Rasional

Evaluasi secara teratur perubahan orientasi klien, kemampuan bicara, keadaan emosi serta proses berpikir klien.

Kerusakan area otak akan menyebabkan klien mengalami gangguan persepsi sensori. Sejalan dengan proses peneymbuhan, lesi area otak akan mulai membaik sehingga perlu dievaluasi kemajuan klien

Kaji kemampuan menterjemahkan rangsang sensori misalnya : respon terhadap sentuhan, panas atau dingin, serta kesadaran terhadap pergerakan tubuh.

Informasi tersebut penting untuk menentukan tindak lanjut bagi klien

Batasi suara-suara bising serta pertahankan lingkungan yang tenang

Menurunkan kecemasan, dan mencegah kebingungan pada klien akibat rangsang sensori berlebihan

Tetap bicara dengan klien dengan suara yang tenang, gunakan kata-kata yang sederhana dan singkat serta pertahankan kontak mata

Rangsang sensori tetap diberikan pada klien walaupun dalam keadaan tidak sadar untuk memacu kemampuan sensori persepsi klien

28

Page 29: Meningitis Dan Ensefalitis

Kolaborasi :

Rujuk ke ahli fisioterapi atau okupasi

Untuk dapat memberikan penanganan menyeluruh pada klien

6. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik

Tujuan :

Nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai

laboratorium dalam batas normal

Kriteria hasil :

a. Berat badan naik,LILA bertambah

b. Turgor baik

c. Conjungtifa merah mudah

d. Hb bertambah

Tindakan :

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya sekret

Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan menelan klien dan klien harus dilindungi dari resiko aspirasi

Auskultasi bowel sounds, amati penurunan atau hiperaktivitas suara bpowell

Fungsi gastro intestinal tergantung pula pada kerusakan otak, bowelll sounds menentukan respon feeding atau terjadinya komplikasi misalnya illeus

Timbang berat badan sesuai indikasi Untuk megevaluasi efektifitas dari asupan makanan

Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala

Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi

Pertahankan lingkungan yang tenang dan anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk memberikan makanan pada klien

Membuat klien merasa aman sehingga asupan dapat dipertahankan

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan:

29

Page 30: Meningitis Dan Ensefalitis

- tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:

- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen

Intervensi

1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas

atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.

R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran

Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami

nfeksi saluran nafas atas.

2) Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.

R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan

Meningkosamia .

3) Berikan antibiotika sesuai indikasi

R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

8. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang umum

Tujuan :

- Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil :

- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :

1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang

tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas

tetap bebas.

R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak

tergigit.

Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.

R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.

3. Kolaborasi.

Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.

30

Page 31: Meningitis Dan Ensefalitis

R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

4. Abservasi tanda-tanda vital

R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan

9. Resiko terjadi kontraktur berhubungan dengan kejang spastik berulang

Tujuan :

- Tidak terjadi kontraktur

Ktiteria hasil :

- Tidak terjadi kekakuan sendi

- Dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik ,

terjadi kekacauan sendi.

R/ Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau

membantu program perawatan .

2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap

R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.

3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam

R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan

lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .

4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam

R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada

kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera

5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai

Indikasi

R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

LAPAORAN PENDAHULUAN

STATUS EPILEPTIKUS

31

Page 32: Meningitis Dan Ensefalitis

A. Definisi

Epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan seizure(stereotipik), berlangsung

secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh

hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit

otak akut.

Menurut WHO (Chadwick, 1991) epilepsi adalah suatu kelainan otak kronik dengan

berbagai macam penyabab yang ditandai serangan kejang berulang yang disebabkan oleh

bangkitan neuron otak yang berlebihan, dimana gambaran klinisnya dapat berupa kejang,

perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran tergantung lokasi kelainan di

otak.http://kuliahitukeren.blogspot.com/

Status Epileptikus (SE) didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau

lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang, atau serangan

yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. Serangan yang berlangsung

terus menerus lebih dari 5 menit atau yang kesadarannya belum pulih setelah 5 menit

harus dipertimbangkan sebagai SE.

B. Klasifikasi

 a           Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy (ILAE)

terdiri dari dua jenis klasifikasi yaitu:

1) Bangkitan Parsial

Bangkitan Parsial sederhana

Motorik

Sensorik

Otonom

Psikis

2) Bangkitan Parsial kompleks

Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran

Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan

3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik

Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik klonik

4) Bangkitan Umum

32

Page 33: Meningitis Dan Ensefalitis

Lena (absence)

Mioklonik

Tonik

Tonik-klonik

Atonik

5) Tak tergolongkan

Klasifikasi status epileptikus

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena

penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya

status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan – area tertentu dari

korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kategori

utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-

konvulsi.

Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.

Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum

(tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial

(sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum

(overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial

kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap

kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa,

hanya dewasa).

C. Etiologi

Secara umum penyebab kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

1. Idiopatik     :penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisigenetik

2. Kriptogenik:  Dianggap simptomatik tatapi penyebabnya belum diketahui, termasuk

disini sindrom west, sindrom lennox-gastaut, dan epilepsi mioklonik, gambaran klinik

sesuai dengan ensefalopati difusi

3. Simptomatik: Disebabkan oleh kelainan/lesi ada susunan saraf pusat misalnya trauma

kepala, infeksi susunan saraf (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan

peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neuro degenerative.

Faktor pencetus Status Epileptikus

Penderita Epilepsi tanpa pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak memadai

33

Page 34: Meningitis Dan Ensefalitis

Pengobatan yang tiba-tiba dihentikan atau gangguan penyerapan GIT

Keadaan umum yang tidak menurun sebagai akibat kurang tidur, stres psikis, atau

stres fisik.

Pengunaan atau Withdrawal alkohol, drug abuse, atau obat-obat anti depresi

D. Patofisiologi

Sel saraf diootak berkomunikasi melalui transmisi listrik dan kimia. Ada

keseimbangan yang teratur antara faktor yang menyebabkan eksistasi dan inhibisi

aktifitas listrik otak.

Untuk dapat mempresentasikan sinyal listrik diotak menjadi perilaku, banyak sel

saraf yang terlibat. Dalam kebanyakan kasus kejang, sejumlah kecil kumpulan sel saraf

yang abnormal menyebabkan perubahan pada sel didekatnya atau pada sel yang memilik

hubungan erat dengannya. Pada kejang, sejumlah besar kumpulan sel saraf tereksitasi

bersamaan (hipersinkroni), sehingga menyebabkan aktfitas tubuh berlebihan.

Penyebab kelainan yang utama adalah hilangnya sel saraf yang menginhibisi sel

eksitasi dan membatasi penyebaran listrik otak atau mungkin dikarenakan produksi

berlebihan rangsangan kimia otak yang menyebabkan sel mengeluarkan sinyal listrik

yang abnormal. Neurotransmitter eksitasi  juga dilepasakan berlebihan dan mengganggu

bendungan listrik sel saraf yang normalnya membatasi penyebaran sinyal listrik yang

abnormal. Diantara neurotansmitter-neurotarsmitter eksitasi dapat disebut glutamate,

aspartat, norepinefrin, dan asetilkolin, sedangkan nerutransmitter inhibisi yang terkenal

ialah gamma amino butyric acid (GABA).

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase.

Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan

cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah,

peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang

diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit,

ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan

darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap

ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia

(suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang

irreversibel.

Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat,

ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan

34

Page 35: Meningitis Dan Ensefalitis

ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi

kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut.

Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi

maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks

serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus

mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf

maksimal dalam zona Summer.

Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan

melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan

meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan

masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.

E. Gambaran klinik

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah

keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)

merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei

ditemukan kira-kira 44-74%, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.

a) Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan

potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik

umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada

status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum

tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang

melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien

menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya

takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang.

Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan

pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali

pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.

b) Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

35

Page 36: Meningitis Dan Ensefalitis

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum

mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

c) Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan

kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan

merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

d) Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus

adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat

kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat

dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik,

infeksi atau kondisi degeneratif.

e) Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas

atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai

suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai

“slow motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama.

Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak.

Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada

semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.

f) Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial

kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-

konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma.

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional,

cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi

psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan

generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari

status absens.

g) Status Epileptikus Parsial Sederhana

36

Page 37: Meningitis Dan Ensefalitis

1. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-

jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan

berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin

menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi

tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada

hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses

destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai

dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

2. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala

sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

h) Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang

cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme,

gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG

terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi

bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens

dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks

dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus

F. Penatalaksanaan Status Epileptikus

Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk

pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental

yang dimiliki pasien. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya,

yaitu menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping atau

dengan efek samping yang ringan, serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Pertolongan pertama pada saat kejang

Bantulah pasien berbaring, jauhkanlah dari sesuatu yang keras dan tajam seperti sudut

meja

Gulingkan pasien sehingga kepala menghadap ketanah agar air ludah tidak masuk ke

jalan nafas dan mencegah lidah menutup jalan nafas

Longgrkan baju, lepaskan kaca mata tetapi kontak lens biarkan saja

37

Page 38: Meningitis Dan Ensefalitis

Jangan berusaha memasukkan apapun kedalam mulut pasien, lidah tak dapat

berfungsi untuk menrlan sehingga akan menyebabkan tersedak

Sesudah kejang berhenti, sebaiknya jangan menahan (restrain) pasien, hal ini akan

mengakibatkan perlawanan atau agitasi pasien.

Hindari pemberian obat oral, minuman atau makanan sebelum pasien pulih 100%

kesadarannya.

G. Obat-obat untu status epileptikus

Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin.

Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam

(Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi

dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan

kompleks Reseptor-Barbiturat.

Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien

yang mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel

di bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil

menghentikan kejang sebanyak 65 persen.

Nama obat Dosis (mg/kg) Persentase

1. Lorazepam 0,1 65 %

2. Phenobarbitone 15 59 %

3. Diazepam + Fenitoin 0.15 + 18 56 %

4. Fenitoin 18 44 %

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan

Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut

dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis

awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula

kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam

adalah sama.

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan

Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak

lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang

berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin

parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus

38

Page 39: Meningitis Dan Ensefalitis

menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal

iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan

untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan

terbentuknya mikrokristal

OBAT CARA PEMBERIAN

DOSIS DEWASA DOSIS ANAK

Diazepam

Lorazepam

Midazolam

Phenobarbital

Phenytoin

·      IV bolus·      Rektal·      IV infus

·     IV bolus

·     IM/Rektal·     IV bolus·     IV infus·     Buccal

·     IV bolus

·     IV bolus/infus

10-20 mg at 2-5 mg/min10-30 mg8 mg/jam

4 mg

5-10 mg0,1-0,3 mg/kg at<4 mg/jam0,05-0,4mg/kg/jam10 mg

10 mg/kgBB kecepatan <100 mg/min

15-18mg/kg kecepatan <50 mg/kg/min

0,25-0,5 mg/kgBB2-5 mg/kgBB0,5-0,75 mg/jam

0,1 mg/kg

0,15-0,3 mg/kg

10 mg

15-20 mg/kg kecepatan <100 mg/min

20 mg/kg kecepatan <25 mg/min

39

Page 40: Meningitis Dan Ensefalitis

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Data Subyektif, antara lain :

1) Keluhan Utama

Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat

pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara

tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh

anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga

mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila

diajak bicara.

2) Riwayat kesehatan.

Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual.

Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuensi serangan, ada faktor

presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah

pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera

otak operasi otak, Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau

obat terlarang, atau mengkonsumsi alkohol. Klien mengalami gangguan

interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu,merasa rendah diri, ketidak

berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam

hubungan dengan orang lain.

3) Riwayat kesehatan keluarga.

Dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kemungkinan masalah

yang sama pada keluarga.

4) Klien dapat mengeluhkan kelemahan/lelah dan kurang mampu melakukan

aktivitas sehari-hari.

b. Data Objektif, antara lain:

Dari pemeriksaan fisik didapat penurunan kekuatan otot. Data pada saat

serangan dijumpai:

1) Perubahan pada tanda-tanda vital berupa peningkatan tekanan darah, denyut

nadi meningkat dan sianosis.

2) Inkontinensia urin dan fekal.

3) Perlukaan pada gusi dan lidah.

40

Page 41: Meningitis Dan Ensefalitis

4) Ada riwayat nyeri, kehilangan kesadaran/pingsan, kehilangan kesadaran sesaat

klien menangis, jatuh kelantai, disertai komponen motorik seperti kejang tonik

klonik.

5) Mioklonik.

tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah. mulut berbuih, ada inkontinensia

urin dan fekal, bibir dan muka cianosis, mata dan kepala bergerak memutar-

mutar pada satu posisi atau keduanya.

c. Data setelah Serangan:

1) Setelah serangan tanda-tanda vital mungkin berubah.

2) Klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri

kepala.

3) Perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi/hemiparese sementara.

4) Klien lupa atau sedikit ingat terhadap kejadian yang menimpa dirinya.

5) Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung.

6) Ada perlukaan/cedera.

7) Gusi mengalami hiperplasi karena efek samping penggunaan Dilantin.

Deskripsi spesifik dari kejang harus mencakup beberapa data penting

meliputi:

1) Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh prodormal dan

fase aura.

2) Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.

3) Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena sesisi atau

bilateral, dimana mulainya dan bagaimana kemajuannya.

4) Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat dibangunkan

selama atau setelah serangan ?

5) Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap lingkungan. Hal

ini sangat penting untuk membedakan apakah yang terjadi pada klien benar

epilepsi atau hanya reaksi konversi.

6) Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup rapat atau

terbuka.

7) Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan perdarahan dari

mulut.

41

Page 42: Meningitis Dan Ensefalitis

8) Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan, baal atau

semutan, disfagia, disfasia cedera komplikasi, periode post iktal atau lupa

terhadap semua pristiwa yang baru saja terjadi.

9) Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.

2. Diagnosa keperawatan

a. Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.

b. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi

trakheobronkhial.

c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia.

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang.

e. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan.

f. Risiko isolasi berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit

kronis.

h. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian.

i. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan keterbatasan paparan.

j. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan konflik

pengambilan keputusan.

3. Intervensi

a. Diagnosa 1 : Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.

1) NOC : Pengendalian Resiko.

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh selama

3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami cedera dan tetap tenang dengan

seringnya pengendalian resiko  skala 3.

3) Kriteria hasil :

a) Pantau faktor resiko perilaku dan lingkungan.

b) Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, penggunaan tikar karet).

c) Menghindari cedera fisik.

d) Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera

e) Orang tua akan mengenali resiko dan memantau kekerasan.

Skala :

1. Tidak pernah

42

Page 43: Meningitis Dan Ensefalitis

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Mencegah Jatuh

a) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya

perubahan status mental, usia, pengobatan dan defisit motorik / sensorik.

b) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh.

c) Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan bahaya.

d) Arahkan anak ke area aman, khususnya jauh dari jendela, tangga, alat

pemainan, atau sumber air.

e) Jangan membuat anak teragitasi; bicara dengan suara lembut dan sikap

tenang.

f) Lindungi anak setelah kejang.

b. Diagnosa 2 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

obstruksi trakheobronkhial

1) NOC : Kontrol Aspirasi

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mencegah Jatuh selama

3x24 jam  diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif dengan seringnya

memonitor aspirasi skala 2.

3) Kriteria hasil :

a) Mengidentifikasi faktor risiko.

b) Menghindari faktor risiko.

c) Menyediakan makanan sesuai kemampuan menelan pasien.

d) Mengupayakan konsitusi cairan dan makanan.

Skala :

1. Ekstrem

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

4) NIC : Mencegah Jatuh

a) Pengelolaan jalan nafas.

b) Ajarkan batuk secara efektif.

43

Page 44: Meningitis Dan Ensefalitis

c) Posisikan 90 derajat sesuai kemampuan.

d) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.

e) Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan

sekresi.

c. Diagnosa 3 : Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia

1) NOC : Orientasi Kognitif

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pelatihan Memori selama

3x24 jam diharapkan pasien tidak menunjukkan kerusakan memori dengan

status orientasi kognitif skala 4.

3) Kriteria hasil :

a) Mengidentifikasikan orang terdekat, tempat sekarang, dan musim, tahun,

hari yang benar.

b) Menggunakan teknik untuk membantu memperbaiki memori.

c) Secara akurat mengingat secara tepat, informasi saat ini dan lama.

d) Mengungkapkan kemampuan yang lebih baik untuk mengingat.

Skala : 

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Pelatihan Memori

a) Kaji depresi, ansietas, dan peningkatan stres yang mungkin memberikan

kontribusi pada kehilangan memori.

b) Kaji fungsi neurologis untuk menentukan masalah pasien, apakah

kehilangan memori atau demensia.

c) Beri label pada barang-barang.

d) Bantu pasien untuk rileks untuk meningkatkan konsentrasi.

e) Berikan kesempatan pasien untuk konsentrasi seperti suatu permainan

pasangan kartu yang sesuai.

f) Berikan gambar pengingat memori; bila diperlukan.

d. Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang

1) NOC : Citra Tubuh

44

Page 45: Meningitis Dan Ensefalitis

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencapaian Citra Tubuh

selama 3x24 jam diharapkan persepsi pasien terhadap dirinya positif dengan

status citra tubuh skala 3

3) Kriteria hasil :

a. Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.

b. Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh dan wujud tubuh.

c. Mengidentifikasi kekuatan personal.

d. Memelihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan personal.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Pencapaian Citra Tubuh

a) Tentukan bagaimana respon anak terhadap tubuhnya  sesuai dengan tahap

perkembangan.

b) Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari orang penting

bagi pasien yang menyangkut citra tubuh.

c) Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan

dan untuk berduka.

d) Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perhatian

tentang hubungan personal yang dekat.

e. Diagnosa 5 : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan.

1) NOC : Perkembangan Anak :2,3,4,5 tahun: Masa Kanak-kanak Pertengahan

(%-11 tahun), dan Remaja (12-17 tahun).

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Harga Diri

selama 3x24 jam diharapkan harga diri  pasien positif (pasien dapat

meningkatkan harga dirinya) dengan status perkembangan menunjukkan skala

3

3) Kriteria hasil :

a) 2 th : Mengindikasikan keinginan secara verbal, berinteraksi dengan orang

dewasa dalam permainan sederhana.

45

Page 46: Meningitis Dan Ensefalitis

b) 3 th : mampu mengatakan nama pertamanya; memainkan interaksi dengan

anak seusianya.

c) 4 th : Mampu menjelaskan aturan-aturan permainan interaktid bersama

teman seusianya.

d) Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat.

Skala :

1. Ekstrem

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

4) NIC : Peningkatan Harga Diri

a) Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri.

b) Bantu pasien meningkatkan penilaian dirinya terhadap penghargaan diri.

c) Hindari tindakan yang dapat melemahkan pasien.

d) Beri penghargaan / pujian terhadap perkembangan pasien dalam pencapaian

tujuan.

e) Ajarkan orang tua akan pentingnya ketertarikan dan dukungannya terhadap

perkembangan konsep diri yang positif pada anak.

f. Diagnosa 6  : Resiko isolasi sosial  berhubungan dengan gangguan psikologis.

1) NOC : Keterlibatan Sosial

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Sosialisasi

selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan dan

dapat diterima di lingkungan dengan status keterlibatan sosial menunjukkan

skala 3.

3) Kriteria Hasil :

a) Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga, aggota keluarga.

b) Berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan

c) Mulai berhubungan dengan orang lain.

d) Mengembangkan hubungan satu sama lain.

e) Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

46

Page 47: Meningitis Dan Ensefalitis

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC :  Peningkatan Sosialisasi

a) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada perasaan

isolasi sosial.

b) Kurang stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.

c) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai ketertarikan dan

tujuan sama

d) Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan teman-teman

untuk berinteraksi.

e) Berikan uji pembatasan interpersonal.

f) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan dan

menonton film

g. Diagnosa 7  : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak

yang menderita penyakit kronik.

1) NOC : Parenting

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Integritas

Keluarga selama 3x24 jam diharapkan keluarga berfungsi secara efektif dengan

seringnya melakukan peran sebagai orang tua yang ditunjukkan dengan skala 4.

3) Kriteria hasil :

a) Memberikan kebutuhan psikologi untuk anak.

b) Memberikan perlindungan dan perawatan kesehatan secara teratyr dan

aseptik.

c) Stimulasi perkembangan kognitif.

d) Stimulasi perkembangan emosi.

e) Stimulasi perkembangan spiritual.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Peningkatan Integritas keluarga

47

Page 48: Meningitis Dan Ensefalitis

a) Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.

b) Tentukan jenis hubungan keluarga.

c) Tentukan gangguan dalam jenis proses keluarga.

d) Ajari keterampilan merawat pasien yang diperlukan oleh keluarga.

e) Ajari keluarga perlunya kerja sama dengan sistem sekolah untuk menjamin

akses kesempatan pendidikan yang sesuai untuk penyakit kronik.

f) Bantu keluarga berfokus pada anaknya dibanding dengan penyakitnya.

h. Diagnosa8 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian / perubahan status

kesehatan.

1) NOC : Kontrol Cemas

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan ansietas

selama 3x24 jam diharapkan kecemasan hilang atau berkurang dengan

seringnya mengontrol cemas dengan skala

3) Kriteria hasil :

a) Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat stres.

b) Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.

c) Manifestasi perilaku kecemasan tidak ada.

d) Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan

keterampilan yang baru.

e) Tidak menunjukkan perilaku agresif

Skala : 

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Pengurangan Ansietas

a) Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen

dan prognosis.

b) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

c) Berikan dorongan kepada orang tua untu  menemani anak, sesuaidengan

kebutuhan.

d) Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan, untuk

mengurangi ansietas.

48

Page 49: Meningitis Dan Ensefalitis

i. Diagnosa9   : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

1) Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menjelaskan Proses

Penyakit selama 3x24 jam diharapkan defisit pengetahuan dapat teratasi

dengan status pengetahuan mengenai proses penyakit menunjukkan skala 4.

2) NOC : Knowledge:  Proses Penyakit

a) Menguraikan proses penyakit

b) Menguraikan faktor risiko

c) Menguraikan komplikasi

d) Menguraikan tanda dan gejala penyakit.

e) Menguraikan faktor penyebab untuk mencegah komplikasi.

Skala:

1 : Tidak mengetahui

2 : Terbatas pengetahuannya

3 : Sedikit mengetahui

4 : Banyak pengetahuannya

5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks

3) NIC :  Menjelaskan proses penyakit

a) Identifikasi etiologi yang memungkinkan.

b) Uraikan proses penyakit.

c) Uraikan tanda dan gejala penyakit.

d) Diskusikan terapi atau pilihan pengobatan.

e) Jelaskan patofisiologi penyakit.

f) Jelaskan komplikasi kronis yang mungkin terjadi.

j. Diagnosa10  : Resiko isolasi sosial  berhubungan dengan gangguan psikologis.

1) NOC : Keterlibatan Sosial

2) Tujuan:    Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Sosialisasi

selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan dan

dapat diterima di lingkungan dengan status keterlibatan sosial menunjukkan

skala 3.

3) Kriteria Hasil :

a) Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga, anggota keluarga.

b) Berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan

c) Mulai berhubungan dengan orang lain.

d) Mengembangkan hubungan satu sama lain.

49

Page 50: Meningitis Dan Ensefalitis

e) Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC :  Peningkatan Sosialisasi

a) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada perasaan

isolasi sosial.

b) Kurang stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.

c) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai ketertarikan dan

tujuan sama.

d) Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan teman-teman

untuk berinteraksi.

e) Berikan uji pembatasan interpersonal.

f) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan dan

menonton film

50

Page 51: Meningitis Dan Ensefalitis

DAFTAR PUSTAKA

Harsono (ED). 2007. Kapita Selekta Neurologi Second Ed. Yogyakarta: Gajah

MadaUniversity Press.

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas

Kedokteran UNAIR Surabaya, 199

Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: MediaAesculapius

FKUI.

Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997

Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok

Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986

Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta ,1993

Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

51