Menganalisis Cerpen “Kematian Kurta” Melalui Pendekatan Struktural
-
Upload
rezza-eucalyptus-arthur -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Menganalisis Cerpen “Kematian Kurta” Melalui Pendekatan Struktural
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan suatu bentuk komunikasi yang disampaikan
dengan cara yang khas dengan memberi kebebasan pada pengarang untuk
menuangkan kreatifitas imajinasinya. Hal ini menyebabkan karya sastra
menjadi lain, tidak lazim, namun juga bersifat kompleks sehingga
memiliki berbagai kemungkinan penafsiran, dan sekaligus menyebabkan
pembaca menjadi terbata-bata untuk berkomunikasi dengannya
(Nurgiyantoro, 2007:34-35).
Usaha untuk dapat memahami karya sastra (termasuk prosa fiksi)
diperlukan suatu pendekatan. Salah satu pendekatan dalam menganalisis
prosa fiksi adalah pendekatan struktural. Cerita pendek, yang selanjutnya
disebut cerpen adalah karya sastra jenis prosa fiksi. Untuk lebih
memahami tentang sebuah cerpen bisa menggunakan pendekatan
struktural. Pada kesempatan ini akan dianalisis sebuah cerpen yang
berjudul Sungai, karya Nugroho Notosusanto. Cerpen tersebut tidak
terlalu sulit untuk dipahami pembaca, karena menggunakan bahasa yang
sederhana. Namun demikian ada beberapa bagian yang tidak serta merta
bisa langsung dipahami, kecuali mungkin dengan dibaca berulang-ulang.
Untuk itulah, sebagai salah satu upaya membantu memahami cerpen,
penulis bermaksud menganalisis cerpen dengan pendekatan struktural.
Melalui pendekatan struktural, semoga pesan-pesan yang tersirat maupun
yang tersurat dalam cerpen Sungai dapat dipahami oleh pembaca cerpen
tersebut sera dapat menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
-
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut. Bagaimanakah menganalisis cerpen Kematian Kurta melalui
pendekatan struktural?.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dan penyajian makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tentang analisis cerpen Kematian Kurta dengan
pendekatan struktural.
2. Untuk menambah wawasan penulis tentang teori sastra kontemporer.
3. Untuk melatih keterampilan dalam membuat makalah ilmiah.
4. Untuk melengkapi nilai mata kuliah sastra kontemporer.
5. Untuk menambah wawasan pribadi.
-
3
BAB II
DATA DAN PEMBAHASAN
2.1 Data
2.1.1 Cerpen Kematian Kurta
Kematian Kurta
Ini memang gagasan tak masuk akal. Khas gagasan orang-orang yang
sudah terpojok, tak berdaya, tetapi justru karena itulah kemudian
menemukan jalan keluar yang tak terduga. Lagi pula, rasa penasaran dan
gregetan membuat saya yakin betapa gagasan yang kini meletup dalam
kepala saya bukanlah hal yang mengada-ada.
Makanya, ketika giliran ronda, saya mengungkapkannya pada Mas Imam,
Adi, Otok, dan Bang Mustofa, yang malam itu sama-sama mendapat
giliran jaga. Sambil main gaple saya lontarkan gagasan itu sebagai obrolan
pengusir kantuk. Tak disangka, Adi menanggapi begitu serius. Lho,
kenapa tidak dicoba? Kalau memang semua jalan sudah bumpet begitu,
kenapa kita tidak mencoba tanya Kang Kurta ?
Ya, ini cuma andaikata, jawab saya, tak enak dengan pandangan Bang
Mustofa yng tampaknya mengangap saya terlalu mengada-ada. Saya juga
tidak terlalu yakin, apakah Kang Kurta bisa memberi tahu siapa
sebenarnya pembunuh Syubanuddin.
Ya jelas tidak! Wong polisi sajatidak bisa menemukan! tukas Bang
Mustofa.
Lha, justru itulah,kenapa kita tidak mencoba jalan lain? Adi yang malah
ngotot.
Itu takhayul!Tapi kan tidak ada salahnya kita berupaya.
-
4
Dan upaya itu lewat telinga Kang Kurta? tanya Otok penasaran,
sekaligus bernada menyepelekan.
Saya mengangguk. Bang Mustofa kemudian lebih banyak berdiam diri,
mungkin tidak mau terlalu bersitegang dengan Adi yang pembawaaannya
memang tak mau kalah itu. Tapi, memang, setiap pembicaraan tentang
kematian Syubanuddin, guru ngaji di desa kami, selalu menimbulkan
suasana tidak enak.
Seakan kami tidak ingin membicarakan peristiwa itu secara terbuka,
karena hanya membuat kami semakin geram. Seakan kami ingin
mengenangnya dengan kepiluan yang kami sembunyikan diam-diam.
Mungin karena kematiannya yang mengenaskan yang membuat kami
merasa begitu.
Syubahuddin dibunuh beberapa laki-laki tak dikenal pada suatu malam.
Mayatnya ditemukan tergeletak dekat pinggiran hutan sebelah selatan
perbatasan desa. Kepalanya bonyok dan darah menetes dari lubang
telinganya. Peristiwa tragis itu tentu saja menghebohkan desa Margasari.
Apalagi ketika koran-koran memberitakan kematian itu. Desas-desus pun
berkembang. Satu diantaranya menyebutkan kalau kematian Syubanuddin
berkaitan dengan surat pembaca yang ia tulis disebuah koran perihal
penyalahgunaan dana Impres Desa Tertinggal (IDT). Konon para aparat
desa menganggap guru ngaji itu terlalu lancang. Mestinya Syubanuddin
tak perlu menulis surat pembaca saemacam itu. Dan beberapa laki-laki tak
dikenal yang datang pada malam itu, konon, memang dikirim untuk
memberi peringatan. Bahwa kemudian kejadiannya berakhir dengan
kematian, itu diluar perhitungan. Dan itulah yang membuat Pak Lurah
tambah glagapan, ketika banyak orang menghubungkan kematian
Syubanuddin dengan kelangsungan jabatannya.
-
5
Banyak juga yang menganggap, kalau kematian Syubanuddin hanya
lantaran soal hutang. Ada juga yang bilang kalau itu berkaitan dengan
balas dendam. Dan ada juga yang bilang kalau Syubanuddin dibunuh
karena selingkuh dengan pacar SMU-nya dulu. Semua serba simpang-siur.
Itu terkadang malah membuat kami bersitegang sendiri. Seakan-akan
terbentuk kubu-kubu terbentuk dengan sendirinya. Antara mereka yang
percaya dengan keterlibatan Pak Lurah dan yang mengangap semua itu
urusan pribadi Syubanuddin tidak ada sangkut paut tak ada sangkut paut
dengan surat pembaca dikoran itu. Di warung Pak Mbendol, tempat
biasanya anak-anak muda nongkrong, tak jarang meletup ketegangan kecil
karena perdebatan siapa sesungguhnya yang membunuh Syubanuddin.
Butet dan Indro malah nyaris bacok-bacokan. Belakangan banyak orang
bilang kalau Butet dapat pesan khusus dari Pak Lurah untuk
menetralisisr desas-desus yang memojokkan Pak Lurah.
Situasi semacam itu jelas tidak mengenakkan. Orang-orang jadi gampang
saling curiga. Kasak-kusuk. Saling ledek, dan berbuntut permusuhan.
Sementara itu siapa sesungguhnya yang membunuh Syubahuddin, malah
kian kabur. Tak kunjung ada titik terang . Itulah yang membuat saya punya
pikiran untuk minta tolong pada Kang Kurta. Saya yakin Kang Kurta bisa
memecahkan misteri itu. Setidaknya ia bisa membawa kami ke titik yang
lebih terang.
Ada baiknya saya ceritakan dulu siapa Kang Kurta, biar jelas duduk
perkaranya.
Semua penduduk Margasari tahu Kang Kurta. Terutama tentang telinga
Kang Kurta yang sering dikatakan telinga terjelek di dunia. Bentuknya
kecil mengkerut seperti jamur merang layu dan kisut coklat kusam.
Telinga itu selalu berdenyut-denyut seperti dubur bebek mau bertelur.
Apabalagi kalau Kang Kurta tengah bicara, telinga itu akan bergerak-gerak
-
6
dengan sendirinya: seakan-akan suara Kang Kurta keluar dari telinga
busuk itu. Tetapi justru telinga itu yang membuat Kang Kurta istimewa. Ia
bisa mendengar suara apa saja. Kang Kurta bisa mengerti percakapan
kadal, cicak, ayam, dan semua binatang. Kang Kurta bisa mendengar suara
dan bisikan orang-orang yang ngrasani dirinya meski berada jauh di luar
desa. Kang Kurta bisa mendengar rencana-rencana jahat, bahkan yang
masih disimpan didalam hati sekali pun.
Memang, sebagaimana terhadap kematian Syubanuddin, tanggapan orang
terhadap keajaiban telinga Kang Kurta juga berbeda-beda. Ada yang
percaya, setengah percaya dan tak sedikit yang menganggapnya mengada-
ada. Seperti Bang Mustofa, ia selalu menganggap semua itu takhayul.
Itulah sebabnya saya bisa memahami sikapnya ketika di gardu ronda saya
mengungkapkan kemungkinan melacak pembunuh Syahbuddin lewat
telinga Kang Kurta. Saya sendiri termasuk orang yang setengah percaya
setengah tidak.
Mungkin karena saya boleh dikata abangan, bukan orang yang rajin sholat
seperti Bang Mustofa. Sebagaimana abangan, saya percaya Gusti Allah,
sekaligus suka pada yang klenik-klenik. Mungkin juga karena mental
agraris saya belum sepenuhnya kikis. Meski sudah canggih baca tulis, saya
masih percaya pada hal-hal yang magis. Inilah saya kira, yang membuat
saya mempunyai ide untuk bertanya kepada Kang Kurta, siapa
sesungguhnya yang membunuh Syahbuddin.
Saya ingat, pernah di warung Pak Mbendol, Kang Kurta diolok-olok oleh
Whani, Mathori dan Joni karena menyatakan akan terjadi pencurian. Kang
Kurta bilang, ia mendengar percakapan orang yang merencanakan
pencurian tersebut. Siapa? desak Joni. Kang Kurta menjawab ia hanya
mendengar suaranya. Saya kebetulan di situ di malam itu. Saya perhatikan
telinga Kang Kurta berdenyutan, seakan radar yang tengah melacak
-
7
gelombang suara entah dimana. Saya kira mereka akan membobol rumah
Haji Umar, desis Kang Kurta. Tak ada yang menggubris omongan itu.
Mereka malah terus mengolok-olok Kang Kurta, sampai lelaki setengah
baya itu beringsut pergi dengan wajah merah padam. Ketika saya
mengatakan pada Haji Umar, beliau pun hanya tersenyum, Wah kamu
kok percaya betul sama Kang Kurta...
Sehari kemudian saya mendengar rumah Haji Umar kemalingan. Barang-
barangnya ludes, des. Ketika saya datang, Haji Umar hanya memandang
saya dengan tatapan penuh penyesalan.. Itu hanya contoh. Masih banyak
kejadian ajaib menyangkut telinga Kang Kurta yang membuat orang
perlahan-lahan percaya, meski ada yang menganggap itu hanyalah
kebetulan. Pernah Kang Kurta mengusir puluhan celeng yang mengobrak-
abrik sawah hanya dengan meneriakkan kata-kata yang entah apa
maknanya. Mungkin itu bahasa celeng. Kepada Pak Buldan, pernah Kang
Kurta berkata, Sering-seringlah kau tengok anak perawanmu di kota.
Saya mendengar.... Tetapi Pak Buldan keburu mengusirnya. Dan dua
minggu kemudian, anak perempuan Pak Buldan pulang, menangis
sesegukan: ia hamil dan ditinggal pacarnya begitu saja.
ITULAH yang membuat saya mempunyai pikiran kalau Kang Kurta bisa
menyelesaikan kasus pembunuhan Syubanuddin yang berlarut-larut dan
kian tambah kusut. Sampai sekarang, pembunuh Syubanuddin tak pernak
terusut. Seakan kasus itu sengaja diambangkan. Lewat telinga Kang Kurta,
saya pikir siapa pembunuh Syubanuddin bisa dicari jawabannya. Saya,
Adi, Indra, dan beberapa orang lainnya sepakat mendatangi Kang Kurta. Ia
tinggal agak di pinggiran desa, dekat kuburan. Kang Kurta memang hidup
menyendiri. Tetapi ketika kami ke tempat Kang Kurta, rumah itu sepi
rapat terkunci. Ini membuat saya berdebar.
-
8
Kami mencari Kang Kurta, tapi tak ketemu. Kuncung bilang, ia melihat
Kang Kurta pergi bersama dengan dua orang laki-laki yang ia tidak kenal.
Pasti Kang Kurta sudah diamankan, lontar Adi. Kami saling bertatapan,
seakan meyakinkan bahwa hal itu memang terbesit dalam pikiran kami
masing-masing. Segera lenyapnya Kang Kurta menjadi desas-desus yang
kian mengkeruhkan suasana desa. Bermacam sindiran kembali
meyerempet Pak Lurah. Saya tak kaget ketika suatu siang Butet datang ke
rumah, Kamu dipanggil Pak Lurah! Meski jengah, saya datang juga ke
kelurahan. Langsung Pak Lurah menyemprot saya. Sesungguhnya apa
sih yang sampeyan inginkan, he?!
Mak...sud, Pak Lurah?
Soal Kang Kurta itu! Pikiran anehmu telah membuat warga resah.
Sekarang semua orang melotot ke arah saya, seakan saya juga penyebab
hilangnya Kang Kurta!
Pak Lurah menatap tajam , saya menunduk pasti, batin saya, Butet sudah
melaporkan semuanya pada Pak Lurah. Tak ada guna mengelak.Sudah to,
sampeyan itu tak usah bikin perkara lagi. Sampeyan mestinya ikut
menciptakan suasana tenang. Serahkan semuanya pada petugas. Jangan
malah kasak-kusuk begitu.
Tapi, Pak Lurah...
Sudah. Pokoknya saya tak ingin sampeyan berpikiran macem-macem!
Saya ingin menyakan soal Kang Kurta. Tapi lurah sudah mengibaskan
tangan. Kenapa Lurah memanggil saya segala? Aneh. Ini membuat saya
malah penasaran soal Kang Kurta yang sudah lima hari tak tentu
kabarnya.Jangan-jangan malah Kang Kurta mau dijebak, direkayasa
sebagai pembunuh Syubanuddin, kata Joni ketika kami bertemu di
warung Pak mbendol. Kamu ingat kasus pembunuhan wartawan di
Yogya, kan? Mungkin Pak Lurah merencanakan rekayasa serupa. Saya
hanya mendengus. Saya mulai berusaha menahan diri untuk tidak
berkomentar. Jangan-jangan Joni cuma memancing saya! Mungkin Joni
juga salah seorang yang mendapat pesan khusus Pak Lurah. Ya , suasana
-
9
memang sudah tak enak. Saling curiga begitu kentara. Apalagi ketika
banyak dendam pribadi ikut mewarnai. Kang Hendro kabarnya dipanggil
Pak Lurah karena ada yang melaporkan kalau dia terang-terangan
mengatakan Pak Lurahlah yang menculik Kang Kurta. Belakangan baru
diketahui kalau yang melaporkan adalah Mas Haryantodan itu hanya
karena pertentangan pribadi ketika mereka memperebutkan Wening. Itu
membuat permusuhan keduanya tambah tajam. Saya dengar juga kamis
malam lalu keduanya berkelahi di rumah Indro. Itulah kenapa saya
berusaha tidak komentar dalam tiap pembicaraan, karena jangan-jangan itu
sekedar pancingan.
SAYA juga mengurangi nongkrong di warung Pak Mbendol. Lebih baik
klekaran di rumah, meski saya justru kian merasa gelisah karena jadi
justru kian merasa gelisah karena jadi kepikiran nasib Kang Kurta. Wajah
Kang Kurta yang cekung terus membayang, membuat saya berdebar.
Seakan ia menatap saya memohon pertolongan. Kalau saya tak punya
pikiran aneh itu, pasti semua ini tak terjadi. Saya kira memang Kang Kurta
diamankan, karena ditakutkan akan benar-benar menyebut nama
pembunuh Syubanuddin. Terasa lucu juga sesungguhnya, betapa untuk
mengungkapkan kebenaran saja kami merasa perlu mencarinya lewat
telinga Kang Kurta. Telinga terjelek di dunia. Ini konyol! Apa hubungan
pembunuhan Syubanuddin dengan telinga Kang Kurta yang mirip Jamur
merang itu? Yah, seperti yang pernah saya kataakan, ini khas orang tak
berdaya mencari penyelesaian.
Sambil menghisap rokok kretek, membenamkan tubuh di kursi rotan di
ruang tengah, saya mencoba membayangkan di manakah kiranya saat ini
Kang Kurta berada. Saya terkesiap ketika selintas terbayang ruang
interograsi yang kusam dan penuh alat penyiksa. Jangan-jangan ...
Saat itulah saya mendengar pintu diketuk orang. Sam cepat buka! Itu
suara Kuncung. Kenapa kedengaraanya begitu hati-hati. Aku keluar.
-
10
Ada apa?
Ikutlah,, Kuncung berulangkali menengok kerah belakang, seakan takut
ada yang menguntitnya.
Ada apa?
Kang Kurta pingin ketemu kamu.
Kami berjalan mengendap-endap lewat pekarangan. Terdengar lenguh
lembu. Malam terasa singkup. Kami lewat kebun singkong Haji Umar.
Suara kemerosak pohon-pohon singkong yang terterabas tubuh kami
membuat puluhan tikus tanah kaget dan berlarian. Ada yang aneh, tapi
saya tak sempat bertanya macam-macam pada Kuncung. Ia
menyungkupkan sarung ke seluruh tubuhnya, dalam kegelapaan ia terlihat
seperti sebungkah batu yang gerak pelan. Mau ke mana, Kun? saya
penasaran, ketika ia memilih jalan setapak yang menuju sungai. Ikut
saja. Kang Kurta ingin bicara sama kamu. Ia tak ingin seorang pun melihat
kedatanganmu. Kuncung segera menuruni tepian sungai,
menyembunyikan tubuhnya dalam kegelapaan bayangan bebatuan yang
besar-besar yang berserakan di sungai. Riak air berkiltan oleh cahaya
bulan yang belum bulat benar.
Kau lihat? Kuncung menunjuk ke satu arah, dimana aku melihat ada
bayaangan orang bersandar di pohon seberang sungai. Itu Kang Kurta.
Saya hanya mengantar. Kamu musti ke sana sendiri begitu pesan Kang
Kurta. Kuncung langsung berkelebat pergi, membuat saya kian
penasaran. Saya merasakan ada sesuatu yang janggal, yang membuat
hatiku berdesir cemas. Ada apa? Kalau Kang Kurta ingin bertemu saya,
kenapa ia tidak langsung saja datang ke rumah saya? Kalau ia tak ingin
seorang pun melihat, ia bisa mengendap menjumpai saya lewat kebun
belakang. Kuperhatikan bayangan tubuh Kang Kurta yang bersandar di
pohon. Bergegas aku menemuinya.
-
11
Kang Kurta, ini saya ... pelan saya mendesah memanggilnya, dari balik
belukar. Kang Kurta seperti tak mendengar, hingga saya bangkit dan
mendekatinya. Kang Kurta!
Kang Kurta saya mengguncang-guncang tubuhnya, tapi tubuh itu malah
ambruk. Terkulai. Baru saya sadar Kang Kurta sudah mati. Lehernya
sobek. Saya gemetar, membungkuk, masih tak percaya kalau Kang Kurta
memang sudah mati. Saya mengamatinya lekat-lekat. Mata Kang Kurta
mendelik. Tangan kirinya mengsol, tampak patah. Saya temukan sebilah
golok dipinggang Kang Kurta. Saya masih tercenung, tak percaya dan tak
tahu mesti berbuat apa, ketika dari balik beberapa gundukan batu sebesar
kerbau tiba-tiba muncul puluhan orang yang langsung menyorotkan lampu
senter ke arah saya disertai bentakan dan hardikan, Jangan bergerak!
Menyerahlah! Kamu sudah dikepung! Aku dengar suara senjata
dikokang. Puluhan lampu senter terus mengepung menyorot ke wajah
saya, sehingga saya tidak dapat melihat siapa mereka. Saya beringsut
mundur, sambil menyilangkan tangan ke wajah, mencoba menahan sorot
senter yang membuat pandangan saya kabur.
Jangan lari!
Terdengar letusan. Betis saya seperti tersengat kalajengking. Saya menjerit
dan ambruk. Mereka masih menyorotkan senter tepat kemana saya
mengerang terkapar.
Akhirnya kita temukan juga pembunuhnya!
Samar-samar saya mendengar suara itu. Seperti saya kenal. Tapi rasa sakit
yang dengan cepat menjalar, membuat saya kehilangan kesadaran. Sampai
kemudian sayup-sayup, saya kembali mendengar suara ledakan dan bisik-
bisik tertahan
-
12
2.2 Pembahasan
2.2.1 Pengertian Pendekatan Objektif (Struktural)
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif
terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan
tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian
lebih lanjut (Damono, 1984:2).
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni
membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun
karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra
sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya
sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba
menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya
sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan
dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur
struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari
relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka
mencapai kebulatan makna.
Pendekatan instrinsik pun pada dasarnya sama dengan analisis
struktural. Karya sastra dianggap di dalamnya mempunyai sejumlah
elemen atau peralaatn yang saling berkaitan dan masing-masing
mempunyai fungsinya sendiri. Pendekatan intrinsik mencoba
menjelaskan fungsi dan keterkaitan elemen (unsur) atau peralatan itu
tanpa menghubungkannya dengan faktor di luar itu, seperti biografi
pengarang, latar belakang penciptaan, atau keadaan dan pengaruh
karya sastra kepada pembacanya. Adapun pendekatan objektif
menempatkan karya sastra yang akan diteliti atau dianalisis itu
-
13
sebagai objeknya. Mengingat karya sastra yang menjadi objeknya
mempunyai unsur-unsurnya yang satu dengan lainnya tidak dapat
dilepaskan, maka unsur-unsur itulah yang hendak diuraikan dalam
pendekatan objektif. Masalah subjektivitas peneliti, seperti perasaan
suka atau tidak suka terhadap pengarangnya, temanya, atau gaya
bahasanya, disisihkan. Lalu apa yang dimaksud unsur-unsur bahasa
itu dan bagaimana melihat fungsinya masing-masing? Dalam puisi,
larik, bait, diksi, atau majas, citraan, dan sarana retorika lain,
dianggap sebagai unsur-unsur pembangunnya. Dalam drama, unsur-
unsur itu, antara lain, dialog, latar, tokoh, alur, dan tema. Unsur
novel, antara lain, tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan
pencerita.
2.2.2 Analisis Cerpen Kematian Kurta dengan Pendekatan Objektif
(Struktural)
a. Tema
Menurut Stanton tema adalah makna yang terkandung di dalam
suatu cerita. (Nurgiyantoro, 2007: 67). Karena ceritanya yang
pendek, cerpen cenderung hanya ada satu tema. Tema atau
pokok permasalahan cerpen Kematian Kurta sesungguhnya
terletak pada rasa resah dan penasaran seorang tokoh Sam
tentang misteri kematian Syubanuddin dan hilangnya Kang
Kurta. Gambaran tema tersebut dapat terlihat pada cuplikan
cerpen berikut:
SAYA juga mengurangi nongkrong di warung Pak Mbendol.
Lebih baik klekaran di rumah, meski saya justru kian merasa
gelisah karena jadi justru kian merasa gelisah karena jadi
kepikiran nasib Kang Kurta. Wajah Kang Kurta yang cekung
terus membayang, membuat saya berdebar. Seakan ia menatap
saya memohon pertolongan. Kalau saya tak punya pikiran
aneh itu, pasti semua ini tak terjadi. Saya kira memang Kang
-
14
Kurta diamankan, karena ditakutkan akan benar-benar
menyebut nama pembunuh Syubanuddin.
b. Plot
Plot menurut Stanton adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan
peristiwa yang lain (Nurgiantoro, 2007: 113). Plot pada cerpen
umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan peristiwa yang
diikuti sampai cerita berakhir. Urutan peristiwanya dapat
dimulai dari mana saja, hingga mencapai konflik dan klimaks.
Cerpen Kematian Kurta menggunakan plot maju dalam
penyajiannya, plot maju ini nampak jelas pada perjalanan hidup
tokoh. Sejak kejadian pembunuhan Syubanuddin dan hilangnya
Kang Kurta, tokoh Sam merasakan rasa gusar serta penasaran
tentang hal yang menimpa kedua temannya itu, apalagi setelah
dia melihat keganjilan yang di tunjukan oleh Pak Lurah,
seakan-akan menutupi segala kejadian pembunuhan dan
penculikan tersebut, hingga akhirnya Sam menemukan Kurta
meninggal dan ditembak oleh polisi karena dijebak oleh pak
Lurah sebagai pembunuh Kurta.
c. Tokoh
Tokoh menurut Abram (Nurgiantoro, 2007: 165) adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Jumlah tokoh
dalam cerpen sangat terbatas, begitu juga identitas yang
melekat pada diri tokoh seperti halnya yang bersangkutan
-
15
dengan perwatakan, sehingga pembaca harus merekonstruksi
sendiri gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh itu.
Tokoh utama dalam cerpen Kematian Kurta adalah tokoh Saya
(Sam). Karena dari awal cerita, Sam selalu menjadi tokoh
yang selalu dibicarakan, meski masih ada tokoh lain seperti
Kuncung, Adi, Pak Lurah tetapi tokoh-tokoh tersebut hanya
sebagai tokoh pelengkap dan pembangun cerita saja.
d. Latar
Latar adalah sesuatu yang menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan, menurut Abram dalam
(Nurgiantoro, 2007: 216). Cerpen tidak memerlukan detil-detil
khusus tentang keadaan latar. Cerpen hanya memerlukan
penulisan secara garis besar saja, atau bahkan hanya secara
implisit, asal telah mampu memberikan suasana tertentu yang
dimaksudkan.
Warung Pak Mendol, Rumah Sam, Kelurahan Margasari, dan
Hutan dihadirkan sebagai latar tempat berjalanya cerita oleh
pengarang. Keempatnya dijadikan tempat konflik yang
disajikan pengarang.
Sedangkan latar waktu dalam cerpen ini adalah berawal dari
kejadian pembunuhan Syubanuddin pada malam hari
sebelumnya, lalu para warga mulai menceritakan kejanggalan-
kejaganggalan tentang kematian Syubanuddin sehingga Sam
berinisiatif untuk mencari Kang Kurta yang terkenal bisa
menerawang siapa pembunuh Syubanuddin sebenarnya.
Keeseokan harinya Sam bersama temannya mencoba mencari
Kang Kurta, secara mengejutkan Kangn Kurta menghilang dan
siangnya Pak Lurah memanggil Sam dan memarahi agar Sam
tidak ikut campur pasal kematian Syubanuddin, tetapi
-
16
kecurigaan Sam semakin bertambah. Ketika beberapa hari Sam
tidak keluar rumah tiba-tiba Kuncung (teman Sam) malam-
malam datang dengan takut dan gelisah lalu bilang bahwa Sam
harus menemui Kang Kurta, ketika Sam datang memasuki
hutan untuk menemui Kang Kurta, ternyata Kang Kurta telah
mati di bawah pohon dan Sam di tembak oleh polisi.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah sesuatu yang mempersoalkan: siapa yang
menceritakan, atau: dari posisi mana (siapa) peristiwa dan
tindakan itu dilihat (Nurgiantoro, 2007: 246).
Cerpen Kematian Kurta menggunakan sudut pandang persona
orang pertama dimana Saya yang banyak menceritakan tokoh
utama yang ada dalam cerita tersebut.
Makanya, ketika giliran ronda, saya mengungkapkannya pada
Mas Imam, Adi, Otok, dan Bang Mustofa, yang malam itu
sama-sama mendapat giliran jaga.
Samar-samar saya mendengar suara itu. Seperti saya kenal.
Tapi rasa sakit yang dengan cepat menjalar, membuat saya
kehilangan kesadaran. Sampai kemudian sayup-sayup, saya
kembali mendengar suara ledakan dan bisik-bisik tertahan
.....
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa menurut Abram adalah cara pengucapan bahasa
dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang
mengungkapkan sesuatu yang akan diungkapkan (Nurgiantoro,
2007: 276).
Personifikasi adalah gaya bahasa yang bermunculan dalam
cerpen contohnya Ia menyungkupkan sarung ke seluruh
-
17
tubuhnya, dalam kegelapaan ia terlihat seperti sebungkah batu
yang gerak pelan., Hiperbola/ Telinga terjelek di dunia /
g. Amanat
Amanat adalah pesan atau segala sesuatu yang ingin
disampaikan pengarang, kepada pembaca karyanya. Amanat ini
secara langsung ataupun tidak, secara sadar ataupun tidak sadar
pasti akan menaungi suatu karya sastra dan dapat
mempengaruhi pembacanya. Amanat inilah sesungguhnya yang
paling esensi dalam karya sastra.
Amanat pada cerpen Kematian Kurta bahwa kehidupan
berjalan terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan,
musibah tidak dapat ditebak kapan dan dimana datangnya, tapi
hendaknya kita sebagai sesama manusia selalu bisa
menegakkan kebenaran. Seperti yang dilakukan Sam, ia rela
melakukan apapun demi membongkar tentang misteri kematian
Syubanuddin dan janganlah salah menggunakan kekuasaan
yang telah diberikan.
-
18
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari analisis kami diatas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pendekatan instrinsik pun pada dasarnya sama dengan analisis struktural.
Karya sastra dianggap di dalamnya mempunyai sejumlah elemen atau
peralaatn yang saling berkaitan dan masing-masing mempunyai fungsinya
sendiri.
2. Pada cerpen Kematian Kurta jika dianalisis dengan menggunakan
pendekatan objektif (struktural) memiliki beberapa unsur yang dianalisis,
yaitu tema, plot, tokoh, latar, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat.