Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

5
Mencari Blue Ocean di bisnis broker property ( Bagian I) http://indoproperty.com/ Semua bisnis, tentunya cepat apa lambat akan menuju titik matang. Titik dimana pesaing menjadi sedemikian banyak dan buas. Titik dimana “profit margin” menjadi makin tipis dan tentunya penggunaan strategy dan taktik yang semakin brutal. Bisnis kita tentunya tidak terkecuali dari gejala tersebut, dan bahkan menurut saya dari tanda-tanda yang ada di lapangan, menunjukkan proses “penuaan dini” yang sangat cepat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari ulah dan sepak terjang para pemainnya. Padahal di Indonesia dapat di katakan, bentuk bisnis ini secara formal, baru berkisar 15 tahun, itupun dengan catatan bahwa peningkatan jumlah kantor broker yang beroperasi, sekaligus mewakili “franchise group” baru meningkat tajam sejak 5 tahun lalu. Apa sebenarnya yang menyebabkan “proses penuaan” dini yang sedemikian cepat dan merusak ini ? Penyebab utama jika kita ambil intisarinya adalah karena keinginan banyak pihak untuk tumbuh secara cepat dengan tanpa menghiraukan proses “pembelajaran” alami yang seharusnya dilalui. Dengan dalih yang seolah-olah “valid” seperti “…inilah bisnis”, semua pihak meng”amin”i, berbagai sepak terjang yang saling merugikan. Dalam konteks ini tinggal dilihat siapa yang suatu saat dirugikan dan akhirnya “bertekad” untuk suatu saat “merugikan” pihak lainnya. Dan biasanya pihak yang “sesaat” diuntungkan merasa benar dan yakin bahwa strategynya sangat bagus, sampai suatu saat menyadari bahwa pihak lain menggunakan strategy “miring” lainnya untuk memukul balik.

description

Mencari Blue Ocean di bisnis broker property Mencari Blue Ocean di bisnis broker property Mencari Blue Ocean di bisnis broker property

Transcript of Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

Page 1: Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

Mencari Blue Ocean di bisnis broker property

( Bagian I)

http://indoproperty.com/

Semua bisnis, tentunya cepat apa lambat akan menuju titik matang. Titik dimana pesaing menjadi sedemikian banyak dan buas. Titik dimana “profit margin” menjadi makin tipis dan tentunya penggunaan strategy dan taktik yang semakin brutal.

Bisnis kita tentunya tidak terkecuali dari gejala tersebut, dan bahkan menurut saya dari tanda-tanda yang ada di lapangan, menunjukkan proses “penuaan dini” yang sangat cepat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari ulah dan sepak terjang para pemainnya. Padahal di Indonesia dapat di katakan, bentuk bisnis ini secara formal, baru berkisar 15 tahun, itupun dengan catatan bahwa peningkatan jumlah kantor broker yang beroperasi, sekaligus mewakili “franchise group” baru meningkat tajam sejak 5 tahun lalu.

Apa sebenarnya yang menyebabkan “proses penuaan” dini yang sedemikian cepat dan merusak ini ?

Penyebab utama jika kita ambil intisarinya adalah karena keinginan banyak pihak untuk tumbuh secara cepat dengan tanpa menghiraukan proses “pembelajaran” alami yang seharusnya dilalui.Dengan dalih yang seolah-olah “valid” seperti “…inilah bisnis”, semua pihak meng”amin”i, berbagai sepak terjang yang saling merugikan. Dalam konteks ini tinggal dilihat siapa yang suatu saat dirugikan dan akhirnya “bertekad” untuk suatu saat “merugikan” pihak lainnya. Dan biasanya pihak yang “sesaat” diuntungkan merasa benar dan yakin bahwa strategynya sangat bagus, sampai suatu saat menyadari bahwa pihak lain menggunakan strategy “miring” lainnya untuk memukul balik.

Inilah yang secara gamblang digambarkan oleh W.Chan Kim dan Renee Mauborgne dalam buku “International Bestseller”nya “Blue Ocean Strategy” sebagai “Red Ocean”.Sebelum membahas lebih jauh lagi, tentunya ada baiknya jika kita melihat

Page 2: Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

terminology keduanya.

Red Ocean dimaksudkan sebagai kondisi dimana :- Persaingan hanya pada “market” yang sudah ada.- Konsentrasi persaingan hanya berpusat pada bagaimana mengalahkan pesaing.- Strategy hanya berkisar pada exploitasi “demand” yang sudah ada.- Mengaitkan “value” dan “cost”, sedemikian kuatnya.- Berusaha mengarahkan aktivitas perusahaan pada pemilihan antara “differentiation” atau “low cost”.Blue Ocean, sebaliknya dimaksudkan sebagai :- Menciptakan “market” yang sebelumnya belum pernah ada.- Membuat pesaing menjadi “irrelevant”- Menciptakan dan menangkap “demand” baru.- Melepaskan ikatan “value” dan “cost”.- Berusaha mengarahkan aktivitas perusahaan pada penggabungan antara “differentiation” dan “low cost”.

Setelah terminology keduanya jelas, tentunya semakin nyata bahwa banyak sekali aspek persaingan di bisnis kita yang sangat “Red Ocean” dan bahkan dapat dikatakan tidak adanya usaha nyata untuk “mempelajari” cara-cara “Blue Ocean”.Ambil contoh masalah “recruitment”, baik di level Marketing Associate, yang berarti persaingan antar Member Broker, betapa “merah”nya laut tsb dibanjiri “darah” yang seharusnya tidak perlu, semata-mata karena mereka mau gampangnya saja dan kemungkinan besar “belum tahu” cara “recruitment” yang lebih “Blue Ocean”.

Pe”recruit”an Member Broker yang biasanya terjadi di kalangan Franchisor juga menunjukkan warna “merah” tanpa adanya “kesabaran” untuk menciptakan sumber-sumber yang belum diperebutkan (uncontested).Berakar dari proses recruitment di tiap lini yang “merah” tsb, tentu saja proses belajarnya terjadi ala “Red Ocean” yakni bagaimana caranya “mengambil” market dari yang “sudah ada”, kalau perlu bersaing dengan mantan MB nya, karena mungkin mereka tidak memiliki “kebisaan” yang lain. Yang lebih menyedihkan, tentunya adalah sikap Franchisornya, dalam hal mereka bergabung dengan “brand” baru, yang tentu saja sangat “Red Ocean” karena hanya menciptakan “bloody war” lainnya dimasa yang akan

Page 3: Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

datang.(Bersambung…)

Ditulis oleh Hary Jap, IrPraktisi Pemasar PropertyKetua DPD AREBI DKI JakartaEmail : [email protected]

diambil dari : http://indoproperty.com

Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Properti 2

Setelah di Bagian I, saya menyampaikan bahwa dalam bisnis broker property, lebih banyak kegiatan yang memiliki karakter “Red Ocean”, maka ada baiknya di tulisan kali ini saya bahas ciri-ciri bilamana “Blue Ocean” berhasil diciptakan.Dalam tulisan yang lalu salah satu ciri “Red Ocean” adalah kuatnya kaitan antara value dan cost, sementara ciri “Blue Ocean” justru adalah hampir tidak tampaknya kaitan antara value dan cost.

Artinya ketika “Blue Ocean” terjadi, justru yang tampak adalah sesuatu yang “value”nya tinggi, tetapi harga yang harus dibayar konsumen tetap “murah”, dan tentu saja pebisnis ybs tetap merasakan “margin” yang sangat baik. Bahkan dapat dikatakan “margin”nya sangat baik, baru kemudian akan bergerak turun, ketika mulai lagi banyak yang meniru secara tidak kreatif alias terbentuknya lagi tahapan “Red Ocean”.Ambil contoh bisnis airline murah. Menurut sudut pandang ini belum tentu airline yang menjual ticket murah dapat dikatakan sudah berhasil menemukan “Blue Ocean”nya. Bisa saja ticket murah yang ditawarkan merupakan hasil dari menurunkan value, yang berarti juga memainkan ikatan komponen value dan cost, misalnya dengan menjarangkan perawatan yang semestinya, menggunakan pesawat lama jenis tertentu yang mungkin murah untuk jangka pendek, tetapi malah mahal dalam jangka panjang, atau menghilangkan penggunaan kertas dalam “booking dan ticketing”

Page 4: Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

tanpa menampilkan alternative pengganti yang memadai. Sehingga dalam beberapa tulisan terdahulu, saya mengatakan bahwa “Low Fare, belum tentu Low Cost”.Kebalikannya tentu saja jika airline ybs, mampu dan berusaha untuk memberikan tawaran-tawaran lain atau “value”, yang tentu saja biasanya langsung diikuti dengan peningkatan “cost” bagi perusahaan ybs, dan tentu saja masuk dalam kategori “Red Ocean”.Bandingkan dengan strategi salah satu airline, sebut saja airline AA, yang belum lama ini memberikan 2 juta kursi gratis. Bagaimana rasionalisasi tawaran tsb?Menurut saya dengan menawarkan layanan booking secara online, berarti perusahaan tsb sedang mengedukasi pasar, sehingga di kemudian hari konsumennya akan terbiasa dengan kebiasaan online tsb, yang tentu saja berbuah penghematan karena “paperless” dari sisi airline AA tsb, kemudian juga penghematan lainnya, karena AA tidak harus mengeluarkan komisi untuk travel agent dsb.Bagaimana dengan 2 jt kursi gratis dan iklan AA yang biayanya cukup besar itu?Menurut analisa “kasar” saya , rata-rata per keluarga yang berusaha untuk mendapatkan kursi gratis tsb akan membayar paling tidak Rp. 3 jt, karena mungkin dari satu negara atau kotanya “gratis” tetapi akan bayar untuk tujuan berikutnya, ambil contoh untuk Jakarta – Kuala Lumpurnya mungkin seseorang berhasil mendapatkan “gratis” untuk tanggal tertentu, tetapi mungkin tidak mendapatkan yang free manakala ybs sebenarnya ingin pergi ke Thailand, tetapi memang harus “lewat” Kuala Lumpur.Dengan hitungan kasar tsb, maka AA mendapatkan 6 Trilyun, untuk penerbangan yang mungkin paling tidak 3 bulan kedepan. Dengan 1% suku bunga perbulan saja, maka AA paling tidak mendapatkan income “tambahan” 60 Milyar perbulan yang jumlah nya akan turun seiring dengan penerbangan yang dilakukan konsumennya. Tentunya nilai tsb “cukup” untuk membiayai iklan yang tentunya jauh lebih kecil nilainya. Belum lagi jika ditinjau dari segi “berhasil”nya AA menggiring konsumennya untuk “go online” yang berarti secara jangka panjang memangkas banyak “biaya” pemasaran dan perantara.Dari sudut pandang lain juga ada hal yang menarik, yakni di saat banyak airline yang merugi dan “load factor” nya “babak belur” terutama untuk rute yang tidak terlalu favorit, AA justru sudah mendapatkan “load” jauh sebelum hari H, yang berarti mendukung keseluruhan planning dan efisiensinya.Di industri Property Agent, sebaliknya, banyak sekali terjadi “inovasi”,

Page 5: Mencari Blue Ocean Di Bisnis Broker Property

tetapi lucunya semua masuk dalam kategori “Red Ocean”.Di Amerika, yang “terparah” adalah dengan hadirnya “flat fee” brokerage. Bayangkan jika anda mendapatkan “fee” yang “flat” untuk berapapun nilai property yang anda jual.Untungnya ternyata menurut satu penerbitan di Amerika yang memuat beberapa survey, kehadiran “discounters”, “cut rate”, dan “flat fee”broker memiliki effect yang sangat kecil terhadap “full service” broker.Saya berpikir bahwa sebaiknya sebelum kita berhasil menemukan “Blue Ocean” di industri kita, ada baiknya apabila kita tidak turut merusaknya.Bersambung …