membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November...

11
8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah hujan tinggi dan kelembaban relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Bulan Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim kemarau, karena membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah curah hujan dan kelembaban lebih rendah. Curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 2180 mm per tahun. Suhu rata-rata bulanan yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah berkisar antara 26.5°C hingga 28.5 °C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari minimum 71% pada bulan September ke maksimum 83% pada bulan Januari. Radiasi sinar matahari yang sampai hingga permukaan Kota Semarang bervariasi dari 50% pada bulan Januari sampai 87% pada bulan September (Gambar 2 & 3). 4.1.3 Hidrologi Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai-sungai yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang yang bermata air di Gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Debit Kali Garang merupakan 53.0 % dari debit total, kali Kreo 34.7 % dan Kali Kripik 12.3 %. Oleh karena Gambar 2 Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang Gambar 3 Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang (Sumber: BMKG Kota Semarang tahun 1990-2007)

Transcript of membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November...

Page 1: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

8

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di

Kota Semarang (km2)

(Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010)

4.1.2 Iklim

Berdasarkan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang

tahun 2010-2015, Kota Semarang seperti

kondisi umum di Indonesia, mempunyai

iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh

angin muson barat dan muson timur. Bulan

November hingga Mei angin bertiup dari

arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan

musim hujan dengan membawa banyak uap

air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah

hujan tinggi dan kelembaban relatif tinggi.

Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan

turun di periode ini. Bulan Juni hingga

Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara

(SE) menciptakan musim kemarau, karena

membawa sedikit uap air. Sifat periode ini

adalah curah hujan dan kelembaban lebih

rendah.

Curah hujan di Kota Semarang

mempunyai sebaran yang tidak merata

sepanjang tahun, dengan total curah hujan

rata-rata 2180 mm per tahun. Suhu rata-rata

bulanan yang diukur di Stasiun Klimatologi

Semarang berubah-ubah berkisar antara

26.5°C hingga 28.5 °C. Kelembaban relatif

bulanan rata-rata berubah-ubah dari

minimum 71% pada bulan September ke

maksimum 83% pada bulan Januari. Radiasi

sinar matahari yang sampai hingga

permukaan Kota Semarang bervariasi dari

50% pada bulan Januari sampai 87% pada

bulan September (Gambar 2 & 3).

4.1.3 Hidrologi

Kondisi Hidrologi potensi air di Kota

Semarang bersumber pada sungai-sungai

yang mengalir di Kota Semarang antara lain

Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali

Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali

Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan

lain sebagainya. Kali Garang yang bermata

air di Gunung Ungaran, alur sungainya

memanjang ke arah utara hingga mencapai

Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,

bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali

Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama

pembentuk kota bawah yang mengalir

membelah lembah-lembah Gunung Ungaran

mengikuti alur yang berbelok-belok dengan

aliran yang cukup deras. Debit Kali Garang

merupakan 53.0 % dari debit total, kali Kreo

34.7 % dan Kali Kripik 12.3 %. Oleh karena

Gambar 2 Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang Gambar 3 Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang

(Sumber: BMKG Kota Semarang tahun 1990-2007)

Page 2: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

9

Kali Garang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan air minum warga Kota Semarang,

maka langkah-langkah untuk menjaga

kelestariannya juga terus dilakukan (Bapeda

2010).

4.1.4 Permasalahan Kota Semarang

Permasalahan di Kota Semarang tak jauh

berbeda dengan permasalahan kota-kota

besar lain di Indonesia. Masalah perkotaan

yang umum menurut Sundari (2005) antara

lain masalah yang berkaitan dengan :

a. Perusakan alam, meliputi pencemaran air

sungai di dalam kota dan penyempitan

ruang hijau

b. Perusakan nilai historis kota

c. Prioritas diberikan pada kendaraan

bermotor, bukan pejalan kaki

d. Konsenstrasi di pusat kota, pertumbuhan

yang cepat di pinggir kota, pemangunan

yang tidak beraturan and menyebar serta

memperpanjang jarak tempuh

Kota Semarang memiliki posisi

geostrategis karena berada pada jalur lalu

lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan

koridor pembangunan Jawa Tengah. Salah

satu permasalahan lingkungan yang sangat

menonjol antara lain adalah terjadinya alih

fungsi lahan dari tegalan menjadi lahan

terbangun untuk kawasan permukiman,

terutama lereng-lereng perbukitan antara 8-

15% bahkan di beberapa tempat pada lereng

sekitar 25%. Adanya tekanan penduduk

terhadap kebutuhan lahan baik untuk

kegiatan pertanian, perumahan, industri,

rekreasi, maupun kegiatan lain akan

menyebabkan perubahan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan yang

paling besar pengaruhnya terhadap

kelestarian sumberdaya air adalah perubahan

dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya

seperti, pertanian, perumahan ataupun

industri. Sekitar 1200 Ha lahan di Semarang

bawah (Pantura Semarang) berada di bawah

permukaan air laut (Semarang Barat Utara,

Semarang Barat, Genuk) sehingga rob dan

banjir sangat sering terjadi di wilayah ini .

Sebagaimana diatur di dalam Perda

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang

Tahun 2000 - 2010 telah ditetapkan kawasan

yang berfungsi lindung dan kawasan yang

berfungsi budidaya sebagian besar terletak

di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung

setempat adalah kawasan sempadan pantai,

sempadan sungai, sempadan waduk, dan

sempadan mata air. Kawasan lindung rawan

bencana merupakan kawasan yang

mempunyai kerentanan bencana longsor dan

gerakan tanah. Kegiatan budidaya

dikembangkan dalam alokasi pengembangan

fungsi budidaya. Pada Penyusunan Revisi

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Semarang Tahun 2010-2030 ditetapkan

bahwa kota Semarang yang terdiri dari 10

Bagian Wilayah Kota (BWK) disetiap BWK

harus ada titik-titik pusat lingkungan yang

bertujuan untuk menjaga dan mengawasi

kegiatan pembangunan di tiap-tiap BWK

agar tetap memperhatikan kelestarian

lingkungan (Gambar 4 & 5).

Page 3: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

10

Gambar 4 Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang (Sumber: Bapeda 2010).

Page 4: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

11

Gambar 5 Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang (Sumber: Bapeda 2010).

Page 5: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

12

4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan

Kebutuhan Oksigen Kota Semarang

4.2.1 Ruang Terbuka Hijau

Penentuan luas Ruang Terbuka Hijau

(RTH) berdasarkan kebutuhan oksigen di

Kota Semarang sangat bergantung pada

kondisi RTH di Kota Semarang saat ini dan

Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

Kota Semarang. Sesuai dengan RUTRK

Kota Semarang tahun 2010 ditetapkan

bahwa saat ini RTH di Kota Semarang

sebesar ±15621 Ha (42%) terdiri dari RTH

privat ±3737 Ha (10%) dan RTH publik

±11884 Ha (32%). Penataan dan alokasi

RTH di Kota Semarang ditujukan untuk

menjaga keserasian dan keseimbangan

ekosistem lingkungan, perlindungan tata air,

menciptakan keseimbangan antara

lingkungan alam dan lingkungan binaan

yang berguna untuk kepentingan

masyarakat, meningkatkan keserasian

lingkungan perkotaan, serta sebagai sarana

pengaman lingkungan perkotaan yang aman,

nyaman, segar, indah, dan bersih.

RTH di Kota Semarang terdiri dari

taman kota, taman lingkungan perumahan

dan perkantoran, hutan lindung, cagar alam,

pemakaman umum, lapangan olah raga,

lahan pertanian, sempadan sungai, sempadan

rawa, sempadan pantai, lapangan udara,

kawasan dan jalur hijau. RTH Kawasan

hutan konservasi merupakan RTH yang

mendominasi di wilayah Kota Semarang

(Gambar 6), yaitu sebagai berikut:

a. Kecamatan Tembalang 806 Ha

b. Kecamatan Mijen 5115 Ha

c. Kecamatan Banyumanik 960 Ha

d. Kecamatan Ngaliyan 976 Ha

e. Kecamatan Gunungpati 5214 Ha

Kota Semarang memiliki luas wilayah

sebesar 373.70 km2 atau 37370 Ha.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri

No. 14 Tahun 1988, standar RTH yang

didasarkan atas persentase luas area dan

jumlah penduduk suatu wilayah yaitu 40-

60% dari total wilayah harus dihijaukan.

Pada tahun 2010 persentase luas RTH Kota

Semarang mencapai 42%, nilai ini berada

dalam kisaran nilai yang ditetapkan. Akan

tetapi dalam penyebarannya, RTH Kota

Semarang hanya terpusat di wilayah

Semarang atas yang secara topografis

merupakan daerah dataran tinggi dan

kawasan konservasi, sedangkan wilayah

Semarang bawah yang merupakan pusat

kota dan daerah pantai utara Jawa memiliki

luasan RTH yang kecil (Gambar 7).

Gambar 6 Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang(Sumber: RIWRD 2001).

Page 6: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

13

Gambar 7 Peta penggunaan lahan di Kota Semarang (Sumber: Citra Landsat 11 Mei 2010 path/row 120/65)

4.2.2 Kebutuhan Oksigen

Segala aktivitas kehidupan membutuhkan

oksigen (O2). Manusia, hewan ternak dan

kendaraan bermotor merupakan konsumen

oksigen dalam jumlah yang sangat besar.

Konsumsi oksigen oleh manusia dan hewan

ternak yaitu untuk proses metabolisme dan

pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh,

sedangkan kendaraan bermotor

mengkonsumsi oksigen untuk proses

pembakaran bahan bakarnya.

A. Kebutuhan Oksigen oleh Penduduk Kota

Semarang

Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik Kota Semarang Tahun 1990-2010,

tahun 1990 jumlah penduduk Kota Semarang

sebanyak 1146931 jiwa dan tahun 2010

mencapai 1527433 jiwa dengan rata-rata

persentase pertambahan penduduk 1.6% per

tahun. Pertambahan jumlah penduduk yang

paling pesat terjadi antara tahu 1994-1995

dengan persentase pertambahan penduduk

4.7%.

Rumus bunga berganda, dapat digunakan

untuk memprediksi jumlah penduduk Kota

Semarang pada tahun yang akan datang yaitu

sesuai dengan target penelitian ini, dari tahun

2015 sampai 2025. Serta dengan asumsi

bahwa kebutuhan oksigen perhari tiap orang

adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari atau

0.864 kg/hari maka dapat dihitung kebutuhan

oksigen penduduk Kota Semarang.

Berdasarkan data proyeksi jumlah kebutuhan

Tabel 4 Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota

Semarang tahun 1985-2025

Tahun Jumlah Penduduk Kebutuhan Oksigen Kebutuhan Oksigen

(Jiwa) (liter/hari) (kg/hari)

1985 1096271 0.66 x 109

0.95 x 106

1990 1146931 0.69 x 109

0.99 x 106

1995 1232931 0.74 x 109

1.07 x 106

2000 1309667 0.79 x 109

1.13 x 106

2005 1419478 0.85 x 109

1.23 x 106

2010 1527433 0.92 x 109

1.32 x 106

2015 1635237 0.98 x 109

1.41 x 106

2020 1750649 1.05 x 109

1.51 x 106

2025 1874207 1.12 x 109

1.62 x 106

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1985-2010 dan hasil perhitungan)

Page 7: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

14

oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota

Semarang dari tahun 1985 sampai 2025

(Tabel 4), jumlah penduduk Kota Semarang

cenderung mengalami tren peningkatan yang

relatif konstan yaitu 1.6 % per tahun atau 8 %

per lima tahun sehingga kebutuhan oksigen

penduduk Kota Semarang turut mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

B. Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan

Bermotor Kota Semarang

Konsumen terbesar oksigen selain manusia

adalah kendaraan bermotor sehingga penting

juga untuk diperhitungkan. Besarnya

kebutuhan oksigen oleh kendaraan bermotor

per hari dapat ditentukan dari jumlah

konsumsi bahan bakar (bensin dan solar) per

hari. Kota Semarang yang tergolong kota

besar mempunyai konsumsi BBM total per

tahun sekitar 115477 kiloliter (Handajani

2009)

Prinsip kerja kendaraan bermotor adalah

pengapian, proses pembakaran bahan

bakarnya menggunakan oksigen. Untuk

menghitung kebutuhan oksigen oleh

kendaraan bermotor maka perlu diketahui

jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang

ada di Kota Semarang. Berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun

1990-2010, jenis kendaraan bermotor di Kota

Semarang dibedakan menjadi empat jenis,

yaitu: kendaraan bus, kendaraan beban (truk) ,

kendaraan penumpang (mobil dinas, mobil

pribadi, taksi, mikrolet) dan sepeda motor

(Tabel 5). Jumlah kendaraan bermotor Kota

Semarang mengalami peningkatan yang

sangat besar dari tahun ke tahun yaitu sebesar

lebih dari 10% per tahun.

Berdasarkan data proyeksi jumlah

kebutuhan oksigen yang dibutuhkan

kendaraan bermotor di Kota Semarang dari

tahun 1990 sampai 2025 dapat diketahui

bahwa pertambahan jumlah kendaraan

bermotor yang sangat besar dari tahun ke

Tabel 5 Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-

2025

Tahun Bus Kendaraan Beban Kendaraan Penumpang Sepeda Motor

1990 240 902 10950 48109

1995 769 1217 19090 74580

2000 244 904 22353 82490

2005 530 732 22190 93073

2010 443 913 46784 119019

2015 804 948 75609 154207

2020 1457 983 122195 199798

2025 2644 1021 197484 258869

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)

Tabel 6 Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun

Kebutuhan Oksigen Kendaaraan (kg/hari) Total

(kg/hari) Kendaraan

Penumpang

Kendaraan

Bus

Kendaraan

beban

Sepeda

Motor

1990 553550 25229 75855 145922 0.80 x 106

1995 965047 80837 102345 226212 1.37 x 106

2000 1130000 25649 76023 250205 1.48 x 106

2005 1121760 55714 61558 282304 1.52 x 106

2010 2365048 46568 76780 361002 2.85 x 106

2015 3822241 84468 79683 467733 4.45 x 106

2020 6177265 153212 82697 606018 7.02 x 106

2025 9983305 277905 85824 785188 11.13 x 106

Page 8: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

15

tahun menyebabkan kebutuhan oksigen yang

dibutuhkan juga turut meningka. Tahun 1990

kebutuhan oksigen kendaraan bermotor

sebesar 0.80 x 106 kg/hari dan pada tahun

2010 meningkat lebih dari tiga kali lipat

menjadi 2.85 x 106 kg/hari, sedangkan

prediksi di tahun 2025 meningkat sangat

drastis hingga mencapai 11.13 x 106

kg/hari

(Tabel 6).

C. Kebutuhan Oksigen oleh Hewan Ternak

Kota Semarang

Populasi hewan ternak di Kota Semarang

yang bersumber dari Badan Pusat Statistik

Kota Semarang pada tahun 2010 adalah

sebagai berikut: populasi kerbau dan sapi

sebesar 2951 ekor, populasi kuda nol,

populasi kambing dan domba sebesar 27783

ekor, populasi unggas sebesar 1309801 ekor.

Jumlah hewan ternak Kota Semarang pada

tahun yang akan datang (2015, 2020 dan

2025) diprediksi dengan rumus bunga

berganda (Tabel 7) .

Berdasarkan data jumlah hewan ternak

tersebut dan dengan menggunakan data hasil

penelitian yang telah ada mengenai besarnya

konsumsi oksigen hewan ternak maka dapat

dihitung jumlah kebutuhan oksigen hewan

ternak di Kota Semarang. Jumlah hewan

ternak Kota Semarang cenderung mengalami

tren peningkatan yaitu 3.2% per tahun

sehingga kebutuhan oksigen penduduk Kota

Semarang turut mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun (Tabel 8).

Tabel 7 Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun Kerbau dan Sapi Kuda Kambing dan Domba Unggas

1990 11470 164 30076 782591

1995 10132 186 27355 2169933

2000 10674 203 32439 5108257

2005 5965 79 20239 787463

2010 2951 0 27783 1309801

2015 2278 0 28428 2602752

2020 1758 0 29088 5172020

2025 1357 0 29764 10277504

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2007 dan hasil perhitungan)

Tabel 8 Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun

Kebutuhan Oksigen Ternak (kg/hari) Total

(kg/hari) Kerbau dan Sapi Kuda

Kambing dan

Domba Unggas

1990 19523 304 9441 130724 0.16 x 106

1995 17245 345 8587 362466 0.39 x 106

2000 18168 377 10183 853283 0.88 x 106

2005 10153 147 6353 131538 0.15 x 106

2010 5023 0 8722 218789 0.23 x 106

2015 3877 0 8924 434764 0.45 x 106

2020 2992 0 9131 863934 0.88 x 106

2025 2309 0 9343 1716754 1.73 x 106

Page 9: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

16

4.2.3 Kebutuhan Luas RTH

Menentukan kebutuhan luas RTH

berdasarkan kebutuhan oksigen suatu kota

dapat digunakan pendekatan metode Gerarkis

(1974) yang memperhitungkan kebutuhan

ruang terbuka hijau dari tiga konsumen

oksigen utama yaitu manusia, kendaraan

bermotor dan hewan ternak. Hasil

perhitungan luas ruang terbuka hijau yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen Kota Semarang disajikan dalam

Tabel 9.

Hasil perhitungan kebutuhan luas RTH

berdasarkan kebutuhan oksigen menunjukkan

bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,

kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota

Semarang cenderung meningkat setiap

tahunnya. Dalam kurun waktu 20 tahun yaitu

dari tahun 1990 sampai 2010 kebutuhan

oksigen Kota Semarang meningkat lebih dari

dua kali lipat yaitu dari 1.95 x 106 kg/hari

meningkat menjadi 4.40 x 106 kg/hari.

Sehingga luas RTH yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan oksigen kota juga

meningkat yaitu pada tahun 1990 sebesar

3855 Ha (10% dari luas Kota Semarang) dan

pada tahun 2010 meningkat menjadi 8695 Ha

(23% dari luas Kota Semarang). Selama 20

tahun tersebut luas ruang terbuka hijau yang

tersedia di Kota Semarang masih cukup besar

dan sanggup memenuhi kebutuhan oksigen

kota Semarang yaitu sebesar 42% dari luas

keseluruhan Kota Semarang .

Berdasarkan hasil prediksi kebutuhan luas

RTH, pada tahun 2015-2025 dapat diketahui

bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,

kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota

Semarang terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Tahun 2015 kebutuhan oksigen

Kota Semarang diperkirakan mencapai 6,31 x

106 kg/hari sehingga luas RTH yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen kota yaitu seluas 12473 Ha atau 33%

dari luas Kota Semarang dan RTH yang

tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut

seluas 15207 Ha atau 41% dari luas kota

Semarang.

Tahun 2020 kebutuhan oksigen Kota

Semarang diperkirakan mencapai 9,41 x 106

kg/hari sehingga luas ruang terbuka yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen kota yaitu seluas 18583 Ha atau 50%

dari luas Kota Semarang dan RTH yang

tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut

seluas 14804 Ha atau 40% dari luas Kota

Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa Kota

Semarang sudah tak sanggup memenuhi

kebutuhan oksigen kota. Tahun 2025

kebutuhan oksigen Kota Semarang

diperkirakan akan mencapai 1,45 x 107 kg/hari

sehingga luas ruang terbuka yang dibutuhkan

untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota

yaitu seluas 28602 Ha atau 77% dari luas kota

Semarang dan RTH yang tersedia di Kota

Semarang pada tahun tersebut seluas 14412

Ha atau 39% dari luas Kota Semarang.

Perlu dicermati dari hasil prediksi bahwa

jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan

bermotor jauh lebih besar dibandingkan yang

dibutuhkan manusia maupun hewan ternak per

hari. Besarnya tingkat kebutuhan oksigen

kendaraan bermotor disebabkan oleh laju

Tabel 9 Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen, dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun

Kebutuhan Oksigen (kg/hari)

Luas RTH yang

dibutuhkan

untuk

memenuhi

kebutuhan

oksigen kota

Luas RTH

yang tersedia

Penduduk Kendaraan

Bermotor

Hewan

Ternak Total (Ha) (%) (Ha) (%)

1990 0.99 x 106 0.80 x 106 0.16 x 106 1.95 x 106 3855 10% 21847 65%

1995 1.07 x 106 1.37 x 106 0.39 x 106 2.83 x 106 5587 15% 21732 58%

2000 1.13 x 106 1.48 x 106 0.88 x 106 3.50 x 106 6905 18% 21469 57%

2005 1.23 x 106 1.52 x 106 0.15 x 106 2.90 x 106 5720 15% 18786 50%

2010 1.32 x 106 2.85 x 106 0.23 x 106 4.40 x 106 8695 23% 15621 42%

2015 1.40 x 106 4.45 x 106 0.45 x 106 6.31 x 106 12473 33% 15207 41%

2020 1.51 x 106 7.02 x 106 0.88 x 106 9.41 x 106 18583 50% 14804 40%

2025 1.62 x 106 11.13 x 106 1.73 x 106 1.45 x 107 28602 77% 14412 39%

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)

Keterangan: Luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 2010-2030 berdasarkan RUTRK sebesar 42%

Page 10: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

17

pertambahan jumlah kendaraan bermotor

lebih besar dibandingkan laju pertambahan

jumlah penduduk maupun hewan ternak. Laju

pertambahan jumlah kendaraan bermotor per

tahunnya lebih dari 10%, sedangkan laju

pertambahan penduduk sekitar 1.62% per

tahun dan hewan ternak sekitar 3.20%. Jika

hal ini tidak diantisipasi sedini mungkin, maka

dapat mengurangi kenyamanan penduduk kota

dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan

menganggu keseimbangan ekologi kota.

Solusi untuk menganggulangi

permasalahan tersebut yaitu menekan laju

pertambahan jumlah kendaraan bermotor di

Kota Semarang dan penerapan pajak

progresif. Selain itu, upaya lain yang harus

dilakukan adalah mengoptimalkan fungsi

ruang terbuka hijau terutama di lokasi-lokasi

yang padat kegiatan seperti pusat kota. Upaya

pengoptimalan fungsi ruang terbuka hijau

dapat dilakukan melalui pembangunan ruang

terbuka hijau dengan jenis tanaman yang

memiliki produksi oksigen tinggi dan mampu

meredam polutan yang ditimbulkan oleh

kendaraan bermotor. Upaya lain yang dapat

dilakukan yaitu menentukan bentuk dan tipe

ruang terbuka hijau yang sesuai dengan

rencana pengembangan wilayah kota.

4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan

Iklim Kota Semarang

Kota Semarang berdasarkan data iklim

selama 17 tahun yaitu dari 1990 hingga 2007,

suhu udara rata-rata cenderung mengalami

peningkatan, sedangkan kelembaban relatif,

curah hujan dan radiasi matahari rata-rata

cenderung mengalami penurunan di setiap

tahunnya. Perubahan kondisi iklim Kota

Semarang ini juga diiringi dengan perubahan

luasan ruang terbuka hijau Kota Semarang

yang semakin menyusut dari tahun ke tahun.

Gambar 8 hingga 11 menunjukkan hubungan

perubahaan luasan RTH Kota Semarang tiap

lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan

2007) dengan kondisi iklim Kota Semarang

selama 17 tahun (1990 hingga 2007).

Variasi jarak antara suhu rata-rata bulanan

maksimum dan minimum dari tahun ke tahun

semakin kecil dan suhu rata-rata bulanan

cenderung mengalami peningkatan dalam

kurun waktu 17 tahun (1990-2007),

Peningkatan suhu udara di Kota Semarang tak

terlepas dari pengurangan luasan ruang

terbuka hijau di Kota Semarang. Pada tahun

1990 luas ruang terbuka hijau di Kota

Semarang seluas 21847 Ha dan menyusut

menjadi 18153 Ha pada tahun 2007

(Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Effendy (2009)

yang menyebutkan bahwa pada saat laju

transfer panas diasumsikan tetap dan luasan

ruang terbuka hijau berkurang maka nilai

perubahan suhu udara menjadi besar yang

berarti suhu akhir lebih besar dari suhu awal,

sehingga pengurangan ruang terbuka hijau

menyebabkan peningkatan suhu udara.

Gambar 8 Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).

Page 11: membawa sedikit uap air. Sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari ... relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan

18

Gambar 9 Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007

(Sumber: BMKG).

Gambar 10 Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).

Gambar 11 Grafik radiasi surya rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).