MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa...

42
1 MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM PERSPEKTIF TEORI FENOMENOLOGI SOSIAL BUDAYA ALFRED SCHUTZ DI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Oleh: DIMAS KRISNADI NIM: 712012078 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi. Program Studi Ilmu Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2018

Transcript of MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa...

Page 1: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

1

MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM PERSPEKTIF

TEORI FENOMENOLOGI SOSIAL BUDAYA ALFRED SCHUTZ DI

GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

Oleh:

DIMAS KRISNADI

NIM: 712012078

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi.

Program Studi Ilmu Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2018

Page 2: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

2

i

Page 3: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

3

Page 4: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

4

Page 5: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

5

Page 6: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

6

MOTTO

“Tangga menuju langit adalah kepalamu, maka letakkan kakimu diatas kepalamu.Untuk

mencapai Tuhan injak-injaklah pikiran dan kesombongan rasionalmu.”

Sujiwo Tejo – Budayawan

“Tidak Penting apa pun agama atau sukumu.Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik

untuk semua orang, maka orang tidak akan pernah Tanya apa agama atau sukumu.”

KH. Abdurahman Wahid – Presiden RI ke 4

Page 7: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

7

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Sang Pencipta Alam semesta dan

Seagala Isinya.Tuhan telah mencurahkan berkatnya dan membimbing saya untuk dapat

menyelesaikan Tugas Akhir saya dengan judul Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan dalam

Perspektif Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz di Gunungkidul Yogyakarta.Tugas

Akhir ini disusun sebagai pemenuhan salah satu syarat untukmenyelesaikan Program Studi

SarjanaFakultasTeologi di Universitas Kristen Satya Wacana.Selama penyusunan Tugas Akhir

ini penulis mendapatkan banyak saran, kritik dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat

berjasa bagi penulis. Penulis sadar bahwa penulisan ini tidak akan berjalan lancar dan selesai jika

tidak ada pihak-pihak yang mendukung. Oleh sebab itu dengan rendah hati penulis ucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. David Samiyana, MTS., MSLS. Selaku pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu

untuk membimbing penyelesaian Tugas Akhir penulis.

2. Pdt. Agus Supratikno, M.Th. Selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan banyak waktu

untuk dapat memberikan pemikiran-pemikiran dan teori-teori tentang Tugas Akhir

penulis.

3. Seluruhdosendanpegawai Tata Usaha FakultasTeologiUniversitas Kristen Satya

Wacanayang

telahbanyakberjasamemberikanpengetahuandanmenambahwawasanbarubagipenulis,

bahkanmembantupenulisdalampengurusanberbagaiadministrasiperkuliahandariawalperku

liahanhinggaakhirproses penyusunanTugasAkhirinidapatterselesaikan.

4. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan doa dan semangat yang luar biasa bagi

penulis. Terima kasih sudah sabar agar anak pertama ini dapat meraih gelar S1. Adit

sayang Bapak Ibu. Tidak lupa juga terima kasih ku kepada adikku Johanes Kurniawan

yang sudah memberikan keyakinan untuk penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Keluarga Besar Soeparno, Mbah uti Krembangan Mas Anang, Mbak Ika, Mas Anjang,

Mbak Kristin, Mas Andik, Mbak Muri, Mas Ayis, Mbak Titin, serta adik-adik sepupu,

terima kasih atas doa dan kesabarannya.

6. Julia Indah Pramudiyanti yang selalu memberikan support tanpa lelah untuk saya. Terima

kasih sudah menjadi penyemangat saya untuk menyelesaikan studi ini. I will be marry

you, soon. Tidak lupa juga teman-teman pastori yang selalu memberikan semangat Elsa

dan Gloris.

7. Seluruh teman-teman angkatan 2012 Fakultas Teologi UKSW yang selalu memberikan

support dan doanya. Terkhusus Kristian Hariyanto, Fikhita Sirap, Vio Maulany, Hendrik

Raco, Rafael Salakory, Yosua Partogi. H, Dixon Sinaga.

8. Seluruh teman-teman Kos Cemara II no.75 yang telah menjadi keluarga selama kurang

lebih 5 tahun. Arlan, Ikky Wadu, Jordan, Reymon.

Page 8: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

8

Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Akhir kata

semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi mahasiswa yang akan menulis tentang Meditasi

Kejawen Ilmu Kasampurnan.

Salatiga, 8 Juni 2018

Dimas Krisnadi

Page 9: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ..................................................................................iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .......................................................................iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..............................................................v

MOTO ...................................................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................vii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ix

ABSTRAK ............................................................................................................................x

1. Pendahuluan ....................................................................................................................1

1.1.Latar Belakang ..........................................................................................................1

1.2.Rumusan Masalah .....................................................................................................5

1.3.Tujuan Penelitian ......................................................................................................5

2. Teori Fenomenologi Sosial Budaya Dalam Perspektif Meditasi Kejawen Ilmu

Kasampurnan ..................................................................................................................5

2.1.Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan ...................................................................5

2.2.Teori Fenomenologi Sosial Budaya ..........................................................................9

2.3.Hubungan Meditasi Kejawen dengan Teori Fenomenologi Sosial Budaya .........12

3. Hasil Penelitian Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan ..............................................14

3.1.Profil Desa ..................................................................................................................14

3.2.Profil Narasumber .....................................................................................................15

3.3.Hasil Penelitian Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan .......................................16

4. Kajian Kritis dari Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan dalam Perspektif Teori

Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz .................................................................22

4.1.Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta

dalam Perspektif Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz ...................22

5. Penutup .............................................................................................................................29

5.1.Kesimpulan ................................................................................................................29

5.2.Saran ...........................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................31

Page 10: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

10

Abstrak

Meditasi adalah proses dimana seseorang menggunakan waktunya untuk merefleksikan

kehidupannya dalam kurun waktu tertentu. Kejawen merupakan sebuah kepercayaan lokal yang

ada di Indonesia terkhusus di Pulau Jawa, Meditasi Kejawen aliran Kasampurnan adalah sebuah

ritual dimana penganut kepercayaan Kejawen di Pulau Jawa berkomunikasi dengan Tuhan dan

bersatu dengan Tuhan.Bersatu dengan Tuhan yang dimaksud adalah mengikuti segala

perintahNya untuk selalu berbuat baik kepada keluarga, masyarakat sekitar dan alam yang ada

didunia.Bersatu dengan Tuhan dalam Bahasa Jawa adalah Manunggaling kawula Gusti.

Rumusan masalah dalam penelitan ini adalah bagaimana meditasi dalam perspektif

kejawen aliran kasampunrnan dan penerapan teori fenomenologi sosial budaya dalam meditasi

kejawen aliran kasampurnan?Tujuan penelitan menjelaskan dan mendeskripsikan meditasi dalam

perspektif kejawen aliran kasampurnan dan komparasi pemahaman meditasi Kejawen dan Teori

Fenomenologi Sosial Budaya dalam tujuan dan penyampaian meditasi.

Hasil penelitian menunjukkan Meditasi dapat dilakukan oleh siapa saja bahkan agama

apa saja. Semua kembali ke pribadi masing-masing untuk mempunyai kemauan bermeditasi dan

kesadaran, karena dalam kehidupan memerlukan waktu untuk merefleksikan diri agar dapat

menjadi pribadi yang lebih baik. Meditasi Kejawen adalah keyakinan independent tidak

mengadopsi ajaran agama mana pun. Dalam pandangan secara mistik Kejawen memegang teguh

pemahaman tentang manunggaling kawula Gusti yang artinya adalah bersatunya manusia dengan

Tuhan saat masuk dalam dimensi alam, sedangkan secara sosiologi manunggaling kawula Gusti

adalah dipahami sebagai sebuah proses dimana pikiran, perasaan, dan kehendaknya telah

menyatu dengan kehendak Tuhan. Inilah yang dimaknai sebagai „kasampurnan ing dumadi‟

(hidup yang sempurna). Untuk mencapai kesempurnaan hidup tersebut manusia harus melakukan

„catur lampah laku‟ yaitu: hamemayu hayuning pribadhi (menjaga kesehatan jiwa dan raga

pribadinya), hamemayu hayuning kaluwarga (menjaga ketentraman dan kebahagiaan dalam

keluarga), hamemayu hayuning sasama (memperindahkan hidup persaudaraan dengan sesama

tanpa memandang suku, ras, dan agama), hamemayu hayuning bawana (menjaga perdamaian

dunia dan kelesatarian alam semesta). Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz dapat

menemukan pokok-pokok pikiran yang kemudian menjadi dasar-dasar bagi pendekatan

fenomenologi dalam ilmu-ilmu sosial budaya memandang manusia sebagai makhluk yang

memiliki kesadaran.

Kata kunci: Meditasi, Kejawen, aliran Kasampunrnan, Manunggaling kawula Gusti,

Fenomenologi Sosial Budaya.

Page 11: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

11

Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan Dalam Perspektif

Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz di

Gunungkidul Yogyakarta

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai banyak suku dan budaya yang mempunyai kearifan lokal masing-

masing.Pulau Jawa mempunyai kepercayaan Kejawen dengan berbagai macam aliran,

bahkan dalam hal ini kepercayaan kejawen dapat dikategorikan sebagai sebuah agama lokal

yang ada di Indonesia.Kejawen ilmu kasampurnan menjadi salah satu fokus penelitian

penulis dalam titik meditasi untuk menemukan Tuhan. Setiap aliran kepercayaan di Jawa

mempunyai cara masing-masing dalam berkomunikasi dengan Tuhan, salah satunya adalah

bermeditasi. Meditasi menjadi salah satu alat komunikasi antar manusia dengan Sang

Pencipta. Setiap aliran kejawen mempunyai cara tersendiri dalam melakukan ritual meditasi

tersebut. Bahkan dalam setiap wilayah di Jawa mempunyai ciri khas masing-masing yang

sesuai dengan kearifan lokal dalam wilayah tersebut.

Dalam tata peradaban Jawa terdapat kepercayaan adanya makhluk gaib yang juga

menghuni Jagad.Begitu juga terdapat kepercayaan adanya hubungan antara para makhluk

gaib tersebut dengan hidup dan kehidupan manusia.Artinya, para makhluk gaib itu ikut

menerima perintah Kang Murbeg Dumadi, yaitu ikut menjaga dan melesatarikan hayuning

jagad.Dengan begitu, peradaban Jawa sangat mengerti “peran serta” para makhluk gaib yang

ada itu terhadap hidup dan kehidupan manusia. Maka Kejawen member „piwulangan‟

l(ajaran) agar manusia berhubungan (srawung) baik dengan para makhluk gaib itu. Cara

bergaulnya pada tataran lahiriah berupa pemberian „sesaji‟ pada tataran rohano dengan olah

kebatinan „ritual mistis‟.1

Kejawen bukan merupakan sebuah agama yang terorganisir seperti Agama Kristen dan

Islam, namun kejawen merupakan perpaduan animisme antara Hindu dan Buddha.

Perkembangan pemikiran keagamaan Jawa dapat diuraikan sebagai berikut, Semula bangsa

1Ki Sondong Mandali, Ngilmu Urip Bawarsa Kaweruh Kejawen (Semarang, Yayasan Sekar Jagad, 2004) h. 49

Page 12: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

12

India dan agamanya, yaitu agama Siwa dan Buddha, memasuki Jawa yang kekayaan

rohaninya diterima oleh bangsa Jawa, kemudian datanglah agama Islam dengan kekayaan

rohaninya, yang juga diterima oleh bangsa Jawa. Kedua macam pemikiran hidup dan

keagamaan itu digali dan dimasak oleh orang Jawa yang hasilnya dicerminkan dalam

kepustakaan Jawa.Sepanjang kepustakaan ini membicarakan pemikiran keagamaan semata-

mata, hampir semuanya bernafaskan kebatinan.Oleh karena itu tidaklah salah jika kita

memakai ungkapan “Kebatinan Jawa”.2

Kejawen memiliki ungkapan yang selalu menjadi sebuah symbol dalam diri para

penganutnya, yaitu “Manunggaling Kawulo lan Gusti”. Secara etimologi (bahasa),

Manunggaling kawulo lan Gusti (Bahasa Jawa) berarti bersatunya hamba dengan Tuhan

yakni berasal dari kata Tunggal=satu, manunggal=bersatu, kawula=hamba, Gusti=Tuhan.

Ungkapan-ungkapan lain yang memiliki makna serupa adalah jumbuhing kawula Gusti

(jumbuh=sama rupa, sesuai), pamoring kawula gusti(pamor=campur), dan roroning tunggal

(loroning atunggal=dua dalam satu). Istilah-istilah manunggal jumbuh, pamor, dan roroning

atunggal menunjukkan adanya dua (hamba dan Tuhan) yang berkumpul, menyatu,

bersamaan rupa, bersesuaian, bercampur atau berpadu menjadi satu.3

Kejawen ilmu kasampurnan memakai istilah Manunggaling Kawula lan Gusti, untuk

memberikan gambaran bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Dalam hal ini untuk meditasi

sendiri juga berpusat pada diri sendiri untuk mencari Tuhan dalam diri sendiri.Dalam aliran

kasampurnan, meditasi harus dilakukan dengan pemikiran yang bersih, melepaskan segala

perkara duniawi sehingga dapat memfokuskan diri pada Tuhan dalam diri sendiri. Dengan

kata lain, mencari Tuhan dalam ketenangan batin. Maka dari itu meditasi dari aliran

Kasampurnan ini menjadi salah satu aliran terberat untuk dapat dianut apalagi hingga pada

tingkatan meditasinya.

Pada dasarnya Meditasi mempunyai peran masing-masing dalam penggunaannya,

meditasi dengan objek atau pun tanpa objek. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari meditasi

kejawen dengan meditasi kristiani, namun keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu

bersatu dengan Tuhan untuk mencari kedamaian dalam batin maupun kehidupan duniawi.

Meditasi dengan objek selalu memiliki tujuan tertentu dan mempunyai teknik atau metode

2 Dr. Harun Hadiwijono, Kebatinan Jawa dalam Abad 19, (Jakarta, BPK. Gunung Mulia, 1980), 7.

3 Azyumardi Azra dkk, Ensiklopedi tasawwūf: II, (Bandung: Angkasa, 2008), cet.I, h.788.

Page 13: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

13

untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Tujuan meditasi untuk mencapai ketenangan,

kedamaian, kebahagiaan, keheningan, kekosongan. Meditasi dengan objek untuk

mengembangkan daya kontak batin (telepati) agar mampu membaca pikiran atau keadaan

mental orang lain, untuk mengembangkan daya terawang jauh (clairvoyance) agar mampu

mengetahui objek atau kejadian dari jarak jauh, untuk mengembangkan tenaga dalam

(psikokinesis) agar bisa mempengaruhi pikiran, perasaan, atau kehendak pada benda atau

orang lain.4

Berbeda dari meditasi dengan objek, meditasi tanpa objek tidak memiliki tujuan apa pun

selain sadar dari saat ke saat dalam waktu yang lama. Kesadaran meditative dalam meditasi

tanpa objek tidak bisa sengaja dilatihkan, tidak bisa dicapai dengan upaya atau dengan

kekuatan kehendak, bukan hasil dari teknik atau metode tertentu.Kesadaran meditatif ini

datang dengan sendirinya ketika orang sadar bahwa tidak sadar.Ia datang seperti pencuri di

malam hari ketika seluruh gerak batin terhenti dan diam.5

Kesadaran meditatif dalam meditasi tanpa objek berbeda dengan meditatif dengan

objek.Kesadaran meditatif dalam meditasi dengan objek masih bekerja dalam lingkup

pikiran/ego/diri yang halus.Sebaliknya, kesadaran meditatif dalam meditasi tanpa objek

bekerja diluar pikiran/ego/diri.Kesadaran meditatif dalam meditasi dengan objek masih

dipengaruhi oleh doktrin, kepercayaan, atau konsep-konsep teologis, filosofis atau metafisik

yang dibatinkan dalam diri si pemeditasi.Sementara kesadaran meditatif dalam meditasi

tanpa objek bebas dari doktrin, bebas dari kepercayaan, bebas dari konsep-konsep.6

Dalam setiap meditasi mempunyai caranya tersendiri untuk dapat masuk kedalam alam

bawah sadar, menemukan sebuah ketenangan dan kedamaian.Kekayaan dalam keheningan

itu wahyu agung.Kita bisa memikirkan Kitab Suci sebagai wahyu Tuhan.Untuk meresapi

wahyu, yang datang lewat Kitab Suci, harus membuka hati terhadap Kitab Suci.Untuk

meresapi wahyu yang datang lewat keheningan, harus mencapai keheningan lebih

dahulu.7Kebanyakan orang menemukan dengan terkejut, bahwa keheningan itu sesuatu yang

tidak biasa.Bahwa apapun yang mereka coba, mereka tidak dapat menghentikan pikiran yang

terus mereka coba, mereka tidak mampu menghentikan pikiran yang terus melayang-layang

4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7

5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 9

6 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 9

7 Anthony de Mello., Sadhana Jalan Menemukan Tuhan, (Yogyakarta, Kanisius, 1979), 12

Page 14: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

14

atau meredakan gejolak emosi yang mereka rasakan didalam hati. Ada orang lain yang

merasa sudah mendekati keheningan, lalu mereka merasa mengalami semacam rasa panik

kemudian mundur. Keheningan itu kadang-kadang menakutkan, bahkan pikiran yang

melayang-layang itu menyingkapkan sesuatu.8.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan teori Fenomenologi oleh Edmund Husserl

(1859-1938). Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani: Phainestai yang artinya

“menunjukkan” dan “menampakkan diri sendiri”, meski sebenarnya istilah tersebut

digunakan oleh filsuf sebelumnya. Teori fenomenologi menurut Husserl menjalin keterkaitan

manusia dengan realitas. Bagi Husserl, realitas bukan sesuatu yang berbeda pada dirinya

lepas dari manusia yang mengamati. Husserl menggunakan istilah fenomenologi untuk

menunjukkan apa yang nampak dalam kesadaran kita dengan membiarkan termanifestasi apa

adanya tanpa memasukkan kategori pikiran kita padanya (kembalilah pada realitas itu

sendiri).9

Kesadaran yang mengandung maksud tersebut selalu diarahkan kepada „dunia

kehidupan‟ (life word), dan dunia ini tidak lain merupakan dunia antarsubjek

(intersubjective). Artinya, manusia yang berada dalam dunia tersebut saling berhubungan,

sehingga kesadaran yang terbentuk diantara mereka bersifat sosial atau dimiliki

bersama.Pengalaman pribadi dalam dunia tersebut beserta pengalaman orang pengalaman

orang-orang lain merupakan pengalaman bersama. Proses kebersamaan ini dapat terjadi

karena dalam memandang suatu gejala, entah itu benda atau peristiwa menusia selalu

beranggapan bahwa gejala-gejala tersebut dialami atau bisa dialami orang lain sebagaimana

dia mengalaminya. Manusia selalu mengira bahwa objek-objek atau peristiwa-peristiwa

tersebut bagi orang lain adalah sama dengan gejala-gejala tersebut bagi dia. Dengan kata lain

dia beranggapan bahwa makna yang diberikannya pada gejala itu sama dengan makna yang

diberikannya pada gejala itu sama dengan makna yang diberikan orang lain. Inilah yang

dimaksud dengan intersubjektivitas dunia kehidupan.10

Dalam perkembangannya kemudian,

pemikiran-pemikiran fenomenologis yang disebarkan oleh murid-murid Husserl telah

berhasil merasuk dalam disiplin sosiologi dan telah mendorong munculnya pemikiran-

8 Anthony de Mello., Sadhana Jalan Menemukan Tuhan, (Yogyakarta, Kanisius, 1979), 12

9 Edmund Husserl, Cartesian Meditation, (The Hague Martinus Nijhoff, 1966),

10M. Phillipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology” in New Directions in Sociological

Theory, P. Filmer, et.al, (London: Collier MacMillan, 1972), pp. 123-126.

Page 15: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

15

pemikiran dan orientasi-orientasi baru di dalamnya. Alfred Schutz adalah seorang murid

Husserl yang mencoba memasukkan ide-ide Husserl ke dalam sosiologi, dan apa yang

dilakukannya ternyata tidak sia-sia. Schutz inilah yang kemudian merupakan matarantai

penghubung filsafat fenomenologi dari Husserl dengan sosiologi.Pemikiran-pemikiran

Husserl yang lebih banyak aroma filosofinya dikupas lebih lanjut oleh Schutz agar dapat

diterapkan dalam ilmu sosial.11

Dari uraian mengenai pemikiran Husserl dan Schutz dapat

menemukan pokok-pokok pikiran mereka yang kemudian menjadi dasar-dasar bagi

pendekatan fenomenologi dalam ilmu-ilmu sosial budaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana Meditasi dalam Kejawen ilmu Kasampurnan?

2. Bagaimana Meditasi dalam Kejawen ilmu Kasampurnan ditinjau dari Teori

Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan Meditasi Kejawen ilmu Kasampurnan.

2. Komparasi pemahaman meditasi Kejawen ilmu Kasampurnan dan Teori Fenomenologi

Sosial Budaya dalam penyampaian dan tujuan pada meditasi.

Artikel ini akan menunjukkan pemahaman baru tentang meditasi kejawen bagi

masyarakat umum. Melalui tulisan ini juga, penulis akan menggunakan Teori Fenomenologi

Sosial Budaya sebagai acuan untuk melihat adanya hal-hal baru apa saja yang dapat

memperbaharui pemahaman masyarakat tentang Kejawen aliran Kasamapurnan.

2. Teori Fenomenologi Sosial Budaya dalam perspektif Meditasi Kejawenilmu

Kasampurnan

2.1 Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan

Kebudayaan jawa sangat erat dengan ilmu kebatinan, meditasi atau yang dikenal dengan

bahasa jawa semedi.Semedi adalah meditasi itu sendiri yang mempunyai maksud praktik

relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun

mencemaskan dalam hidup sehari-hari.Makna harfiah meditasi adalah kegiatan memikirkan,

11

J. Heeren, “Alfred Schutz and The Sociology of Common Sense Knowledge” in Understanding

Everyday Life, J.D. Douglas (ed.), (Chicago: Aldine, 1970), pp. 50.

Page 16: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

16

merenungkan.Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama

jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-

langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi,

hidup, dan perilaku.

Meditasi dalam aliran kejawen merupakan kawaruh sataning panembah yang bertujuan

untuk memperoleh ketentraman hati.Pelaksanaan meditasi dimulai dengan manjing sanggar

pamelangan atau tempat aktifitas semedi.12

Tahapan meditasi Jawa sering diterangkan oleh Ki

Dhalang dalam pagelaran wayang purwa.Proses mengheningkan cipta dalam semedi bersamaan

dengan sedhakep saluki juga, nutupi babahan hawa sanga, kaki bersila tangan bersedekap

menutupi gerbang lubang Sembilan.Konsentrasi pikiran tertuju pada Yang Maha Satu, sajuga

kang sinidhikara. Caranya dengan megeng napas mbendung swara, degup jantung dan aliran

pernafasan diatur hingga betul-betul tenang dan khusyuk Tarlen saking liyep layapung aluyup,

keadaan yang terjadi antara bangun dan mimpi, mengantarkan pada tingkatan spiritual tertinggi

sumsuping rasa jati.13

Masyarakat Jawa yang menganut ilmu kebatinan di Indonesia kental dengan Agama

Islam, salah satu tokohnya adalah Syeikh Siti Jenar.Beliau menjadi salah satu pemikir,

penggagas dan pemikiran keagamaan yang sangat liberal dan kontroversial. Syeikh Siti jenar

lebih terlihat menunjukkan simbolisme ajaran utamanya, yakni ilmu kasampurnan, ilmu

sangkan-paran ing dumadi, asal muasal kejadian manusia dan tempat kemana manusia akan

kembali. Bahwa manusia secara biologis diciptakan melalui tanah merah saja yang berfungsi

sebagai wadah (tempat) persemayanan roh selama di dunia ini. Sehingga jasad manusia tidak

kekal, akan kembali membusuk ke tanah. Selebihnya adalah roh Allah, yang setelah kemusnaan

raganya, akan menyatu kembali dengan keabadian. Ia disebut sebagai manungsa sebagai bentuk

“manunggaling-rasa” (menyatu rasa kedalam Tuhan). Karena surga itu berbentuk fisik, maka

keberadaan surga dan neraka adalah dunia ini.14

12

Dr. Purwadi, M.Hum. Meditasi Jawa Kawaruh Satataning Panembah Menuju Ketenangan Jiwa dan

Ketentraman Hati, ( Jogjakarta, Penerbit Gelombang Pasang 2006), v 13

Dr. Purwadi, M.Hum. Meditasi Jawa Kawaruh Satataning Panembah Menuju Ketenangan Jiwa dan

Ketentraman Hati, ( Jogjakarta, Penerbit Gelombang Pasang 2006), vi 14

Muhammad Sholikhin, Sufisme Syeikh Siti Jenar, Kajiam Kitab Serat dan Suluk Syeikh Siti Jenar,

(Yogyakarta, Penerbit Narasi, 2004) h. 37-38.

Page 17: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

17

Manunggaling Kawula Gusti, yaitu penyatuan diri dengan Tuhan. Dengan teologi

kemanunggalan tidak hanya terjadi proses kefanaan antara hamba dengan pencipta. Antara

syahadat dan Rasul dan syahadat tauhid ikut larut dalam kefanaan.15

Syeikh Siti jenar merupakan

sosok wali Islam-Jawa, yang sampai detik ini masih tetap terkenal, unik, dan tetap

controversial.Ia merupakan sosok mistik falsafi pertama dan penting dalam literatur Jawa. Nama

legendaris Syeikh Siti Jenar sendiri disebut sebagai nama Filosofis dan mistik, “Siti” berarti

“tanah”, dan “Jenar” berarti “Merah”.16

Pandangan Syeikh Siti Jenar tentang Tuhan, memang erat kaitannya dengan konsep

manunggaling kawula Gusti.Pandangannya tentang ketuhanan untuk maksud memperoleh

gambaran yang jelas tentang konsep manunggaling kawulo-Gusti.17

Konsep mistik manunggaling

kawula Gusti, curiga manjing warangka dalam budaya Jawa secara teologis menjelaskan tata

laksana hubungan manusia dengan sesama, dan secara ekologis menjelaskan tata laksana

hubungan manusia dengan lingkungan.18

Tuhan itu merupakan suatu wujud yang tak dapat dilihat

oleh mata, dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar cemerlang, warnanya indah sekali.Ia

memiliki dua puluh sifat seperti: sifat ada, tak bermula, tak berakhir, berbeda dengan barang-

barang yang baru, hidup sendiri dan tiada memerlukan bantuan sesuatu yang lain, kecuali

kehendak, mendengar, melihat, ilmu, hidup, dan berbicara. Sifat-sifat Tuhan yang berjumlah dua

puluh itu terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut dengan “zat”.19

Aliran kepercayaan Jawa dibagi dalam dua golongan yaitu: Pertama, golongan animistis

yang tanpa filosofi. Kedua, golongan kebatinan yang biasanya disebut Kejawen, memiliki

kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.Dalam golongan yang kedua hubungan antara

manusia dengan Tuhan selalu menjadi tempat yang utama, hubungan yang ideal antara Tuhan

dan Manusia menjadi perhatian utama. Karena itu, dalam Kejawen selalu mengejar substansi

berkaitan dengan sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula lan Gusti, serta

15

Muhammad Sholikhin, Sufisme Syeikh Siti Jenar, Kajiam Kitab Serat dan Suluk Syeikh Siti Jenar,

(Yogyakarta, Penerbit Narasi, 2004), h. 292 16

Muhammad Sholikhin, Sufisme Syeikh Siti Jenar, Kajiam Kitab Serat dan Suluk Syeikh Siti Jenar,

(Yogyakarta, Penerbit Narasi, 2004), h. 35-37. 17

Sri Muryanto, Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti (Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2004) h. 17 18

Purwadi, Manunggaling Kawula Gusti: Ilmu Tingkat Tinggi untuk Memperoleh Derajat Kesampurnan

(Yogyakarta, Gelombang Pasang, 2004) h.7 19

Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar (Yogyakarta, Bentang Budaya, 2003), h. 67-68

Page 18: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

18

kasampurnaning dumadi.20

Bila diruntut dari aspek etimologi, Sangkan Paraning Dumadi dapat

dimaknai sebagai berikut: Kata „Sangkan‟ artinya asal atau sumber, kata „Paraning‟ berarti

tujuan, sedangkan kata „Dumadi‟ berarti hidup. Denga demikian, kalimat “Sangkan Paraning

Dumadi” dapat diartikan sebagai asal dan tujuan hidup manusia di „jagad ramai‟ (dunia).21

Sasaran hidup manusia dalam ajaran filsafat Jawa adalah „manunggaling kawula-

Gusti‟.Menyatunya manusia sebagai hamba dengan Tuhan Sang Penciptanya.Apa sebenarnya

manka dari manunggaling kawula-Gusti dalam kejawen? Sri Wintala Ahmad menjelaskan, arti

kata bersatu disini bukan bersatunya dzat, melainkan bersatunya kehendak manusia dan

kehendak Tuhan. Pengertian lain, kehendak manusia harus disamakan (disesuaikan) dengan

kehendak Tuhan. Segala perintah Tuhan harus dijalankan oleh manusia.Kalau manusia telah

menjalankan perintah Tuhan yakni dengan menjalankan kebajikan-kebajikan dengan

meninggalkan angkara murka, manusia dapat dikatakan sudah bisa manunggal dengan Tuhan.

Kemanunggalan tersebut dapat diibaratkan curiga manjing warangka (keris menjelma ke dalam

warangka), warangka manjing curiga (warangka menjelma ke dalam keris). Manunggaling

kawula-Gusti, diidentikkan juga dengan kemanunggalan kosmis yakni mikrokosmis (jagad alit)

yang mengacu kepada manusia dengan makrokosmis (jagad ageng) yang mengacu kepada

Tuhan.22

Manunggaling Kawula-Gusti dalam kejawen dimaknai sebagai makna yang

sesungguhnya dari hidup manusia.Bila manusia sudah dapat mengalami „manunggaling kawula-

Gusti, maka pikiran, perasaan, dan kehendaknya telah menyatu dengan kehendak Tuhan.Inilah

yang dimaknai sebagai „kasampurnan ing dumadi‟ (hidup yang sempurna). Untuk mencapai

kesempurnaan hidup tersebut manusia harus melakukan „catur lampah laku‟ yaitu: hamemayu

hayuning pribadhi (menjaga kesehatan jiwa dan raga pribadinya), hamemayu hayuning

kaluwarga (menjaga ketentraman dan kebahagiaan dalam keluarga), hamemayu hayuning sasama

20

Sri Wintala, filsafat Jawa, Menguak Filosifi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa (Yogyakarta: Araska,

2017), 45-46 21

Sri Wintala, filsafat Jawa, Menguak Filosofi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa (Yogyakarta: Araska,

2017), 46 22

Sri Wintala, filsafat Jawa, Menguak Filosofi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa (Yogyakarta: Araska,

2017), 51

Page 19: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

19

(memperindahkan hidup persaudaraan dengan sesame tanpa memandang suku, ras, dan agama),

hamemayu hayuning bawana (menjaga perdamaian dunia dan kelesatarian alam semesta).23

2.2 Teori Fenomenologi Sosial Budaya

Pada awalnya Fenomenologi adalah sebuah arus pemikiran dalam filsafat, dan aliran ini

boleh dikatakan selalu dihubungkan dengan tokoh utamanya Edmun Husserl. Meskipun

demikian istilah fenomenologisebenarnya tidak berawal dari Edmun Husserl karena istilah ini

sudah sering muncul dalam wacana filsafat semenjak tahun 1765, dan juga kadang-kadang

muncul dalam karya-karya ahli filsafat Immanuel Kant. Dalam wacana tersebut makna istilah

fenomenologi memang masih belum dirumuskan secara khusus dan eksplisit.Makna kata

“fenomenologi” baru menjadi semakin jelas setelah Hegel merumuskannya. Hegel

mendefinisikan fenomenologi sebagai “pengetahuan sebagaimana pengetahuan tersebut tampil

atau hadir terhadap kesadaran” (“knowledge as it appears to consciousness”).24

Meskipun Hegel adalah tokoh utama yang mulai merumuskan pengertian fenomenologi

dengan lebih jelas akan tetapi hal ini rupanya tidak sangat berpengaruh terhadap Edmun Husserl,

yang merupakan pelopor aliran fenomenologi. Husserl justru lebih banyak dipengaruhi oleh

filsafat Perancis, Rene Descartes, sebagaimana terlihat terutama pada pandangan Husserl

mengenai Epoche.Husserl pada dasarnya berupaya menemukan dasar bagi sebuah filsafat yang

membahas, menelaah, kenyataan.Dasar ini, menurut Husserl, hanya dapat ditemukan dalam

kenyataan itu sendiri atau sesuatu itu sendiri.Dasar dari filsafat adalah kenyataan itu sendiri,

kenyataan sebagaimana dia menampilkan dirinya, sebagaimana dia menghadirkan dirinya.

Husserl melanjutkan bahwa yang dimaksud dengan “sesuatu itu sendiri” (the thing itself) tidak

lain adalah “kesadaran”. Oleh karena itu fenomenologi yang dibangun oleh Husserl dapat

dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesadaran.25

Dalam hal kesadaran perlu dipahami yang dimaksud adalah kesadaran yang diarahkan

kepada „dunia kehidupan‟ (life world), dan dunia ini tidak lain merupakan sebuah dunia

23

Sri Wintala Ahmad, filsafat Jawa, Menguak Filosofi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa (Yogyakarta:

Araska, 2017), hal 51 24

Heddy Shri Ahimsa-Putra Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama

(Jogjakarta UIN, Jurnal Walisongo, volume 20 Nomor 2, November 2012), 273 25

S. Ijsseling, “Hermeneutics and Textuality: Questions Concerning Phenomenology,” in Studies

in Phenomenology and the Human Sciences, J.Sallis (ed.), (Atlantic Highlands, N.J.: Humanities Press. 1979), p. 5.

Page 20: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

20

antarsubjek (intersubjective). Artinya adalah manusia yang ada didalam dunia tersebut saling

berhubungan, sehingga kesadaran yang terbentuk diantara mereka bersifat sosial atau dimiliki

bersama.Pengalaman pribadi di dalam „dunia‟ tersebut beserta pengalaman orang-orang lain

merupakan pengalaman bersama. Proses kebersamaan ini dapat terjadi karena memandang suatu

gejala, entah itu benda atau peristiwa manusia selalu beranggapan bahwa gejala-gejala tersebut

dialami atau bisa dialami orang lain sebagaimana dia mengalaminya Manusia selalu

mengalaminya bahwa objek-objek atau peristiwa-peristiwa tersebut bagi orang lain adalah sama

halnya dengan gejala-gejala tersebut bagi dia. Dengan kata lain dia beranggapan bahwa makna

yang diberikannya pada gejala itu sama dengan makna yang diberikan oleh orang lain. Inilah

yang dimaksud dengan intersubjektivitas dunia kehidupan.26

Husserl mengatakan bahwa “A phenomenon is no “substantial” unity: it has no real

properties. It knows no real parts, no real changes and no casualty..To attribute a nature to

phenomena. To investigate their real component parts, their casual connections – that is pure

absurdity, no better than if one wanted to ask about the casual pro-perties, connection etc, of

numbers. Istilah phenomenon dalam filsafat fenomenologi menunjuk pada sesuatu yang “given

or indubitable in the perception or consciousness of the conscious individual, oleh karena itu

fenomenologi mencakup juga usaha-usaha untuk mendeskripsikan, memaparkan fenomena atau

gejala kesadaran, dan menunjukkan bagaimana kesadaran tersebut dibangun. Kata phenomenon

sendiri berasal dari kata Yunani phaenesthai, yang berarti menyala menunjukkan dirinya,

muncul. Dibangun dari kata phaino, “phenomenon” berarti menerangi, menempatkan sesuatu

dalam terang, menunjukkan dirinya dalam dirinya, keseluruhan apa yang ada dihadapan kita dari

hari yang terang. Dari sinilah muncul pandangan pokok fenomenologi, yakni “menuju sesuatu itu

sendiri”. Dengan kata lain menuju pada apa yang muncul dan memberikan dorongan untuk

adanya pengalaman dan membangkitkan pengetahuan baru.27

Ide yang sangat penting dari Husserl, yang kemudian akan sangat relevan dengan ilmu

sosial budaya, adalah tentang deskripsi fenomenologis sebagai penggambaran dari segala sesuatu

sebagaimana adanya sesuatu tersebut tampil, hadir dihadapan manusia dalam cara tampilnya. Hal

ini berarti bahwa fenomenologi bebas untuk menggeluti, menelaah, semua wilayah pengalaman

26

M. Phillipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology” in New Directions in Sociological

Theory, P. Filmer, et.al, (London: Collier MacMillan, 1972), pp. 123-126. 27

C. Moustakas, Phenomenological Research Methods, (London: Sage Publications, 1994), p. 26.

Page 21: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

21

manusia.28

Dalam perkembangannya kemudian, pemikiran-pemikiran fenomenologis yang

disebarkan oleh murid-murid Husserl telah berhasil merasuk dalam disiplin sosiologi dan telah

mendorong munculnya pemikiran-pemikiran dan orientasi-orientasi baru di dalamnya. Alfred

Schutz adalah seorang murid Husserl yang mencoba memasukkan ide-ide Husserl ke dalam

sosiologi, dan apa yang dilakukannya ternyata tidak sia-sia. Schutz inilah yang kemudian

merupakan matarantai penghubung filsafat fenomenologi dari Husserl dengan

sosiologi.Pemikiran-pemikiran Husserl yang lebih banyak aroma filosofinya dikupas lebih lanjut

oleh Schutz agar dapat diterapkan dalam ilmu sosial.29

Dari uraian mengenai pemikiran Husserl

dan Schutz dapat menemukan pokok-pokok pikiran mereka yang kemudian menjadi dasar-dasar

bagi pendekatan fenomenologi dalam ilmu-ilmu sosial budaya.

Pertama, bahwa fenomenologi memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki

kesadaran.Kesadaran ini selalu mengenai sesuatu.Tidak ada kesadaran yang tidak mengenai

sesuatu, dan sesuatu itu bisa juga “kesadaran” itu sendiri.Buktinya kita dapat merenungkan,

dapat “sadar” tentang “kesadaran” kita sendiri, ketika melakukan “refleksi”. Proses refleksi dapat

memikirkan dirinya sendiri, memikirkan, menyadari, tentang “pikiran” itu sendiri. Kesadaran

mengenai sesuatu ini adalah juga pengetahuan, sehingga kesadaran sisi tertentu adalah perangkat

pengetahuan yang kita miliki.30

Kedua, pengetahuan pada manusia ini berawal dari interaksi atau komunikasi di antara

mereka, antara individu satu dengan individu yang lain, dan sarana komunikasi yang

fundamental adalah bahasa lisan. Dengan kata lain, eksistensi kesadaran manusia hanya dapat

diketahui adanya lewat bahasa. Bahasa dapat dikatakan mencerminkan apa yang ada dalam

kesadaran kita.

Ketiga, oleh karena kesadaran terbangun lewat proses komunikasi, lewat interaksi sosial,

maka kesadaran tersebut dengan sendirinya bersifat intersubjektif (antar subjek). Apa yang ada

28

Heddy Shri Ahimsa-Putra Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama

(Jogjakarta UIN, Jurnal Walisongo, volume 20 Nomor 2, November 2012), 277 29

J. Heeren, “Alfred Schutz and The Sociology of Common Sense Knowledge” in Understanding

Everyday Life, J.D. Douglas (ed.), (Chicago: Aldine, 1970), pp. 50. 30

Heddy Shri Ahimsa-Putra Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama

(Jogjakarta UIN, Jurnal Walisongo, volume 20 Nomor 2, November 2012), 281

Page 22: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

22

dalam kesadaran, dalam perangkat pengetahuan, seorang individu bisa juga dalam perangkat

pengetahuan individu yang lain.

Keempat, perangkat pengetahuan atau kerangka kesadaran ini menjadi pembimbing

individu dalam mewujudkan perilaku-perilaku dan tindakan-tindakannya.Dengan demikian

perilaku dan tindakan individu tidak ditentukan oleh kondisi dan situasi “objektif” yang

dihadapinya, tetapi oleh kesadarannya mengenai situasi dan kondisi tersebut.

Kelima, salah satu bagian dari perangkat kesadaran tersebut adalah typification atau

klasifikasi (classification), yang berupa kategori-kategori atau tipe-tipe dari unsur-unsur yang

ada dalam kehidupan manusia.Adanya kesadaran atau perangkat pengetahuan yang bersifat

sosial (bukan genetis), yang digunakan manusia untuk memandang dunia. Inilah yang membuat

manusia juga memiliki tujuan berkenan dengan apa yang menjadi objek kesadarannya.

Keenam, bahwa kehidupan manusia adalah kehidupan yang bermakna, kehidupan yang

diberi makna oleh mereka yang terlibat di dalamnya.

Ketujuh, gejala sosial budaya merupakan gejala yang berbeda dengan gejala alam, karena

dalam gejala sosial budaya yang terlibat adalah manusia, dan manusia memiliki kesadaran

tentang apa yang mereka lakukan.

Kedelapan, metode yang digunakan untuk mempelajari suatu gejala harus sesuai dengan

“hakikat” dari gejala yang dipelajari tersebut. Kata Husserl, metode yang tepat “follows the

nature of things to be investigated and not our prejudice or preconceptions”.31

Ini berarti untuk

dapat memahami dan menjelaskan gejala-gejala sosial budaya diperlukan metode penelitan dan

analisis yang berbeda yang digunakan dengan ilmu-ilmu alam.

2.3 Hubungan antara Meditasi Kejawen dengan Teori Fenomenologi Sosial Budaya

Penulis mencoba menjelaskan hubungan antara Meditasi Kejawen dengan Teori

Fenomenologi Agama.Budaya yang ada di Indonesia sangat terjaga dari masa lalu hingga saat

ini, tidak berbeda dengan perkembangan pemikiran dalam dunia filsafat yang terus berkembang

dengan pemikiran-pemikiran modern dari masa ke masa.Budaya Jawa lekat dengan ilmu

kebatinan dengan tujuan untuk dapat menemukan ketenangan dalam diri.Melalui meditasi

31

M. Phillipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology,” pp. 121-122.

Page 23: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

23

sebagai media komunikasi antara manusia dengan Tuhan menjadi sebuah rutinitas yang tidak

dapat dihilangkan dari masyarakat penganut kepercayaan kejawen.

Menurut penulis kepercayaan kejawen adalah sebuah kepercayaan lokal yang ada di

Indonesia terkhusus di Pulau Jawa.Kepercayaan kejawen bisa dikatakan sebagai agama lokal

masyarakat jawa dengan segala kekayaan kebudayaan yang ada.Kepercayaan kejawen juga

mempunyai keyakinan tentang adanya Tuhan, sebagai Sang Pencipta dunia dan segala isinya.

Tidak berbeda dengan Agama luar yang datang ke Indonesia membawa pemahaman tentang

Tuhan, membawa kitab suci untuk tuntunan kehidupan takut akan Tuhan. Banyak persamaan

antara kepercayaan Kejawen dengan Agama luar yang datang ke Indonesia, dengan tujuan utama

yaitu menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Agama kejawen atau biasa disebut sebagai kepercayaan kejawen, tidak lepas dari

pemikiran-pemikiran bijak para leluhur untuk dijadikan sebuah panutan dalam kehidupan.Tidak

terlepas dalam bermasyarakat, Dalam setiap kepercayaan jawa pasti melakukan sebuah ritual

keagamaan, salah satunya adalah bermeditasi.Hal ini ditujukan untuk mencari sebuah kedamaian

hati dari jenuhnya kehidupan didunia, selain itu meditasi juga menjadi sebuah ritual mencari

Tuhan dalam diri sendiri.Mencari kedalam batin diri sendiri untuk menemukan kedamaian

dengan bermeditasi memusatkan pikiran.Meditasi tidak perlu menggunakan segala macam

sesajen yang banyak diketahui dewasa ini, meditasi hanya perlu kesungguhan hati, ketenangan,

dan fokus pikiran dalam satu hal yang positif untuk menemukan Sang Pencipta.

Meditasi demi ketentraman hati dengan cara berguru segala ilmu pengetahuan, oleh

karena itu perlu diketahui adanya kaweruh sataning panembah. Suatu petunjuk untuk

kebahagiaan, laksana sinar yang tersirat dan tersurat petunjuk untuk bahagia, terhadap segenap

anak cucu, yang hendak menempuh suatu cita-cita.32

Kejawen mempunyai ilmu yang disebut

dengan kasampunran sejati, hal ini termasuk ilmu yang tersulit dan tertinggi dalam tingkatan

kejawen karena kesempurnaannya dalam berilmu.

Penulis menjabarkan tentang Teori Fenomenologi Sosial Budaya diatas dari Alfred

Schutz, menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran.Tidak ada

32

Dr. Purwadi, M.Hum, Meditasi Jawa Kawaruh Sataning Panembah Menuju Ketenangan Jiwa dan

Ketentraman Hati (Jogjakarta, Gelombang Pasang, 2006) hal. 1

Page 24: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

24

kesadaran yang tidak mengenai sesuatu, dan sesuatu itu bisa juga “kesadaran” itu

sendiri.Buktinya kita dapat merenungkan, dapat “sadar” tentang “kesadaran” kita sendiri, ketika

kita melakukan “refleksi”. Sedangkan meditasi adalah waktu dimana manusia merefleksikan diri

akan setiap kehidupan dalam kesadaran penuh. Berikutnya menurut Schutz, komunikasi antar

individu menjadi hal utama dalam fenomenologi sosial budaya. Kesadaran terbangun melalui

komunikasi yang baik antar individu satu dengan yang lainnya dalam ruang lingkup keluarga

maupun masyarkat, begitu juga dalam bermeditasi berkomunikasi dengan cerminan diri sebagai

individu yang lain dalam sebuah dimensi kehidupan alam bawah sadar. Menurut Syeikh Siti

Jenar pemahaman Manunggaling Kawula Gusti, yaitu penyatuan diri dengan Tuhan, menjadi

proses komunikasi dengan individu lain dalam diri saat bermeditasi. Berikutnya adalah

melakukan „catur lampah laku‟ yaitu: hamemayu hayuning pribadhi, hamemayu hayuning

Kaluwarga, hamemayu hayuning sasama, hamemayu hayuning bawana, maka manusia sudah

mengalami manunggaling kawula-Gusti. Selanjutnya menurut Schutz, adanya kesadaran atau

perangkat pengetahuan yang bersifat sosial (bukan genetis), yang digunakan manusia untuk

memandang dunianya inilah yang membuat manusia juga memiliki tujuan berkenan dengan apa

yang menjadi objek kesadarannya. Dalam bermeditasi kejawen juga sudah dijelaskan memiliki

dua tujuan, yaitu bermeditasi dengan objek maupun tanpa objek.

3. Hasil Penelitian Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan

3.1 Profil Desa

Penelitian ini dilaksanakan di Gunungkidul Yogyakarta, desa ini terletak di daerah

selatan Yogyakarta yang berbatasan dengan provinsi Jawa Timur. Gunungkidul masih termasuk

territorial dari Yogyakarta dibawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono X.Pada masa lalu

Gunungkidul nama awalnya adalah gunung sewu (seribu gunung), diketahui juga pada masa itu

gunungkidul diberikan julukan gunung pertapan poro dewo (gunung tempat bertapanya para

dewa) oleh kerajaan Surakarta

Penulis melakukan penelitian dengan mewawancarai salah satu narasumber di desa

Ngerombo Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.Masyarakat di Desa Ngrombo I ini didominasi

dengan Agama Islam dan Kristen, namun beberapa dari mereka tetap memegang teguh

Page 25: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

25

kepercyaan kejawen meskipun dalam data kependudukan memeluk agama yang disahkan oleh

Negara.

Masyarakat di desa tersebut kebanyakan bekerja sebagai petani, hanya beberapa warga

saja yang bekerja sebagai karyawan swasta atau pun PNS.Desa Ngerombo I RT 03 RW 11

mempunyai tempat yang dikeramatkan oleh warga sekitar, yaitu Kali Bubar. Tempat ini ada

hanya karena kejadian alam, Kali Bubar sendiri dinamakan warga karena terdapat sumber mata

air yang jernih, mata air ini dipercaya sebagai mata air yang dapat menyembuhkan yang sakit,

menyelesaikan masalah dalam hidup, melancarkan jodoh, melancarkan rejeki, membuat awet

muda. Dalam satu tahun sekali pada tanggal 16 Agustus, masyarakat di Desa Ngrombo I ini

melakukan bersih desa.Warga bergotong royong untuk membersihkan aliran mata air di Kali

Bubar. Setelah itu warga menggelar acara adat seperti Jatilan, Tarian Reog, lalu selanjutnya

dihari yang sama menggelar Wayang Kulit semalam suntuk. Dana yang didapatkan dari

masyarakat sendiri dengan cara melakukan iuran setiap bulannya, dan juga ada beberapa warga

sebagai donatur terbesar.

3.2 Profil Narasumber

Narasumber yang diwawancarai penulis yaitu, Bapak Edy Prapto Triyusanto, beliau lahir

pada tanggal 13 Januari 1968 di Gunungkidul.Dalam perjalanan hidupnya, beliau tidak pernah

meninggalkan persekutan gereja, hingga menikah lalu hijrah ke Jakarta.Pada tahun 1998 terjadi

gejolak di Jakarta, beliau sekeluarga memutuskan untuk kembali ke Gunungkidul Yogyakarta.

Masa-masa sulit pun dilalui dengan keteguhan hati bahwa orang percaya tidak akan ditinggalkan

olehNya. Dengan berjalannya waktu, beliau memulai untuk merenungkan sejenak tentang

kehidupan yang dilaluinya dengan cara bermeditasi.

Tujuan utama bermeditasi bagi bapak Edy tidak untuk kesenangan duniawi, namun untuk

kesejahteraan pendidikan kedua anaknya ditengah kesulitan ekonomi yang mendera.Hal tersebut

pun terjadi dengan sendirinya, kembalinya bapak Edy bekerja di perusahaan swasta membuat

perekonomian keluarga kembali seperti semula, kedua anak beliau juga dapat menyelesaikan

pendidikan S1. Meditasi menjadi rutinitas beliau dalam menjalani kehidupan, dengan tegas juga

beliau mengatakan sudah meninggalkan kegiatan bergereja selama 20th

lebih, namun tidak

meninggalkan ajaran Yesus Kristus yang menerapkan hukum kasih. Meditasi bagi narasumber

Page 26: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

26

adalah tempat dimana manusia dapat menyadari segala perbuatannya dalam kehidupan ini,

meditasi juga menjadi tempat dimana manusia dapat menemukan Tuhan dalam dirinya.

3.3 Hasil Penelitian Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan

Penulis melakukan penelitian pada tanggal 22 Maret 2018 di Desa Ngrombo I

Gunungkidul Yogyakarta. Meditasi mempunyai kebutuhan masing-masing, menurut narasumber

meditasi itu banyak cara banyak tujuan. Tujuan kembali ke asal usul orang tersebut yang

melakukan meditasi, jika orang Kristen bersaat teduh adalah waktu untuk berkomunikasi dan

kembali kepada Allah Bapa.Sama seperti meditasi bagi penganut kejawen, meditasi untuk

kembali dan bersatu dengan Sang Pencipta (manunggaling kawula Gusti).Manunggaling Kawula

Gusti menurut narasumber adalah Manunggaling = bersatu, Kawula = hamba, Gusti =

Tuan/Tuhan. Intinya adalah masuknya atau menyatunya kesadaran manusia ke alam suci/jagat

poro suci/roh kudus (dalam Injil).33

Kejawen aliran kasampurnan datang sebelum agama di

Indonesia ada, baik itu Hindu maupun Budha.Pada saat Kerajaan Majapahit, semua

masyarakatnya diketahui memeluk agama Hindu, namun semua itu hanya kamuflase agar tetap

dapat mengabdi kepada raja.Meskipun beragama Hindu, pada masa itu semua masyarakat tetap

melakukan ritual meditasi setiap malam, ilmu kasampurnan menjadi jati diri masyarakat pada

saat itu.Narasumber juga mengatakan bahwa Kejawen mempercayai adanya

reinkarnasikehidupan.34

Narasumber menjelaskan kepada penulis bahwa kewajiban semua manusia adalah berdoa

kepadaNya dengan cara masing-masing, dalam kejawen mempunyai beberapa langkah untuk

menuju meditasi, yaitu diawali dengan berdoa atau sembahyang. Ada 3 sembahyang dalam

kepercayaan kejawen yaitu, sembahyang cilik (berdoa kecil), sembahyang gede (berdoa besar)

dan sembahyang wutuh. Sebagai prasyarat untuk menuju jalan ke kesempurnaan hidup, manusia

wajib menjalankan tiga hal yakni, pertama berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan

berpasrah diri secara total, kedua bergaul hanya dengan orang baik, ketiga melakukan pekerjaan

yang baik dan terpuji.35

33

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 20.00 wib 34

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 20.30 wib 35

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 21.00 wib

Page 27: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

27

Berikutnya penjelasan tentang Sembahyang Cilik (berdoa kecil).Pertama sembahyang

cilik atau kecil ini berupa doa yang dilakukan pada saat yang dipandang perlu, misalnya pada

waktu slametan dengan cara kenduri atau sesaji. Kedua sembahyang tulus, sembahyang ini harus

dilaksanakan setiap hari, setiap malam ataupun siang. Adalah lebih baik untuk dilaksanakan pada

saat yang sama dan secara teratur. Sebelum sembahyang bagian-bagian badan yang mudah kotor

dibasuh dengan air, seperti kaki, tangan, muka dan lain-lain, bila dipandang perlu mandi akan

lebih baik. Pada waktu mandi doa yang diucapkan adalah: Gusti, berkahilah kami untuk

membersihkan badan dan jiwa sehingga doa kami tulus. Lalu berdoalah ditempat yang bersih, itu

bias dikatakan dalam bahasa apapun, yang penting harus dinyatakan dengan tulus, dengan

sepenuh hati. Sebagai contoh terjemaahn dari bahasa Jawa adalah sebagai berikut: “Saya

menghadap kepadaMu Gusti, saya menghormatimu dengan khusuk, siang malam saya memohon

perlindunganMu, saya memohon maaf atas segala kesalahan yang saya lakukan, saya memohon

berkahMu untuk membuka nalar saya, rahayu, rahayu, rahayu, seperti yang dikehendaki oleh

Gusti”. Rahayu itu berasal dari kata rah dan ayu. Rah secara harfiah artinya darah, disini berarti

hidup; Ayu artinya cantik, bagus. Pengertian rahayu adalah bagus dan selamat. Biasanya dalam

satu pertemuan tradisional, seorang pembicara akan memulai dan mengakhiri dengan kata

“rahayu” kepada para hadirin, maksudnya hidup baik dan selamat untuk para hadirin dan juga

untuk pembicara itu sendiri.36

Sembahyang Gede ini harus dilakukan sesudah tengah malam, pada waktu seseorang

mempunyai permohonan yang sangat penting dan besar kepada Tuhan.Si pemohon harus siap

secara jiwa dan raga supaya doanya diperkenankan oleh Tuhan Yang Pengasih, tetapi si

pemohon itu harus sudah terbiasa melakukan sembahyang tulus. Untuk itu sebelumnya ia harus

mandi lalu keramas rambut sebanyak tujuh kali, selanjutnya mandi dengan air bunga, biasanya

berbagai macam bunga dimasukkan kedalam bak mandi. Bunga yang bisa dipakai adalah mawar,

melati dan kenanga atau melati, kenanga dan kantil. Berikutnya adalah berpuasa selama dua

puluh empat jam tanpa makan dan minum. Paling-paling hanya makan nasi putih dan minum air

putih atau makan buah dan minum air putih. Permohonan kepada Tuhan disampaikan dengan

cara khusuk dengan kata-kata yang jelas dan tidak terlalu panjang (bertele-tele).37

36

Suryo S. Negoro, Kejawen, Laku Menghayati Hidup Sejati, (Yogyakarta, CV Buana Raya, 2000) hal 35-36 37

Suryo S. Negoro, Kejawen, Laku Menghayati Hidup Sejati, (Yogyakarta, CV Buana Raya, 2000) hal 36

Page 28: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

28

Selanjutnya adalah sembahyang wutuh ini dilakukan oleh seseorang yang telah mencapai

ilmu sejati, hubungan yang harmonis antara kawula dan Gusti, semuanya sudah jelas tidak ada

rahasia lagi dalam hidup ini.Hal-hal yang disebutkan diatas itu adalah jalan kesempurnaan

hidup.38

Dalam titik inilah seseorang yang bersembahyang atau bermeditasi dalam pemahaman

Jawa yang akan masuk kedalam dimensi kehidupan menuju jalan kasampurnan.

Modal awal meditasi adalah kesadaran, jika mempunyai kesadaran maka akan ada

kemauan, kita sadar lalu mempunyai kemauan lalu mempunyai tujuan. Meditasi dilakukan di

tempat yang sunyi agar dapat fokus pada tujuan utama, yaitu kembali kepada Sang

Pencipta.Penjelasan Meditasi dari Narasumber adalah hanya dengan teknik meditasi yang benar

dan fokus dengan target, target tersebut adalah kembali kepada Tuhan. Jika dijelaskan dalam

bahasa Injil adalah Akulah Jalan kebenaran dan hidup, tanpa melalui Aku tidak akan pernah

sampai pada BapaKu.Namun yang perlu digaris bawahi adalah perkataan Aku adalah aku, Tuhan

adalah aku, bukan berarti aku adalah Tuhan, namun aku adalah Jalan menuju bersatunya dengan

Tuhan.39

Sikap meditasi aliran kejawen kasampurnan dengan cara duduk bersila di tempat sunyi,

lalu berusaha untuk fokus dengan kesadaran penuh. Bukan mengosongkan diri namun

mengenolkan diri.Maksud dari mengenolkan jika dijabarkan melalui bilangan matematika “buka

kurung nol tutup kurung” (0).Meskipun nol namun tetapi tetap ada bilangan, berbeda dengan

mengosongkan.Dengan demikian dapat dipahami bahwa mengenolkan diri berbeda dengan

mengosongkan diri40

.

Meditasi bagi penganut aliran kejawen, harus diawali dengan berpuasa. Dengan berpuasa

maka energy dalam diri akan terisi (energy yang dimaksud adalah energy kesucian karena badan

tidak terkontaminasi dengan makanan atau minuman duniawi). Jika dalam pemahaman Agama

Islam, berpuasa untuk mengumpulkan pahala.Dari pandangan aliran kejawen, pahala bagi

Agama Islam adalah energy bagi penganut aliran kejawen.Masuk pada langkah berikutnya dalam

bermeditasi.Setelah melakukan puasa untuk mengumpulkan energy, selanjutnya adalah mencari

tempat sunyi agar dapat memfokuskan diri untuk mengenolkan diri. Dalam proses mengenolkan

diri bersamaan dengan pengaturan pernafasan. Pada titik pernafasan ini sangat penting karena hal

ini yang dapat membantu untuk fokus dalam bermeditasi. Pernafasan hirup melalui hidung

38

Suryo S. Negoro, Kejawen, Laku Menghayati Hidup Sejati, (Yogyakarta, CV Buana Raya, 2000) hal 36-37 39

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto Trisuyanto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 21.30 wib 40

Ibid

Page 29: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

29

dengan perlahan dan dikeluarkan melalui mulut juga dengan perlahan, bersamaan dengan proses

berlangsungnya pengaturan pernafasan ada pengucapan yang juga dikeluarkan melalui bathin

bukan melalui mulut, ucapan itu adalah “Ohm”. Dalam Agama Kristen “Ohm” adalah “Amin”41

.

Proses meditasi dilakukan dengan kesungguhan hati dan penuh dengan kesadaran, dalam

hal bermeditasi cukup fokus pada diri sendiri untuk mencari tahu siapa diri kita sebenarnya. Hal

ini menjadi tahap awal yang sangat penting, karena terkadang dalam bermeditasi pikiran masing-

masing orang masih ada yang melayang-layang memikirkan duniawi atau bahkan segala sesuatu

yang menguntungkan.Jika pikiran masih seperti ini dapat dikatakan bahwa diri kita belum siap

untuk fokus pada diri sendiri.Dalam pemahaman kejawen, pemikiran yang melayang-layang atau

pikiran duniawi itu adalah sebuah godaan dari kedagingan manusia itu sendiri42

.

Pernafasan menjadi titik fokus seorang pertapa, fokus pernafasan bukan hanya masuk

kedalam paru-paru namun hingga ke titik pusar (pernafasan perut). Cakra batin menjadi modal

utama pada proses selanjutnya, cakra batin manusia ada pada satu titik di antara buah zakar dan

dubur. Titik tengah tersebut adalah titik dasar cakra batin, didapatkan saat pengolahan pernafasan

dalam bermeditasi. Setelah cakra batin didapatkan maka kita sebagai petapa akan mendapatkan

kendaraan batin untuk melakukan penerbangan batin. Tanda pertapa (orang yang melakukan

meditasi) mendapatkan cakra batin adalah saat sudah masuk kepada dimensi diluar manusia,

biasa dikatakan oleh orang awam adalah alam lain. Saat sudah mendapatkan cakra batin maka

kendaraan batin pun akan didapatkan, kendaraan batin yang dimaksud adalah roh. Masuk

kedalam proses selanjutnya adalah penerbangan batin. Penerbangan batin yang dimaksud adalah

saat roh masuk kedalam dimensi lain. Saat memasuki dimensi lain, maka kita akan bertemu

dengan diri kita sendiri. Sebelum bertemu dengan diri sendiri banyak sekali gangguan yang

datang, roh penasaran akan terlihat. Jika dasar tujuan meditasi baik dan sungguh-sungguh, maka

gangguan tersebut akan pergi dengan sendirinya, tujuan utama fokus pada diri akan membawa

kita bertemu dengan diri sendiri di dimensi lain43

.

Terdapat 5 dimensi, dan dalam dimensi ini ada tingkatan masing-masing, dapat

digambarkan dalam diagram “Christ Cross”. Dimensi meditasi digambarkan dalam sisi vertical

41

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 21.45 wib 42

Ibid 43

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 22.00 wib

Page 30: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

30

dan horizontal, vertical menggambarkan tujuan meditasi kepada Sang Pencipta dan horizontal

menggambarkan meditasi untuk kepentingan keduniawian. Dalam setiap dimensi mempunyai

godaan masing-masing dalam segi horizontal, namun jika mempunyai tujuan yang baik dalam

artian bermeditasi untuk bertemu Sang Pencipta atau secara vertical, maka godaan horizontal

tidak akan digunakan oleh sang pertapa. Saat pertapa sudah masuk pada dimensi roh dan

bertemu dengan diri sendiri maka sudah dipastikan ada pada pintu masuk dimensi pertama44

.

1. Dimensi pertama, mempunyai unsur tanah yang bernuansa gelap atau hitam, dalam

dimensi ini terdapat bias dari diri sendiri yang berperan untuk menggoda sang pertapa

untuk menikmati hal-hal duniawi. Bias dikatakan dalam dimensi ini sang pertapa

diberikan tawaran duniawi yang sangat menggoda, bukan kesaktian melainkan

kekuasaan. Sebagai contoh pertapa yang menjadi penikmat dimensi tanah adalah

Presiden Soeharto, beliau berkuasa 32 tahun di Indonesia. Banyak benda pusaka yang

beliau miliki, bahkan beliau sering berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap keramat

seperti di Gunung Arjuno, Gunung Kemukus, Jambe Pitu Cilacap, Gunung Selok, dan

sekitar Gunung Serandil.

2. Dimensi kedua, mempunyai unsur api yang berwarna merah merona. Dimensi ini tidak

mudah ditembus, karena membutuhkan waktu yang lama dan energy yang luar biasa

besar. Dalam dimensi kedua ini juga akan bertemu dengan bias diri sendiri dan

memberikan penawaran sebuah kekuatann atau bisa dikatakan kesaktian duniawi, salah

satunya adalah ilmu kebal. Dimensi ini yang dapat menembus kebanyakan hanya

paranormal yang benar-benar mendedikasikan dirinya dalam ilmu kebathinan atau

kejawen.

3. Dimensi ketiga, mempunyai unsur udara yang berwarna kuning. Dalam dimensi ini bias

diri mempunyai karakter cinta kasih, godaan duniawi yang diberikan adalah sebuah

pengasih dalam artian pertapa yang menikmati dimensi ini secara horizontal maka dalam

hal duniawi akan mendapatkan perhatian dari semua orang yang mengenalnya.

Maksudnya adalah sang pertapa akan banyak disukai oleh semua orang, sebagai contoh

juga seorang tokoh di Indonesia, yaitu Presiden Soekarno. Beliau juga dikenal seorang

pertapa yang luar biasa, dimensi ini dapat dicapai beliau. Sebagai bukti adalah istri

44

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 22.00 wib

Page 31: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

31

Presiden Soekarno tidak hanya satu, diluar negri pun mempunyai istri. Bukti selanjutnya

adalah Presiden Soekarno mempunyai kharisma yang luar biasa di mata pemimpin dunia

lainnya, bahkan Negara Amerika pernah tunduk kepada Indonesia karena kepemimpinan

Presiden Soekarno.

4. Dimensi keempat, mempunyai unsur air yang bernuansa transparan. Dimensi ini termasuk

dimensi yang tidak bisa ditembus oleh manusia biasa, butuh waktu dan energy yang besar

untuk masuk kedalam dimensi ini. Dalam dimensi ini tidak ada bias diri sendiri yang

menjadi godaan horizontal atau duniawi, karena diyakini bahwa dimensi ini menjadi

dimensi teratas dalam dunia meditasi aliran kejawen.

5. Dimensi kelima, adalah dimensi terakhir untuk para pertapa dalam aliran kejawen inilah

yang dinamakan alam kasuargan (Surga). Dimensi ini bukan berwarna namun bercayaha

putih terang, didalam dimensi ini hanya ada Roh Suci, tidak ada bias diri maupun godaan

horizontal45

.

Akhir dalam wawancara narasumber menegaskan bahwa, tidak semua orang dapat

menembus dimensi seperti yang sudah dijabarkan.Semua membutuhkan waktu yang panjang,

beliau sendiri pada saat ini masih ada dalam dimensi ketiga unsur angin.Pada dimensi keempat

narasumber hanya dapat melihat namun tidak mampu untuk masuk kedalamnya, karena

membutuhkan energy yang luar biasa besar. Sedangkan dimensi kelima alam kasuargan ada saat

sang pertapa menyelesaikan semua kehidupannya didunia, karena saat sudah masuk ke dimensi

alam kasuargan seorang pertapa tidak akan pernah kembali ke dunia fana ini karena sudah

menyentuh kasampurnan dalam hidup. Hal ini secara logika dipercaya narasumber dari alam

yang hanya terdiri dari 4 unsur maka yang terakhir adalah dimensi milikNya yaitu alam

kasuargan (surga)46

.

Meditasi tidak akan pernah mencari tumbal atau korban jiwa apapun saat sang pertapa

menggunakan kesempatannya secara horizontal untuk kepentingan pribadinya dalam setiap

tingkatan dimensi yang dicapai. Hal tersebut salah besar, bahkan narasumber sempat mengatakan

bahwa itu hanya politisasi agar agama atau keyakinan kejawen terlihat negatif hingga akhirnya

masyarakat meninggalakannya dan masuk kedalam agama impor yang dibawa dari luar.Semua

45

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 23.00 wib 46

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 23.30 wib

Page 32: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

32

aliran kejawen atau agama apapun didunia itu baik, tidak ada satu pun mengajarkan hal yang

buruk. Hanya saja kembali kepada pribadi masing-masing, tujuan dalam beribadah maupun

bermeditasi itu apa dan kemana. Tuhan hanya satu dan manusia adalah ciptaanNya yang paling

sempurna diantara makhluk hidup yang lain, maka dari itu narasumber berharap dalam tulisan ini

dapat menunjukkan bahwa semua aliran itu baik dan tidak ada yang menyesatkan47

.

4. Kajian Kritis dari Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan dalam Perspektif Teori

Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz.

Bagian ini merupakan kajian kritis dari Meditasi Kejawen ilmu Kasampurnan dalam

Perspektif Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz.

4.1 Meditasi Kejawen Ilmu Kasampurnan di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta

dalamPerspektif Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutz

Dari hasil wawancara dengan Bapak Edy Prapto Trisuyanto mengenai Meditasi.

Sebenarnya kemauan setiap orang untuk bermeditasi sudah tertanam sejak dini, jika di dalam

Agama Kristen ada waktu untuk Saat Teduh dalam sebuah ibadah Minggu, hal tersebut tidak lain

juga bisa dikatakan sebagai sebuah meditasi kecil yang isinya adalah merefleksikan kehidupan

pribadi.

Penulis melihat meditasi menjadi sebuah sarana diri sendiri untuk menemukan

ketenangan batin. Dalam proses untuk bermeditasi dari kejawen ilmu kasampurnan sebenarnya

tidak jauh berbeda dengan agama-agama lain di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam persiapan

sholat, umat muslim harus membersihkan diri dari segala hal duniawi dengan cara mengambil air

wudhu. Selanjutnya pada Ibadah Kristen dalam persiapan perjamuan kudus, umat Kristen juga

ada persiapan sebelum masuk kepada sakramen perjamuan kudus pada ibadah Minggu dengan

cara berpuasa. Meditasi kejawen juga demikian, sebelum melakukan meditasi ada persiapan-

persiapan pribadi seperti berpuasa agar bersih dari segala hal duniawi.Kesucian pribadi menjadi

kunci utama untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dengan demikian saat proses meditasi atau

ibadah akan tercipta ketenangan batin karena sudah mensucikan diri dengan cara masing-masing.

47

Hasil wawancara bersama Bapak Edy Prapto pada tanggal 22 Maret 2018 pukul 23.00 wib

Page 33: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

33

Meditasi mempunyai kata lain yaitu semedi. Semedi adalah meditasi itu sendiri yang

mempunyai maksud praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang

menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup sehari-hari.Makna harfiah meditasi

adalah kegiatan memikirkan, merenungkan.Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental

terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan,

dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau

penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku.

Kejawen adalah merupakan pandangan hidup dari orang Jawa yang sudah dimulai sejak

jaman dahulu kala, menurut beberapa ahli dan para pakar menyatakan bahwa Kejawen sudah ada

sejak ribuan tahun yang lalu, dalam isyarat alam yang dinyatakan oleh Gusti Ingkang Murbeng

Dumadi melalui Panjenengan Dalem Kaki Semar, menyatakan bahwa Kejawen wis ana wiwit

biyen mula, nalikane wong nang Tanah Jawa isih sethithik lan sakdurunge wong manca tekan

wis ana kepercayaan nalika Tanah Jawa isih gung liwang liwung yang artinya kurang lebih

adalah sebagai berikut „bahwa Kejawen itu sudah ada semenjak dulu, ketika orang Jawa masih

sedikit dan sebelum orang-orang dari luar dating, sudah ada Kepercayaan (kepada Tuhan Yang

Maha Esa) ketika itu tanah Jawa masih banyak hutan belantaranya‟. Pandangan hidup atau cara

pandang Kejawen pada waktu itu masih sangat sederhana sekali yaitu didasari oleh keyakinan

bahwa dalam hidup ini ada yang member hidup dan ada yang mengatur kehidupan, sehingga

dalam setiap gerak langkah hidupnya, Kejawen selalu berpusat atau berorientasi kepada Sang

Pemberi Hidup.48

Hakekat dari pemahaman Kejawen adalah suatu pengakuan yang bulat bahwa

Tuhan Yang Maha Esa itu ADA dan hanya SATU, dengan tekad dan keyakinan serta kemauan

ini merupakan sumber pembinaan diri pribadi dalam membentuk watak budi luhur, yang

senantiasa mengutamakan kebaikan dan kebajikan serta menjauhi kejahatan sehingga menuju

terciptanya keselarasan hidup lahir dan batin becik sejatining becik, bermanfaat bagi sesama

umat dengan bersemboyan pada hamemayu hayuning urip bebrayan dan hamemayu hayuning

bawana.49

48

Tjaroko HP Teguh Pranoto, Spiritualitas Kejawen, Ilmu Kasunyatan, Wawasan dan Pemahaman,

Penghayatan dan Pengalaman, (Yogyakarta, Kuntul Press, 2007) hal, 17-18 49

Tjaroko HP Teguh Pranoto, Spiritualitas Kejawen, Ilmu Kasunyatan, Wawasan dan Pemahaman,

Penghayatan dan Pengalaman, (Yogyakarta, Kuntul Press, 2007) hal, 20

Page 34: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

34

Kejawen sabagai salah satu dari ilmu Kasunyatan atau ilmu realitas yang dikaji dari sisi

spiritual Jawa yang berdasarkan pada kenyataan. Kejawen lebih mengutamakan bagaimana hasil

dari penghayatan itu, yang diwujudkan pada bentuk tindakan yang baik dan berguna bagi

kemaslahatan orang banyak, pada bentuk budi pekerti luhur, pada tepa selira atau tenggang

rasanya dan tidak pernah menyombongkan diri karena sadar bahwa sebagai manusia statusnya di

depan Tuhan hanya sebagai kawula dan ciptaanNya saja.50

Dalam menjalani hidup, manusia harus selalu berdoa dan memohon kepada Gusti Kang

Murbeng Dumadi karena segala sesuatu kehidupan yang ada ini semuanya adalah kehendak atas

kehendak Tuhan. Untuk mempermudah penalaran dalam hubungan ini, ada penggambaran

sebagai berikut: Anggaplah bahwa alam semesta buwana raya ini adalah bagaikan sebuah

aquarium yang sangat besar, yang sangat super raksasa dan manusia adalah ikan-ikan yang hidup

dalam aquarium itu. Ikan hidup karena air, disekitar ikan dikelilingi dan dilingkupi air, dalam

tubuh ikan juga ada air tetapi ikan tidak dapat melihat air tetapi ikan hanya dapat merasakan

adanya air.Air dapat membentuk ikan tetapi ikan tidak dapat membentuk air.Demikian tadi

penggambaran yang sederhana tentang keberadaan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan

Yang Maha Esa. Inilah sebabnya Kejawen bukan klenik, bukan pula ilmu berhala dan lain-lain

yang kanatasinya negatif tetapi Kejawen adalah kawaruh yang berdasar keyakinan bahwa Tuhan

Yang Maha Esa atau Gusti Kang Murbeng Dumadi itu ADA dan hanya satu. Kejawen

mempunyai tujuan untuk mencapai sejatinya hidup yang baik atai “becik sejataning becik” dan

sejatinya hidup yang benar atau “bener sejatining bener” serta mencapai hubungan yang

harmonis dan serasi antara hamba dengan Tuannya atau “manunggaling kawula lan Gusti”.51

Pemahaman manunggaling kawula lan Gusti dapat dilihat dari dua pandangan yaitu

pandangan mistis menurut Syeikh Siti Jenar dan pandangan sosial menurut teori Sri Wintala.

Konsep mistik manunggaling kawula Gusti, curiga manjing warangka dalam budaya Jawa

secara teologis menjelaskan tata laksana hubungan manusia dengan sesama, dan secara ekologis

menjelaskan tata laksana hubungan manusia dengan lingkungan.52

Tuhan itu merupakan suatu

50

Tjaroko HP Teguh Pranoto, Spiritualitas Kejawen, Ilmu Kasunyatan, Wawasan dan Pemahaman,

Penghayatan dan Pengalaman, (Yogyakarta, Kuntul Press, 2007) hal, 75 51

Tjaroko HP Teguh Pranoto, Spiritualitas Kejawen, Ilmu Kasunyatan, Wawasan dan Pemahaman,

Penghayatan dan Pengalaman, (Yogyakarta, Kuntul Press, 2007) hal, 79-81 52

Purwadi, Manunggaling Kawula Gusti: Ilmu Tingkat Tinggi untuk Memperoleh Derajat Kesampurnan

(Yogyakarta, Gelombang Pasang, 2004) h.7

Page 35: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

35

wujud yang tak dapat dilihat oleh mata, dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar

cemerlang, warnanya indah sekali.Ia memiliki dua puluh sifat seperti: sifat ada, tak bermula, tak

berakhir, berbeda dengan barang-barang yang baru, hidup sendiri dan tiada memerlukan bantuan

sesuatu yang lain, kecuali kehendak, mendengar, melihat, ilmu, hidup, dan berbicara. Sifat-sifat

Tuhan yang berjumlah dua puluh itu terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut dengan

“zat”.53

Berikutnya Pandangan sosial dari Sri Wintala, sasaran hidup manusia dalam ajaran

filsafat Jawa adalah „manunggaling kawula-Gusti‟.Menyatunya manusia sebagai hamba dengan

Tuhan Sang Penciptanya.Apa sebenarnya manka dari manunggaling kawula-Gusti dalam

kejawen? Sri Wintala Ahmad menjelaskan, arti kata bersatu disini bukan bersatunya dzat,

melainkan bersatunya kehendak manusia dan kehendak Tuhan. Pengertian lain, kehendak

manusia harus disamakan (disesuaikan) dengan kehendak Tuhan. Segala perintah Tuhan harus

dijalankan oleh manusia.Kalau manusia telah menjalankan perintah Tuhan yakni dengan

menjalankan kebajikan-kebajikan dengan meninggalkan angkara murka, manusia dapat

dikatakan sudah bisa manunggal dengan Tuhan. Kemanunggalan tersebut dapat diibaratkan

curiga manjing warangka (keris menjelma ke dalam warangka), warangka manjing curiga

(warangka menjelma ke dalam keris). Manunggaling kawula-Gusti, diidentikkan juga dengan

kemanunggalan kosmis yakni mikrokosmis (jagad alit) yang mengacu kepada manusia dengan

makrokosmis (jagad ageng) yang mengacu kepada Tuhan.54

Manunggaling Kawula-Gusti dalam kejawen dimaknai sebagai makna yang

sesungguhnya dari hidup manusia.Bila manusia sudah dapat mengalami „manunggaling kawula-

Gusti, maka pikiran, perasaan, dan kehendaknya telah menyatu dengan kehendak Tuhan.Inilah

yang dimaknai sebagai „kasampurnan ing dumadi‟ (hidup yang sempurna). Untuk mencapai

kesempurnaan hidup tersebut manusia harus melakukan „catur lampah laku‟ yaitu: hamemayu

hayuning pribadhi (menjaga kesehatan jiwa dan raga pribadinya), hamemayu hayuning

kaluwarga (menjaga ketentraman dan kebahagiaan dalam keluarga), hamemayu hayuning sasama

53

Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar (Yogyakarta, Bentang Budaya, 2003), h. 67-68 54

Sri Wintala Ahmad, filsafat Jawa, Menguak Filosofi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa (Yogyakarta:

Araska, 2017), 51

Page 36: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

36

(memperindahkan hidup persaudaraan dengan sesama tanpa memandang suku, ras, dan agama),

hamemayu hayuning bawana (menjaga perdamaian dunia dan kelesatarian alam semesta).55

Dalam penjelasan sebelumnya sudah dikatakan bahwa meditasi kejawen bertujuan untuk

bersatunya Manusia dengan Tuhan.Inti dari meditasi kejawen adalah menuju manunggaling

kawula-Gusti untuk mendapatkan kasampurnan sejati dalam hidup. Saat manusia sudah

menjalani hamemayu hayuning sesama dan hamemayu hayuning bawana maka kasampurnan

akan terwujud dengan sendirinya dalam kehidupan.

Teori Fenomenologi oleh Edmund Husserl (1859-1938). Istilah fenomenologi berasal

dari bahasa Yunani: Phainestai yang artinya “menunjukkan” dan “menampakkan diri sendiri”,

meski sebenarnya istilah tersebut digunakan oleh filsuf sebelumnya. Teori fenomenologi

menurut Husserl menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Bagi Husserl, realitas bukan

sesuatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang mengamati. Husserl menggunakan

istilah fenomenologi untuk menunjukkan apa yang nampak dalam kesadaran kita dengan

membiarkan termanifestasi apa adanya tanpa memasukkan kategori pikiran kita padanya

(kembalilah pada realitas itu sendiri).56

Kesadaran yang mengandung maksud tersebut selalu diarahkan kepada „dunia

kehidupan‟ (life word), dan dunia ini tidak lain merupakan dunia antarsubjek (intersubjective).

Artinya, manusia yang berada dalam dunia tersebut saling berhubungan, sehingga kesadaran

yang terbentuk diantara mereka bersifat sosial atau dimiliki bersama.Pengalaman pribadi dalam

dunia tersebut beserta pengalaman orang pengalaman orang-orang lain merupakan pengalaman

bersama. Proses kebersamaan ini dapat terjadi karena dalam memandang suatu gejala, entah itu

benda atau peristiwa menusia selalu beranggapan bahwa gejala-gejala tersebut dialami atau bisa

dialami orang lain sebagaimana dia mengalaminya. Manusia selalu mengira bahwa objek-objek

atau peristiwa-peristiwa tersebut bagi orang lain adalah sama dengan gejala-gejala tersebut bagi

dia. Dengan kata lain dia beranggapan bahwa makna yang diberikannya pada gejala itu sama

55

Sri Wintala Ahmad, filsafat Jawa, Menguak Filosofi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa (Yogyakarta:

Araska, 2017), hal 51 56

Edmund Husserl, Cartesian Meditation, (The Hague Martinus Nijhoff, 1966),

Page 37: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

37

dengan makna yang diberikannya pada gejala itu sama dengan makna yang diberikan orang lain.

Inilah yang dimaksud dengan intersubjektivitas dunia kehidupan.57

Selanjutnya dalam Teori Fenomenologi Sosial Budaya, adanya komunikasi antar individu

dalam kehidupan bermasyarakat menjadi kunci utama untuk melihat jati diri yang sebenarnya.

Dalam artian bagaimana bersikap dalam kehidupan bermasyarakat mencerminkan jati diri yang

sebenarnya,begitu juga dalam bermeditasi yang membutuhkan ketenangan batin dalam

bermeditasi akan mencerminkan jati diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Konsep Christ Cross dalam dimensi meditasi dapat dijabarkan bahwa bagian vertical

adalah untuk berhubungan dengan Tuhan.Sedangkan pada bagian horizontal adalah hubungan

antara pertapa dengan kehidupan duniawi.Setiap langkah yang diambil dalam bermeditasi

mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing sesuai tingkatan dimensi yang telah

dicapainya. Teori Fenomenologi Sosial Budaya dari Alfred Schutz mengatakan menyatakan

bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran. Tidak ada kesadaran yang tidak

mengani sesuatu, dan sesuatu itu bisa juga “kesadaran” itu sendiri.Saat kita dapat merenungkan

tentang “kesadaran” kita sendiri, ketika kita melakukan “refleksi”. Sedangkan meditasi adalah

waktu dimana manusia merefleksikan diri akan setiap kehidupan dalam kesadaran penuh.

Kesimpulan penulis, Teori Fenomenologi Sosial Budaya Alfred Schutzmempunyai

hubungan yang sama dengan kehidupan penganut Kejawen aliran Kasampurnan dalam ritual

Meditasi. Meditasi diperlukan kesadaran penuh untuk dapat mewujudkan tujuan utama yaitu

menyatu dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti). Teori Fenomenologi untuk menunjukkan

apa yang nampak dalam kesadaran kita dengan membiarkan termanifestasi apa adanya tanpa

memasukkan kategori pikiran kita padanya (kembalilah pada realitas itu sendiri). Begitu juga

dengan Teori Fenomenologi Sosial Budaya dari Alfred Schutz yang sudah diuraikan pada bab

sebelumnya, penulis mencoba mengkorelasikan lebih mengerucut pada beberapa pernyataan

Alfred Schutz dengan hasil penelitian tentang Meditasi Kejawen aliran Kasampurnan. Pertama,

bahwa fenomenologi memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran.Kesadaran

ini selalu mengenai sesuatu.Tidak ada kesadaran yang tidak mengenai sesuatu, dan sesuatu itu

bisa juga “kesadaran” itu sendiri.Buktinya kita dapat merenungkan, dapat “sadar” tentang

57

M. Phillipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology” in New Directions in Sociological

Theory, P. Filmer, et.al, (London: Collier MacMillan, 1972), pp. 123-126.

Page 38: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

38

“kesadaran” kita sendiri, ketika melakukan “refleksi”.58

Meditasi Kejawen menurut hasil

penelitian adalah kesadaran menjadi modal utama pertapa, jika mempunyai kesadaran maka akan

ada kemauan, kemauan tercapai maka akan ada tujuan. Kesadaran dalam bermeditasi akan

menjadi kunci pertapa untuk dapat mencapai tujuan utama. Kedua, pengetahuan pada manusia

ini berawal dari interaksi atau komunikasi di antara mereka, antara individu satu dengan individu

yang lain, dan sarana komunikasi yang fundamental adalah bahasa lisan. Dengan kata lain,

eksistensi kesadaran manusia hanya dapat diketahui adanya lewat bahasa. Bahasa dapat

dikatakan mencerminkan apa yang ada dalam kesadaran kita. Ketiga, oleh karena kesadaran

terbangun lewat proses komunikasi, lewat interaksi sosial, maka kesadaran tersebut dengan

sendirinya bersifat intersubjektif (antar subjek). Pemahaman kedua dan ketiga dalam Meditasi

Kejawen adalah sebuah komunikasi antar sesama menjadi sebuah faktor utama untuk tetap

menjaga kesadaran dalam bermasyarakat agar keharmonisan satu sama lain tetap terjalin dengan

baik tanpa memandang ras, suku, maupun agama, hal ini pada dasarnya sudah menjadi sifat

utama masyarakat Jawa, selain itu menurut hasil penelitian tentang meditasi kejawen, menjaga

komunikasi dengan sesama akan memberikan energy positif bagi pertapa untuk melakukan

meditasi. Keempat, perangkat pengetahuan atau kerangka kesadaran ini menjadi pembimbing

individu dalam mewujudkan perilaku-perilaku dan tindakan-tindakannya.Kelima, salah satu

bagian dari perangkat kesadaran tersebut adalah typification atau klasifikasi (classification), yang

berupa kategori-kategori atau tipe-tipe dari unsur-unsur yang ada dalam kehidupan manusia59

.

Dalam penjelasan keempat dan kelima menurut hasil penelitian penulis, meditasi Kejawen ilmu

Kasampurnan tidak hanya tutur kata dalam berkomunikasi dan menjaga perilaku-perilaku dan

tindakan-tindakan dalam kehidupan bermasyarakat, namun juga menghargai alam ciptaan Tuhan

dalam setiap unsur-unsur kehidupan.

Berdasarkan teori yang penulis paparkan sebelumnya bahwa kesadaran diarahkan dalam

dunia kehidupan dan tidak lain dunia ini adalah dunia antarsubjek, yang artinya adalah manusia

yang ada didalam dunia tersebut saling berhubungan sehingga kesadaran yang terbentuk diantara

mereka bersifat sosial atau dimiliki bersama. Hal ini sama dengan pembahasan Kejawen yang

dipaparkan oleh Sri Wintala yaitu, Untuk mencapai kesempurnaan hidup tersebut manusia harus

58

Heddy Shri Ahimsa-Putra Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama

(Jogjakarta UIN, Jurnal Walisongo, volume 20 Nomor 2, November 2012), 281 59

M. Phillipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology,” pp. 121-122.

Page 39: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

39

melakukan „catur lampah laku‟ yaitu: hamemayu hayuning pribadhi (menjaga kesehatan jiwa

dan raga pribadinya), hamemayu hayuning kaluwarga (menjaga ketentraman dan kebahagiaan

dalam keluarga), hamemayu hayuning sasama (memperindahkan hidup persaudaraan dengan

sesame tanpa memandang suku, ras, dan agama), hamemayu hayuning bawana (menjaga

perdamaian dunia dan kelesatarian alam semesta). Menurut hemat penulis, Meditasi Kejawen

aliran Kasampurnan tidak terlepas dari kesadaran diri untuk dapat menemukan diri sendiri dalam

sebuah ritual meditasi.Artinya kesadaran diri dalam meditasi adalah modal utama untuk dapat

menemukan diri sendiri sebagai sebuah cerminan dalam merefleksikan kehidupan dalam dunia

ini. Manunggaling Kawula Gusti menjadi tujuan akhir pertapa kejawen bersatunya manusia

dengan Tuhan, yang dimaksudkan adalah proses dimana pikiran, perasaan, dan kehendak

manusia telah menyatu dengan kehendak Tuhan. Inilah yang dimaknai sebagi „kasampurnan ing

dumadi‟ (hidup yang sempurna).Sempurna untuk kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat,

dan kehidupan dunia alam semesta.

5. Penutup

5.1 Kesimpulan

Meditasi Kejawen ilmu Kasampurnan sudah ada sejak masa lalu, dimana agama dari luar

belum masuk ke Indonesia.Kejawen merupakan kepercayaan lokal yang masih bertahan hingga

saat ini, budaya kejawen juga membaur menjadi satu dalam lingkup masyarakat khususnya di

Pulau Jawa.Ritual Meditasi masih bertahan dan tetap dilaksanakan oleh para penganut

kepercayaan Kejawen hingga saat ini, ada beberapa masyarakat yang memiliki hari tertentu

menurut tanggal Jawa untuk melakukan ritual Meditasi.Dewasa ini meditasi bukan menjadi

sesuatu yang tabu, setiap orang dapat melakukan meditasi.Tanpa disadari hal ini sudah masuk

dalam kehidupan orang beragama, contohnya adalah dimana seseorang melakukan sebuah

refleksi diri.Refleksi diri adalah merenungkan kehidupan yang sudah dilalui secara singkat

dengan kesadaran diri yang penuh, hal ini tidak berbeda dengan meditasi yang intinya juga

berpusat pada kesadaran diri untuk melakukan evaluasi pada diri sendiri dalam setiap kehidupan

yang sudah dilalui.

Meditasi dalam Kejawen ilmukasampurnan mempunyai tujuan yaitu Manunggaling

kawula Gusti, yang artinya bersatunya manusia dengan Tuhan.Secara sosial Manunggaling

Page 40: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

40

kawula Gusti adalah dimana bersatunya kehendak manusia dan kehendak Tuhan, kehendak yang

dimaksud adalah manusia menjalankan kebajikan-kebajikan dengan meninggalkan angkara

murka.Dalam pengertian ini dapat dipahami bahwa dimana disaat manusia sudah melakukan

kebaikan-kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat sekitar, dan alam semesta maka

manusia itu dapat dikatakan sudah bisa manunggal dengan Tuhan.Dalam hal ini Kejawen tetap

mempunyai kepercayaan bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan itu satu.

Teori Fenomenologi Sosial Budaya dari Alfred Schutz mempunyai hubungan yang sama

dengan Meditasi Kejawen aliran Kasampurnan. Manusia memiliki kesadaran akan dirinya,

begitu juga akan Meditasi Kejawen aliran Kasampurnan yang menuntut kesadaran diri dalam

ritual meditasi.

Pada akhirnya kesimpulan penulis, Kepercayaan Kejawen ilmu Kasampurnan adalah

sebuah keyakinanbahwa Tuhan itu ada dan didalam kepercayaan kejawen mempunyai kekayaan

budaya yang tidak akan pernah hilang. Budaya tidak akan terlepas dari kehidupan, Agama akan

menjadi sebuah tuntunan hidup bagi orang yang percaya. Agama dan Budaya akan tetap

berdampingan untuk menyelaraskan kehidupan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan untuk adanya peran serta Fakultas

Teologi UKSW untuk menjalin hubungan dengan paguyuban-paguyuban kepercayaaan Kejawen

atau kepercayaan lokal lainnya untuk kepentingan matakuliah Agama dan Budaya, selain itu

penulis berharap agar Fakultas Teologi UKSW juga mempunyai kontribusi yang baik untuk

melestarikan kebudayaan lokal dan kepercayaan lokal yang ada di Indonesia.

Page 41: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

41

DAFTAR PUSTAKA

Ki Sondong Mandali, Ngilmu Urip Bawarsa Kaweruh Kejawen, (Semarang, Yayasan Sekar

Jagad, 2004)

Dr. Harun, Hadiwijono. Kebatinan Jawa dalam Abad 19.(Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1980).

A. E. Priyono, Azyumardi Azra, dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Dinamika Masa Kini,

(Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve) Seri 6.

J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi tanpa objek, (Yogyakarta: Kanisius, 2012)

Anthony de Mello., Sadhana Jalan Menemukan Tuhan, (Yogyakarta, Kanisius, 1979)

Edmund Husserl, Cartesian Meditation (The Hague Martinus Nijhoff, 1966)

M. Philipson, “Phenomenological Philosophy and Sociology” in New Directions in

Sociological Theory, P. Filmer et, al, (London: Colliar MacMillan, 1972)

J. Heeren, “Alfred Schutz and The Sociology of Common Sense Knowledge” in

Understanding Everyday Life, J.D. Douglas (ed), (Chicago: Aldine, 1970)

Haris Herdiansyah, Metodologi Peneliian Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010)

Dr. Purwadi, M.Hum. Meditasi Jawa Kawaruh Sataning Panembah Menuju Ketenangan

Jiwa dan Ketentraman Hati, (Jogjakarta, Penerbit Gelombang Pasang 2006)

Muhammad Sholikhin, Sufisme Syeikh Siti Jenar, Kajian Kitab Serat dan Suluk Syeikh Siti

Jenar, (Yogyakarta, Penerbit Narasi, 2004)

Sri Muryanto, Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti, (Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2004)

Purwadi, Manunggaling Kawula Gusti: Ilmu Tingkat Tinggi untuk Memperoleh Derajat

Kesampurnan (Yogyakarta, Gelombang Pasang, 2004)

Abdul Munir Mulkhan, Syeikh Siti Jenar, (Yogyakarta, Benteng Budaya, 2003)

Sri Wintala, filsafat Jawa, Menguak Filosofi, Ajaran dan Laku Hidup Leluhur Jawa

(Yogyakarta: Araska, 2017)

Heddy Shri Ahmisa-Putra Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk

Memagami Agama (Yogyakarta UIN, Jurnal Walisongo, Vol 20 Nomor 2, 2012)

S. Ijsseling, “Hermeneutics and Textuality: Questions Concering Phenomenology,” in

Studies in Phenomenology and the Human Sciences, J.Sallis (ed.), (Atlantic Highlands,

N.J.: Humanities Press. 1979)

Page 42: MEDITASI KEJAWEN ILMU KASAMPURNAN DALAM ......4 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening Meditasi Tanpa Objek, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 2012), hal 7 5 J. Sudrijanta, S.J. Titik Hening

42

C. Moustakas, Phenomenological Research Methods, (London: Sage Publications, 1994)

S Suryo. Negoro, Kejawen, Laku Menghayati Hidup Sejati, (Yogyakarta, CV Buana Raya,

2000)

Tjaroko HP Teguh Pranoto, Spiritualitas Kejawen, Ilmu Kasunyatan, Wawasan dan

Pemahaman, Penghayatan dan Pengalaman, (Yogyakarta, Kuntul Press, 2007)