MATERIALITAS, RISIKO, STRATEGI AUDIT AWAL

download MATERIALITAS, RISIKO, STRATEGI AUDIT AWAL

of 16

description

PENGAUDITAN 1

Transcript of MATERIALITAS, RISIKO, STRATEGI AUDIT AWAL

MATERIALITAS, RISIKO DAN STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN

I DEFINISI MATERIALITASMaterialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menetukan laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Dalam SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam 1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.FASB mendefinisikan materialitas adalah sebagai berikut:Besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntasi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.Oleh karena pada auditor bertanggung jawab untuk menentukan apakah terdapat salah saji material dalam laporan keuangan, maka jika terdapat penemuan salah saji meterial, mereka harus membuatnya menjadi perhatian klien sehingga dapat dilakukan koreksi atas salah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, maka auditor harus menerbitkan opini wajar dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa signifikan salah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, auditor sangat bergantung pada pengetahuan yang mendalam atas penerapan materialitas.Auditor harus mengikuti lima langkah terkait dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor menerapkan penilaian awal mengenai materialitas dan kemudian menglokasikan estimasi tersebut pada setiap bagian pengauditan, kedua langkah tersbut merupakan bagian dari perencanaan keluasan pengujian. Langkah ketiga di sepanjang kontrak kerja, di mana auditor mengestimasikan jumlah salah saji total di setiap bagian pengauditan. Mendekati akhir pengauditan, selama fase penyelesaian kontrak kerja, auditor melanjutkan dua langkah terakhir yaitu mengestimasi salah saji gabungan dan membandingkan estimasi salah saji gabungan dengan materialitas dalam penilaian awal atau penilaian yang direvisi. Tiga langkah terakhir merupakan bagian dari evaluasi hasil pengauditan.1.1PENTINGNYA KONSEP MATERIALITAS DALAM AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGANDalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut: Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

IICARA MENETAPKAN TINGKAT MATERIALITASAuditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya yang sering disebut dengan materialitas perencanaan. Materialitas perencanaan dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah, (2) informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat material secara kualitatif, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut. Contoh dari faktor kuantitatif dan faktor kualitatif, seperti:1. Faktor kuantitatif:a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuanganb. Total aktiva dalam neracac. Total aktiva lancar dalam neracad. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca2. Faktor kualitatif:a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukumb. Kemungkinan terjadinya kecuranganc. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu.d. Adanya gangguan dalam trend laba.e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat yaitu:A. MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGANDalam menerapkan materialitas, auditor menggunakan dua cara yaitu menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan pada saat evaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika ditentukan terlalu rendah, auditor akan mengonsumsi waktu dan usaha sebenarnya yang tidak diperlukan. Sebaliknya, jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima umum Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu tingkat materialitas. Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas, mula-mula auditor menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan keuangan. Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan tingkat salah saji gabungan yang terkecil yang dianggap material terhadap salah satu laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan ini semestinya digunakan karena (1) laporan keuangan adalah berhubungan satu dengan lainnya, (2) banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan. Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai dengan sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut didasarkan atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik:a. Laporan keuangan yang dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak.b. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1/2% sampai 1% dari total aktiva.c. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1% dari pasiva.d. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1/2% sampai 1% dari pendapatan bruto.

B. MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO AKUNMeskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, taksiran materialitas yang dibuat pada tahap perencanaan audit harus dibagi ke akun laporan keuangan secara individual yang akan diperiksa. Bagian materialitas yang dialokasikan ke akun-akun secara individual ini dikenal dengan sebutan salah saji yang dapat diterima untuk akun tertentu. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut. Oleh karena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji. Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak material, dapat berisi kurang saji yang melampaui materialitasnya. Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual, namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba-rugi juga mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca. Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut, Untuk menggambarkan alokasi materialitas tersebut, misalnya PT Genggong memiliki komposisi aktiva sebagai berikut:Kas Rp 500.000

Piutang usaha1.500.000

Sediaan 3.000.000

Aktiva tetap5.000.000

Jumlah aktivaRp 10.000.000

Auditor memperkirakan salah saji dalam akun kas dan aktiva tetap kemungkinannya kecil terjadi dan salah saji dalam akun piutang usaha dan sediaan kemungkinan lebih banyak terjadi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan klien, auditor memperkirakan akun dengan sedikit salah saji akan sangat murah biayanya untuk mengaudit dibandingkan dengan akun lain. Misalnya jika prakiraan awal materialitas laporan keuangan adalah 1% dari total aktiva, atau Rp 100.000 auditor tersebut dapat mempertimbangkan dua alternatif dalam mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual sebagai berikut:Alokasi Materialitas

AkunAlternatif A%Alternatif B%

Kas Rp 5.0005Rp 2.0002

Piutang usaha15.0001518.00018

Sediaan30.0003050.00050

Akiva tetap50.0005030.00030

Total 100.000100100.000100

Dalam alternatif A, materialitas dialokasikan secara proporsional ke dalam setiap akun, tanpa memperhatikan taksiran salah saji moneter dan biaya audit untuk mendeteksi salah saji tersebut. Sedangkan pada alternatif B, alokasi materialitas lebih besar dilakukan ke dalam akun piutang usaha dan sediaan. Hal ini akan berdampak pada biaya audit, dimana biaya audit pada alternatif A untuk akun piutang dan sediaan akan lebih besar daripada alternatif B karena hubungan terbalik antara materialitas saldo akun dan bukti audit.

IIIJENIS-JENIS RISIKODalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA Seksi 312Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit,risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya maka, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya adalah rendah. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :1. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan. Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.2. Risiko Audit IndividualRisiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Siklus Penjualan dan PenagihanSiklus Pembelian dan PembayaranSiklus Penggajian dan KepegawaianSiklus Persediaan dan PergudanganSiklus Akuisisi Modal dan Pembayaran Kembali

APenilaian auditor atas salah saji material sebelum mempertimbangkan pengendalian internal Diperkirakan ada beberapa salah sajiDiperkirakan banyak salah sajiDiperkirakan sedikit salah saji Diperkirakan banyak salah sajiDiperkirakan sedikit salah saji

(risiko bawaan)(sedang)(tinggi)(rendah)(tinggi)(rendah)

BPenilaian efektivitas oengendalian internal untuk mencegah atau mendeteksi salah saji material Efektivitas sedangEfektivitas tinggiEfektivitas tinggi Efektivitas rendahEfektivitas sedang

(risiko pengendalian)(sedang)(rendah)(rendah)(tinggi)(sedang)

CKesediaan auditor untuk menerima adanya salah saji material setelah menyelesaikan auditKesediaan rendahKesediaan rendahKesediaan rendahKesediaan rendahKesediaan rendah

(risiko audit yang dapat diterima)(rendah)(rendah)(rendah)(rendah)(rendah)

DKeluasan bukti audit yang direncanakan auditor untuk dikumpulkanTingkat menengahTingkat menengahTingkat rendahTingkat tinggiTingkat menengah

(risiko deteksi yang direncanakan)(sedang)(sedang)(tinggi)(rendah)(sedang)

Tabel Ilustrasi Pembedaan Bukti Audit Untuk Setiap Siklus

1. RISIKO DETEKSI YANG DIRENCANAKAN (PLANNED DETECTION RISK)Risiko deteksi yang direncanakan merupakan risiko dimana bukti audit untuk suatu bagian tidak mampu mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima. Terdapat dua hal penting untuk mengetahui risiko deteksi yang direncanakan.Risiko deteksi yang direncanakan bergantung pada tiga faktor dalam model risiko audit. Risiko ini hanya dapat berubah jika auditor mengubah salah satu risiko dalam model tersebut. Model risiko audit adalah:

Keterangan:PDR= Risiko detekisi yang direncanakanAAR = Risiko audit yang dapat diterimaIR = Risiko bawaanCR = Risiko pengendalianRisiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan dikumpulkan oleh auditor, yang berbanding terbalik dengan ukuran risiko deteksi yang direncanakan. Jika risiko deteksi yang direncanakan dikurangi, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai pengurangan risiko. Sebagai contoh, jika risiko deteksi yang direncanakan (PDR) sebesar 0,05 berarti bahwa auditor merencanakan untuk mengumpulkan bukti audit sampai risiko salah saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima berkurang menjadi 5%. Jika seandainya PDR dinaikkan menjadi 1,0 maka bukti yang direncanakan menjadi berkurang.2. RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK)Risiko bawaan mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya salah saji material (baik kecurangan maupun kesalahan) dalam sebuah bagian pengauditan sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal klien. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan salah saji tinggi, tanpa mempertimbangkan pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan bahwa risiko bawaannya adalah tinggi. Risiko bawaan berbanding terbalik dengan risiko deteksi yang direncanakan dan berbanding lurus dengan bukti audit. Risiko bawaan untuk persediaan pergudangan dalam tabel diatas adalah tinggi sehingga mengakibatkan risiko deteksi yang direncanakan lebih rendah dan makin banyak bukti audit yang harus dikumpulkan.Selain meningkatkan bukti audit untuk risiko bawaan yang lebih tinggi biasanya auditor menugaskan staf yang lebih berpengalaman untuk bagian pengauditan tersebut dan menelaah pengujian audit yang telah diselesaikan secara lebih mendalam.3. RISIKO PENGENDALIAN (CONTROL RISK)Risiko pengendalian mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji melebihi jumlah yang dapat diterima di suatu bagian pengauditan akan dapat dicegah atau dideteksi dengan tepat oleh pengendalian internal klien.Anggaplah auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal klien seluruhnya tidak efektif untuk mendeteksi salah saji. Sehingga, auditor akan memberikan faktor risiko untuk risiko pengendalian yang tinggi, bahkan mungkin 100%. Makin efektif pengendalian internal, makin rendah faktor risiko yang dapat diberikan.Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko bawaan dan risiko pengendalian. Perkalian IR dan CR menghasilkan pembagi dalam model risiko audit. Menurut PSA 25 (SA 312), gabungan dari risiko bawaan dan risiko pengendalian dinamakan risiko salah saji material (risk of material misstatement). Sebagaimana dalam risiko bawaan, hubungan antara risiko pengendalian dan risiko deteksi yang direncanakan berbanding terbalik, sedangkan hubungan antara risiko pengendalian dengan bukti substantif berbanding lurus. Jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internalnya efektif, maka risiko pengendalian akan rendah dan risiko deteksi yang direncanakan dapat dinaikkan, sehingga bukti audit dapat diturunkan.4. RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA (ACCEPTABLE AUDIT RISK)Risiko audit yang dapat diterima mengukur tingkat kesediaan auditor untuk menerima kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan setelah audit telah selesai dijalankan dan opini wajar tanpa pengecualian telah diterbitkan.Ketika auditor memutuskan risiko audit yang dapat diterima lebih rendah, mereka menginginkan untuk lebih yakin bahwa tidak ada salah saji dalam laporan keuangan. Risiko nol merupakan kepastian dan risiko 100% merupakan ketidakpastian mutlak.Seringkali auditor menggunakan istilah keyakinan audit, dibandingkan dengan istilah risiko audit yang dapat diterima. Keyakinan audit atau istilah lain yang sejenis merupakan pelengkap dari risiko audit yang dapat diterima, yaitu satu dikurangi dengan risiko audit yang dapat diterima.Ketika menggunakan model risiko audit, terdapat hubungan langsung antara risiko audit yang dapat diterima dengan risiko deteksi yang direncanakan, dan hubungan terbalik antara risiko audit yang dapat diterima dengan bukti audit. Jika auditor memutuskan untuk mengurangi risiko audit yang dapat diterima, risiko deteksi yang direncanakan dengan demikian juga berkurang, dan bukti audit yang direncanakan harus dinaikkan.Faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima1. Tingkat ketergantungan pengguna eksternal laporan keuangan.2. Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit diterbitkan.3. Evaluasi auditor terhadap integritas manajemen.Faktor yang mempengaruhi risiko bawaan1. Sifat bisnis klien.2. Hasil pengauditan sebelumnya.3. Kontrak kerja yang pertama atau kontrak kerja yang berulang.4. Pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.5. Transaksi-transaksi yang tidak rutin.6. Penilaian yang diperlukan untuk mencatat saldo-saldo dan transaksi-transaksi dengan benar.7. Membuat populasi.8. Faktor-faktor yang terkait dengan kecurangan dalam laporan keuangan9. Faktor-faktor yang terkait dengan penyalahgunaan aset

IVHUBUNGAN MASING-MASING RISIKO AUDITRisiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Oleh karena itu auditor, akan mengendalikan risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko deteksi dengan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk presentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan maksimum. Pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit sangat penting dalam menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.Gambar dibawah melukiskan hubungan antarrisiko. Di situ terlihat bahwa risiko bawaan merupakan kerentanan asersi individual terhadap salah saji material. Risiko ini dapat dicegah atau dideteksi oleh pengendalian intern klien. Namun jika salah saji material tidak dapat dicegah dengan pengendalian intern klien, timbulah risiko pengendalian. Oleh karena itu, melalui audit atas laporan keuangan, auditor independen melakukan verifikasi terhadap asersi individual, dengan harapan salah saji yang ada di dalam asersi tersebut dapat terdeteksi dengan prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor. Namun, jika salah saji material tetap tidak dapat dideteksi oleh prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor, timbulah risiko deteksi. Sebagai akibatnya, jika pengendalian intern klien tidak dapat mencegah dan mendeteksi salah saji material dalam asersi individual, laporan keuangan yang berisi salah saji material akan diberi pendapat wajar tanpa pengecualian. Timbulah kemudian risiko audit risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.Gambar Hubungan Antarrisiko

Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti AuditTerdapat hubungan berlawanan antara materialitas dan bukti audit. Jika materialitas rendah jumlah salah saji kecil saja dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan auditor perlu mengumpulkan bukti audit yang kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji baru dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan auditor hanya perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah sedikit. Demikian pula hubungan terbalik antara risiko audit dengan bukti audit untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Semakin rendah risiko audit auditor bersedia untuk menanggung risiko audit rendah sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semakin tinggi risiko audit auditor bersedia untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah rendah auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja. Hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit dapat dilihat pada gambar dibawah. Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut:1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini:a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.

RISIKO AUDITTINGKAT MATERIALITASBUKTI AUDITGambar Hubungan di antara Materialitas, Bukti Audit, dan Risiko Audit

VSTRATEGI AUDIT AWALTujuan akhir auditor dalam perencanaan dalam pelaksanaan adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya, apakah dalam semua hal yang material, laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).Unsur Strategi Audit AwalDalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat unsur berikut ini : Tingkat risiko pengendalian intern yang direncanakan. Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern yang harus diperoleh. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko pengendalian. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah.Dalam menentukan strategi audit awal, auditor pada dasarnya menentukan titik berat pengujian yang akan dilaksanakan oleh auditor: terutama pada pengujian substantif atau terutama pada pengujian pengendalianPendekatan Terutama SubstantifDalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian intern. Pendekatan ini biasanya mengakibatkan penaksiran risiko pengendalian pada tingkat atau mendekati maksimum. Pada dasarnya ata tiga alasan mengapa auditor menggunakan pendekatan ini :1. Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan. sebgai contoh, auditor akan menjumpai sedikit kebijakan dan prosedur pengendalian intern dalam audit atas laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan kecil yang dioperasikan sendiri oleh pemiliknya.2. Kebijakan dan perosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun dan golongan transaksi signifikan tidak efektif. Sebagai contoh, pengendalian atas transaksi pembelian dan pengeluaran kas yang lemah sehingga auditor merencanakaan jauh sebelumnya untuk melakukan pengujian substantive secara luas terhadap asersi kelengkapan utang usaha.3. Peletakan kepercayaan besar terhadap pengujian substantive lebih efisien untuk asersi tertentu. Misalnya dalam audit atas aktiva tetap, auditor menggunakan pengujian substantive terhadap penambahan, penghentian, penjagaan fisik aktiva tetap untuk membuktikan asersi keberadaan aktiva tetap tersebut.Pendekatan Risiko Pengendalian RendahDalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian substantif.Perbandingan dua strategi audit tersebutPendekatan terutama susbstantif

Pendekatan risiko pengendalian rendah

1. Auditor merencanakan taksiran risiko pengendalian pada tingkat maksimum atau mendekati maksimum.1. Auditor merencanakan taksiran risiko pengendalian pada tingkat moderat atau tingkat rendah.

2. Auditor merencanakan prosedur yang kurang ekstensif untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern. 2. Auditor merencanakan prosedur yang lebih ektensif untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern

3. Auditor merencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.3. Auditor merencanakan pengujian pengendalian secara luas.

4. Auditor merencanakan akan melakukan pengujian substantif secara luas. 4. Auditor merencanakan akan membatasi penggunaan pengujian substantif.

DAFTAR PUSTAKAArens, Alvin A, Randal J. Elder, Mark S.Beasley dan Amir Abadi Yusuf. 2012. Jasa Audit dan Assurance Adaptasi Indonesia. Jakarta: Salemba EmpatMulyadi. 2014. Auditing Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Selemba Empat

15