8.Materialitas n Resiko.doc
-
Upload
rina-clariez-ferishya -
Category
Documents
-
view
116 -
download
3
description
Transcript of 8.Materialitas n Resiko.doc
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja suatu perusahaan merupakan salah satu dari faktor yang sangat
mempengaruhi kesuksesan dari perusahaan itu sendiri. Pada umumnya pada setiap
periode, suatu perusahaan atau organisasi melakukan pengukuran kinerja dari
perusahaannya apakah semakin baik, tidak ada perubahan (stagnan) atau malah
mengalami penurunan. Dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan
ada sebuah tindakan yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan atau organisasi.
Salah satu dari tindakan tersebut adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap
perusahaan itu sendiri atau yang biasa kita kenal dengan istilah auditing. Auditing
merupakan salah satu faktor kunci bagi perusahaan atau organisasi dalam mengetahui
kondisi yang dihadapi oleh perusahaan serta mengetahui langkah-langkah apa saja
yang harus dilakukan agar permasalahan dapat terselesaikan. Selain itu, masih banyak
lagi manfaat auditing bagi perusahaan maupun pihak-pihak yang berada di luar
perusahaan seperti pemegang saham, kreditur, pemerintah, dan lain-lain. Pemeriksaan
yang dilakukan dapat dibedakan menjadi dua yakni, audit internal dan audit eksternal.
Masing-masing memiliki tujuan serta manfaat yang dapat disesuaikan dengan
keinginan klien maupun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan
tersebut. Di dalam makalah ini, akan saya uraikan secara lebih mendetail akan
auditing sehingga diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang
lebih mendalam bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa mengenai auditing serta
hal-hal yang berkaitan dengan auditing.
1
1.2 Tujuan
Tujuan menyeluruh audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat tentang
apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum atau dikenal dengan GAAP.
Untuk itu, auditor harus memperoleh bahan bukti yang cukup dan kompeten sebagai
dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat. Di samping itu pilihan akan bukti
audit dipengaruhi oleh :
1. Pemahaman auditor atas bisnis dan industri klien.
2. Perbandingan antara harapan auditor atas laporan keuangan dengan buku dan
catatan klien.
3. Keputusan tentang asersi yang material bagi laporan keuangan.
4. Keputusan tentang risiko bawaan dan risiko pengendalian.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Materialitas
Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis
laporan audit mana yang tepat untuk diterbitkan dalam suatu kondisi tertentu. FASB 2
(Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitas sebagai berikut :
“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang dalam
hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu memiliki
kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang mengandalkan
informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau kesalahan
penyajian tersebut.”
Bila definisi FASB dibaca secara seksama akan menunjukkan kesulitan yang
dihadapi oleh para auditor dalam menerapkan prinsip materialitaas ini dalam prakteknya.
Definisi tersebut menekankan kepada para pengguna laporan yang menyandarkan diri
mereka kepada laporan keuangan dalam membuat berbagai keputusan. Oleh sebab itu,
para auditor harus memiliki pengetahuan tentang pihak-pihak yang akan memanfaatkan
laporan keuangan klien mereka serta keputusan-keputusan apakah yang akan dibuat.
Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa
terdapat suatu salah saji yang material, maka ia akan menunjukannya pada sang klien
sehingga kesalahan tersebut dapat dikoreksi. Jika sang klien menolak untuk mengoreksi
kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan, maka suatu pendapat wajar dengan
3
pengecualian atau pendapat tidak wajar harus diterbitkan, tergantung pada tingkat
materialitas dari kesalahan penyajian tersebut.
2.1.1 Konsep Materialitas dalam Audit
Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam
penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini kedalam
segmen-segmen
3. Mengestimasi totoal kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen
4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan
5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau
pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat meterialitas
Tahap 1 dan 2 dilaksanakan sebagai bagian dari proses perencanaan serta
merupakan topik-topik utama dalam pembhasana materialitas (perencanaan tentang
rentang uji audit).
Tahap 3,4 dan 5 dilaksanakan sebagai bagian dari proses evaluasi hasil-hasil yang
diperoleh dari uji-uji audit yang telah dilakukan.
2.2 Menetapkan Pertimbangan Materialitas Awal
4
Idealnya, auditor, pada awal masa penugasan audit, terlebih dahulu menetapkan
nilai kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah
material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
(preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini merupakan suatu
pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata
situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal
tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti audit
yang memadai yang harus dikumpulkan.
Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentnag tingkat
materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut dilakukan,
pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang materialitas.
Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat mencakup karena adanya
perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam menetukan pertimbangan awal
atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa pertimbangan awal ternyata
bernilai terlalu besar atau terlalu rendah.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetapan pertimbangan tersebut akan
dibahas dalam subbab berikut :
1. Materialitas lebih merupakan Konsep yang Relatif bukannya Absolut
Kesalahan penyajian atas besaran tertentu mungkin saja bersifat material bagi
perusahaan skala kecil, sedangkan kesalahan penyajian dengan jumlah dolar yang sama,
bagi perusahaan lainnya yang berskala besar, dapat bersifat tidak material. Oleh karena
5
itu tidaklah mungkin menetapkan panduan atas beberapa nilai dolar untuk pertimabngan
awal tentang tingkat materialitas yang dapat diterapkan bagi semua klien audit.
2. Sejumlah Dasar Pertimbangan Diperlukan untuk Mengevaluasi Tingkat
Materialitas
Karena tingkat materialitas ini bersifat relatif, adalah hal yang wajib untuk
memiliki sejumlah dasar pertimbangan agar dapat menentukan apakah kesalahan
penyajian tersebut bernilai material. Laba bersih sebelum pajak umumnya merupakan
dasar pertimbangan utama yang digunakan untuk menetukan tingkat materialitas karena
item ini dianggap sebagai item penting dalam penyediaan informasi kepada para
pengguna laporan keuangan. Contoh-contoh item yang dijadikan dasar pertimbangan
lainnya adalah nilai penjualan bersih, laba kotor, serta total aktiva. Dalam membangun
suatu dasar pertimbangan, merupakan hal yang penting pula untuk memutuskan apakah
kesalahan saji yang ada, secara material, dapat mempengaruhi kewajaran dari berbagai
dasar pertimbangan lainnya yang mungkin dipilih seperti aktiva lancar, total aktiva
lancar, total aktiva, kewajiban lancar dan modal pemegang saham.
3. Faktor-faktor Kualitatif pun Mempengaruhi Tingkat Materialitas
Beberapa jenis salah saji tertentu seringkali lebih penting bagi para pengguna
laporan dibandingkan dengan sejumlah salah saji jenis lainnya, walaupun jika ternyata
nilai dolar dari seluruh salah saji tersebut sama nilainya, contoh:
Nilai-nilai yang melibatkan kecurangan seringkali dianggap lebih penting daripada
sejumlah nilai yang sama tetapi diakibatkan oleh kekeliruan yang tidak disengaja karena
perbuatan kecurangan tersebut merefleksikan kejujuran serta reliabilitas manajemen atau
karyawan lainnya yang terlibat
6
Kesalahan penyajian yang kecil dapat bersifat material jika terdapat kemungkinan
timbulnya berbagai konsekuensi atas sejumlah kewajiban kontrak.
Kesalahan penyajian yang sebenarnya tidak material dapat berubah menjadi material jika
kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi tren pendapatan.
2.2.2 Panduan Ilustrasi
Standar akuntansi dan standar audit tidak memberikan panduan khusus mengenai
materialitas bagi para praktisi. Masalahnya adalah bahwa panduan semacam itu mungkin
dapat diterapkan tanpa mempertimbangkan kompleksitas yang harus dipertimbangkan
oleh auditor dalam mengambil keputusan akhir.
Namun untuk membantu agar dapat memahami dengan lebih baik konsep
penerapan materialitas dalam praktiknya. Berikut panduan digambarkan dalam Figur 7-2
dalam bentuk panduan kebijakan dari sebuah KAP. Perhatikan bahwa panduan tersebut
merupakan formula yang menggunakan satu atau lebih dasar dan rentang persentase.
Penerapan panduan, seperti yang digambarkan berikut ini, memerlukan pertimbangan
profesional yang tinggi.
7
Figur 7-2 Panduan Ilustrasi Materialitas
BUDIMAN, JUMADI, & Rekan
Lenteng Agung, Jakarta 12610
PERNYATAAN KEEBIJAKAN Cecep Budiman
No.321C Anton Jumadi
Judul: Panduan Materialitas
Penilaian profesional digunakan sepanjang waktu dalam menetapkan dan menerapkan
panduan materialitas. Sebagai panduan umum, kebijakan berikut akan diterapkan .
1. Total saji gabungan dalam laporan keuangan yang lebih besar dari 6% biasanya
dianggap material. Total gabungan kurang dari 3% dianggap tidak material jika tidak ada
faktor kualitatif yang mendukung. Salah saji gabungan antara 3-6% memerlukan
penilaian profesional yang paling tinggi dalam menentukan materialitasnya.
2. Ukuran 3-6% harus dihitung dengan menggunakan dasar yang tepat. Seringkali
digunakan lebih dari satu dasar untuk membandingkan salah saji tersebut. Panduan
berikut direkomendasikan dalam memilih dasar yang tepat:
a. Laba rugi. Salah saji gabungan dalam laporan laba rugi biasanya harus diukur
sebesar 3 sampai 6 persen dari laba operasi sebelum pajak. Panduan 3 sampai 6 persen
tepat digunakan untuk tahun dimana laba yang dihasilkan luar biasa tinggi atau rendah.
Ketika laba operasi disuatu tahun tertentu tidak dianggap representatif untuk digunakan
8
sebagai dasar ukuran tersebut. Misalnya, rata-rata laba operasi selama periode 3 tahun
dapat digunakan sebagai dasar yang tepat.
b. Neraca. Salah saji gabungan dalam neraca harus dievaluasi untuk aset lancar,
liabilitas lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan liabilitas lancar, panduannya adalah
sekitar 3 sampai 6 persen, diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan rugi laba.
Untuk total aset, panduannya adalah sebesar 1 sampai 3 persen dan diterapkan dengan
cara yang sama seperti di laporan laba rugi.
3. Faktor-faktor kualitatif harus dievaluasi secara seksama dalam semua pengauditan.
Dalam banyak kasus, faktor kualitatif tersebut lebih penting daripada panduan yang
diterapkan untuk laba rugi dan neraca. Maksud penggunaan laporan keuangan dan sifat
informasi dalam laporan tersebut, termasuk catatan kakinya, harus dievaluasi secara
seksama.
9
Penerapan pada PT Perkakas Prima
Dengan menggunakan panduan Ilustrasi dalam Figur 7-2, marilah kita pelajari
pertimbangan materialitas awal untuk PT. Perkakas Prima. Panduannya adalah sebagai
berikut;
Pertimbangan Materialitas Awal (dibulatkan, dalam jutaan)
Minimal Maksimal ___
Presentasi Jumlah(Rp) Presentase Jumlah(Rp)
Laba operasi 3 Rp. 221 6 Rp. 442
Aset Lancar 3 1.531 6 3.062
Total Aset 1 614 3 1.841
Liabilitas lancar 3 396 6 793
Jika auditor PT. Perkakas Prima memutuskan bahwa panduan umum diatas adalah
wajar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah ada faktor
kualitatif yang secara signifikan mempengaruhi penilaian materialitas. Anggaplah tidak
ada faktor kualitatif yang mempengaruhi penilaian materialitas, jika auditor
menyimpulkan di akhir auditnya bahwa salah saji gabungan atas laba operasi sebelum
pajak kurang dari Rp.221,000,000,- maka laporan tersebut dianggap telah disajikan
secara wajar, Jika salah saji gabungan melebihi Rp.442,000,000, maka laporan tersebut
dianggap tidak disajikan secara wajar. Jika salah saji diantara Rp.221.000.000,-sampai
Rp.442.000.000, maka diperlukan pertimbangan yang lebih hati-hati atas semua fakta
10
yang ada. Auditor kemudian menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar
pengukuran lainnya.
2.3 Mengalokasikan Pertimbangan Materialitas Awal Ke Setiap Bagian
(Salah Saji yang dapat diterima)
Selama masa perencanaan, dapat mengalokasikan materialitas awal pada berbagai
segmen dari proses audit. Alokasi pertimbangan awal tingkat materialitas ke segmen-
segmen (tahap ke-2 dalam penerapan materialitas) merupakan hal yang wajib dilakukan
karena bukti-bukti audit terkumpul berdasarkan segmen bukannya terkumpul
berdasarkan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika auditor telah memiliki
pertimbangan awal tentang tingkat materialitas tiap segmen, pertimbangannya tersebut
akan sangat membantu auditor dalam memutuskan bukti audit apa yang yang tepat untuk
dikumpulkan.
Mayoritas praktisi mengaokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca
daripada mengalokasikannya ke akun-akun laporan laba rugi. Sebagian besar slah saji
yang terkandung dalam laporan laba rugi memiliki tingkat pengaruh yang sama besar
dengan akun-akun neraca, akibat dari berlakunya sistem pembukuan double-entry. Oleh
karena itu, auditor dapat mengalokasikan tingkat materialitas baik ke akun-akun laporan
laba rugi atau ke akun-akun neraca.
Pada saat auditor mengalokasikan pertimbangan awal tingkat materialitas ini ke
saldo akun-akun, maka tingkat materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu
dibahas dalam SAS 39 (AU 350) dinyatakan sebagai salah saji yang masih dapat
ditoleransi (tolerable misstatment) .
11
Terdapat tiga kesulitan utama dlam upaya mengalokasikan tingkat materialitas ke
akun-akun neraca (segmen-segmen): auditor memiliki ekspektasi bahwa sejumlah akun
tertentu mengandung lebih banyak salah saji daripada akun-akun lainnya, baik salah saji
lebih (overstatment) maupun salah saji kurang (understatement) harus tetap
dipertimbangkan, dan biaya-biaya audit secara relatif mempengaruhi pengalokasian ini.
2.3.1 Ilustrasi Alokasi
Tabel 1-1 mengilustrasikan pendekatan alokasi yang dilaksanakan oleh auditor
senior,Fran Moore, atas penugasan audit pada Hillsburg Hardware Co. Tabel tersebut
mengikhtisarkan akun-akun neraca, menggabungkan sejumlah akun tertentu, serta
menampilkan alokasi dari total tingkat materialitas sebesar $737,000 (10% dari nilai
pendapatan operasional). Pendekatan alokasi yang dilakukan oleh Moore bagi Hillsburg
Hardware Co. Adalah dengan mempergunakan pertimbangan profesional dalam
pengalokasian pada akun-akun, dengan mengacu pada dua batasan ketentuan yang
dikembangkan oleh KAP Berger dan Anthony:
12
Tabel 1-1
Neraca 31-12-02 (dalam ribuan) Salah saji yang masih Dapat
Ditoleransi (dalam ribuan)
Kas $828 $10 (a)
Piutang Dagang 18,957 442 (b)
Persediaan 29,865 442 (b)
Aktiva Lancar Lainnya 1,377 100 (c)
Aktiva Tetap 10,340 80 (d)
Total Aktiva $61,367
Utang Dagang $4,720 180 (e)
Surat Utang-total 28,300 - (a)
Utang upah dan utang atas pajak
upah
1,470 100 (c)
Utang bunga dan Utang Deviden 2,050 - (a)
Kewajiban Lainnya 2,364 120 (c)
Modal Saham dan agio modal
saham
8,500 - (a)
Laba ditahan 13,963 NA (f)
Total Kewajiban dan Modal $61,367 $1,474 (f)
NA= tidak dapat diterapkan
13
a). Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil atau nol, karena akun dapat
diaudit selengkapnya dengan tingkat biaya audit yang rendah dan tidak diharapkan
terdapat suatu salah saji sekecil apapun.
b) Nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar karena akun berskala
besar dan diperlukan sampling yang ekstensif untuk mengaudit akun tersebut.
c) Sebagai suatu persentasi dari akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi
bernilai besar, karena akun dapat diuji dengan pengeluaran biaya yang sangat rendah,
barangkali dengan mempergunakan prosedur analitas, jika ternyata salah saji yang masih
dapat ditoleransi tersebut bernilai besar.
d) Sebagai salah satu persentase dari akun, nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi bernilai kecil, karena mayoritas saldo berada dalam akun tanah dan bangunan,
yang saldonya masih tidak berubah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan
tidak perlu diaudit.
e) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai cukup besar karena secara relatif,
diperkirakan terdapat sejumlah besar salah saji.
f) Tidak dapat diterapkan – laba ditahan merupakan suatu akun residu yang akan
dipengaruhi oleh nilai bersih salah saji yang terkandung dalam akun-akun lainnya.
14
Salah saji yang masih dapat ditoleransi bagi setiap akun tidak boleh melebihi 60%
dari nilai pertimbangan awal (60% dari $737,000 = $442,000, dibulatkan) dan total dari
seluruh nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi tidak boleh melebihi dua kali nilai
pertimbangan awal tentang tingkat materialitas.
Alasan atas ketentuan pertama adalah untuk menjaga auditor agar tidak
mengalokasikan seluruh nilai total tingkat materialitas ke dalam satu akun saja. Jika
umpamanya, nilai pertimbangan awal sebesar $737,000 dialokasikan semua pada akun
piutang dagang, maka suatu salah saji senilai $737,000 yang terdapat dalam akun
tersebut akan dinyatakan masih dapat diterima.
Terdapat dua alasan mengapa nilai total salah saji yang masih dapat ditoleransi,
diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan. Pertama, tidaklah mungkin bahwa
semua akun akan mengandung salah saji dengan nilai sebesar nilai slah saji yang masih
dapat ditoleransinya. Kedua, beberapa akun cenderung mengandung salah saji lebih
(overstated), sementara beberapa akun lainnya cenderung mengandung salah saji kurang
(understated), yang mengakibatkan dalam suatu nilai bersih yang cenderung lebih rendah
daripada nilai total materialitas.
Pada prakteknya, seringkali merupakan hal yang sulit untuk meramalkan akun-
akun mana saja yang paling mungkin mengalami salah saji dan apakah salah saji yang
terjadi tersebut merupakan salh saji lebih atau salah saji kurang. Oleh karena itu,
15
merupakan suatu pertimbangan profesional yang sulit untuk melakukan alokasi atas
pertimbangan awal tentang tingkat materialitas kepada masing-masing akun. Sehingga
banyak kantor akuntan publik mengembangkan suatu panduan yang ketat serta berbagai
metode statistika yang canggih untuk melakukan hal tersebut.
Dengan demikian, tujuan dari pengalokasian pertimbangan awal tentnag tingkat
materialitas pada akun-akun neraca adalah untuk membantu auditor memutuskan jenis
bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan bagi setiap akun.
2.4 Memperkirakan Salah Saji dan Membandingkannya dengan Penilaian Awal
Estimasi salah saji dihitung berdasarkan uji-uji audit yang sebenarnya.
Asumsikan, bahwa dalam melakukan audit atas persediaan, auditor menemukan nilai
salah saji bersih sebesar $3,500 dalam sebuah sampel yang berukuran $50,000 atas total
populasi sebesar $450,000. Salah satu cara untuk menghitung estimasi salah saji ini
adalah dengan membuat suatu proyeksi langsung dari sampel yang ada pada populasi
serta dengan menambahkan suatu estimasi atas sampling error. Perhitungan dari
proyeksi langsung atas estimasi salah saji adalah :
Nilai salah saji yang
terkandung dalam sampel ($3,500) X Total nilai populasi yang = proyeksi langsung atas
Total sampel ($50,000) tercatat ($450,000) estimasi salah saji ($31,500)
16
Tabel 1-2 (Ilustrasi Perbandingan Total Estimasi Salah Saji dengan Nilai Pertimbangan
Awal Materialitas)
Akun Nilai salah saji
yang masih
dapat
ditoleransi
Proyeksi
langsung
Sampling
Error
Total
Kas $4,000 $0 $NA $0
Piutang dagang 20,000 12,000 6,000 18,000
Persediaan 36,000 31,500 15,750 47,250
Total nilai
estimasi salah
saji
$43,500 $16,800 $60,300
Pertimbangan
awal tentang
tingkat
materialitas
$50,000
Proyeksi langsung atas piutang dagang sebesar $12,000 tidak diilustrasikan.
Taksiran atas sampling error dapat dihasilkan karena auditor hanya melakukan sampel
atas suatu bagian populasi saja. Dalam contoh diatas, taksiran atas sampling error
diasumsikan sebesar 50% dari proyeksi langsung atas nilai salah saji yang terkandung 17
dalam akun-akun yang uji auditnya dilakukan dengan mempergunakan sampling (piutang
dagang dan persediaan).
2.5 Risiko dalam Audit
Terdapat hubungan yang erat antara materialitas dan risiko. Auditor harus
menggunakan konsep materialitas dan konsep risiko audit dalam menyatakan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa besar salah saji yang terdapat dalam
asersi dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh
besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Auditor menerima beberapa level risiko atau ketidakpastian dalam menjalani fungsi
pengauditan. Auditor mengakui, misalnya adanya ketidakpastian bawaan dalam
ketepatan bahan bukti, ketidakpastian dalam efektivitas pengendalian internal klien, dan
ketidakpastian mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar ketika
audit telah diselesaikan. Auditor yang efektif mengakui bahwa risiko-risiko muncul dan
menangani risiko-risiko tersebut dengan cara yang tepat. Sebagian besar risiko yang
dihadapi auditor sulit untuk diukur dan membutuhkan pertimbangan yang besar sebelum
auditor dapat menanganinya dengan tepat.
18
2.5.1 Ilustrasi Terkait dengan Risiko dan Bukti Audit
Standar kedua pekerjaan lapangan mengharuskan auditor untuk mendapatkan
pemahaman atas entitas dan lingkungan bisnis klien, termasuk pengendalian internalnya,
untuk menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan klien.
Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih jauh
potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka paling mungkin terjadi. Sebelum
mulai membahas model risiko audit, suatu ilustrasi tentang sebuah perusahaan hipotesis
telah disajikan dalam Tabel 9-2 sebagai suatu kerangka referensi atas pembahasan yang
akan dilakukan.
Pertama-tama, tabel ini menampilkan adanya berbagai perbedaan dalam frekuensi
dan ukuran atas perkiraan salah saji pada berbagai siklus (A). Dipercaya bahwa
efektivitas pengendalian intern dalam kelima siklus saling berbeda (B). Pada akhirnya,
auditor memutuskan suatu tingkat kesediaan yang rendah akan kemungkinan masih
terdapatnya salah saji material setelah proses audit atas kelima siklus tersebut selesai
seluruhnya (C). Beberapa pertimbangan sebelumnya (A,B,C) akan mempengaruhi
keputusan auditor tentang rentang yang tepat untuk pengumpulan bukti audit (D).
19
Tabel 9-2
Ilustrasi Perbedaan Bukti Berbagai Siklus
Siklus
Penjualan dan
Penagihan
Siklus
Pengadaan dan
Pembayaran
Siklus
Pengupahan
dan
Personalia
Siklus
Persediaan dan
Pergudangan
Siklus
Penghimpunan
Modal dan
Pembayarannya
Kembali
A. Penilaian
auditor
tentang
ekspektasinya
atas salah saji
material
sebelum
mempertimba
ngkan
pengendalian
intern (resiko
inhern)
Diperkirakan
terdapat
sejumlah salah
saji
(sedang)
Diperkirakan
terdapat banyak
salah saji
(tinggi)
Diperkirakan
terdapat
sedikit salah
saji
(rendah)
Diperkirakan
terdapat banyak
salah saji
(tinggi)
Diperkirakan
terdapat sedikit
salah saji
(rendah)
B. Penilaian
auditor
tentang
efektivitas
pengendalian
intern untuk
mencegah
atau
mendeteksi
Tingkat
efektivitas
sedang
(sedang)
Tingkat
efektivitas
tinggi
(rendah)
Tingkat
efektivitas
tinggi
(rendah)
Tingkat
efektivitas
rendah
(tinggi)
Tingkat
efektivitas sedang
(sedang)
20
salah saji
material
(resiko
pengendalian)
C. Kesediaan
auditor untuk
mengijinkan
munculnya
salah saji
material
setelah ia
menyelesaika
n proses audit
(resiko
akseptibilitas
audit)
Tingkat
kesediaan
rendah
(rendah)
Tingkat
kesediaan
rendah
(rendah)
Tingkat
kesediaan
rendah
(rendah)
Tingkat
kesediaan
rendah
(rendah)
Tingkat kesediaan
rendah
(rendah)
D. Rentang bukti
audit yang
direncanakan
oleh auditor
untuk
dikumpulkan
(resiko
deteksi
terencana /
planned
detection
risk)
Tingkat
menengah
(sedang)
Tingkat
menengah
(sedang)
Tingkat
rendah
(tinggi)
Tingkat tinggi
(rendah)
Tingkat
menengah
(sedang)
21
2.6 Model Risiko Audit dan Perencanaan
Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko
yang ada dalam merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah melalui
penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber dari model risiko audit ini
adalah literatur profesional yang terdapat dalam SAS 39 (AU 350) tentang sampling
audit serta dalam SAS 47 (312) tentang materialitas dan risiko.
Model risiko audit ini umumnya dipergunakan bagi berbagai tujuan perencanaan
untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan pada setiap
siklusnya. Model ini umunya dinyatakan sebagai berikut :
PDR = AAR
IR x CR
di mana :
PDR : planned detection risk (risiko deteksi terencana)
AAR : acceptable audit risk (risiko akseptibilitas audit)
IR : inheren risk (risiko inheren)
CR : control risk (risiko pengendalian)
Contoh siklus persediaan dan pergudangan yang tersaji dalam Tabel 9-2
IR = 100 %
CR = 100 %
AAR = 5%22
PDR = 0.05 = 0.05 atau 5%
1.0 x1.0
2.7 Jenis- Jenis Risiko
Masing-masing dari keempat risiko dalam model risiko audit cukup penting untuk
dibahas secara terperinci.
2.7.1 Risiko Deteksi yang direncanakan (Planned Detection Risk)
Merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal
mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada. Terdapat dua poin utama tentang risiko
deteksi terencana ini.
Pertama, risiko ini tergantung pada ketiga factor lainnya yang terdapat dalam
model. Risiko terdeteksi hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada
salah satu dari ketiga factor lainnya.
Kedua, risiko ini menentukan nilai bukti substantive yang direncanakan oleh
auditor untuk dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi
rencana itu sendiri.
2.7.2 Risiko Bawaan (Inherent Risk)
Merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya
kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material (kekeliruan atau
23
kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan dari
pengendalian intern yang ada.
Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini
dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji
yang material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan
bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji,
maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. Pengendalian
intern diabaikan dalam menetapkan nilai risiko inheren karena pengendalian intern ini
dipertimbangkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian.
Hubungan antara risiko inheren dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit
yang direncanakan adalah risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi
terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
2.7.3 Risiko Pengendalian (Control Risk)
Merupakan ukuran yang dipergunakan oleh auditor untuk menilai adanya
kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai salah saji
yang masih dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak
terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien. Risiko pengendalian ini
memperlihatkan
(1) penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk
mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji, dan
(2) kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada dibawah nilai
maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.
24
Semakin efektif pengendalian intern, maka semakin rendah pula factor risiko
yang dapat dibebankan pada risiko pengendalian.
Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren dan
risiko pengendalian. Kombinasi risiko inheren dan risiko pengendalian ini dapat
dianggap sebagai suatu ekspektasi atas nilai salah saji setelah mempertimbangkan
pengaruh dari pengendalian intern. Sama dengan yang terjadi pada risiko inheren,
hubungan antara risiko pengendalian dan risiko deteksi terencana adalah saling
berlawanan, sementara hubungan antara risiko pengendalian dan bukti subtantif
merupakan hubungan yang searah.
2.7.4 Risiko Audit yang Dapat Diterima (Acceptable Audit Risk)
Merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa
laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit
selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika
auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat risiko akseptabilitas audit yang
lebih rendah, hal tersebut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan
yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material.
Risiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat risiko sebesar 100 persen berarti benar-
benar tidak yakin.
Seringkali, auditor membuat istilah itu dengan audit assurance, overall assurance, atau
tingkat keyakinan bukannya risiko akseptabilitas audit. Audit assurance atau istilah-
istilah lainnya yang ekuivalen merupakan pelengkap dari risiko akseptabilitas audit, yaitu
sama dengan, satu dikurangi risiko akseptabilitas audit. Konsep risiko akseptabilitas audit
dapat dipahami dengan lebih mudah dengan cara membayangkan penerapan ini pada
25
suatu audit yang berjumlah besar. Dengan mempergunakan model risiko audit, akan
terlihat adanya hubungan yang searah antara risiko akseptabilitas audit dan risiko deteksi
terencana, serta hubungab yang saling berlawanan antara risiko akseptabilitas audit dan
bukti audit yang direncanakan.
2.7.5 Perbedaan Antara Risiko-Risiko dalam Model Risiko Audit
Terdapat perbedaan yang penting mengenai bagaimana auditor menilai keempat
faktor risiko dalam model risiko auudit. Untuk risiko audit yang dapat diterima, auditor
memutuskan risiko yang sanggup diterima oleh KAP bahwa terdapat salah saji dalam
laporan keuangan setelah audit diselesaikan, berdasarkan beberapa faktor terkait klien.
Sebagai contoh sebuah klien dimana auditor hanya sanggup menerima sangat sedikit
risiko (risiko audit yang dapat diterima rendah) adalah untuk penawaran umum perdana.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian ditetapkan berdasarkan ekspektasi atau prediksi
auditor terhadap kondisi klien. Sebuah contoh di mana risiko pengendaliannya tinggi
adalah persediaan yang belum terjual selama dua tahun. Sebuah contoh dimana risiko
pengendaliannya rendah adalah adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab yang
memadai diantara bendahara dan bagian pembukuan, Auditor tidak dapat mengubah
kondisi klien tersebut, melainkan hanya dapat membuat perkiraan salah saji. Risiko
deteksi sepenuhnya sangat bergantung pada tiga faktor risiko lainnya, Risiko deteksi ini
hanya dapat ditentukan setelah auditor menilai ketiga risiko lainnya.
2.8 Menilai Risiko Audit yang dapat diterima
Auditor harus memutuskan tingkat risiko akseptabilitas audit yang tepat bagi
suatu audit, dan hal ini lebih baik dilakukan selama fase perencanaan audit. Pertama,
auditor harus memutuskan tingkat risiko bisnis serta menggunakan risiko bisnis ini untuk
memodifikasi tingkat risiko akseptabilitas audit.
26
2.8.1 Dampak Risiko Kontrak Kerja Terhadap Risiko Audit yang dapat
diterima
Risiko perjanjian (engagement risk) adalah risiko yang akan diderita oleh
auditor atau firma audit akibat hubungan dengan klien, walaupun laporan audit yang
dibuat bagi klien tersebut telah dibuat dengan benar.risiko perjanjian sangatlah berkaitan
dengan risiko bisnis klien.
Para auditor belum memiliki kesepakatan tentang apakah risiko bisnis harus turut
dipertimbangkan dalam merencanakan audit. Para oposan atas pernyataan untuk
memodifikasi bukti audit bagi risiko bisnis berpendapat bahwa auditor tidak
menyediakan sejumlah pendapat audit yang berbeda bagi setiap tingkat keyakinan yang
berbeda pula sehingga auditor pun tidak perlu menyediakan tingkat keyakinan yang lebih
rendah atau lebih tinggi hanya karena adanya risiko perjanjian. Sedangkan para
pendukung pernyataan ini berpendapat bahwa merupakan hal yang tepat bagi para
auditor untuk mengumpulkan sejumlah bukti tambahan, menugaskan para staf yang
memiliki lebih banyak pengalaman, serta melakukan review yang lebih mendalam pada
penugasan audit yang memiliki potensi hukum yang tinggi, sepanjang tingkat keyakinan
yang ingin dicapai tidak diturunkan hingga di bawah suatu tingkat keyakinan yang wajar
pada saat tingkat risiko perjanjian yang dimiliki rendah.
2.8.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Audit
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat sejumlah faktor
yang mempengaruhi risiko perjanjian dan selanjutnya mempengaruhi risiko
akseptabilitas audit pula, diantaranya :
27
Tingkat ketergantungan Pengguna Eksternal Laporan Keuangan
Sejumlah faktor yang merupakan indikator yang baik atas tingkat kebergantungan
para pengguna eksternal pada laporan keuangan adalah :
Ukuran usaha klien. Ukuran usaha klien, yang diukur dengan mempergunakan total
aktiva atau total pendapatan, akan memberikan pengaruh [ada risiko akseptabilitas audit.
Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan piblik (PT terbuka) umumnya
dipergunakan oleh lebih banyak pengguna daripada laporan keuangan perusahaan
nonpublik. Bagi perusahaan-perusahaan semacam ini, pihak-pihak yang berkepentingan
atas laporan keuangan termasuk pula SEC, para analis keuangan serta masyarakat umum.
Sifat dan nilai kewajiban. Jika laporan keuangan mengandung nilai kewajiban yang
besar, laporan keuangan tersebut memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
dipergunakan secara luas oleh para kreditur, baik yang telah ada sekarang maupun para
calon kreditur, daripada jika laporan keuangan tersebut hanya mengandung kewajiban
yang kecil.
Kemungkinan bahwa Klien akan Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Penerbitan
Laporan Audit
Beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik atas peningkatan kemungkinan
tersebut adalah :
Posisi likuiditas. Jika secara konstan, klien mengalami kekurangan kas serta modal kerja,
maka hal tersebut dapat mengindikasikan masalah dalam melunasi tagihan-tagihannya di
28
masa yang akan datang. Auditor harus menilai kemungkinan tersebut serta signifikansi
penurunan yang terus menerus atas posisi likuiditas.
Laba (rugi) pada tahun-tahun sebelumnya. Jika perusahaan mengalami penurunan laba
yang cepat atau mengalami kenaikan kerugian selama beberapa tahun terakhir, auditor
harus mulai mengenali sejumlah masalah solvabilitas yang mungkin akan dialami klien
di masa yang akan datang.
Metode pembiayaan pertumbuhan. Semakin klien menyandarkan dirinya pada utang
sebagai alat pembiayaan, semakin besar risiko kesulitan keuangan yang akan dihadapinya
jika kegiatan operasi klien kurang berhasil.
Sifat operasi klien. Beberapa jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren yang lebih
besar daripada sejumlah bisnis lainnya.
Kompetensi manajemen. Kemampuan manajemen ini harus dinilai sebagai bagian dari
evaluasi atas kemungkinan terjadinya kebangkrutan.
2.8.3 Evaluasi Auditor Terhadap Integritas Manajemen
Jika klien memiliki integritas yang patut dipertanyakan, maka auditor
kemungkinan besar akan menentukan tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih
rendah. Perusahaan-perusahaan dengan integritas yang rendah seringkali melaksanakan
kegiatan bisnis mereka dalam suatu tindakan yang dapat mengakibatkan sejumlah konflik
dengan para pemegang saham mereka, para agen pemerintah, serta para pelanggan. Pada
akhirnya, berbagai konflik ini seringkali tercermin pada pemahaman para pengguna
laporan akan kualitas dari audit yang dilaksanakan serta dapat mengakibatkan sejumlah
gugatan hukumm serta sejumlah ketidaksepakatan lainnya.
29
Tabel 9-3 Metode-metode yang Dipergunakan oleh Para Praktisi untuk
Menilai Risiko Akseptabilitas Audit
Faktor-faktor Metode-metode yang Dipergunakan untuk Menilai Risiko
Akseptabilitas
Ketergantungan
pengguna
laporan pada
laporan
keuangan
* Memeriksa laporan keuangan, termasuk catatan kakinya.
*Membaca notulen rapat dewan direksi untuk menentukan berbagai
rencana masa depan
*Memeriksa Formulir 10K bagi sebuah perusahaan publik
*Membahas rencana-rencana keuangan dengan pihak manajemen
Kemungkinan
terjadinya
kesulitan
keuangan
*Melakukan analisa atas laporan keuangan untuk menilai gejala kesulitan
keuangan dengan mempergunakan sejumlah rasio serta berbagai prosedur
analitis lainnya
*Memeriksa laporan arus kas historis maupun laporan proyeksi arus kas
untuk mempelajari sifat arus kas masuk dan arus kas keluar
Integritas
manajemen
Mengikuti sejumlah prosedur yang telah dibahas pada bab 8 tentang
perencanaan audit dan prosedur analitis
2.8.4 Membuat Keputusan Risiko Audit yang Dapat Diterima
Untuk menilai risiko akseptibilitas audit, auditor, pertama-tama harus menilai
setiap faktor yang dapat mempengaruhi risiko akseptabilitas. Tabel 9-3 mengilustrasikan
30
berbagai metode yang dipergunakan oleh para auditor untuk melakukan penilaian pada
masing-masing faktor dari ketiga faktor tersebut.
2.9 Menilai Risiko Bawaan
Masuknya risiko bawaan dalam model risiko audit merupakan salah satu konsep
penting dalam pengauditan. Hal ini mengimplikasikan bahwa auditor harus mencoba
untuk memprediksi di bagian mana kemungkinan terdapat salah saji dalam laporan
keuangan, Informasi ini mempengaruhi jumlah bukti yang akan dikumpulkan auditor,
penugasan staf dan penelahaan dokumentasi audit.
2.9.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Bawaan
Auditor harus mempertimbangkan beberapa faktor utama berikut ketika menilai
resiko pengendalian.
1. Sifat bisnis klien
Risiko bawaan untuk beberapa akun dipengaruhi oleh sifat bisnis klien.
2. Hasil Pengauditan sebelumnya
Salah saji yang ditemukan dalam pengauditan tahun sebelumnya memiliki
kecendrungan untuk terjadi lagi dalam audit tahun berjalan, karena banyak jenis
salah saji yang bersifat sistematis, dan perusahaan cenderung lambat dalam
melakukan perubahan untuk menghilangkan kesalahan tersebut.Sehingga, auditor
dianggap lalai bila hasil pengauditan tahun sebelumnya tidak ia perhatikan selama
penyusunan program audit tahun berjalan.
3. Kontrak kerja Yang Pertama atau kontrak kerja yang berulang
31
Auditor mendapatkan pengalaman dan pengetahuan atas kemungkinan salah saji
setelah mengaudit suatu klien selama beberapa tahun.
4. Pihak-pihak Istimewa
Transaksi antara induk dan anak perusahaan dan antara manajemen dengan entitas
perusahaan, merupakan contoh dari transaksi dengan pihak - pihak istimewa
sebagaimana yang didefinisikan dalam PSAK 57.
5. Transaksi Tidak Rutin
Transaksi yang tidak biasa bagi suatu klien cenderung untuk dicatat dengan tidak
benar dibandingkan dengan transaksi yang sifatnya rutin karena klien sering
kali tidak memiliki pengalaman dalam mencatat transaksi yang tidak biasa
tersebut.
6. Penilaian yang Diperlukan untuk Mencatat Saldo Akun dan Transaksi
dengan Tepat
Banyak saldo akun seperti penyisihan piutang tak tertagih, persediaan yang
usang, kewajiban garansi, perbaikan besar dibandingkan dengan penggantian
sebagian atas aset-aset, dan kerugian cadangan pinjaman bank yang memerlukan
banyak penilaian manajemen dan estimasi.
7. Menyusun Populasi
Seringkali setiap unsur yang membentuk populasi juga mempengaruhi ekspektasi
auditor terhadap salah saji material.
8. Faktor-faktor yang Terkait dengan Kecurangan dalam Laporan Keuangan
dan Penyalahgunaan Aset.
Secara konsep dan praktiknya, sulit untuk memisahkan faktor risiko kecurangan
ke dalam risiko audit yang diterima, risiko bawaan atau pengendalian.. Sebagi
contoh, adanya insentif yang kuat bagi manajemen untuk mencapai ekspektasi
32
laba yang terlalu agresif dapat mempengaruhi pengauditan secara keseluruhan,
sedangkan kerentanan persediaan untuk dicuri hanya akan berpengaruh pada akun
persediaan.
2.9.2 Membuat Keputusan Risiko Bawaan
Auditor harus mengevaluasi informasi yang dapat mempengaruhi risiko bawaan
dan memutuskan faktor risiko bawaan yang tepat untuk setiap siklus, akun dan setiap
tujuan audit. Beberapa faktor seperti kontrak kerja pertama atau kontrak kerja yang
berulang, hanya akan mempengaruhi akun-akun atau tujuan audit tertentu saja.
2.9.3 Mendapatkan Informasi untuk menilai Risiko Bawaan
Auditor mendapatkan informasi yang relevan terhadap penilaian risiko bawaan
selama fase perencanaan. Sebagi contoh, untuk mendapatkan pengetahuan atas bisnis
dan industri klien, auditor mungkin melakukan kunjungan ke pabrik dan kantor klien
dan mengidentifikasikan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Hasil
pengauditan sebelumnya dan transaksi-transaksi yang tidak rutin juga dievaluasi
secara terpisah untuk membantu dalam melakukan penilaian risiko bawaan.
2.10 Hubungan Risiko dengan Bukti Audit dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Risiko
Faktor-faktor yang Risiko Bukti Audit
Mempengaruhi Risiko
Tingkat ketergantunganPara pengguna eksternal
Kemungkinan kegagalan Keuangan
Integritas Manajemen
33
Risiko audityang dapat
diterima
Sifat bisnis klien Hasil audit sebelumnya Kontrak kerja pertama atau D D
IKontrak kerja lanjutan
Pihak-pihak Istimewa Transaksi tidak rutin I I Penilaian yang diperlukan Penyusunan Populasi Faktor-faktor yang terkait
DDengan salah saji yangDisebabkan karena kecuranganDalam laporan keuangan*
Kerentanan asset terhadapTerjadinya penyalahgunaan*
Efektivitas PengendalianInternal
Tingkat keyakinan yangdirencanakan
Figur 7- 4
D = Hubungan Langsung; I = Hubungan Terbalik
*Faktor risiko kecurangan, Faktor tersebut juga dapat berpengaruh pada risiko
audit yang dapat diterima dari risiko pengendalian
Figur 7-4 mengikhtisarkan faktor-faktor yang menentukan setiap risiko tersebut,
pengaruh daari ketiga komponen risiko dalam penentuan risiko deteksi yang
direncanakan, hubungan antra keempat risiko tersebut dengan bukti audit yang
direncanakan. Huruf “D” dalam figure tersebut menandakan hubungan langsung
antara suatu komponen risiko dengan risiko deteksi yang direncanakan atau
dengan bukti audit yang direncanakan. Huruf “I” menandakan hubungan yang
berkebalikan.
Umumnya Auditor menangani risiko dengan cara mengubah keluasan
pengujian dan jenis prosedur audit, termasuk menerapkan ketidak pastian dalam
prosedur audit yang digunakan, Selain melakukan modifikasi bukti audit, terdapat
34
Risiko bawaan
RisikoPengendalian
Risiko deteksiYang
direncanakn
Bukti AuditYang
direncanakan
dua cara lain dimana auditor dapat mengubah auditnya untuk menangani risiko-
risiko.
1. Kontrak kerja mungkin memerlukan lebih banyak staf yang
berpengalaman. KAP harus menugaskan staf yang kompeten dalam semua
kontrak kerja.
2. Kontrak kerja harus ditelaah dengan lebih hati-hati daripada biasanya.
KAP harus yakin bahwa penelahaan yang memadai atas arsip-arsip audit
yang mendokumentasikan perencanaan auditor, pengumpulan bukti dan
kesimpulan-kesimpulan, dan hal-hal dalam pengauditan.
2.10.1 Risiko Audit untuk Setiap Bagian
Risiko audit yang dapat diterima biasanya diukur oleh auditor selama fase
perencanaan dan tetap konstan untuk setiap siklus dan akun utama. Auditor biasanya
menggunakan risiko audit yang dapat diterima yang sama untuk setiap bagian karena
faktor-faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima terkait dengan
keseluruhan pengauditan, bukan pada masing-masing akun.
Beberapa Auditor menggunakan risiko audit yang dapat diterima yang sama
untuk semua bagian berdasarkan pada keyakinan mereka bahwa diakhir pengauditan,
para pengguna laporan keuangan akan memiliki tingkat keyakinan yang sama untuk
setiap bagian dalam laporan keuangan
2.10.2 Menghubungkan Salah Saji dan Risiko yang Dapat Diterima dengan
Tujuan Audit Terkait Saldo
35
Auditor mampu untuk menghubungkan sebagian besar risiko dengan tujuan-
tujuan yang berbeda dan cukup mudah untuk menentukan hubungan antara suatu
risiko dengan satu atau dua tujuan.
2.10.3 Keterbatasan dalam Pengukuran
Salah satu kekurangan dalam penerapan model risiko audit adalah kesulitan
dalam pengukuran komponen-komponen risiko dalam model tersebut. Meskipun
usaha terbaik auditor dalam perencanaan, penilaian risiko audit yang dapat diterima,
risiko bawaan, dan risiko pengendalian, serta risiko deteksi yang direncanakan,
namun penilaiannya sangat subjektif dan hanya merupakan perkiraan atas kenyataan
yang sesungguhnya. Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat
memerhatikan mengenai lebih-audit dan kurang-audit. Sebagian besar auditor lebih
menekankan pada kurang audit, karena kurang-audit dapat menyebabkan suatu KAP
terkena tuntutan hukum dan kehilangan reputasi profesional. Karena focus utama
adalah menghindari adanya kurang-audit, para auditor biasanya menilai risiko secara
konservatif.
2.10.4 Pengujian Terperinci Kertas Kerja Perencanaan-Bukti
Dalam praktiknya auditor mengembangkan beragam kertas kerja untuk
membantu dalam mengaitkan pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi bukti
audit dengan pengumpulan bukti yang tepat. Kertas kerja perencanaan bukti
menunjukkan bahwa faktor-faktor lainnya juga harus ikut dipertimbangkan sebelum
membuat keputusan akhir.
2.11 Hubungan Antara Risiko dan Materialitas dengan Bukti Audit
36
Konsep materialitas dan risiko dalam audit sangat berkaitan erat dan tidak dapat
dipisahkan. Risiko merupakan ukuran atas ketidakpastian, sedangkan materialitas
merupakan ukuran besaran atau tinggi rendahnya. Bersama-sama keduanya
mengukur jumlah ketidakpastian dalam suatu besaran tertentu.
Hubungan antara salah saji yang dapat diterima dengan keempat risiko untuk
merencanakan bukti audit ditunjukan dalam figur 7-6 berikut ini:
Salah Saji Dan Risiko Risiko Bukti Audit Yang Bisa Diterima Yang Direncanakan
D D I
I I
I D I
D= hubungan langsung ; I = hubungan terbalik
AcAR = IR X CR X AcDR
Dimana:
37
Risiko Audit yang
Dapat diterima
Risiko deteksi
direncanakan
Risiko bawaan
Risiko
Pengendalian
Salah saji yang
Dapat diterima
Bukti audit
direncanakan
AcAR = Risiko Audit yang dicapai
IR = Risiko Bawaan
CR = Risiko Pengendalian
AcDR = Risiko deteksi yang dicapai
2.12 Mengevaluasi Hasil
Setelah auditor merencanakan kontrak kerja dan mengumpulkan bukti audit,
hasil-hasilnya juga bias dinyatakan dalam versi evaluasi dari model risiko audit.
Model risiko audit untuk mengevaluasi hasil dapat dinyatakan dalam PSA 25 atau
Figur 7-6.
Penelitian menunjukan bahwa tidak tepat menggunakan rumus evaluasi ini
untuk menghitung risiko audit yang dicapai dengan cara yang dinyatakan dalam
rumus diatas. Walaupun tidak tepat untuk menggunakan rumusan ini untuk
menghitung risiko audit yang dicapai, hubungan-hubungan dalam rumusan ini benar
dan bias digunakan dalam praktiknya. Rumusan itu menunjukkan tiga cara untuk
mengurangi risiko audit yang dicapai ke tingkat yang dapat diterima.
1. Mengurangi risiko bawaan
2. Mengurangi risiko pengendalian
3. Mengurangi risiko deteksi dengan meningkatkan uji audit substantive
2.12.1 Merevisi Risiko dan Bukti
38
Auditor akan menyimpulkan bahwa sudah cukup bukti yang layak terkumpulkan
untuk akun atau siklus tersebut. Bagaimanapun penganganan khusus harus dilakukan
ketika auditor memutuskan, berdasarkan bukti yang dikumpulkan, bahwa penilaian
awal terkait risiko pengendalian atau risiko bawaan ternyata kurang saji atau risiko
audit ayng dapat diterima lebih saji, dalam situasi seperti ini, auditor sebaiknya
mengikuti pendekatan dua langkah :
1. Auditor harus merevisi penilaian awal dari risiko yang wajar adalah pelanggaran
jika membiarkan penilaian awal tidak diubah jika auditor tahu itu adalah tidak
wajar
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak dari revisi terhadapa bukti yang
diharuskan, tanpa penggunaan model risiko audit.
BAB III PENUTUP
39
3.1 Kesimpulan
Materialitas dan risiko adalah konsep mendasar untuk perencanaan audit. Kedua
konsep ini membutuhkan pertimbangan auditor yang signifikan dan keduanya berdampak
langsung terhadap bukti audit yang direncanakan dari auditor. Materialitas penting
karena auditor memberikan keyakinan kepada para pengguna laporan keuangan, bahwa
laporan keuangan itu bebas dari salah saji.
3.2 Saran-Saran
Auditor harus mengembangkan pertimbangan awal tentang materialitas agar bisa
merancang sebuah rencana audit yang akan menyediakan dasar untuk keyakinan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
40
http://supriakuntansisy.blogspot.com/2011/05/materialitas-dan-risiko.html
Elder, Randal J, dkk. 2011. Jasa Audit dan Assuranse.Jakarta: Salemba Empat
http://massofa.wordpress.com/2008/03/28/resiko-pengujian-materialitas/
http://triyatmoko.wordpress.com/2009/02/24/bukti-audit-tujuan-audit-program-audit-dan-kertas-kerja-audit/
http://vinakurniadi.blogspot.com/2009/12/studi-kasus-etika-profesional-risiko.html
41