Materi Kuliah 10 Kajian Variasi Bahasa

22
BEBERAPA PENELITIAN MENGENAI VARIASI BAHASA Pengalihbahasa: Sailal Arimi, S.S., M.Hum 1. Pengantar Tulisan ini merupakan ulasan (review) Bab 7 buku “An Introduction to Sociolinguistics” karya Ronald Wardhaugh (1988). Pada Bab itu Wardhaugh melihat secara saksama kesulitan-kesulitan yang dihadapi para peneliti dalam menggunakan konsep variabel linguistik untuk menguji atau mengamati variasi bahasa pada masyarakat. Ia mengemukakan beberapa penelitian serupa tentang variasi bahasa itu, berikut komentar kritisnya tentang permasalahan-permasalahan yang sesungguhnya dari penelitian tersebut. Kritik yang dimaksudkan oleh Wardhaugh dalam hal ini ialah untuk meluruskan dan menambahkan pemahaman tentang struktur bahasa, fungsi dan pemerolehannya. 2. Penelitian Fisher (1958) tentang Variasi Bunyi [ŋ} dan [n] Penelitian J.L. Fischer (1958) yang berjudul “Social Influences in the Choice of a Linguistic Variant” merupakan salah satu kajian variasi bahasa yang pertama pada tahun 1958. Ia meneliti variabel [ng], tepatnya variasi bunyi [ŋ] dan [n] seperti pada contoh singing /si ŋi ŋ/ yang berlawanan dengan singin’ /si ŋin/. Ihwal varian bunyi [ŋ] ini merupakan fenomena yang muncul pada abad ke-19 dan 20 dulu. Penelitian Fischer yang dilakukan di New England ini mengambil sampel 12 orang anak laki-laki dan 12 anak perempuan yang berusia antara 3 s.d. 10 tahun. Sampel yang ada diinterview menurut tiga situasi yang berbeda-beda, yaitu pada situasi yang sangat formal, kurang formal, dan tidak formal sama sekali. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa anak laki-laki menggunakan lebih banyak bentuk /in’/ daripada anak perempuan, seperti tampak pada tabel berikut. Jenis Kelamin -ing > -in’ -ing < -in’ Anak Laki- laki 5 7 Anak Perempuan 10 2 Tabel 1. Pemakaian Bunyi Akhir –ing dan –in’ Berdasarkan Jenis Kelamin Suplemen II Kajian Variasi Bahasa 1

description

sd

Transcript of Materi Kuliah 10 Kajian Variasi Bahasa

Beberapa Penelitian Mengenai Variasi Bahasa

BEBERAPA PENELITIAN MENGENAI VARIASI BAHASAPengalihbahasa: Sailal Arimi, S.S., M.Hum1. Pengantar

Tulisan ini merupakan ulasan (review) Bab 7 buku An Introduction to Sociolinguistics karya Ronald Wardhaugh (1988). Pada Bab itu Wardhaugh melihat secara saksama kesulitan-kesulitan yang dihadapi para peneliti dalam menggunakan konsep variabel linguistik untuk menguji atau mengamati variasi bahasa pada masyarakat. Ia mengemukakan beberapa penelitian serupa tentang variasi bahasa itu, berikut komentar kritisnya tentang permasalahan-permasalahan yang sesungguhnya dari penelitian tersebut. Kritik yang dimaksudkan oleh Wardhaugh dalam hal ini ialah untuk meluruskan dan menambahkan pemahaman tentang struktur bahasa, fungsi dan pemerolehannya.2. Penelitian Fisher (1958) tentang Variasi Bunyi [} dan [n] Penelitian J.L. Fischer (1958) yang berjudul Social Influences in the Choice of a Linguistic Variant merupakan salah satu kajian variasi bahasa yang pertama pada tahun 1958. Ia meneliti variabel [ng], tepatnya variasi bunyi [] dan [n] seperti pada contoh singing /si i / yang berlawanan dengan singin /si in/. Ihwal varian bunyi [] ini merupakan fenomena yang muncul pada abad ke-19 dan 20 dulu. Penelitian Fischer yang dilakukan di New England ini mengambil sampel 12 orang anak laki-laki dan 12 anak perempuan yang berusia antara 3 s.d. 10 tahun. Sampel yang ada diinterview menurut tiga situasi yang berbeda-beda, yaitu pada situasi yang sangat formal, kurang formal, dan tidak formal sama sekali. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa anak laki-laki menggunakan lebih banyak bentuk /in/ daripada anak perempuan, seperti tampak pada tabel berikut.

Jenis Kelamin-ing > -in-ing < -in

Anak Laki-laki57

Anak Perempuan102

Tabel 1. Pemakaian Bunyi Akhir ing dan in Berdasarkan Jenis Kelamin

Fischer juga membandingkan penggunaan [] dan [n] dari anak laki-laki yang diklasifikasikan oleh gurunya sebagai anak berprestasi (model boy) dan anak nakal (typical boy). Yang ia maksud dengan anak berprestasi adalah anak yang prestasinya baik di sekolah, populer, cerdas, dan baik, sedangkan anak nakal adalah anak bertubuh kuat, nakal, dan tidak takut melakukan sesuatu yang dilarang. Dalam situasi yang sangat formal kedua kelompok anak laki-laki ini menyebut bunyi [] dan [n] tersebut sebagai berikut:

Kelompok Anak-ing -in

Anak Berprestasi381

Anak Nakal1012

Tabel 2. Pemakaianing dan in Berdasarkan Kelompok AnakIa lebih jauh mengamati bahwa anak berprestasi pun akhirnya menggunakan bentuk /-in/ jika situasi semakin tidak formal (lihat tabel 3). Fakta yang lebih menarik ialah bahwa Fischer menemukan pemakaian /-in/ justru pada situasi yang sangat formal, hanya saja anak-anak sedang bersantai. Ternyata pemakaian /-in/ lebih berkaitan dengan kata-kata kerja tertentu seperti kata kerja yang menggambarkan kegiatan sehari-hari, misalnya bahasa Inggris hit memukul, chew mengunyah, swim berenang punch meninju daripada kata-kata kerja yang kedengarannya sudah formal seperti criticize mengkritik, correct membetulkan, read membaca dan visit berkunjung. Sangat

FormalPercakapan FormalPercakapan

Informal

-ing383324

-in13541

Tabel 3. Pemakaianing dan in berdasarkan Tingkat KeformalanDari keseluruhan penelitian yang dilakukannya, maka sampailah Fischer pada kesimpulan bahwa pilihan pemakaian varian [] dan [n] dikaitkan dengan faktor jenis kelamin, tingkat sosial, kepribadian, mood (suasana tegang atau rileks), keformalan percakapan dan kebergantungan pada jenis kata kerja tertentu.Bagi Wardhaugh, kajian Fischer ini sungguh sederhana dan merupakan variabel umum saja. Subjek-subjek sebagai informan terlalu terbatas dan metode pengumpulan datanya terlalu sederhana pula, bahkan tidak diupayakan uji statistik atas temuan itu. Pertanyaan Wardhaugh yang dikemukakannya sebagai bahan diskusi yang cukup menarik dan relevan untuk penelitian mendatang ialah kesulitan apa yang akan dihadapi dalam penelitian bahasa anak tetapi tidak ada dalam bahasa orang dewasa. Bagaimana mengatasi kesulitan itu. Pertanyaan kritis lain adalah, tidak adakah celah berbahaya dalam mendefinisikan anak berprestasi dan anak nakal?3. Penelitian William Labov (1966) tentang Variabel [r]Hasil penelitian William Labov biasanya dipandang sebagai tolok ukur dalam kajian variasi bahasa. Salah satu penelitiannya yang terpenting adalah penelitian mengenai variabel [r] di kota New York pada 1966. Labov meyakini bahwa pengucapan [r] setelah bunyi vokal merupakan ciri pelafalan orang-orang muda bukanlah orang-orang tua, dan mungkin terjadi pada situasi yang semakin formal, serta distribusinya terjadi lebih banyak pada akhir kata seperti, floor lantai daripada sebelum konsonan seperti, fourth keempat. Inilah hipotesis-hipotesisnya.

Untuk membuktikan semua hipotesis itu, Labov mengumpulkan data dari 3 Toserba (Supermarket) di kota New York, yaitu Toserba Saks, Macys dan S.Klein yang secara berturut-turut dikenali sebagai Toserba kelas Atas, Menengah, dan Bawah. Caranya, Labov mengajukan pertanyaan sedang berada di lantai berapa ia, si informan (pramuniaga) akan menjadi on the fourth floor di lantai 4. Labov kemudian berpura-pura tidak mendengar dengan jelas agar mendapatkan jawaban ulangan dari si informan tadi. Hasilnya, sebagai terlihat pada Tabel 4, menunjukkan bahwa terdapat sejumlah 32 dan 31% pramuniaga Toserba Saks dan Macys yang menggunakan semua [r], tetapi hanya 17% di Toserba S.Klein. Ada 79% dari 71 informan di Toserba S.Klein yang tidak memakai [r] sama sekali, tetapi hanya 38% dari 68 informan di Saks dan 49% dari 125 informan di Macys.Saks

(%)Macys

(%)S.Klein

(%)

Semua [r]323117

Sebagian [r]30204

Tidak ada [r]384979

Jumlah Informan6812571

Tabel 4. Persentase Pemakaian [r] pada 3 Toserba di New YorkPada diagram batang berikut tampak distribusi pengucapan [r] pada 3 Toserba di atas. Diagram ini menunjukkan bahwa bunyi [r] lebih banyak disukai oleh penutur di Toserba Saks daripada di Macys, apalagi di S. Klein.Diagram 1. Persentase bunyi [r]: [r] ujaran pertama (I) dan kedua (II) untuk kata /fourth/ (polos) dan /floor/ (terarsir)

di 3 Toserba di New York.

Perulangan ujaran [r] cenderung meningkat untuk kedua kalinya dan ternyata ditemukan lebih dilafalkan pada kata floor lantai daripada fourth keempat. Walaupun agak disayangkan oleh Wardhaugh bahwa temuan ini tidak diujikan secara statistik, namun data tersebut dapat menjadi contoh pola-pola variasi bahasa dalam kajian sosiolinguistik.

Analisis Labov lebih lanjut adalah bahwa di Toserba Saks orang lebih tua menggunakan [r] lebih sedikit. Sementara itu, di Macys hasilnya justru terbalik, yaitu orang lebih tua lebih banyak mengucapkan [r]. Namun, data yang diperoleh di Toserba S.Klein sama sekali tidak bisa ditarik simpulannya. Sebenarnya hipotesis awal Labov ialah bahwa bunyi [r] akan semakin sering muncul jika usia semakin bertambah. Kenyataan ini mengarahkan Labov untuk menarik kesimpulan lain, yaitu bahwa anggota kelompok sosial paling atas dan paling bawah cenderung tidak mengubah pelafalan mereka setelah remaja, akan tetapi anggota kelompok sosial menengah kadang-kadang mereka mengubahnya, kadang-kadang karena hubungan sosial. Untuk hipotesis terakhir ini ia telah mengujinya lewat studi yang lebih komprehensif untuk membuktikan kebenaran itu.

Labov mengakui bahwa dewasa ini di New York pelafalan bunyi [r] pada kata car mobil dan guard pengawal lebih sering. Fakta ini dihubungkan dengan kelas sosial menengah ke atas, meskipun kelompok-kelompok ini tidak selalu mengucapkannya untuk setiap pelafalan dan kesempatan. Akibatnya, kita harus memberi catatan bahwa pengucapan [r] tidak selalu dianggap tinggi atau bergengsi di kota New York. Secara historis, orang-orang New York pada abad ke-18 memang termasuk orang yang tergolong mengucapkan [r] tetapi setelah abad ke-19 menjadi berkurang. Pengurangan bunyi [r] ini mendominasi variasi bahasa hingga Perang Dunia II. Setelah perang itu rupanya pengucapan [r] menjadi berprestise lagi. Hal ini agaknya disebabkan perpindahan penduduk beramai-ramai ke kota. Jadi menurut Labov ada peralihan dari keengganan mereka mengucapkan [r] menjadi keinginan yang menggebu-gebu untuk kembali memakainya, demi prestise.

Hasrat keinginan itu secara jelas ditunjukkan tes-tes yang dilakukan tahun 1960-an. Tes-tes itu memperlihatkan bahwa orang-orang New York kelas menengah atas dan usianya di bawah 40 tahun secara diam-diam mengakui pengucapan [r] meskipun hanya sebagian yang memakainya untuk keseluruhan kata-kata. Orang berusia di bawah 20 tahun juga memakai [r] lebih banyak daripada orang yang berusia antara 20 s.d. 40 tahun. Ini suatu bukti bahwa pengucapan [r] ini berkaitan dengan kenaikan umur. Hanya saja kesulitannya di atas usia 40 malahan turun hingga 60%, dan pemakaian kongkretnya bahkan turun hingga kurang dari 10%.

Grafik berikut merupakan penemuan Labov yang lebih detil. Kali ini ia melihat pengucapan [r] itu berdasarkan gaya tutur (style of speech) dan kelas sosial (social class). Grafik 1. Pengucapan [r] oleh Kelas Sosial dan Gaya Tuturan di New YorkKet: Kelas Sosial-Ekonomi

0-1 kelas bawah

2-4 kelas pekerja

6-8 kelas menengah ke bawah

9 kelas menengah ke atas

Grafik di atas memperlihatkan pemakaian [r] oleh kelompok sosial yang bervariasi dalam gaya tutur yang berbeda-beda, dari tipe tuturan yang paling santai (casual) (misalnya, menceritakan peristiwa bagaimana lolos dari maut), hingga pada tipe tuturan yang paling formal (misalnya, membaca dengan keras sejumlah daftar pasangan minimal seperti /bit/ dan /bid/, /pa/ dan /par/. Sebagaimana di singgung di atas bahwa jumlah pemakaian [r] meingkat karena kelas sosial dan keformalan pilihan wacana tuturan. Akan tetapi, ada satu pengecualian yang menyolok ketika kelompok sosial menengah ke bawah membaca daftar kata dan pasangan minimal, mereka sebaliknya mengucapkan lafal [r] sebagaimana kelas sosial menengah ke atas. Labov menyebut pengecualian ini sebagai cross-over dalam bentuk tulisan dan menyatakan kasus ini sebagai contoh hiperkorek, yaitu gaya melebih-lebihkan agar tuturan yang dihasilkan dipandang lebih berprestise.

Untuk membuktikan bahwa menggunakan rata-rata kelompok akan mengarahkan kita untuk mengambil kesimpulan yang keliru, Wardhaugh mengemukakan sebuah contoh untuk pembuktian ini. Cara kerjanya ialah ambil 2 contoh kelompok berikut, setiap kelompok menghasilkan nilai masing-masing. Kelompok pertama nilainya 30, 70, 75, 80, dan 85. sementara itu kelompok kedua nilainya 75, 76, 77, 78, dan 79. Kelompok pertama memiliki rata-rata 68, sedangkan kelompok kedua 77. Di sinilah terlihat bahaya jika kita menarik kesimpulan tentang perilaku kelompok daripada tentang penampilannya (performance). Kesimpulan yang dapat ditarik mengenai penampilan adalah bahwa kelompok kedua lebih merata atau homogen, artinya mengandung sedikit variasi, sebaliknya kelompok pertama tidak.

Di samping variabel [r], Labov juga menyelidiki beberapa variabel lain dan dari hasil penelitiannya tersebut ditemukan distribusi yang agak berbeda dari variabel [r] dalam fenomena cross-over. Ia juga berusaha mengamati jenis apa saja yang bisa dibuat berkenaan dengan variabel bahasa itu (Labov, 1966). Sebagai gambaran, Labov memilih penggunaan variabel [th] di kota New York dengan memfokuskan pengucapan pada konsonan awal seperti dalam kata thing sesuatu dan three tiga. Ada tiga varian yang mungkin muncul, ialah [t], [t], dan []. Varian yang terakhir merupakan pengucapan standar atau baku, yang di tengah merupakan varian menengah standar, dan yang pertama paling tidak standar. Labov memperlihatkan skor distribusi yang ia sebut indeks [th[ seperti diperagakan grafik di bawah ini. Grafik 2. Stratifikasi Sosial dan Stilistika th dalam Kata thing, three, dll di New York

Semakin tinggi skor indeks semakin besar pemakaian bunyi yang tidak standar. Dari grafik ini Labov juga mengamati bahwa dalam setiap konteks anggota-anggota masyarakat bahasa dibedakan oleh penggunaan variabel, namun setiap kelompok berperilaku sama seperti terlihat pada penurunan grafik yang sejajar pada perpindahan gaya. Namun demikian, individu dalam kelompok tersebut tidak secara sadar mengetahui pola umum ini sebab setiap individu memiliki keterbatasan dalam hubungan sosialnya masing-masing. Variabel linguistik yang sama menandai stratifikasi sosial dan tingkat stilistikanya. 4. Penelitian Peter Trudgill (1974) di Norwich dan J. Cheshire (1978) di ReadingTrudgill melakukan penelitian 16 variabel fonologis yang berbeda-beda di kota Norwich, Inggris pada 1974. Penelitiannya ini melaporkan, dalam banyak hal sama dengan yang diteliti Labov di New York, bagaimana pemakaian berbagai varian tersebut dihubungkan dengan kelas sosial dan tingkat keformalan. Analisis Trudgill terhadap variabel /ng/, /t/, dan /h/ menunjukkan bahwa variannya [], [t], dan [h] seperti dalam kata singing menyanyi, butter mentega dan hammer palu dipergunakan lebih sering ketika seseorang berada pada skala sosial yang tinggi daripada variasi korespondennya [n], [?], dan []. Sebaliknya individu kelompok sosial pekerja ke bawah hampir tidak bervariasi menyebut singin dan ammer. Fakta ini menunjukkan bahwa masing-masing variabel mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Kelompok sosial pekerja ke bawah mengatakan singin (varian in) dan apabila diberikan daftar kata yang berakhiran ing mereka justru mengucapkan [] pada banyak kesempatan.

Data yang diperoleh Trudgill juga mengesankan bahwa variabel /ng/ dapat pula dikaitkan dengan jenis kelamin di samping kelompok sosial itu. Ternyata dari hasil penelitiannya wanita lebih suka menyebut [] daripada pria tanpa memandang kelompok sosialnya. Hanya saja, Wardhaugh dalam hal ini mengkritik tajam Trudgill yang tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mana yang signifikan dan mana yang tidak.

Dua simpulan Trudgill yang penting dari hasil penelitiannya tersebut dapat terlihat pada tabel berikut ini. Kesimpulan pertama adalah saat gaya tuturan konstan semakin ke bawah kelompok sosialnya semakin besar muncul varian nonstandar. Kesimpulan kedua, saat kelompok sosial konstan, semakin kurang formal gaya tuturan semakin besar munculnya varian nonstandar. Dari tabel tersebut tampak bahwa semakin ke kanan dan semakin ke bawah angka-angkanya semakin meningkat.Kelas SosialGaya

Daftar KataTeks BacaanGaya FormalGaya Santai

Kelas Menengah Menengah00328

Kelas Menengah Bawah0101542

Kelas Pekerja Atas5157487

Kelas Pekerja Menengah23448895

Kelas Pekerja Bawah296698100

Tabel 5. Persentase Pemakaian in dalam 4 Modus Tuturan Kontekstual di Norwich

Berbeda dengan Trudgill, J. Cheshire (1978) memfokuskan penelitiannya pada variabel /s/ pada pemakaian bahasa anak-anak yang dibaginya atas 3 kelompok anak laki-laki dan perempuan. Persamaannya, mereka sama-sama melakukan penelitian variasi bahasa di Inggris, Trudgill di kota Norwich, sedangkan Cheshire di kota Reading. Variabel /s/ yang dimaksud di sini ialah pemarkah verba orang ketiga tunggal dalam bahasa Inggris, seperti dalam I knows, you knows, we has, dan they calls. Subjek penelitian terdiri atas 13 anak laki-laki dan 12 anak perempuan yang berumur 9-17 tahun. Asal mereka dari 3 kelompok persahabatan. Kelompok tersebut adalah Shinfield Boys, Arts Road Boys, dan Shinfield Girls. Kesemua kelompok anak itu menggunakan nonstandard, seperti we has, he do, I has to stop in, dan lain-lain.

Pengamatan Cheshire lebih jauh menunjukkan jika sebuah verba mendapat komplemen tertentu (finite complement) artinya verba itu diikuti oleh klausa yang mana verba menjadi pemarkah kala (tense) maka akhiran /s/ tidak dipergunakan, seperti ditemukan dalam kalimat:Oh, I forget what the place is called. (Oh, saya lupa apa nama tempat itu)

I suppose they went to court. (Saya kira mereka pergi (lampau) ke pengadilan

berbeda dengan,

I just lets her beat me. (Saya membiarkan saja ia mengalahkan saya)

I knows how to stick in the boot. (Saya tahu bagaimana melekatkannya di dalam

sepatu boot itu)Lebih-lebih lagi, verba sehari-hari (vernacular) seperti go pergi, kill membunuh, boot menendang dan learn mempelajari akan lebih sering digunakan dengan menambahkan akhiran /s/ menjadi goes, kills, boots, dan learns. Kondisi semacam ini disebut Cheshire sebagai constraints on usage (perintang pemakaian). Akibatnya bentuk verba dasar selalu mendapat akhiran /s/ manakala digunakan pada orang ketiga tunggal, variabel /s/ itu dipakai untuk semua kata ganti orang jika verba sehari-hari. Akan tetapi /s/ tidak digunakan sama sekali jika verba itu memiliki komplemen sebagai pemarkah kala.

Cheshire mengatakan bahwa kultur kedaerahan kelompok anak-anak perempuan harus diberi batasan berbeda sebab anak-anak perempuan memiliki kesukaan atau hobi yang berbeda dari anak laki-laki. Memang, anak perempuan memakai akhiran /s/ seperti anak laki-laki, tetapi mereka tidak memperlihatkan korelasi yang sama antara frekuensi pemakaian dengan skor indeksnya. Karena itu ia menyimpulkan bahwa variasi bahasa itu dikendalikan oleh faktor yang bersifat sosial dan linguistik. Dalam bahasa anak laki-laki, variasi diatur oleh aturan yang bertumpu pada budaya lokal dan variasi ini muncul dalam kelompok. Sementara itu, variasi bahasa yang muncul pada anak-anak perempuan lebih merupakan proses individual dan kurang dikendalikan oleh aturan budaya lokal itu. Tambahan lain yang dirumuskan Cheshire ialah bahwa baik anak laki-laki maupun perempuan tunduk pada bentuk pembatas linguistik, yaitu yang laki-laki menyukai penggunaan yang nonstandar sedangkan yang perempuan menyukai bentuk yang standar. 5. Berbagai Kajian Variasi Bahasa LainnyaKajian variasi bahasa di Detroit (oleh Shuy, Wolfram, dan Riley (1968), Field Techniques in an Urban Language Study) dan tindak lanjutnya dilakukan oleh Wolfram (1969) telah membuahkan rumusan-rumusan yang berharga untuk penelitian saat ini. Kajian di Detroit mendiskusikan penggunaan negasi beruntun (multiple negation) sebagai salah satu variabel di kota itu. Kajian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara pemakai negasi beruntun dengan kelas sosial pemakainya. Dari data yang ada dapat dikatakan bahwa tidak selalu kelompok sosial menengah ke atas menghindari pemakaian negasi beruntun dan tidak pula selalu kelompok pekerja ke bawah memakainya. Tidak ada satu kelas sosial pun yang memakai satu varian dari variabel-variabel itu. Bahasa dalam kelompok sosial apapun sangat variatif, persis sebagaimana terdapat dalam seluruh masyarakat. Walaupun setiap individu menunjukkan sejumlah ketidakkonsistenan dalam hal perilaku kebahasaannya, namun ada pola tertentu yang dapat dilihat pada perilaku itu sendiri. Misalnya, semakin formal situasi tuturan, bahasa seseorang semakin mendekati penggunaan bahasa standar, dan semakin ke atas kelompok sosial penutur semakin standar pula bahasanya. Begitu pula halnya, bahasa anak-anak kurang formal daripada bahasa orang dewasa walaupun berasal dari latar belakang yang sama. Demikian juga, bahasa pria kurang standar daripada bahasa kaum wanita. Kajian Wolfram (1969), A Sociolinguistic Descriptions of Detroit Negro Speech, sebagai lanjutan dari kajian Detroit di atas merupakan upaya untuk mencari distribusi variabel bahasa yang dikorelasikan dengan faktor-faktor seperti kelas sosial, jenis kelamin, usia, dan keaslian ras. Wolfram ingin mengidentifikasi variasi-variasi tuturan yang bisa diasosiasikan seseorang dengan kelompok sosial tertentu di kota itu, seperti, orang kulit putih kelas menengah atas atau orang kulit hitam kelas pekerja bawah. Penelitian ini didasarkan pada data 48 orang kulit hitam yang diambil dari 702 subjek penelitian, ditambah 12 orang kulit putih. Semuanya diseleksi dengan kriteria seperti terlihat pada tabel berikut.

Kelas SosialUmurKulit PutihKulit Hitam

Laki-lakiPerempuanLaki-LakiPerempuan

Kelas Menengah Atas10-1214-17

30-5522

22

2

22

2

22

2

2

Kelas Menengah Bawah10-12

14-17

30-352

2

22

2

22

2

22

2

2

Kelas Pekerja Atas

10-12

14-17

30-352

2

22

2

22

2

22

2

2

Kelas Pekerja Bawah10-12

14-17

30-352

2

22

2

22

2

22

2

2

Tabel 6. Informan yang Digunakan dalam Kajian Wolfram (1969)Pada orang-orang ini ia meneliti 4 variabel fonologis, yaitu penyederhanaan gugus konsonan akhir kata, bunyi tengah dan akhir /th/, suku kata akhir /d/, dan kemunculan /r/ setelah vokal. Ia juga mengamati perilaku 4 variabel gramatikal, yaitu kopula kosong (zero copula) seperti dalam He tired ia letih, nonvarian be seperti dalam He be tired dia letih, akhiran /-s/ contohnya girls gadis-gadis, boys (milik) anak laki-laki, dan goes pergi bervarian dengan bunyi [z] dan negasi beruntun (multiple negation). Diagram 2 di bawah ini menunjukkan hasil rata-rata kelompok dalam penghilangan pemarkah kala orang ketiga tunggal [z].

Diagram 2. Persentase Penghilangan Pemarkah Kala Orang Ketiga Tunggal [z]

dalam Tuturan Orang Kulit Hitam DetroitMenariknya, temuan Wolfram ini bisa dikontraskan dengan temuan penghilangan [r] dalam kajian yang sama (Wolfram, 1969: 110) seperti terlihat pada diagram 3 di bawah ini.

Diagram 3. Persentase Penghilangan [r] pada Kata-Kata seperti farm dan car

dalam Tuturan Orang Kulit Hitam DetroitDalam komentar yang terpisah, Wolfram dan Fasold (1974) berpendapat bahwa kasus penghilangan [r] pada diagram 3 mereka sebut stratifikasi landai (gradient stratification), yaitu progresi mirip-langkah teratur pada rata-rata yang berpasangan dengan pengelompokan sosial. Kasus sebelumnya yaitu penghilangan [z] pada diagram 2 mereka sebut stratifikasi curam (sharp stratification), yaitu adanya patahan tajam antara pasangan kelompok sosial tertentu. Stratifikasi jenis pertama dikatakan bersifat tipikal terhadap distribusi variabel fonologis, sedangkan jenis yang kedua tipikal terhadap variasi gramatikal.

Penemuan Wolfram di Detroit ini menyatakan bahwa status sosial adalah satu-satunya variabel tunggal yang paling penting dikaitkan dengan perbedaan linguistik dengan batasan yang sangat jelas antara kelas menengah bawah dan kelas pekerja atas. Dalam setiap kelas, ditunjukkan bahwa perempuan menggunakan bahasa yang lebih standar daripada laki-laki. Begitu pula halnya orang yang lebih tua lebih sedikit menggunakan bentuk-bentuk nonstandar daripada orang yang lebih muda. Kesimpulan akhir Wolfram adalah bahwa gaya membaca menunjukkan paling sedikit penyimpangan daripada semua bentuk bahasa standar.

Kajian variasi bahasa yang lain dilakukan oleh Macaulay (1977), Sankoff dan Cedergren (1971), dan Sankoff dan Vincent (1977). Macaulay dalam karyanya Language, Social Class, and Education: A Glasgow Study mengamati pemakaian 5 variabel di Glasgow, yaitu vokal dalam kata hit memukul, school sekolah, hat topi dan now sekarang dan kemunculan glotal stop sebagai pengganti bunyi [t] dalam kata better lebih baik dan get mengambil. Ia melakukan survei terhadap 16 orang dewasa, 16 orang berusia 15 tahun, dan 16 berusia 10 tahun dengan jumlah laki-laki dan perempuan sama pada masing-masing kelompok. Ke-48 subjek penelitian ini dibagi ke dalam empat kelas sosial: profesional dan manajer; kerah putih; manual terampil; dan semiterampil dan manual tidak terampil. Dari hasil penelitiannya, Macaulay menemukan korelasi yang jelas antara variasi dan kelas sosial, tetapi ada yang menarik dari observasi ini. Ia mendapati dua kelas paling bawah itu sangat mirip perilakunya. Untuk laki-laki, perbedaan terbesar antar kelas adalah antara kelas teratas (profesional dan manajer) dan kelas dua teratas (kerah putih), sebaliknya untuk perempuan, perbedaan terbesar adalah antara kelas menengah (kerah putih dan manual terampil). Kenaikan usia juga berhubungan dengan kenaikan kelas sosial. Simpulan yang dapat ditarik dari kajian Macaulay ini adalah bahwa perilaku linguistik individu membentuk sebuah kontinum sejalan dengan organisasi sosialnya.

Sankoff dan Cedergren (1971) dalam karya Some Results of a Sociolinguistic Study of Montreal French berhasil merumuskan dari hasil penelitiannya bahwa distribusi varian-varian / l / dalam bahasa Perancis tidak hanya terkait dengan faktor sosial saja, melainkan juga dengan faktor fonologi dan gramatika. Bentuk /l/ dipengaruhi oleh hubungan antara unsur fonologis yang mengikutinya dan apakah ia muncul dalam pronomina personal atau tidak personal, oleh karena itu ia akan identik dengan /il/. Contoh kedua yang juga diteliti di Montreal adalah contoh penelitian negasi /ne/ oleh Sankoff dan Vincent (1977) yang terbit dalam tulisan LEmploi productif du Ne dans le Francais parle a Montreal. Mereka mendapati bahwa /ne/ sama sekali sangat jarang dipakai di Montreal, walaupun tidak berarti tidak ada sama sekali. Ternyata, hasil analisis mereka menunjukkan bahwa pemakaian /ne/ secara khas berfungsi untuk memberi efek atau gaya tutur tertentu bagi penutur dalam mencapai maksudnya. Topik-topik bahasa, perintah, kedisiplinan dan agama adalah faktor-faktor yang cenderung membangkitkan orang-orang Perancis di Montreal untuk mengucapkan /ne/ dengan tepat dan benar.

Terpisah dari penelitian di atas, Hudson (1980) mencoba meneliti pengucapan kata-kata tertentu dalam bahasa Persia, di Teheran. Hasil penelitiannya bagi Wardhaugh kemudian dipuji sebagai ambang yang mengagumkan. Contoh penelitian Hudson ini adalah pemakaian kata /bekon/ Kerjakan!, bunyi vokal pada suku kata pertama bervariasi dengan [e] dan [o] sebagaimana bunyi itu berasimilasi dengan vokal pada suku kata kedua, yaitu akan menjadi mirip ketika diucapkan. Penelitian Hudson ini mengambil 40 informan yang dibagi ke dalam kelompok perempuan dan laki-laki yang masing-masingnya dibedakan atas pendidikannya. Objek sasaran yang diteliti adalah persentase bunyi vokal yang berasimilasi pada setiap penuturan individu. Hasil yang luar biasa menurut Wardhaugh dari kajian Hudson ini ialah betapa kecilnya tumpang tindih nilai antara kelompok-kelompok yang ia bandingkan itu, bahkan boleh dikatakan tidak ada tumpang tindih. Semua laki-laki yang berpendidikan Universitas menggunakan lebih sedikit asimilasi daripada kelompok berikutnya, yaitu yang berpendidikan sekolah menengah. Laki-laki sekolah menengah ini pun memakai lebih sedikit asimilasi daripada laki-laki yang berpendidikan sekolah dasar, dan seterusnya. Begitu pula hal yang terjadi dengan kelompok perempuan.6. Penelitian Lesley Milroy (1980a; 1980b) di BelfastMilroy membuat ancangan yang agak berbeda terhadap kajian variasi bahasa seperti ditulisnya dalam Language and Social Networks (1980a), dan Social Networks and Language Maintenance (1980b). Ia salah seorang peneliti di Irlandia Utara yang tertarik pada pentingnya jaringan sosial (social networks) dalam konteks variasi ini. Ia menggunakan teknik observasi modified participant, yaitu peneliti menjadi bagian dari sistem tempat ia meneliti. Ia diperkenalkan ke dalam situasi itu sebagai teman dari teman, dan analisisnya berdasarkan data yang terkumpul dari sepertiga komunitas laki-laki dan perempuan. Tempat penelitian ini ialah Belfast, sebuah kota tempat berkumpulnya orang-orang urban di Negeri Irlandia utara.Milroy mencoba menempatkan masing-masing informannya pada skala 6 angka yang menandai partisipasi seseorang dalam jaringan itu. Skala 6 yang dimaksud ialah poin untuk menilai daya jaringan individual dalam mempergunakan faktor-faktor kebersamaan pada tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, pengelompokan berdasarkan daerah, kerabat yang bertetangga dekat, bekerja dengan sedikitnya dua orang berjenis kelamin sama dan berasal dari daerah yang sama pula, dan berkelompok dengan mitra kerja dalam waktu istirahat secara sukarela.Setelah mengujikan variabel bahasa yang digunakannya, ternyata Milroy menemukan korelasi yang sangat berarti antara kekuatan jaringan dengan penggunaan bahasa. Pada akhirnya ia pun berhasil menyimpulkan bahwa semakin besar kekuatan jaringan suatu komunitas semakin besar pula varian-varian yang muncul yang teridentifikasi lewat bahasa itu. Simpulannya yang lain ialah bahwa suatu jaringan yang berhubungan erat memiliki kapasitas untuk berfungsi sebagai mekanisme pelaksanaan norma bahasa, tidak ada alasan untuk menduga bahwa norma bahasa dikecualikan dalam proses itu. Apalagi, struktur jaringan yang hubungannya erat muncul sangat biasa pada masyarakat yang berstatus rendah. Milroy juga memberi petunjuk bahwa jaringan yang berhubungan erat dapat dilihat sebagai mekanisme sosial yang penting dalam pembinaan suatu bahasa, dalam hal ini bahasa daerah.7. Beberapa Catatan KontroversialPada bagian terdahulu telah dicatatkan bahwa menentukan jenis perilaku bahasa tertentu adalah mungkin dilakukan jika kita mengetahui pembatas (constraints) yang berkaitan dengan variabel tertentu yaitu faktor-faktor sosial seperti kelas sosial, tingkat keformalan, usia, jenis kelamin dan ras. Labov memberi saran untuk menuliskan kaidah variabel itu dengan bentuk probabilitas. Bagi Wardhaugh justru saran ini tidak tepat. Memang konsep probabilitas sering bisa digunakan untuk menjelaskan variabel tertentu, tetapi ketika akan menjelaskan kasus spesifik konsep probabilitas ini akan gagal. Sebaliknya alternatif yang ada menurut Wardhaugh tinggal kaidah kategorial. Kaidah yang mengatakan jika X maka Y ini mampu menjelaskan ke semua kasus. Penurunan kaidah variabel lewat probabilitas tidak lebih dari hanya mengumpulkan corak-corak umum, kecenderungan atau probabilitas yang ada dalam kelompok sosial itu. Bailey (1973) dan Bickerton (1971) berusaha memodifikasi teori tata bahasa dengan menggabungkan kaidah variabel. Mereka mengakui variabel dalam bahasa tetapi bersikeras bahwa variasi itu hanya bisa dijelaskan dengan cara melihat lingkungan tempat variasi bahasa itu muncul dan hanya bisa dikaitkan pada satu sama lainnya dengan menggunakan sejenis skala acuan. Kita harus menggarisbawahi tentunya bahwa yang mereka maksudkan adalah perilaku tutur individu yang mereka sebut isolek. Sebaliknya secara sosial, Labov dan yang lainnya menyebut perilaku bahasa kelompok sebagai sosiolek.

Bailey dan Bickerton telah mengusulkan konsep, yaitu masing-masing individu mengendalikan sebuah isolek dari suatu bahasa. Masing-masing isolek itu merupakan sebuah lek (lect). Lek-lek suatu bahasa berbeda satu sama lainnya sepanjang rangkai kesatuan yang membentuk polilektal atau jaringan panlektal yang saling berhubungan. Hubungan itu misalnya jika lek A mempunyai ciri X, maka A juga akan mempunyai ciri Y dan Z, tetapi jika lek B mempunyai ciri Y maka tidak mempunyai ciri X, tetapi ia masih akan memiliki ciri Z. Jika lek C memiliki ciri Z maka C tidak bisa memperoleh ciri X sebelum memperoleh ciri Y terlebih dahulu. Teori yang diusulkan Bailey dan Bickerton ini mengurangi jumlah variasi bahasa sehingga para linguis harus mempertimbangkan kembali usulan ini benar-benar. Dengan pendekatan yang dilakukannya, Labov dan Trudgill menyimpulkan bahwa variasi bahasa itu harus ada. Mereka menetapkan faktor kelompok sosial dengan mencari hubungannya lewat skor rata-rata kelompok. Rata-rata kelompok hanya bisa ditemukan jika variasi bahasa ada. Oleh karena itu tugas para linguis sekarang menjadi satu yaitu menjelaskan kapan munculnya varian-varian itu. Demikianlah tujuan kaidah variabel itu.

Bailey dan Bickerton juga membuat pertanyaan yang Labov sendiri tidak pikirkan. Mereka mengatakan semua variasi dalam bahasa diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang sedang berjalan. Variasi adalah penanda perubahan bahasa. Sebaliknya, Labov tidak memandang demikian. Ia mengatakan bahasa tidak bisa dimiliki oleh penuturnya tanpa variasi, akan tetapi hanya bagian variasi itu yang berubah, yaitu menghasilkan perubahan.Kesimpulan lain yang dapat ditarik adalah bahwa distribusi varian-varian suatu variabel bahasa tampak jelas berhubungan dengan perubahan bahasa. Jika kita telah berbicara perubahan bahasa maka dalam konteks variasi ini tidaklah mungkin lagi dipisahkan antara kajian sinkronis dan diakronis dalam domain yang saling melengkapi. Adalah benar bahwa masalah historis dan deskriptif saling berhubungan, demikian menurut Wardhaugh. (Yogyakarta, Sailal Arimi)TABULASI PENELITIANNoNama PenelitiTataranVariabelVariasi

1J.L Fisher (1958)Fonologis/ng/[ ] dan [n]

2.William Labov (1966)Fonologis/r/[r] dan [] atau zero /r/

3.Peter Trudgill (1974)Fonologis/ng/, /t/ dan /h/[ ] dan [n], [t] dan [?],

[th] dan []

4.J. Cheshire (1978)MorfologisPemarkah verba Orang Ketiga Tunggal /s//-s/ dan [] atau zero s

5.Shuy,Wolfram & Riley (1968)LeksikonNegasi BeruntunNegasi Tunggal

6.Wolfram (1969)Fonologispenyederhanaan gugus konsonan akhir kata, bunyi tengah dan akhir /th/, suku kata akhir /d/, dan kemunculan /r/ setelah vokal

GramatikalKopula kosong, akhiran /-s/, Kopula kosong dan nonvarian be, akhiran [-s] dan [z]

7.Macaulay (1977)FonologisBunyi vokal pada kata hit, school, hat, now, dan bunyi glottal stop [?] sebagai pengganti [t] pada kata butter dan get [?] dan [t]

8.Sankoff dan Cedergren (1971)Fonologis dan Gramatikal /l/ (Bhs Perancis)/l/ dan /il/

9.Sankoff dan Vincent (1977)LeksikonNegasi /ne//ne/ dan [] atau zero ne

10.Hudson (1980)FonologisAsimilasi bunyi [e] dan [o] pada kata bekon[e]-[e] dan [e]-[o]

11.Lesley Milroy (1980)Sintaksis?Varian-varian bahasa?Tidak jelas (variabel independennya jaringan sosial.

Catatan :

Semua penelitian di atas masih terfokus pada tataran fonologis, morfologis, leksikon dan sedikit gramatikal. Tataran sintaksis berupa kalimat atau tuturan, wacana dalam kaitannya dengan variabel independen yaitu faktor-faktor sosial belum banyak diteliti, apalagi, seluruh tataran di atas yang sudah dan belum dikaji berdasarkan korelasinya dengan variabel budaya (sailal arimi). Tugas: Pelajarilah Suplemen II dengan teliti, lalu cantumkan hasil pemahaman Anda pada tabel isian yang kosong.

TABULASI PENELITIAN

NoNama PenelitiTataranVariabel DependenVariasiVariabel IndependenSimpulan Penelitian

1J.L Fisher (1958)Fonologis/ng/[ ] dan [n]

2.William Labov (1966)Fonologis/r/[r] dan [] atau zero /r/

3.Peter Trudgill (1974)Fonologis/ng/, /t/ dan /h/[ ] dan [n], [t] dan [?],

[th] dan []

4.J. Cheshire (1978)MorfologisPemarkah verba Orang Ketiga Tunggal /s//-s/ dan [] atau zero s

5.Shuy,Wolfram & Riley (1968)LeksikonNegasi BeruntunNegasi Tunggal

6.Wolfram (1969)Fonologispenyederhanaan gugus konsonan akhir kata, bunyi tengah dan akhir /th/, suku kata akhir /d/, dan kemunculan /r/ setelah vokal

GramatikalKopula kosong, akhiran /-s/, Kopula kosong dan nonvarian be, akhiran [-s] dan [z]

7.Macaulay (1977)FonologisBunyi vokal pada kata hit, school, hat, now, dan bunyi glottal stop [?] sebagai pengganti [t] pada kata butter dan get [?] dan [t]

8.Sankoff dan Cedergren (1971)Fonologis dan Gramatikal /l/ (Bhs Perancis)/l/ dan /il/

9.Sankoff dan Vincent (1977)LeksikonNegasi /ne//ne/ dan [] atau zero ne

10.Hudson (1980)FonologisAsimilasi bunyi [e] dan [o] pada kata bekon[e]-[e] dan [e]-[o]

11.Lesley Milroy (1980)Sintaksis?Varian-varian bahasa?Tidak jelas (variabel independennya jaringan sosial.

PAGE 8Suplemen II Kajian Variasi Bahasa