MATERI ASISTENSI AGAMA ISLAM.doc

17
MATERI ASISTENSI AGAMA ISLAM Mengenal Hakikat Penciptaan Manusia (Ma’rifatul Insan) “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Al-Mukminun : 12-14) Nama-nama manusia Allah SWT dalam Al-Qur’an memberikan nama lain untuk manusia dengan berbagai sebutan dalam bahasa arab. Diantaranya adalah - Al-Ihsan - Bani Adam - An-nas - Al-Basyar PROSES PENCIPTAAN MANUSIA “Hai manusia jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dulu diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hidup

Transcript of MATERI ASISTENSI AGAMA ISLAM.doc

MATERI ASISTENSI AGAMA ISLAM

Mengenal Hakikat Penciptaan Manusia (Marifatul Insan)

Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

(Al-Mukminun : 12-14)

Nama-nama manusia

Allah SWT dalam Al-Quran memberikan nama lain untuk manusia dengan berbagai sebutan dalam bahasa arab. Diantaranya adalah

Al-Ihsan

Bani Adam

An-nas

Al-Basyar

PROSES PENCIPTAAN MANUSIAHai manusia jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dulu diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hidup dan suburlah bumi itu dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj : 5)

Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang berbuat demikian itu adalah Allah (Az-Zumar: 6)

Tiga kegelapan yang dimaksud ayat tersebut adalah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim dan kegelapan dalam selaput yang menutup janin dalam rahim. Seperti yang telah dijelaskan dalam QS. Az-Zumar ayat 6. Hal ini juga tidak terbantahkan secara ilmiah.

Lebih jelas lagi, ayat Al-Quran yang menggambarkan proses penciptaan manusia adalah pada QS. Al-Mukminun ayat 12-14, yang artinya :

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Al-Mukminun: 12-14)

Dari ayat diatas ada 2 kesimpulan isi kandungan ayat tersebut, yaitu :

a. Penegasan Allah swt. bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya yang asal kejadiannya berasal dari saripati tanah. Bagaimana menurut ilmu pengetahuan mengenai asal kejadian manusia? Menurut ilmu Biologi, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan asal kejadiannya adalah dari tanah. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan metode abu bekas bakaran dari makhluk hidup tersebut. Hasil penelitian abu bekas bakaran tersebut diketahui bahwa unsur-unsur asli yang terdapat dalam diri manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sama dengan unsur-unsur yang terdapat dalam tanah, yaitu, oksigen, hidrogen, zat belerang, zat arang, kalium, natrium, iodium, asam arang, air, dan zat-zat lainnya yang berfungsi sebagai pelengkap.

b. Informasi dari Allah swt. tentang proses kejadian manusia ketika masih berada dalam kandungan.

Sesuai ayat tersebut, proses kejadian manusia dalam kandungan yaitu :

Allah swt menjadikan saripati tanah yang terdapat dalam tubuh manusia sebagai nutfah (air yang berisi spermatozoa), yang kemudian ditumpahkan ke dalam qarar (rahim)

Allah swt. menjadikan nutfah sebagai alaqah yang berbentuk gumpalan darah menyerupai buah lecis atau lintah.

Dari alaqah, Allah swt. menjadikannya sebagai mudghoh, yaitu segumpal daging yang menyerupai daging hancur yang telah dikunyah.

Dari mudghoh, Allah swt. menjadikannya sebagai idzam, yaitu tulang atau rangka.

Kemudian tulang atau rangka itu dibalut oleh daging.

Setelah itu Allah swt. menjadikannya sebagai makhluk dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk manusia yang telah berkepala, berbadan, bertangan dan berkaki.

Bagaimana menurut pandangan ilmu pengetahuan tentang proses kejadian manusia?

Menurut ilmu biologi, spermatozoa yang berasal dari laki-laki (suami) melalui proses senggama masuk ke dalam qarar (rahim) wanita (istri). Di dalam rahim, spermatozoa ini bertemu dengan sel telur atau ovum istri sehingga terjadi pembuahan. Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot, kemudian mengalami nidasi atau menempal pada salah satu dinding rahim. Pada titik itulah ia membesar dengan sistem perkembangan sel, yaitu membelah diri dari satu menjadi 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya menurut deret ukur, menjadi berkas sel-sel yang berbentuk seperti buah murbei. Kemudian tumbuh memanjang, gepeng seperti lintah, kedua ujungnya melekat pada dua titik pada dinding rahim, lalu salah satu ujungnya lepas dan terbentuklah segumpal daging yang dihubungkan dengan seutas tali ke dinding rahim ibunya. Dalam proses selanjutnya, daging itu tumbuh menjadi tulang yang beruas-ruas panjang, kemudian berkembang menjadi kerangka badan yang lengkap serta otot menutupi tulang-tulang itu. Sesudah 120 hari atau 4 bulan masa kandungan, maka jabang bayi sudah lengkap dengan segala organ-organ tubuh sebagai manusia dan setelah sembilan bulan sepluh hari bayi tersebut siap dilahirkan.

Unsur Manusia

Manusia hidup dari rangkaian unsur-unsur tertentu yang menyusun struktur kepribadiannya. Allah menciptakan manusia melalui dua tahap. Allah pertama kali menciptakan jasadnya, kemudian meniupkan ruh ke dalam jasad itu, sebagaimana pernyataan Allah swt. dalam ayat di bawah ini :

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan jasadnya), lalu Kutiupkan dari ruh-Ku ke dalamnya, maka bersujudlah kamu sekalian kepadanya. (Shaad: 72)

Jadi, dua unsur utama dalam kepribadian manusia adalah unsur materi yaitu fisik manusia dan unsur ruh yaitu hati dan jiwa manusia. Selain dua unsur tersebut ada satu unsur yang membuat manusia menjadi makhluk Allah yang sempurna dibandingkan hewan dan tumbuhan, unsur tersebut adalah akal.

Ruh merupakan zat yang tak terlihat, tetapi hakekat ruh itu terasa eksistensinya dalam jiwa manusia. Fungsi utama ruh untuk merasakan, meyakini, menghendaki, dan memutuskan. Rasulullah saw mengatakan bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Bila daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun bila daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Segumpal daging itu adalah hati manusia, dalam hal ini konteks pembahasan hati bukanlah hati secara fisik, walaupun hepar juga sangat menentukan kesehatan tubuh.

Akal adalah unsur dalam diri manusia yang berfungsi untuk menampung dan memahami informasi yang disimpan dalam otak, kemudian diproses dalam hati. Karena itulah Al-Quran sering menyatakan bahwa kerja akal itu dalam hati, sebab memang tidak ada jeda waktu dari proses-proses itu. Selanjutnya hasil keputusan hati itu akan menjadi tekad. Dari tekad akan turun ke wilayah fisik menjadi sikap dan tindakan.

Fisik atau jasad memiliki tugas utama yaitu mengekspresikan kehendak dalam bentuk sikap dan tindakan yang diarahkan oleh akal dan keputusan jiwa. Oleh karena itu fisik adalah kendaraan bagi akal dan jiwa kita. Para ulama Islam mengatakan, Jika engkau mempunyai jiwa besar, niscaya ragamu akan lelah mengikuti kehendaknya. Jadi kendaraan ini harus di up-grade kemampuannya dan dipelihara terus menerus, agar sanggup membawa beban akal dan jiwa kita. Sebab setiap masalah yang menimpa kendaraan ini akan mempengaruhi kondisi akal dan jiwa kita.

Ketiga unsur manusia tersebut, adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan pemenuhan kebutuhannya pun harus seimbang.POTENSI MANUSIA

Manusia menyimpan potensi dalam dirinya. Potensi tersebut mengarah pada dua kecenderungan yang berlawanan. Dua kecenderungan tersebut mengarahkan manusia untuk berbuat takwa atau berbuat fujur.

Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepada manusia (jalan) fujur dan taqwa. (Asy-Syams: 8)Fujur adalah representasi semua kebatilan, kejahatan dan keburukan yang semua itu akan menghasilkan dosa dan kesengsaraan dan muaranya adalah neraka. Sementara takwa adalah representasi kebenaran, kebaikan dan keindahan yang semua itu menghasilkan pahala dan kebahagiaan yang muaranya adalah surga. Nah, kita jadi tahu bukan apa yang menyebabkan seseorang bisa masuk surga atau neraka?

Sesungguhnya potensi fujur dan potensi takwa tidak akan pernah bertemu pada satu waktu dalam diri manusia. Tidaklah seseorang berbuat maksiat ketika ia dalam keadaan beriman. Sebaliknya, orang-orang yang sedang kafir tidak sekali-kali melakukan ketaatan kepada Allah. Demikian hadits Nabi menuturkan. Maka, Allah swt. menjanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, balasan sesuatu yang tidak diberikan kepada orang-orang kafir yang berbuat fujur.

Sebagaimana Allah swt berfirman :

Sesungguhnya orang kafir, ahli kitab, dan orang musyrik masuk ke dalam neraka jahanam dan mereka kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Bayyinah: 6-8)

Maka keputusan untuk memilih yang baik (surga) atau yang buruk (neraka) ada pada diri kita. Dan tentu saja, kita ingin berada dalam kebaikan yang selalu kekal di sisi Allah swt.

KEISTIMEWAAN MANUSIA

Ada banyak kelebihan atau keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya, diantaranya adalah:

1. Dalam segi penciptaan

2. Dalam segi Ilmu

3. Dalam segi kehendak

4. Dalam segi posisi

5. Dalam segi kemampuan berbicara

6. Dalam segi tendensi moral

MISI MANUSIA DI MUKA BUMI

Setidaknya, ada tiga misi diciptakannya manusia di bumi ini, yaitu :

1. Beribadah kepada Allah swt

Allah memerintahkan manusia untuk beribadah sebagai bentuk rasa syukur atas karunia dan nikmat yang diberikan-Nya seperti disampaikan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 berikut.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

Jadi tugas utama manusia adalah menyembah (beribadah) kepada Allah, bukan untuk yang lainnya. Ibadah disini dalam arti luas yang tidak melulu shalat, zakat, puasa, naik haji dan sebagainya, namun bermakna luas. Segala sesuatu yang diperbuat seseorang karena ketaatan dan ketundukannya kepada Allah adalah ibadah. Saat kita kuliah dengan niat bismillah mencari ilmu Allah, maka itu bisa dihitung ibadah. Ketika kita tersenyum ikhlas pada saudara seiman itu juga ibadah. Bahkan sekedar menyingkirkan duri/rintangan di jalan pun dikatakan Rasulullah sebagai ibadah. Ibnu Taimiyah mengartikan ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya. Prinsip hidup hanya untuk beribadah jangan dimaknai meninggalkan berbagai aktivitas untuk melaksanakan ritual ibadah tapi dimaknai dengan menjadikan seluruh aktivitas kehidupan bernilai ibadah.

2. Sebagai pemimpin di muka bumi (khalifah fil ardhi)

Allah swt. memilih manusia untuk memimpin dan mengelola bumi dengan seluruh isinya. Hal ini karena kelebihan manusia atas kehendak Allah swt. yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, yakni kecerdasan yang dimilikinya. Perhatikan firman Allah swt berikut:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi. Mereka berkata, Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman, Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau tidak ketahui. (Al-Baqarah: 30)

3. Misi Peradaban (Al Imarah)

Manusia dengan berbagai potensi yang dianugerahkan Allah, adalah makhluk berperadaban. Dengan otaknya, manusia mampu menciptakan karya-karya besar dalam kehidupan ini untuk meramaikan dan memakmurkan kehidupan agar lebih nyaman ditinggali. Allah swt berfirman dalam QS. Hud ayat 61, yaitu Dan kepada Samud (Kami utus) saudara mereka, Salih. Salih berkata, Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhan-ku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya). (Hud : 61)

Bersamaan dengan itu, Islam hadir dengan tuntunan syariatnya yang komprehensif dan integral, yang memungkinkan manusia memberdayakan seluruh potensinya untuk mengemban misi agung sebagai makhluk yang berperadaban, untuk membangun kehidupan dengan bimbingan nilai-nilai luhur Islam.

Mengenal Allah (Marifatulloh)

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci

(Ash-Shaff : 9)

Tiga perkara bagi siapa yang mendapatkan hal itu pada dirinya maka ia akan dapat menikmati manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasulnya lebih ia cintai dari pada yang lainnya; Kedua, tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah; Ketiga, ia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia dari kekufuran itu, sebagaimana ia benci apabila dicampakkan ke dalam api neraka.

(HR Muttafaqunalaih dari Anas bin Malik)

Allah, kebutuhan fitrah manusia

Manusia sadar bahwa dirinya dan apapun yang ada di alam ini pasti ada yang mencipatakan. Keserasian dan keharmonisan roda kehidupan di alam ini merupakan bukti bahwa di atas semua itu, ada zat yang luar biasa. Tak heran jika muncul berbagai aliran animisme, dinamisme, hindu, budha dan lain sebagainya. Itulah sebenarnya nurani kemanusiaa manusia, fitrah manusia yang telah Allah tetapkan dalam ketentuannya. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (Ar Rum: 30).

Bagaimana mengenal Allah

A. Bukti yang didasarkan dan dibenarkan oleh akal (dalil aqli)

Akal kita (asal kita tidak sombong dan ingkar) sebenarnya bisa merasakan keberadaan Allah. Orang bisa mengatakan bahwa alam ini tercipta dengan sendirinya, tapi pernyataan ini bisa langsung dipatahkan dengan argumentasi yang sangat sederhana.

Ustadz Hasan Al-Banna rahimahullah, pernah mendapat sanggahan bahwa alam ini tercipta dengan sendirinya. Sedangkan Allah atau apapun yang menciptakan alam, itu tidak ada. Beliau dengan tenang menjawab: Jika Anda meletakkan sebuah buku di atas meja kemudian Anda keluar dari kamar dan tak lama kemudian mendapati buku tersebut berada di dalam laci, maka secara logis Anda akan berpendapat bahwa pasti ada orang yang memindahkannya karena Anda tahu sifat-sifat buku yang tidak mungkin berpindah dengan sendirinya. Lalu jika suatu ketika Anda melihat seseorang duduk di kursi kemudian Anda meninggalkannya. Ketika Anda kembali orang tersebut tak ada lagi di kursinya melainkan duduk di karpet, secara logis pula Anda tidak akan bertanya siapa yang memindahkannya dari kursi ke karpet karena Anda tahu sifat-sifatnya, bahwa ia bisa berpindah dengan sendirinya. Jadi, sifat-sifat alam semesta ini sebagaimana sifat buku yang tadi saya umpamakan, tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Sedangkan sifat-sifat Allah sejalan dengan perumpamaan kedua. Ia pasti ada dengan sendirinya karena demikianlah sifatnya, Ia tidak membutuhkan sesuatu yang lain di luar dirinya.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (Ali Imran: 190)

Akal pikiran merupakan anugerah terdahsyat yang dimiliki manusia, dan Allah tidak menganugerahkannya kepada makhluk selainnya. Dengan akal pikiran ini manusia dapat belajar, mengamati, dan akhirnya menyimpulkan. Penjelajahan inderawi manusia hanya akan menjadi data-data empiris yang tidak memberi arti apa-apa jika tidak dibaca dengan akal pikiran manusia. Akal pikiran (logika)-lah yang memberi arti data-data alam itu, menghubung-hubungkan, lalu menyimpulkannya. Maka dengan mengamati fenomena alam yang terbentang ini (ayat kauniyah), manusia dengan logikanya sesungguhnya mampu mendapatkan pengetahuan yang sangat luas.

Para ahli filsafat abad-abad silam melakukan penjelajahan filosofinya untuk mendapatkan sebuah hakikat maha penting, yaitu hakikat sumber dari segala alam wujud ini. Ada beragam kesimpulan, namun banyak diantara mereka akhirnya menyimpulkan bahwa dibalik fenomena alam ini ada sebuah kekuatan yang Maha Dahsyat, yang menciptakan alam yang maha luas ini. Jika mereka telah mendapatkan kesimpulan adanya tuhan (what), namun mereka tidak mampu lagi memperoleh informasi lebih lanjut tentang siapakah tuhan itu (who)? Meskipun demikian, kesimpulan awal dari penjelajahan logika ini sudah sangat memberi arti bagi kegelisahan jiwa manusia tatkala mereka belum mendapatkan tuntunan wahyu dari langit yang memberi penjelajahan lebih terperinci. Mungkin, jika para filosof ini berjumpa Nabi dengan wahyu yang dibawanya, merekalah yang akan memberi respon positif pertama kali untuk menerimanya. Ini persis seperti kisah petualangan Ibrahim mencari tuhan, atau kisah beberapa sahabat yang mencari agama yang benar dan akhirnya dipertemukan dengan baginda Rasulullah saw.

B. Bukti yang berasal dari Al-Quran (dalil naqli)

Ada seorang profesor dari Jerman yang juga seorang dokter ahli bedah. Ia seorang yang masih kafir, tapi suka mempelajari ilmu agama (orientalis: belajar untuk diilmui saja, bukan untuk diimani), diantara yang dipelajarinya adalah Islam. Pada suatu hari ia menemukan ayat 92 dari surat Yunus(10) yang berbunyi;

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.

Profesor itu kemudian mencari tahu badan siapa yang diselamatkan Allah seperti yang dimaksudkan dalam ayat itu? Akhirnya dia menemukan jawabannya pada surat Al Baqarah ayat 50,

Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.

Dari ayat itu, sang Profesor berkesimpulan bahwa yang dimaksudkan Allah itu adalah Firaun yang pernah tenggelam di Laut Merah. Setelah mati tenggelam, Allah menyelamatkan jasadnya dengan tidak membuatnya remuk membusuk. Menurut sejarah Mesir, mayat yang tenggelam itu ditemukan di tepi pantai dan oleh rakyatnya, mayat Firaun itu dibalsem dan dimusiumkan di Mesir. Pada tradisi Mesir kuno, mayat-mayat para raja memang biasanya diawetkan dengan cara dibalsem menjadi mummi dan disemayamkan di Piramida, sebuah bangunan yang tersusun dari batu berbentuk limas.

Setelah tahu hal itu, sang profesor ingin membuktikan kebenaran ayat tersebut dengan keahlian yang ia miliki, yaitu ilmu bedah. Ia lalu pergi ke Mesir, tempat tersimpannya mummi Firaun. Ternyata, disana ia tidak hanya menemukan satu Firaun atau yang sering dikenal dengan sebutan raja Ramses. Ia menemukan tiga mummi raja Ramses, yakni Ramses I, II dan III. Lalu manakah yang dimaksud dalam surat Yunus ayat 92 itu? Untuk menemukannya, sang Profesor menggunakan ilmu yang dimilikinya untuk membedah ketiga mummi tersebut. Ternyata, mayat Ramses II-lah yang memiliki tanda-tanda pernah tenggelam. Itu terlihat dari otot-otot tubuhnya yang menegang seperti orang yang mati tenggelam. Bukti lain yang menguatkan adalah adanya salah satu spesies ganggang laut yang ada di Laut Merah terdapat dalam tubuh mummi tersebut.

Setelah kejadian itu, sang Profesor yang semula kafir itu mendapat hidayah. Ia tidak lagi sekadar mempelajari agama, namun sekaligus mengimaninya dan mengamalkan Islam. Ini salah satu contoh yang menunjukkan bahwa dalil naqli (ayat-ayat Al-Quran) membuktikan keberadaan Allah swt.

C. Bukti Fitrah (dalil fitri)

Fitrah artinya hati nurani, nurani adalah bisikan hati yang paling dalam. Mungkin kita sering merasakan hal-hal yang berkaitan dengan ini, nurani tidak bisa berbohong kecuali kita mengingkarinya atau menolaknya. Nah, keberadaan Allah itu sesuatu yang sulit disangkal oleh nurani. Sebab, kita sejak awal sudah dibekali kesaksian tentang Allah seperti dalam ayat berikut ini,

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi,(Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,. (Al-Araaf:172)

Jadi, nurani kita sebenarnya telah terisi kesaksian bahwa ternyata ada Dzat yang Maha Lebih Segalanya dibandingkan kita. Ada kekuatan yang luar biasa kuat menguasai hidup kita. Ada hal-hal yang tidak terjangkau indera kita tetapi nurani kita mengakui adanya.

Al-Quran juga menyebutkan bahwa keimanan kepada Allah swt merupakan pokok atau dasar, dimana setiap rukun akidah bersandar kepadanya atau mengikutinya.Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 136)Adapun keimanan kita kepada Rasulullah merupakan konsekuensi dari keyakinan kepada Allah. Tidak mungkin seseorang meyakini adanya Rasulullah, apabila mereka tidak beriman kepada Allah. Demikian juga, keimanan kepada kitab-kitab dan adanya hari akhir, berdiri di atas pondasi keimanan kepada Allah. Tidak dibenarkan secara logika bahwa seseorang mengingkari Allah tetapi meyakini kitab-kitab Allah. Keseluruhan rukun keimanan berdiri di atas landasan iman kepada Allah. Begitu banyak kehancuran melanda masyarakat paganis yang mengagung-agungkan berhala. Karena kehidupan manusia hanya akan bisa berjalan lurus dan benar apabila berada dalam bimbingan iman kepada Allah swt.

Tauhidullah

Pengenalan kepada Allah menuntutu pengetahuan tentang tauhid. At-tauhid berasal dari kata kerja wahhada-yuwahhidu yang berarti sikap mengesakan. Tauhidullah dibagi menjadi 3 macam tauhid pokok.

1) Tauhid Rububiyah (Allah sebagai Rabb)

Kata rububiyah berasal dari akar rabb, yaitu zat yang menghidupkan, mematikan, menciptakan, memberi rezeki, mengelola, mengatur, dan menguasai alam semesta. Tauhid rububiyah menunjukkan sebuah keyakinan terhadap keesaan Allah, bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang melakukan perbuatan (afal) tersebut. Didalam Al Quran, banyak dijelaskan Allah berkaitan dengan rububiyah yang meliputi fenomena penciptaan, pemberian rejeki, juga pengelolan dan penguasaan alam semesta ini. Seseorang yang mempunyai tauhid yang matang, maka tidak akan terjerumus dalam perbuatan syirik, misalnya menganggap suatu benda memiliki kekuatan gaib, atau meyakini dukun, meyakini hari-hari tertentu, atau isyarat-isyarat tertentu (dari binatang, burung, cuaca) sebagai pertanda terjadinya sesuatu. Tauhid rububiyah Allah SWT (1:2, 7:54), menurut fuungsinya terbagi atas 3:

Khaliqan (pencipta) (25:2, 2:21-22)

Razikan (pemberi rizki) (51:57-58)

Malikan (pemilik) (2:284, 1:4, 114:2, 62:2)

2) Tauhid Mulkiyah

Kata mulkiyah berasal dari akar kata mulk, yang dengannya terbentuk pula kata malik. Tauhid mulkiyah berarti sebuah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang menguasai alam semesta ini, dengan hak penuh penetapan peraturan atas kehidupan. Tidak ada sekutu dalam kekuasaan Allah di alam semesta ini. Dengan sifat mulkiyahnya, Allah berhak menentukan apa saja untuk makhlukNya. Sebagai malik (Yang Memiliki) maka Allah adalah raja atau penguasa. Tauhid mulkiyah Allah SWT (3:2, 3:189) meliputi:

Waliyan (pemimpin) (7:196)

Hakiman (pembuat hukum) (51:57-58)

A,miran (pemerintahan) (3:54)

3) Tauhid Uluhiyah

Jika telah memiliki keyakinan tauhid rububiyah dan uluhiyah, maka tauhid uluhiyah adalah pengejawantahan dari sikap kepasrahan dan penghambaan yang paripurna hanya kepada Allah SWT. Uluhiyah atau ilahiyah berasal dari kata ilah. Dalam bahasa arab kata ilah memiliki akar kata a-la-ha yang memiliki arti atara lain tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah. Semua makna ini sesuai dengan sifat-sifat dan kekhususan zat Allah SWT. Makna tauhid uluhiyah adalah sebuah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang memiliki dan menguasai langit, bumi dan seisinya, satu-satunya yang wajib ditaati, yang menentukan segala hukum dan aturan, yang melindungi dan Dialah yang menjadi tumpuan harapan dab kepadaNya ditujukan semua amalan, dan pada puncaknya Dialah satu-satunya Ilah yang Maha berhak disembah.

4) Tauhid Asma wa Sifat

Asma adalah jamak dari kata ismun, yaitu nama-nama. Dengan demikian, tauhid asma wa sifat berarti keyakinan bahwa Allah adalah esa dalam nama-nama-Nya. Kita diperintahkan untuk menerima dan mengimani nama serta sifat Allah sebagaimana yang disampaikan sendiri oleh Allah didalam Al Quran dan Rosulullah SAW dalam sunah, apa adanya, tanpa menambah, mengurangi, menolak, mentakwilkan ataupun mengandaikan. Memahami dan mendalami asma dan sifat Allah merupakan hal yang penting bagi kita sebagi hamba-Nya yang beriman. Karena sebuah sikap biasanya akan ditentukan oleh sejauh mana pengenalan seseorang terhadap pihak yang disikapi.

Urgensi mengenal Allah

1) Istiqomah di jalan Allah

2) Stabil dan optimis

3) Berani dan tidak pengecut

4) Hidup penuh berkah

5) Ikhlas dalam beramal

6) Tidak mudah putus asa