Gerakan politik Islam.doc

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang Sebagai bangsa yang berdaulat Indonesia memiliki untaian sejarah yang cukup memprihatinkan yaitu pada masa kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa. Lebih dari tiga ratus lima puluh tahun Indonesia berada dalam pemerintahan Hindia Belanda dan hampir tiga setengah tahun berada dalam otoritas Jepang. Kurun waktu itu rakyat berada dalam kondisi sengsara, miskin dan tersiksa akibat kebijakan pemerintahan kolonial yang ekploitatif dan menindas seperti ditunjukan dengan kebijakan kerja paksa. Konstalasi politik global akhirnya membuka tabir penindasan di Indonesia ini, runtuhnya grejaisme di Eropa Barat dan ambruknya feodalisme di beberapa negara di dunia sebagai akibat dari perubahan zaman dan struktur sosial yang ditandai dengan pergeseran status sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat indistri, turut memberikan kontribusi terhadap bangkitnya gerakan-gerakan di belahan dunia yang lainnya. Kemunculan gerakan-gerakan ini tentunya dengan latar belakang yang beraneka ragam ada yang berlatar belakang agama sehingga melahirkan Kristen Protestan yang dipimpin oleh Martin Luther sedangkan dalam bidang 1

Transcript of Gerakan politik Islam.doc

Page 1: Gerakan politik Islam.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Sebagai bangsa yang berdaulat Indonesia memiliki untaian sejarah yang

cukup memprihatinkan yaitu pada masa kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa. Lebih

dari tiga ratus lima puluh tahun Indonesia berada dalam pemerintahan Hindia

Belanda dan hampir tiga setengah tahun berada dalam otoritas Jepang. Kurun

waktu itu rakyat berada dalam kondisi sengsara, miskin dan tersiksa akibat

kebijakan pemerintahan kolonial yang ekploitatif dan menindas seperti ditunjukan

dengan kebijakan kerja paksa.

Konstalasi politik global akhirnya membuka tabir penindasan di Indonesia

ini, runtuhnya grejaisme di Eropa Barat dan ambruknya feodalisme di beberapa

negara di dunia sebagai akibat dari perubahan zaman dan struktur sosial yang

ditandai dengan pergeseran status sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat

indistri, turut memberikan kontribusi terhadap bangkitnya gerakan-gerakan di

belahan dunia yang lainnya. Kemunculan gerakan-gerakan ini tentunya dengan

latar belakang yang beraneka ragam ada yang berlatar belakang agama sehingga

melahirkan Kristen Protestan yang dipimpin oleh Martin Luther sedangkan dalam

bidang politik ditandai dengan bangkitnya kaum terjajah melakukan perlawanan

untuk menjadi negara merdeka dari sikap tirani dan ekploitatif kaum imperial

yaitu rasa nasionalisme. Fenomena seperti ini menyebar ke seluruh belahan dunia

termasuk di Indonesia yang ditandai oleh munculnya gerakan Islam dan

nasionalisme di Indonesia.

Gerakan Islam sejak zaman penjajahan memang telah terlibat dalam

aktivitas yang bersifat politis. Kondisi seperti ini lebih diakibatkan oleh peranan

Islam yang begitu menentukan dalam meraih kemerdekaan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Gerakan dan peperangan yang di pelopori oleh Imam

Bonjol dalam Perang Paderi, Pangeran Diponegoro, Perang Aceh dan serentetan

aksi-aksi perjuangan Islam lainnya dapat dijadikan indikator. Dengan meminjam

1

Page 2: Gerakan politik Islam.doc

adagium yang cukup populer bahwa “bangsa yang besar adalah bangsa yang

pandai menghargai jasa para pahlawannya”. Namun, tentunya bukti nyata dari

apresiasi ini adalah terus berkarya dan berkreativitas dalam mengisi

pembangunaan bangsa, meneruskan perjuangannya yang belum tercapai serta

tetap memiliki rasa nasionalisme yang tinggi disertai dengan nilai-nilai religiositas

yang cukup militan. Apabila kedua unsur tersebut berintegrasi pada seorang warga

bangsa maka hampir bisa dipastikan negara tesebut memiliki harkat dan martabat

yang cukup tinggi di mata dunia internasional.

Dalam konteks Indonesia, Islam telah menjadi identitas masyarakat

Indonesia yang membedakan dari bangsa penjajah, bahkan Islam sudah

merupakan simbol pemersatu masyarakat dunia internasional khususnya di

kawasan Asia Tenggara. Eksistensi Islam di kawasan ini terlihat sangat dominan

terutama sebelum kemerdekaan Republik Indonesia tangggal 17 Agustus 1945.

Menurut para pengkaji sejarah, pada dasawarsa inilah banyak masyarakat

Indonesia yang menjadi pengajar keagamaan di negara-negara tetangga seperti di

Malaysia dan Brunai Darussalam, kondisi yang sedikit berbeda dengan

perkembangan kekinian.

Gerakan Islam dan nasionalisme adalah dua unsur yang bahu-membahu

dalam memformulasikan sebuah negara-bangsa (nation state) yang pada

perkembangan selanjutnya disebut Indonesia. Kedua unsur inilah yang

membuahkan hasil yang teramat besar yaitu Kemerdekaan Indonesia. Kendati

demikian elemen bangsa lain tidak sedikit kontribusinya. Pergulatan politik pada

masa kemerdekaan Indonesia adalah manuver-manuver politik yang masih murni

sebagai gerakan nasional yang melakukan resistensi terhadap penjajah dalam hal

ini adalah Hindia Belanda dan Jepang. Gerakan politik pada masa ini ditandai

dengan sikap yang masih menjunjung tinggi kebersamaan dan meminimalisasi

aspek-aspek yang justru akan menimbulkan perpecahan dan pada ujungnya

menyebabkan sulitnya mewujudkan kemerdekan Indonesia.

Kekuatan Gerakan Islam dan nasionalis merupakan kekuatan determinan

dalam kancah politik Indonesia pada masa kemerdekaan, sungguhpun demikian

kedua kekuataan ini di topang pula oleh komitmen Indonesia merdeka tanpa

2

Page 3: Gerakan politik Islam.doc

penjajahan. Pendapat yang cukup analitis diungkapkan tokoh intelektual muda

Bachtiar Effendy, pengamat politik terkemuka ini menandaskan bahwa tidak bisa

diragukan lagi bahwa Islam sangat menentukan dalam upaya nasionalis bangsa

Indonesia. Hal ini didukung pula oleh berbagai pengkaji nasionlisme bahwa Islam

Indonesia berfungsi sebagai mata rantai yang menyatukan rasa persatuan nasional

dalam menentang kolonialisme.

Secara psykologis nasionalisme berfungsi sebagai pondasi utama

timbulnya suatu negara kesatuan yang terdiri dari pulau-pulau. Nasionalime

merupakan perasaan subyektif sekelompok orang manusia bahwa mereka satu

bangsa dan cita-cita mereka serta aspirasinya dapat tercapai jika mereka

bergabung dalam sutu negara atau nation.

Dalam hal ini patut dikemukakan pendapat seorang filosuf Perancis Ernest

Renan-sebagaimana dikutip oleh Soekarno, bahwa “pemersatu bangsa bukanlah

kesamaan bahasa atau kesamaan suku bangsa, tetapi tercapainya kembali ke masa

depan”.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, terdapat silang pendapat yang bersifat

teoritis antara dua tokoh nasional Indonesia yaitu Ahmad Hassan dan Soekarno.

Bagi proklamator kemerdekaan Indonesia ini nasionalisme Indonesia bukanlah

nasionalisme sempit yang timbul dari kearogansian (kesombongan) bangsa

semata-mata tetapi nasionalisme kosmopolitan (luas) yang timbul dari

pengetahuan tentang sejarah atau gubahan riwayat jiwa.

Sementara itu menurut A. Hassan yang juga tokoh Persatuan Islam

(PERSIS) ini, ia mengatakan bahwa nasionalisme sama dengan ‘ashabiyyah,

berpegang teguh pada ‘ashabiyyah dan berjuang dengan ‘ashabiyyah maupun

menggunakan dasar atau landasan ‘ashabiyyah adalah tidak termasuk golongan

Nabi Muhammad SAW maka, atas dasar ini bisa disimpulkan bahwa nasionalime

atau paham kebangsaan bertentangan dengan ajaran Islam. Perseteruan pendapat

ini nampaknya dapat termediasi oleh pernyataan M. Natsir yang juga aktivis

PERSIS ini dengan paparannya bahwa “ pergerakan Islam yang membuka jalan

medan politik tanah air ini, yang menanamkan bibit persatuan Indonesia, yang

3

Page 4: Gerakan politik Islam.doc

menyingkirkan sifat kepulauan dan keprovinsian dan menanamkan persaudaraan

dengan kaum senasib di luar batas Indonesia dengan tali keislaman yang lebih

kokoh dan permanen.

Dari sekilas perdebatan teoritis di atas, nampaklah bahwa kebhinekaan di

Indonesia telah memberikan inspirasi yang beraneka ragam pula dalam

menuangkan gagasan tentang kenegaraan. Hal ini pula yang menjadi sebuah

indikator penyebab terbentuknya ideologi negara Republik Indonesia yang

memayungi pluralisme. Unsur yang cukup dominan dalam pembentukan ideologi

Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah gerakan Islam dan Nasionalis,

dimana gerakan nasionalis di motori oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang

dikomandani Soekarno sedangkan gerakan Islam dimotoroti oleh H. O. S Tjokro

Aminoto melalui Sarekat Islam-nya pada tahun yang bersamaan yaitu pada tahun

1927. Dengan dilatar belakangi oleh pemikiran di atas, penulis termotivasi untuk

membedah lebih lanjut dan lebih luas tentang persaingan gerakan Islam dan

nasionalis dalam membentuk ideologi negara yang pada gilirannya menghasilkan

Pancasila sebagai falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.2 rumusan masalah

1. Bagaimana konsep hubungan negara dengan agama?

2. Bagaimana Politik Keagamaan Masa penjajahan?

3. Bagaimana Politik Keagamaan Masa Kemerdekaan?

1.3 tujuan masalah

1. Memahami konsep hubungan negara dengan agama.

2. Mengetahui Politik Keagamaan Masa Penjajahan.

3. Mengetahui Politik Keagamaan Masa Kemerdekaan.

4

Page 5: Gerakan politik Islam.doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep hubungan negara dengan agama

Pada banyak buku atau tulisan-tulisan, ada yang menyatakan bahwa agama

dan negara menjadi satu. Adapula yang menyatakan agama dan negara tidak dapat

bersama dan harus dipisahkan dengan tegas. Tetapi ada juga yang mengambil

jalan tengah dengan memberikan porsi tertentu dalam negara untuk ditempati

aspek-sapek agama (Wardi, 2007). Di Eropa pernah terjadi sebuah kondisi dimana

agama dan negara menjadi satu, yaitu pada masa sebelum abad tengah. Namun

pada zaman abad tengah sampai sekarang, agama dan negara di Eropa dipisahkan

kembali (Mas’udi, 2008).

Menurut pandangan Jibran (2000) pada ideologi sosialis atau komunis agama

jelas tidak mendapat tempat karena berbeda dalam melihat kebenaran. Pada

ideologi kapitalis atau liberalis agama diakui sebagai ranah pribadi dan bukan

ranah publik. Konsep ini disebut sekularisasi. Adanya pernyataan bahwa

Indonesia adalah negara sekuler adalah contradictio in conception, bertentangan

dengan makna pembukaan UUD 1945. Dalam NKRI hubungan agama dan negara

tidak bersifat dikotomis akan tetapi komprehensif integral yang didasar budaya

religius bangsa Indonesia (Armawi, 2009). Jadi lebih bersifat substansif yang

berarti nilai-nilai agama (Islam khususnya) menjadi dasar, acuan, dan pedoman

dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan negara.

2.2 Politik Keagamaan Masa Penjajahan

2.2.1 Zaman Penjajahan Belanda

Belanda datang ke Indonesia dengan motif utama perdagangan

(Steenbrink, 1995). VOC yang dibentuk untuk keperluan dagang juga dipakai

untuk bergerak di bidang politik. Para tokoh lokal berusaha mencari cara untuk

menggelorakan semangat untuk melawan Belanda, yaitu dengan memberi

5

Page 6: Gerakan politik Islam.doc

semangat sentiment anti agama yang berbeda. Belanda dipandang sebagai orang

kafir yang harus diperangi, dan jika mati tergolong mati sahid. Motif ini mendapat

sambutan antusias dari masyarakat sehingga perlawanan terhadap Belanda

semakin kuat.

Kelompok masyarakat yang menggunakan sentiment agama terlihat pada

perang Jawa (perang Diponegoro). Kyai Mojo merupakan salah satu panglima

perang yang memperkuat motif agama dalam peperangan. Perang yang

berlangsung selama lima tahun memiliki dampak sebagai berikut.

1. Menyangkut ekonomi Belanda,

2. Menyebarkan gerakan anti Belanda yang dilandasi sentimen agama,

3. Meluasnya pesantren di Jawa Timur dan pedalaman Jawa Tengah.

Selain Perang Diponegoro, juga terdapat Perang Imam Bonjol yang

menggunakan motif agama. Walaupun kalah, tapi semangat untuk melawan

kolonial yang dianggap sebagai pemerintahan kafir menjadi memori kuat dalam

masyarakat.

Sedangkan pergerakan yang dipelopori oleh ulama’dalam ruang lingkup

yang lebih kecil sebagaimana peristiwa Haji Hasan di Jabar, peristiwa Gedangan,

peristiwa Cilegon, dan peristiwa Cebolek. Dalam pertiwa tersebut ulama menjadi

sentral penggerak pemberontakan yang menegaskan pentingnya sentimen

antiagama sebagai modal dalam melawan kolonial Belanda dan penguasa pribumi

(Suminto, 1985).

Deliar Noer menjelaskan bahwa kaum nasionalis Islam yang eksis pada

masa pergerakan nasional hingga lahirnya kemerdekaan mempunyai benang

merah dengan apa yang terjadi dan yang telah dilakukan oleh kaum ulama. Kaum

nasionalis Islam dikatakan dari kalangan pemuda yang berkenalan dengan

pendidikan pesabtren atau mempunyai hubungan pemikiran dengan kalangan

ulama. Pendapat ini perlu dikaji karena lahirnya SDI (1911) bukan karena motif

agama, tapi karena motif ekonomi. Kemudian SDI berubah menjadi SI (1912)

dengan kekuatan politiknya yang cukup kuat untuk memperjuangkan keberadaan

Islam. SI kemudian berubah menjadi PSI, yang kemudian berhubungan dengan

6

Page 7: Gerakan politik Islam.doc

gerakan Islam dunia yang disebut sebagaikongres kilafah dunia. Gerakan yang

dikenal sebagai PanIslamisne berusaha membebaskan Islam dari keterbelakangan

dan mengangkat umat Islam sejajar dengan kaum penjajah. Dan yang terakhir PSI

berubah menjadi PSII.

Selain PSII, gerakan Islam yang lainnya adalah PERTI, Muhammadiyah,

dan NU. Organisasi tersebut pada masa penjajahan Belanda diidentiikan dengan

golongan nasionalis Islam yang menginginkan berdirinya sebuah negara yang

berdasarkan ajaran Islam (Suhelmi, 2002). Pada dasawarsa kedua mulai terjadi

pertentangan terbuka antara kelompok masionalis Islam dengan kaum nasionalis

sekuler. Kolonial Belanda tampaknya menikmati kejadian tersebut, namun tetap

memberlakukan politik garis keras terhadap kaum pergerakan. Menjelang akhir

kekuasaan Belanda, kaum nasionalis Islam bergabung dalam satu wadah bernama

Majlis Ala Hindis Sarqiyah (MAIHIS) dan kaum nasional sekuler bergabung

dalam Perhimpunan Partai-Partai Politik Kebangsaan Indonesia. Namun keduanya

dibubarkan ketika Belnda angkat kaki dari Indonesia.

Reaksi pemerintah kolonial Belanda terhadap pergerakan politik Islam

antara lain dengan menjalankan pemikiran Snouck Hurgronye (musuh kolonial

Belanda bukan Islam sebagai agama, namun Islam sebagai doktrin politik).

Hurgronye membagi Islam menjadi tiga aspek, yaitu Islam murni untuk ibadah,

Islam untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, dan Islam politik. Pada aspek

pertamakolonial Belanda cenderung netral. Pada aspek keduakolonial Belanda

menerapkan politik asosiasi kebudayaan. Dan pada aspek ketiga kolonial Belanda

berusaha untuk menekan dan mencegah berkembangnya politik Islam, terutama

Pan Islamisme. Kolonial Belanda memberlakukan politik Islam tidak selalu

konsisten, hanya pada aspek ketiga kolonial Belanda memberlakukan dengan

tegas.

2.2.2 Zaman Penjajahan Jepang

Keberhasilan menyingkirkan Belanda dari Indonesia disambut dengan

tangan terbuka oleh bangsa Indonesia.namun penjajah Jepang cukup cerdik

melihat potensi kekuatan polits yang ada saat itu, yaitu adanya golongan yang

berlatar nasionalis sekuler dan golongan nasionalis Islam. Golongan nasionalis

7

Page 8: Gerakan politik Islam.doc

diewadahi dalam PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) dengan organisasi militer

PETA (Pembela Tanah Air). Golongan Islam diwadahi dalam Masyumi (Majlis

Syuara Muslimin Indonesia). Dengan organisasi militer Hisbullah atau Sabilillah.

Dua kekuatan politis yang dibina Jepang ternyata menjadi kekuatan politis

utama berdirinya Republik Indonesia. BPUPKI sebagai lembagaperumus dasar

negara berhasil mempertemukan titik-titik perbedaan antara nasionalis sekuler dan

nasionalis Islam, sehingga lahirlah kompromi ideologis sebagaimana yang

tertuang dalam piagam Jakarta. Ketika BPUPKI diubah menjadi PPKI,

terjadilahsebuah peristiwa sejarah yang oleh beberapa kalangan Islam dianggap

mencederai kompromi yang telah disepakati. Berubahnya piagam Jakarta menjadi

Pancasila dalam waktu sekejap menjadikan ganjalan hubungan kalangan nasinalis

sekuler dengan kaum nasionalis Islam.

2.3 Politik keagamaan masa kemerdekaan

2.3.1 Masa perang kemerdekaan

Kecewa dan sakit hati golongan nasionalis islam sementara terendam

dengan hiruk pikuk kondisi sosiopolitik dan kultural pasca proklamasi. Golongan

nasionalis sekuler dengan cerdik menyatakan bahwa dasar negara dan

konstitusinya ( Pancasila dan UUD 1945 ) masih bersifat sementara, nanti setelah

terbentuk lembaga sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 akan ditetapkan

dasar Negara dan konstitusinya. Beberapa golongan islam dapat menerima

penjelasan ini dengan baik. Mereka memberikan penjelasan pada masyarakat

tentang perlunya sistem negara islam atau pemrintah islam melalui penerbitan-

penerbitan (Boaland, 1985). Tapia da beberapa yang diam-diam tidak merima dan

menganggap hal tersebut sebagai strategi golongan nasionalis sekuler untuk

menguasai Indonesia. Masa- masa yang sangat disibukkan untuk mempertahankan

kemerdekaan dari usaha kembalinya Belanda, dikejutkan dengan tindakan

Kartosuwiryo, salah seorang tokoh PSII dengan berani memproklamirkan

berdirinya Neagara Islam dengan nama Darul Islam Indonesia (DII) dijawa barat

pada tahun 1949 (Sartono, dkk,. 1875). Nasionalis sekuler yang kemudian

menguasai Republik Indonesia tidak punya pilihan lain kecuali menumpas DII.

8

Page 9: Gerakan politik Islam.doc

Setelah berlangsung 15 tahun DII berhasil ditumpas dan Kartosuwiryo dihukum

mati.

Ide untuk mendirikan Negara islam bukanlah hal baru. Pada tahun 1920an

pernyataan tersebut telah muncul. Tapi untuk merealisasikannya pada masa-masa

awal terbentuknya Indonesia merupakan persoalan yang rumik dan kompelks.

Perdebatan-perdebatan tentang dasa Negara di BPUPKI berhasil diselesaikan

dengan kompromi yang baik. Akan tetapi,kekecewaan golongan nasionalis islam

karena merasa dikhianati membentuk perilaku politik yang cenderung radikal.

Tindaka kartosuwiryo dengan mendirikan NII pada masa-masa perang

kemerdekaan juga menyakiti sebagian nasionalis sekuler ( terutama angkatan

bersenjata Indonesia ) yang menganggap kartusuwiryo menusuk dari belakang.

Pemerintah dengan resmi menyebut tindakan katusuwiryo dengan DII dan

tentaranya ( TII ) sebagai pemberontakan. Kartosuwiryo dengan DII/TII berhasil

melewati masa mempertahankan kemerdekaan, tetapi karena dianggap

pemberontak dia tidak dapat berjuang melalui partai politik. Sebenarnya seruan

untuk kembali kepangkuan ibu pertiwi terus diupayakan, tetapi kartosuwiryo telah

memilih jalan politiknya.

Pada masa perang kemerdekaan sebenarnya ada tokoh nasionalis Islam yang

berhasil mengisi pimpinan pemerintahan Indonesia yakni Moh.Roem. Dia berhasil

melakukan perundingan dengan pihak Belanda yang diwakili oleh van Royen,

sehingga perundingan tersebut dikenal sebagi perundingan Roem-Royen.

Moh.Roem adalah tokoh jong Islamiaten Bond dan seseorang anak didik Haji

Agus Salim tokoh PSII yang kemudian mendirikan gerakan penyadar. Moh.Roem

menjadi pimpinan pemerintahan tidak lama karena kemudian jatuh.

2.3.2 Masa Demokrasi Parlementer

Diakui RIS pada tahun 1949 dan kemudian kembali menjadi NKRI pada

Agustus 1950 berlaku system pemerintahan parlementer. Gerakan politik

Keagamaan menjelma menjadi kekuatan partai politik yang cukup kuat.

Setidaknya sampai pemilu tahun 1955 tercatat dua partai politik Islam yakni

Masyumi dan NU menduduki 4 besar pemenang pemilu. Sementara itu masih ada

9

Page 10: Gerakan politik Islam.doc

partai politik lain seperti PSII dan perti. Tetapi sebagaimana yang terjadi bahwa

partai partai Islam merumuskan dan menyatukan cita-cita politik Islam yang dapat

diterima seluruh bangsa Indonesia ( Suryanegara dalam Wahid,dkk.,1993 ),

sehingga kembali terjadi pertentangan ideology dengan kelomopk nasionalis

sekuler bahkan dalam sidang konstitusi juga dengan kelompok komunis.

Kegagalan merumuskan cita-cita politikpada siding konstitusi dalam

menetukan dasar Negara,sehingga presiden mengambil langkah dengan

mengeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959. Salah satu isinya adalah kembali pada

pancasila dan UUD 1945.

Di Luar parlementer gerakan politik keagamaan berjuang melalui senjata

terus berlangsung. Kartosuwirjo dengan DI/TII masih eksis, dan bahkan mendapat

dukungan dari berbagai daerah diluar jawa, antara lain Aceh, dan Sulawesi

Selatan. Di Jawa dukungan terhadap DI/TII muncul di Jawa Tengah, tepatnya

dikudus dan yang menarik dukungan ini berasal dari kalangan tentara karena

dilakukan oleh battalion 426. Cia-cita pokok untuk mendirikan Negara Islam telah

mengkristal menjadi sebuah ideology perjuangan.

2.3.3 Masa Demokrasi Terpimpin

Pola pergerakan Politik Keagamaan pada masa demokrasi terpimpin sedikit

berbeda dengan masa demokrasi liberal. Golongan nasionalis muslim yang

radilkal tetap berada di luar

System pemerintahan, artinya tetap bergerak sebagi perlawanan atau

pemberontakan terhadap NKRI dengan pancasila dan UUD 1945. Sementara

golongan nasionalis muslim yang berjuang dalam system, terpecah menjadi dua.

Satu kelompok memilih di luar pemerintah bersikap kritis terhadap pemerintahan

Soekarno sehingga ditekan. Kelompok ini diwakili oleh partai Masyumi.

Kelompok lain bergabung dengan pemerintahan Soekarno dalam kompromi

ideology yang merupakan gabungan tiga kekuatan politik (baca:ideologi)yakni

nasionalis,agama, dan komunis(Nasakom). Kelompok ini diwkili oleh partai NU

yang mewadahi politik ulama pesantren. NU dikenal melakukan politik Islam

akomodatif.

10

Page 11: Gerakan politik Islam.doc

Pada masa demokrasi terpimpin gerakan politik keagamaan yang berada

diluar system(Pemberontak) yakni DI/TII berhasil ditumpas, setelah kartusuwirjo

ditangkap. Namun pengikut ideology yang dikembangkan oleh Kartusuwirjo

melakukan pergerakan yakani Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan dan Daud

Beureuh di Aceh (Shaleh, 2003).

2.3.4 Masa Orde Baru

Lahinya orde baru dengan slogan menjalankan Pancasila dan UUD 1945

secara murni dan konsekuen tidak menyurutkan niat untuk memperjuangkan

berdirinya pemerintahan Islam di Indonesia.sebagian golongan nasionalis muslim

berjuang didalam system melalui partai politik.

Kebijakan orde baru menempatkan domain hubungan agama dan Negara

sebagi sesuatu yang harus dipisahkan yang disebut sekulerisasi politik

pemerintahan. Dan pergerakan poltik islam diluar system harus ditumpas

sementara yang berjuang didalam system dikondisikan agar tidak berkembang.

Setelah Pemilu tahun 1971 parati-partai politik islam dipaksa bergabung dengan

Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Gerakan yang dianggap ekstrim ditumpas

habis, seperti peristiwa Tanjung Priok Jakarta dan Wai jepara di Lampung. Dan

peristiwa perlawanan yang lain: Komando jihad,peristiwa Cicendo, dan

pembjakan pesawat Woila.

Tahun 1970 muncul pemikiran tentang sekulerisasi politik islam.

Muncul tokoh - tokoh akademis yang mendukung skulerisasi yaitu nurcholish

madjid, djohan effendi, dan dawam rahardjo. Mereka memperkenalkan “islam

yes, partai no”. Ujung akhir sekulerisasi politik islam adalah menentang

munculnnya Negara Islam Indonesia, karena pancasila sudah dianggapsesuai

dengan prinsip etika politik islam. Pendapatitu akhirnnya digunakan sebagai

reasoning pemerintah orde baru untuk melakukan depolitisasi politik islam. Orde

baru membuat stigma bahwa siapapun yang memperjuangkan islam berarti

berlawanan dengan pancasila.

Pada tahun 1980 ada faktor external yang membangkitkan kembali

asa tentang perlunnya sistem pemerintahan islam , yaitu keberhasilan revolusi Iran

11

Page 12: Gerakan politik Islam.doc

yang digerakkan oleh para tokoh – tokoh agama Oslam Syiah. Pengaruh revolusi

Iran masuk ke indonesia melalui kajian – kajian bagaimana aliran syiah dapat

berkuasa di Iran. Muncul kelompok-kelompok kajian seperti (halaqoh) yang

kembali merumuskan perjuangan untuk mendirikan pemerintahan islam. Tetapi

ada kelompok – kelompok lain yang bergerak melalui kursus – kursus singkat

penanaman nilai dasar keislaman (PNDI). Kegiatan dua kelompok ini

menyemangati lahirnnya aktivitas masjid kampus yang sering dikenal dengan

BDM(Badan Dakwah Masjid) dan BDI(Badan Dakwah Islam)

2.3.5 Masa orde Reformasi

Lengsernnya soeharto sebagai presiden RI pada tahun 1998 menandai

berakhirnnya masa orde baru dan lahirnnya orde Reformasi, yang memiliki

agenda menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat madani. Untuk itu

langkah awal yang dilakukan adalah memperbaiki masalah demokrasi, pengakuan

HAM, dan penegakan hukum. Masa peralihan kekuasaan dari orde baru ke orde

reformasi terjadi ke carut marutan di bidang politik dan istilah jihad muncul lagi

dengan diartikan secara sempit sebagai siap perang dengan siapapun yang

dianggap berseberangan, merendahkan atau melecehkan islam.

Disisi lain dengan dasar HAM mereka memperjuangkan aspirasi politik,

muncul gerakan politik yang terang – terangan memperjuangkan berlakunnya

syariat islam di Indonesia baikmelaluipartai politik maupun diluar partai politik.

Partai politik diwakili oleh Partai Bulan Bintang (PBB), dan non politik diwakili

oleh Hisbut Tahrir Indonesia ( HTI).

12

Page 13: Gerakan politik Islam.doc

BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

Dalam NKRI hubungan agama dan negara tidak bersifat dikotomis

akan tetapi komprehensif integral yang didasar budaya religius

bangsa Indonesia (Armawi, 2009). Jadi lebih bersifat substansif

yang berarti nilai-nilai agama (Islam khususnya) menjadi dasar,

acuan, dan pedoman dalam melaksanakan kehidupan berbangsa

dan negara.

Pada politik keagamaa Masa Penjajahan difokuskan sebagai cara

untuk mengusir penjajah yang diutamakan dengan membuat

organisasi – organisasi intra ataupun Extra yang kental dengan

budaya Agama.

Politik keagamaan di masa Kemerdekaan sudah menjadi sangatluas

mereka mulai membentuk organisasi yang dapat masuk sebagai

politik yang berbasis syariat dan mengajakpara masyarakat

membentuk negara – negara yang berbasis Islam

Saran

Kita dapat mengerti tentang perkembangan politik Islam di

indonesia, kita sebagai anakmuda yang membangun masyarakat di

kemudian hari kita diharapkan tau apa yang baik untuk diri kita

dan untuk orang –orang di sekitar kita.

Kita juga tidak asal percaya dengan organisasi –organisasi

Islamyang ada diluar sana, kita harus tau maksud dan tujuan

didirikannya organisasi itu.

13

Page 14: Gerakan politik Islam.doc

Daftar Pustaka

Armawi,A.2009.”Pemikiran Filosofis Hubungan Negara dan Agama di

Indonesia”.disertasi. FakultasFilsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Sarbini.2005.Islam ditepian Revolusi:ideologi ,pemikiran, dan

gerakan.Yogyakarta:pilar media

Suhelmi,A.2002.Politik Negara Islam :sukarno versus natsir .Jakarta :TERAJU

Shaleh,A.Q.2003.”agama” kekerasan. Yogyakarta:Prismasophie Press

http://www.slideshare.net/karepku/perkembangan-peradaban-islam-di-indonesia-pada-masa-penjajahan-barat-dan-penjajahan-jepang

14