Materi 1 Psikometri 13

8
Materi 1 Psikometri: Pengukuran Psikologi A. Psikometri Kegiatan dasar keilmuan adalah melakukan pengukuran, seperti tercermin dalam fungsi pengukuran, yaitu (1) fungsi objektivitas. Objektif artinya hasil penelitian yang diperoleh seorang ilmuan bisa diverivikasi atau diuji kebenarannya oleh peneliti yang lain; (2) terkait dengan kuantifikasi atau proses mendapatkan angka, maka seorang dapat mengumpulkan data dengan rinci dan lengkap, dan karena hasilnya berupa angka, maka dapat dianalisis menggunakan statistik sehingga hasil analisis dan kesimpulannya kuat; (3) fungsi ekonomi, terkait dengan pengukuran membutuhkan alat ukur. Bila alat ukur bersifat objektif sehingga bisa digunakan kepada banyak banyak orang, maka diperlukan biaya yang ekonomis dibandingkan dengan pengukuran tidak objektif memerlukan alat ukur yang lain, sehingga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit; (4) fungsi generalisasi hasil ukur. Generalisasi adalah penggunaan hasil ukur dari sekelompok orang atau subjek kepada orang lain yang lebih luas. Misalnya mengukur kecerdasan, peneliti hanya mengambil sampel 10 dari 80 mahasiswa psikologi di kelas psikometri. Kemudian rata-ratanya 110, dan hasil ini dikenakan pada semua mahasiswa. Tanpa pengukuran, kecil kemungkinan terjadi kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Kemajuan yang dimaksud terkait erat dengan ketelitian alat ukurnya. Begitu pentingnya pengukuran, maka muncul cabang studi yang khusus mempelajari tentang pengukuran, misalnya di sosiologi dikenal sosiometri, di ekonomi ada ekonometri, di biologi/kedokteran dikenal biometri, dan di psikologi cabang studi yang dimaksud adalah psikometri. Psikometri adalah studi tentang pengukuran atau hal-hal yang berkaitan dengan pengukuran dalam bidang psikologi. Bahasan utama psikometri adalah pengembangan teori-teori pengukuran psikologi serta penyusunan dan pengembangan alat ukur psikologi. Contoh bahasan dalam psikometri misalnya teori- teori yang melandasi validitas dan reliabilitas sebagai syarat alat ukur yang baik, prosedur penyusunan alat ukur psikologi, juga teknik-teknik pengukuran dalam bidang psikologi, misalnya pengukuran prestasi belajar, bakat, kecerdasan, sikap, maupun kepribadian manusia. Psikometri merupakan ilmu pengukuran yang menjadi alat bantu untuk meningkatkan kualitas pengukuran atas variabel- variabel dalam penelitian psikologi. Psikometri merupakan alat bantu yang handal untuk melakukan eksplanasi dan prediksi terhadap fenomena perilaku manusia dalam berbagai bidang terapan seperti industri, pendidikan, sosial, maupun bidang psikologi yang lain. Penelitian dan praktek psikologi 1

description

materi mata kuliah psikometri

Transcript of Materi 1 Psikometri 13

Page 1: Materi 1 Psikometri 13

Materi 1Psikometri: Pengukuran Psikologi

A. PsikometriKegiatan dasar keilmuan adalah melakukan pengukuran, seperti tercermin dalam

fungsi pengukuran, yaitu (1) fungsi objektivitas. Objektif artinya hasil penelitian yang diperoleh seorang ilmuan bisa diverivikasi atau diuji kebenarannya oleh peneliti yang lain; (2) terkait dengan kuantifikasi atau proses mendapatkan angka, maka seorang dapat mengumpulkan data dengan rinci dan lengkap, dan karena hasilnya berupa angka, maka dapat dianalisis menggunakan statistik sehingga hasil analisis dan kesimpulannya kuat; (3) fungsi ekonomi, terkait dengan pengukuran membutuhkan alat ukur. Bila alat ukur bersifat objektif sehingga bisa digunakan kepada banyak banyak orang, maka diperlukan biaya yang ekonomis dibandingkan dengan pengukuran tidak objektif memerlukan alat ukur yang lain, sehingga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit; (4) fungsi generalisasi hasil ukur. Generalisasi adalah penggunaan hasil ukur dari sekelompok orang atau subjek kepada orang lain yang lebih luas. Misalnya mengukur kecerdasan, peneliti hanya mengambil sampel 10 dari 80 mahasiswa psikologi di kelas psikometri. Kemudian rata-ratanya 110, dan hasil ini dikenakan pada semua mahasiswa.

Tanpa pengukuran, kecil kemungkinan terjadi kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Kemajuan yang dimaksud terkait erat dengan ketelitian alat ukurnya. Begitu pentingnya pengukuran, maka muncul cabang studi yang khusus mempelajari tentang pengukuran, misalnya di sosiologi dikenal sosiometri, di ekonomi ada ekonometri, di biologi/kedokteran dikenal biometri, dan di psikologi cabang studi yang dimaksud adalah psikometri.

Psikometri adalah studi tentang pengukuran atau hal-hal yang berkaitan dengan pengukuran dalam bidang psikologi. Bahasan utama psikometri adalah pengembangan teori-teori pengukuran psikologi serta penyusunan dan pengembangan alat ukur psikologi. Contoh bahasan dalam psikometri misalnya teori-teori yang melandasi validitas dan reliabilitas sebagai syarat alat ukur yang baik, prosedur penyusunan alat ukur psikologi, juga teknik-teknik pengukuran dalam bidang psikologi, misalnya pengukuran prestasi belajar, bakat, kecerdasan, sikap, maupun kepribadian manusia.

Psikometri merupakan ilmu pengukuran yang menjadi alat bantu untuk meningkatkan kualitas pengukuran atas variabel-variabel dalam penelitian psikologi. Psikometri merupakan alat bantu yang handal untuk melakukan eksplanasi dan prediksi terhadap fenomena perilaku manusia dalam berbagai bidang terapan seperti industri, pendidikan, sosial, maupun bidang psikologi yang lain. Penelitian dan praktek psikologi membutuhkan data, dan data diperoleh dengan melakukan pengukuran. Pengukuran yang baik membutuhkan alat ukur yang berkualitas baik, dan dengan psikometri, pengukuran diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik, tepat, dan akurat karena alat ukur yang digunakan berkualitas baik secara psikometris. Dengan alat ukur yang yang berkualitas dan pengukuran yang lebih baik, akan dihasilkan data yang lebih baik, dan data yang lebih baik akan menghasilkan kesimpulan dan saran yang juga lebih baik.

B. PengukuranSuatu hari seorang pemuda kota mencari rumah kerabatnya di suatu desa terpencil, dan

karena ia belum tahu rumah kerabatnya yang dicari maka ia memutuskan untuk bertanya pada penduduk yang kebetulan ia temui di jalan. Ia bertanya pada orang tersebut tentang jarak rumah kerabatnya yang ia cari. Namun setelah mendengar jawaban dari orang yang ia tanya, si pemuda justru bingung karena orang yang ia tanya menjawab jarak rumah kerabatnya sama dengan lamanya waktu untuk menghisap satu batang rokok saja.

Berdasarkan ilustrasi di atas, sebenarnya jawaban yang diberikan oleh pendukuk tersebut adalah sebuah pengukuran, namun pengukuran yang dilakukan hanya berdasarkan intuisi belaka. Ia menjawab jarak yang ditanyakan oleh si pemuda dengan satuan waktu. Namun satuan waktu yang diberikan juga tidak terstandar, ia menggunakan waktu dengan satuan habisnya menghisap rokok satu batang yang berarti ±10 menit waktu perjalanan dari tempat ia bertanya akan sampai pada rumah kerabat si pemuda. Apabila jawaban penduduk tersebut dapat dikatakan sebagai pengukuran, lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengukuran?

1

Page 2: Materi 1 Psikometri 13

Pengukuran dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemberian angka atau label terhadap atribut dengan aturan-aturan yang terstandar atau yang telah disepakati untuk merepresentasikan atribut yang diukur. Hasil pengukuran yang berupa angka merupakan gambaran tentang perbedaan derajat atribut yang dikenai pengukuran. Pengukuran merupakan pemberian angka menurut aturan-aturan. Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh Nunnally (1978) bahwa pengukuran merupakan prosedur pemberian bilangan kepada suatu objek untuk menunjukkan kuantitas atribut pada objek tersebut. Definisi pengukuran yang disampaikan oleh Nunnally menampakkan karakteristik utama pengukuran:1. Dalam proses pengukuran, angka diberikan menurut beberapa aturan. Dalam proses

pengukuran, seseorang tidak memberikan angka menurut kehendaknya sendiri, tetapi berdasarkan kepada aturan yang tetap dan eksplisit. Umumnya, aturan pengukuran mempunyai dua tipe. Tipe pertama adalah tipe ketika prosedur yang digunakan nyata dan eksplisit. Misalnya ketika kita mengukur ukuran baju dalam meter atau inchi, aturan dalam pemberian angka sangat eksplisit dan jelas. Tetapi, bagaimana bila kita hendak mengukur kecerdasan manusia. Tak pelak lagi, dalam situasi seperti itu aturan tidak sejelas dengan kondisi pertama. Dalam pengukuran atribut-atribut psikologis, sosiologis, dan pendidikan aturan yang ada secara umum samar-samar dan kurang eksplisit. Aturan sebagaimana atribut fisik yang baku dan berlaku universal sangatlah sulit untuk diterapkan dalam pengukuran psikologi mengingat atribut psikologi bersifat laten. Meskipun demikian tetap perlu untuk diusahakan memberikan aturan-aturan dan norma yang terstandar meskipun tidak berlaku secara universal. Mengapa dalam pengukuran membutuhkan standarisasi? Hal ini untuk menunjukkan bahwa pengukuran yang kita lakukan tidak berdasarkan pada intuisi belaka. Selain itu, dengan standardisasi interpretasi yang kita lakukan terhadap hasil pengukuran akan dapat dimengerti oleh orang lain. Suatu pengukuran dapat dikatakan terstandar apabila memenuhi empat syarat yaitu: a. Aturan pengukurannya tertentu, misalnya terkait dengan berapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk mengerjakan 10 pertanyaan, maka kata se-rokok-an bukanlah contoh dari standardisasi, sedangkan 5 menit adalah contoh standaridisasi standardisasi.

b. Praktis untuk diterapkan c. Tidak dipengaruhi oleh administrator dan responden d. Hasil pengukurannya tidak dipengaruhi oleh administrator yang melakukan

pengukuran 2. Pengukuran selalu menyangkut ciri-ciri atau atribut tertentu dari suatu objek. Jadi yang

diukur bukanlah objek itu sendiri melainkan ciri atau atribut dari objek tersebut. Contohnya, kita mengukur sikap, kecerdasan, kepribadian dari seseorang bukan mengukur seseorang itu sendiri.

3. Dalam proses pengukuran, angka digunakan untuk menunjukkan kuantitas atribut yang diukur. Dengan kata lain, pengukuran meliputi proses kuantifikasi yang menghasilkan angka, namun perlu dicermati pengukuran psikologis tidak ada satuannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata pengukuran seringkali dipertukarkan. dengan kata evaluasi. Namun dalam psikologi kedua kata tersebut digunakan secara terpisah karena keduanya mempunyai makna yang berbeda, artinya pengukuran berbeda dengan evaluasi. Evaluasi mempunyai makna penilaian dengan berdasar kepada suatu standar tertentu. Evaluasi merupakan proses dimana bagian-bagian, proses-proses, atau hasil-hasil suatu program diuji untuk melihat apakah memuaskan atau tidak, khususnya ketika berkenaan dengan tujuan program, harapan yang sampaikan, atau suatu standar yang sudah ditentukan. Jadi evaluasi meliputi proses penilaian suatu objek atau peristiwa dengan berdasar pada suatu standar.

Contoh: Seseorang bisa mengukur seorang anak (dan mendapatkan tinggi anak tersebut 100 cm) dan kemudian menyatakan bahwa anak tersebut pendek. Seseorang mengetik dengan kecepatan 80 kata per menit, dan ia mendapatkan nilai A. Deskripsi tinggi anak (yaitu 100 cm) dan kecepatan mengetik (yaitu 80 kata per menit) adalah contoh dari pengukuran. Sementara, ketika si anak disebut pendek dan pengetik mendapatkan nilai A, terjadi proses evaluasi dimana tinggi anak disebut pendek karena tinggi rata-rata anak-anak adalah 110 cm, dan rata-rata kecepatan mengetik manusia normal adalah 68 kata per menit. Rata-rata tinggi anak dan rata-rata kecepatan mengetik dalam hal ini adalah standar yang digunakan dalam proses evaluasi.

2

Page 3: Materi 1 Psikometri 13

C. Sejarah Pengukuran PsikologiBila kita menengok ke masa lalu, ternyata usaha-usaha pengukuran psikologi sudah

dilakukan sejak lama. Berbagai uraian muncul berkenaan dengan sistem ujian pegawai negeri yang muncul di kekaisaran Cina 2200 sebelum masehi. Beberapa pengukuran kemudian dimodifikasi setelah abad tersebut sampai pengujian tertulis diperkenalkan pada dinasti Han pada abad VII. Dalam ujian terdapat 5 topik pengujian yaitu: hukum sipil, urusan militer, pertanian, penghasilan/pajak, dan geografi. Gambaran pengukuran pada masa tersebut adalah kandidat diminta untuk menghabiskan waktu sepanjang hari dan malam di dalam ruangan kecil yang terisolasi, menjawab esai pada topik yang telah ditentukan dan menulis puisi. Antara 1-7 % peserta yang yang lulus akan maju maju pada pengujian wilayah selama 3 hari dan 3 malam. Antara 1 – 10% peserta ujian wilayah yang lulus akan maju ke Peking untuk ujian akhir dan yang telah memenuhi syarat akan diangkat menjadi pegawai negeri.

Di Yunani kuno, testing merupakan pendamping tetap proses pendidikan. Pengukuran digunakan untuk mengetahui penguasaan peserta akan ketrampilan-ketrampilan fisik dan juga intelektual. Sejak munculnya tes pada abad pertengahan, universitas-universitas di Eropa kemudian mengandalkan ujian formal dalam hal memberi gelar dan penghargaan.

Pada abad ke-19 ketika pengobatan yang lebih manusiawi kepada orang orang-orang gila dan mereka yang memiliki keterbelakangan mental mulai diperhatikan dan menjadi kebutuhan, muncul kebutuhan untuk menetapkan standar-standar penerimaan dan sistem klarifikasi yang objektif. Hal ini terkait juga dengan pembedaan antara orang gila dan orang bermentalitas terbelakang. Esquirol, seorang dokter Prancis membedakan bahwa orang gila menampilkan gangguan-gangguan emosional yang bisa tidak disertai oleh penurunan daya intelektual, sedangkan orang bermentalitas terbelakang ditandai adanya kerusakan intelektual sejak lahir atau semasa kecil.

Dokter Perancis yang lain, Seguin, juga memberi sumbangan dalam sejarah pengukuran, dengan melakukan eksperimen bertahun-tahun dalam upaya menyembuhkan orang dengan keterbelakangan mental. Eksperimen tersebut dinamakan metode pelatihan fisiologis, yang berisi teknik pelatihan panca indera dan pelatihan otot yang selanjutnya diterapkan dalam lembaga-lembaga untuk orang-orang dengan keterbelakangan mental. Anak-anak diberikan latihan intensif dalam pembedaan inderawi dan dalam pengembangan kendali motorik. Sejumlah cara yang dilakukan Seguin pada akhirnya dimasukkan ke dalam tes-tes intelegensi non-verbal atau tes-tes intelegensi tentang kinerja seseorang

Kontribusi Francis Galton. Sir Francis Galton, yang sangat berminat pada faktor hereditas atau keturunan pada manusia, melakukan penelitian untuk mengetahui kesamaan orang-orang dalam satu keluarga dan perbedaan antara orang-orang yang tidak satu keluarga. Untuk keperluan itu Galton mendirikan laboratorium antropometri guna melakukan pengukuran ciri-ciri dan fungsi fisiologis, misalnya ketajaman pendengaran, ketajaman penglihatan, kekuatan otot, waktu reaksi dan lain-lain fungsi sensori motor yang sederhana, serta fungsi kinestetik. Galton yakin bahwa ketajaman diskriminasi sensoris bersangkutan dengan kemampuan intelektual seseorang. Galton juga mencatat bahwa orang-orang dengan keterbelakangan mental ekstrem cenderung defektif dalam kemampuan membedakan antara panas, dingin, dan rasa sakit. Galton juga merintis penerapan metode skala peringkat dan kuesioner serta juga penggunaan teknik asosiasi bebas yang selanjutnya diterapkan dalam pengembangan metode statistiknya untuk analisis data-data tentang perbedaan individual.

Perkembangan Setelah Galton. James McKeen Cattell memberikan kontribusi penting bagi dunia pengukuran di psikologi dengan memperkenalkan istilah ‘tes mental’ pertama kali pada 1890 dalam sebuah artikelnya. Dalam artikel tersebut, Cattell menulis bahwa untuk mengetahui ukuran-ukuran intelektual seseorang, terdapat rangkaian tes yang diselenggarakan secara individual yang meliputi ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerakan, sensitivitas pada rasa sakit, ketajaman penglihatan dan pendengaran, pembedaan berat, waktu reaksi, ingatan dan sebagainya. Tes yang diselenggarakan oelh Cattell ini mempunyai kesamaan pandangan dengan Galton bahwa ukuran fungsi-fungsi intelektual bisa diperoleh melalui tes-tes pembedaan inderawi dan waktu reaksi.

Tes yang dikembangkan di Eropa pada akhir abad XIX cenderung meliputi fungsi yang lebih kompleks. Misalnya, tes Kraepelin, sebuah tes berupa penggunaan operasi aritmatik yang sederhana dirancang untuk mengukur pengaruh latihan, ingatan, dan kerentanan terhadap kelelahan dan distraksi. Contoh yang lain adalah Oehr, mahasiswa Kraepelin, yang menyusun

3

Page 4: Materi 1 Psikometri 13

tes persepsi, ingatan, asosiasi dan fungsi motorik guna meneliti saling hubungan (inter relasi) fungsi-fungsi psikologis. Berikutnya ada Ebbinghaus yang menyelenggarakan tes-tes komputasi aritmetik, rentang memori dan melengkapi kalimat bagi anak sekolah.

Pada tahun 1895, Binet dan Henri mengkritik sebagian besar rangkaian tes karena dinilai terlalu inderawi dan terlalu berkonsentrasi pada kemampuan-kemampuan yang sederhana dan khusus. Mereka berpendapat yang diperlukan adalah pengukuran fungsi yang lebih luas seperti ingatan, imajinasi, perhatian, pemahaman, kerentanan terhadap sugesti, apresiasi estetik, dan lain-lain.

Binet dan Tes Kecerdasan. Pada tahun 1904, menteri pengajaran umum Prancis menugaskan Binet guna mempelajari prosedur-prosedur untuk pendidikan anak yang terbelakang. Dalam kaitan ini, Binet berkerja sama dengan Simon menghasilkan skala Binet-Simon yang pertama. Skala ini mengalami beberapa perkembangan sebagai berikut :1. Skala versi pertama sering dikenal sebagai skala 1905, terdiri dari 30 soal dan disusun dari

paling mudah ke paling sukar. Taraf kesukaran ditentukan secara empiris dengan memberikan skala kepada 50 orang anak normal yang berusia antara 3 sampai 11 tahun, dan kepada sejumlah anak-anak tuna grahita dan orang dewasa. Binet memberikan penekanan khusus pada pendapat, pemahaman, dan penalaran sebagai komponen-komponen esensial intelegensi. Walaupun di dalamnya terdapat tes-tes sensoris dan perspetual, namun sebagian besar isinya adalah tes verbal.

2. Skala versi kedua diterbitkan pada tahun 1908, dengan jumlah soal lebih banyak dari versi pertama. Soal-soal tersebut dikelompok-kelompokkan menurut jenjang umur berdasar atas kinerja 300 orang anak normal berumur antara 3 – 13 tahun. Pada jenjang umur 3 tahun diberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh 80%-90% anak yang berumur 3 tahun, demikian seterusnya sampai jenjang umur 13 tahun. Skor seorang anak pada seluruh perangkat tes lalu dinyatakan sebagai umur mental.

3. Revisi ketiga terbit pada tahun 1911, beberapa bulan setelah Binet meninggal mendadak. Yang dilakukan adalah revisi kecil dan relokasi atas tes-tes khusus. Lebih banyak tes ditambahkan pada level beberapa tahun, dan diperluas sampai pada level orang dewasa.

Testing Kelompok. Ketika Amerika Serikat memasuki Perang Dunia I pada tahun 1917, American Psychological Association (APA) menunjuk sebuah komisi yang dipimpin oleh Robert M. Yerkes untuk menemukan metode baru untuk mengklasifikasi taraf intelektual satu setengah juta orang calon tentara. Klasifikasi tersebut penting sebagai sarana membuat keputusan, seperti penolakan, penghentian dari dinas militer, penugasan pada jenis-jenis tugas tertentu, atau penerimaan pada latihan sebagai perwira. Dalam konteks inilah tes intelegensi kelompok pertama dibuat. Tes tersebut pada akhirnya dikenal dengan nama Army Alpha Examination dan Army Beta Examination. Army Alpha dirancang untuk tes rutin umum, sedang Army Beta adalah skala yang ditujukan kepada orang-orang asing yang mempunyai bahasa ibu selain bahasa Inggris. Kedua tes ini sesuai untuk penyelenggaraan tes bagi kelompok besar. Setelah perang dunia I berakhir, tes-tes angkatan darat disebarkan untuk pengunaan sipil. Kedua tes ini kemudian tidak hanya mengalami banyak revisi, melainkan juga menjadi model bagi sebagian besar tes intelegensi kelompok. Gerakan testing kemudian mengalami lonjakan yang luar biasa. Segera tes-tes intelegensi kemudian dirancang untuk semua usia dan jenis orang, dari anak-anak prasekolah sampai dengan mahasiswa pascasarjana.

Tes Bakat. Sebelum perang dunia I, para psikolog telah mengakui adanya tes bakat untuk melengkapi tes-tes intelegensi global. Di antara tes-tes yang digunakan secara luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal, musikal, dan artistik. Penggunaan tes-tes ini didorong oleh kebutuhan praktis dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang bimbingan dan konseling, dalam pemilihan program studi, dalam penempatan karyawan, dalam analisis klinis, dan sebagainya.

Tes Hasil Belajar. Pada waktu para psikolog sibuk mengembangkan tes intelegensi dan tes potensial khusus, ujian-ujian tradisional di sekolah-sekolah mengalami perbaikan teknis. Perubahan ini dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri di Boston, ketika ujian tertulis digantikan dengan ujian lisan pada para siswa oleh para penguji. Perubahan lain yang kemudian muncul adalah terjadinya pergeseran pengukuran dari bentuk esai ke ujian bentuk tes objektif (pilihan ganda). Pelopor perubahan ini adalah The Stanford Achievement Test yang diterbitkan pada tahun 1923, dengan tiga orang pelopor yaitu Truman L. Kelley, Giles

4

Page 5: Materi 1 Psikometri 13

M. Ruch, dan Lewis M. Terman. Tes ini dapat memberikan perbandingan beberapa sekolah pada sejumlah mata pelajaran dengan menggunakan satu norma. Karakteristik yang demikian itu merupakan penerapan tes hasil belajar baku yang berlaku sampai sekarang.

Tes Penilaian Kepribadian. Perintis awal testing kepribadian adalah Kraepelin yang menggunakan Tes Assosiasi Bebas terhadap pasien-pasien psikiatris. Dalam tes ini, peserta ujian diberi kata-kata stimulus yang dipilih secara khusus dan mereka diminta memberikan respons pada setiap kata itu dengan kata pertama yang muncul dalam benak mereka. Kraepelin juga menggunakan teknik ini untuk mempelajari efek-efek psikologis dari keletihan, lapar dan obat bius.

Prototipe kuosioner kepribadian atau inventori pengenalan diri adalah Lembar Data Pribadi yang dikembangkan oleh Woodworth selama perang dunia I. Tes ini dirancang sebagai alat penyaring kasar untuk mengidentifikasi orang-orang yang terganggu secara serius yang akan dikeluarkan dari dinas militer. Inventori ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala umum psikopatologi, yang akan dijawab oleh responden tentang diri mereka sendiri.

Pendekatan lain terhadap pengukuran kepribadian adalah melalui tes kinerja atau tes situasional. Peserta tes diminta untuk menunjukkan kinerja yang maksudnya kerapkali disembunyikan. Aplikasi ekstensif pertama dari teknik-teknik semacam ini ada pada tes-tes yang dikembangkan oleh Hartshorne, May dan kawan-kawan.pada akhir tahun 1920-an dan awal tahun 1930-an.

Pendekatan ketiga adalah teknik proyektif. Teknik ini menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa terutama di kalangan psikologi klinis. Dalam tes-tes semacam ini, klien diberi tugas yang relatif tidak berstruktur yang memungkinkan ruang gerak yang luas dalam pemecahannya. Tugas-tugas lain yang umumnya digunakan dalam teknik proyektif adalah menggambar, mengatur mainan untuk menciptakan suatu pemandangan, akting dramatis yang spontan, dan menafsirkan gambar atau bercak tinta.

5