MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014...

110
MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724-2014 (KAJIAN SEJARAH ARSITEKTUR JAWA) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh : JOHAN EKO PRASETYO 1110022000004 PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M

Transcript of MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014...

Page 1: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724-2014

(KAJIAN SEJARAH ARSITEKTUR JAWA)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Disusun Oleh :

JOHAN EKO PRASETYO

1110022000004

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M

Page 2: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana, jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 Oktober 2016

Johan Eko Prasetyo

Page 3: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724-2014 (KAJIAN SEJARAH ARSITEKTUR JAWA)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh:

Johan Eko Prasetyo NIM: 1110022000004

Pembimbing

Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum NIP: 19541010 198803 1 001

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M

Page 4: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.
Page 5: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

i

DEDIKASI

Teruntuk Bapak Sumirno, Ibu Marsiti, Dwi Wulandari, dan semua orang yang terlibat dalam

pembuatan Skripsi ini

Page 6: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan

sayang-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita semua, amin. Shalawat

serta salam senantiasa kita persembahkan kepada junjungan alam baginda Rasulullah SAW,

keluarga serta sahabat, semoga kita sebagai ummatnya mendapat pertolongannya kelak, amin.

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1) di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk

skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi ini dengan judul :“MASJID PATHOK

NEGORO PLOSOKUNING 1724-2014 (KAJIAN SEJARAH ARSITEKTUR JAWA).

Dalam proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak penulis temui rintangan dan

hambatan. Sungguh pun begitu Alhamdulillah atas kerja keras semangat dan dukungan dari

semua pihak akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Oleh karena itu izinkan

penulis untuk menghaturkan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada semua pihak yang

telah berpartisipasi dan memberikan dukungan moril dan materil, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti.

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam dan Sholikatus

Sa’diyah, M. Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Saidun Derani MA, selaku Pembimbing Akademik yang membantu dalam

pengesahan awal dan dorongan awal penelitian skripsi ini

5. Kepada Dosen Pembimbing Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum yang dengan sabar dan

penuh dedikasi tinggi selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi

ini.

6. Kepada Dosen Penguji, Bapak Dr. Parlindungan Siregar, MA dan Ibu Dr. Awalia

Rahma, MA

7. Kepada seluruh Civitas Akademik Fakultas Adab Dan Humaniora dan dosen-dosen

jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan

pengalamannya.

8. Seluruh Staff dan Pegawai Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

9. Kedua Orangtua ku, Bapak Sumirno dan Ibu Marsiti, yang telah membimbing dan

memotivasi serta memberikan dukungan moril maupun materi yang tak terhingga dan

Page 7: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

iii

telah mendidik penulis untuk terus menjadi pribadi yang tangguh dan bermanfaat, serta

adikku Dwi Wulandari.

10. Kepada Bapak Kammaludin Purnomo, selaku Ketua Takmir Masjid Pathok Negoro

Plosokuning dan Mbah Baghowi, yang telah membantu penulis selama meneliti di Masjid

Plosokuning.

11. Kepada Mas Reyhan Biadillah S. Hum, yang telah banyak sekali membantu penulis

dalam menyelesaikann skripsi ini.

12. Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, Dani Ramdani dan kawan seperjuangan di bidang

PTKP HMI Cabang Ciputat, Alwan Nahrowi Ridwan.

13. Kepada Kawan-kawan “Kosan Sarang Penyamun”. Beng-beng, Kibo, Botles, Ncek, Acin,

Opang, Abong, dan Onye.

14. Kepada kawan-kawan SKI 2010, khususnya Hanafi Wibowo, Endi Aulia Garadian, Dede

Mulyana, Sukron Amin, Firman Faturohman, Ahmad Zaien, Oktariadi, dan M. Rahmat

Hidayat. Pengurus HMI Cabang Ciputat, Keluarga Besar HMI Kofah, Pengurus BEM

FAH 2013-2014, Kawan-kawan LK II HMI Cabang Karawang, Kawan-Kawan Cikal-

Cilandak, Kawan-Kawan KMS UIN Jogja ( Mas Cipto, Mas Bashori, Mas Rizal, Mas

Nuruddin, dan Mas Ahmadi), Kawan-kawan KKN Mentari, beserta Kawan-kawan KPU

UIN Jakarta 2014, dan Abang-abangku di SKI, khusunya Bang Dede Maulana dan HMI

Kofah. Mereka semua adalah yang tak hentinya memberikan dukungan, semangat, do’a

dan tawa sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dalam hangatnya ikatan

keluarga. Dan teruntuk “Basement Fakultas Adab dan Humaniora”, tempat dimana

penulis Jumpa Muka, Jumpa Pikiran, dan Jiwa.

Penyusunan skripsi ini, penulis selalu memahami bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Semoga tulisan ini bias memberikan manfaat kepada siapa saja yang menjadikan

ini sebagai bahan bacaan mereka dan dapat menjadikan tulisan ini sebagai referensi.

Jakarta, 10 Oktober 2016

Penulis

Johan Eko Prasetyo

Page 8: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

iv

ABSTRAK

Johan Eko Prasetyo

Masjid Pathok Negoro Plosokuning 1724-2014 (Kajian Sejarah Arsitektur Jawa)

Kerajaan Mataram, yang telah mengalami berbagai macam peristiwa disintegrasi dan

perebutan kekuasaan, pada tahun 1755 terbagi menjadi dua, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.

Maka dengan sendirinya daerah-daerah bekas Mataram beserta desa-desa yang ada di dalamnya,

juga ikut terbagi. Perebutan kekuasaan antar kerajaan juga terjadi di bidang religius dan sosial

yang mana saling berlomba untuk mendapatkan pengaruh. Hal ini pun terjadi saat Perang Jawa

berlangsung ketika Pangeran Diponegoro dan pengikutnya menjadikan daerah-daerah tersebut

yang sebagai basis perlawanan dan mobilisasi rakyat, salah satunya adalah Masjid Pathok

Negoro Plosokuning. Pada wilayah Kesultanan Yogyakarta, terdapat lima Masjid Pathok

Negoro, yaitu Mlangi di barat daya, Plosokuning di utara, Babadan di timur, Wonokromo di

tenggara dan Dongkelan di selatan Kraton Yogyakarta, yang dikenal sebagai konsep papat

kalimo pancer.

Masjid Pathok Negoro Plosokuning didirikan pada tahun 1724, adalah salah satu masjid

yang menjadi benteng dan pusat kajian religius bagi rakyat Yogyakarta. Aspek arsitektur

maupun hubungan koordinatif, selalu berhubungan dengan pihak Kraton Yogyakarta. Keunikan-

keunikan yang terdapat di masjid ini tidak dipunyai oleh Masjid-masjid Pathok Negoro lainnya,

terutama dari sisi keaslian arsitektur nya meskipun masih dalam satu jaringan Masjid Pathok

Negoro Yogyakarta. Pada pendirian konstruksi bangunan masjid, memakai kaidah dan prinsip

arsitektur khas Jawa, merujuk pada Masjid Agung Demak yang beratap susun tiga. Masyarakat

di sekitar masjid juga selalu dikenal dengan nama kaum (santri), dengan penetapan oleh pihak

kraton sebagai sebuah daerah mutihan yang bersifat perdikan pada status tanahnya.

Kata kunci: Arsitektur, Konstruksi, Masjid, Pathok Negoro, Yogyakarta

Page 9: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

v

DAFTAR ISI

DEDIKASI ...................................................................................................................................... i

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................................................ ii

ABSTRAK .................................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iv

DAFTAR ISTILAH .................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................................... 1

B. Kerangka Tujuan dan Pembatasan Masalah ....................................................................... 6

C. Manfaat Penelitian .............................................................................................................. 7

D. MetodePenelitian ............................................................................................................... 7

E. Tinjauan Pustaka .............................................................................................................. 15

F. Sistematika Penulisan ....................................................................................................... 18

BAB II GAMBARAN UMUM ....................................................................................................20

A. Kondisi Geografis ............................................................................................................ 20

B. Sejarah Singkat Berdirinya Masjid Pathok Negoro

Plosokuning ...................................................................................................................... 22

C. Kondisi Agama ................................................................................................................ 26

D. Kondisi Sosial-Budaya 31

BAB III KONSTRUKSI ARSITEKTUR ................................................................................. 36

A. Tata Peletakan Struktur Masjid ........................................................................................ 36

1. Bagian Dalam 36

Mihrab ............................................................................................................. 37

Ruang Shalat .................................................................................................... 37

Mimbar ............................................................................................................ 37

2. Bagian Luar ........................................................................................................... 38

A. Serambi 38

Serambi Bagian Timur ..................................................................................... 39

Serambi Bagian Utara dan Selatan ................................................................... 39

Pawestren ......................................................................................................... 40

B. Kolam ............................................................................................................... 40

C. Jembatan Penyebrangan ................................................................................... 40

D. Halaman 41

E. Makam ............................................................................................................. 41

B. Komposisi Struktur Masjid .............................................................................................. 42

1. Bagian Dalam 43

Page 10: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

vi

A. Mihrab ............................................................................................................ 46

B. Ruang Shalat ................................................................................................... 46

C. Mimbar ........................................................................................................... 48

2. Bagian Luar ........................................................................................................... 49

A. Serambi ........................................................................................................... 49

B. Pawestren ........................................................................................................ 51

C. Kolam .............................................................................................................. 51

D. Jembatan Penyeberangan .................................................................................53

E. Halaman ...........................................................................................................54

F. Makam .............................................................................................................55

C. Teknik Konstruksi Masjid ………………………………... ............................................55

D. Fungsi Bagian-bagian Dalam Struktur Masjid ............................................................... 57

1. Bagian Dalam 58

2. Bagian Luar ........................................................................................................... 58

BAB IV PERWUJUDAN SIMBOLIK MASJID PATHOKNEGORO PLOSOKUNING ..64

A. Status Masjid di Kesultanan Yogyakarta ......................................................................... 64

1. Status Tanah ......................................................................................................... 65

2. Status Administrasi .............................................................................................. 67

B. Makna Simbolik Masjid Pathok Negoro Plosokuning ..................................................... 70

1. Politik ................................................................................................................... 71

2. Budaya ................................................................................................................. 74

C. Masjid Sebagai Simbol Sosio Religius 76

BAB V PENUTUP........................................................................................................................78

A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 78

B. Saran-saran 80

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...82

LAMPIRAN………………………………………………………………….…………….……88

Page 11: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

vii

DAFTAR ISTILAH

Pawestren : tempat solat untuk kaum perempuan

Soko Guru : tiang penyangga utama, biasanya berjumlah 4 (empat)

Soko Rowo : tiang penyangga tambahan

Palihan Nagari : pembagian negara

Nagaragung : daerah yang ada di sekitar kutagara, dan memuat tanah lungguh

para bangsawan dan pejabat tinggi

Kepengulon : dewan pengurus masalah agama

Perdikan : tanah yang tidak dikenakan pajak, atas titah sultan

Mutihan : daerah atau wilayah khusus untuk pendidikan Islam

Kaum : kaum santri yang belajar dan mengembangkan agama Islam

Papat Kalimo Pancer : kekuasaan sultan di empat penjuru mata angin, dengan kraton

sebagai pusatnya.

Paduraksa : pintu masuk ke sebuah lingkungan khusus seperti: masjid, makam

atau kraton.

Penyengker : pagar pembatas keliling masjid.

Kreweng : genteng tipis yang terbuat dari tanah liat yang dibakar

Tegel : lantai yang terbuat dari batu atau ubin halus atau keramik

Umpak : batu penyangga yang terbuat dari batu granit atau pualam

Gadha Sulur : ujung atap masjid

Joglo Meru : joglo yang menyerupai bentuk gunung

Patih Jawi : wakil raja yang mengurusi keadaan luar kraton

Patih Lebet : wakil raja yang mengurusi rumah tangga kraton

Wedana Jawi : pejabat administrasi setingkat kecamatan, yang mengurusi

administrasi luar rumah tangga kerajaan

Page 12: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

viii

Page 13: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerajaan Mataram adalah sebuah kerajaan terbesar di pulau Jawa

pada rentang abad ke-17 hingga dekade awal abad ke-18. Setelah wafatnya

Sultan Agung dan Amangkurat I, Kerajaan Mataram kehilangan

kedigdayaannya. Hal ini diperparah dengan banyaknya wilayah Kerajaan

Mataram Islam yang terpecah-pecah dan jatuh ke tangan VOC.

Semenjak pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo (1676-

1678 M.)1. Kerajaan Mataram Islam selalu dilanda gejolak, misalnya saja

mulai dari pemberontakan Untung Surapati (1680-1710 M.)2 hingga Geger

Pecinan (1740-1743 M.)3. VOC yang menjadi tulang punggung tahta

Mataram, menjadi sasaran permusuhan para bangsawan yang tidak puas

ataupun dari kaum pemberontak saat itu. Sebelum tahun 1746 M., tahta

Kerajaan Mataram di Kartasura (ibukota Mataram) dipegang oleh

Pakubuwono II, namun sikap yang kurang tegas menjadikannya raja yang

terlihat lemah di mata rakyatnya.

Kerajaan Mataram terus mengalami masa disintegrasi dan terjadi

perebutan oleh para bangsawan. Setiap raja yang naik tahta selalu didukung

oleh VOC dengan konsesi yang sangat memberatkan kerajaan, oleh karena

1 Babad Trunojoyo-Suropati, terj. Balai Pustaka, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), hlm.

53. 2 H.J. De Graaf, Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII,

terj.Pustaka Utama Grafiti dan KITLV, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), hlm. 105. 3 W.G.J Remmelink, Perang Cina dan Runtuhnya Negara Jawa, 1725-1743, terj.

Akhmad Santoso (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. 31.

Page 14: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

2

itu banyak bangsawan yang angkat senjata melawan keadaan tersebut. Pada

tahun 1746 M, ibukota Mataram dipindah dari Kartasura Surakarta oleh

Pakubuwono II. Selepas wafatnya Pakubuwono II pada tahun 1749 M.,

keadaan di dalam istana Surakarta sudah sedemikian genting, ditandai dengan

polarisasi perlawanan di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi dan Raden

Mas Said. Perang tersebut berakhir dengan kesepakatan pembagian Mataram

(Palihan Nagari) dalam perjanjian Giyanti 1755 M.4 Konflik yang terjadi

belum berakhir antara Pangeran Mangkubumi yang sekarang bergelar Sultan

Hamengkubuwono I dengan Raden Mas Said dan VOC. Setelah berperang

cukup lama, akhirnya Raden Mas Said diberikan sebuah kerajaan mandiri

oleh VOC dalam perjanjian Salatiga 1757 M, dengan gelar Pangeran Adipati

Mangkunegara.5

Setelah berakhirnya perjanjian itu, wilayah Mataram terbagi tiga

menjadi Surakarta, Yogyakarta dan Mangkunegara. Sementara untuk

wilayah pesisir mulai dari Tegal, Semarang, Surabaya hingga Pasuruan,

menjadi milik dan di bawah pengawasan langsung VOC. Setelah VOC runtuh

dan berganti kekuasaan selingan Inggris dalam Perang Napoleon, Yogyakarta

kemudian dibagi lagi menjadi Kadipaten Pakualam pada perjanjian Tuntang

1811 M.6

Setelah berakhirnya konflik berkepanjangan pada pertengahan abad

ke-18, Yogyakarta terus membenahi dirinya, termasuk mengadakan

4 Anton Satyo Hendriatmo, Giyanti 1775, Perang Perebutan Mahkota III dan

Terbaginya Kerajaan Mataram Menjadi Surakarta dan Yogyakarta, (Tangerang: CS Book,

2006), hlm. 138-139. 5 M.C Ricklefs, Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792, Sejarah

Pembagian Jawa, terj. E. Setyawati Alkathab, (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002), hlm. 87. 6 Peter Carey, Asal-usul Perang Jawa, Pemberontakan Sepoy dan Lukisan Raden

Saleh, terj. Rahmat Widada, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 21.

Page 15: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

3

pembangunan dan pengembangan wilayah, salah satunya adalah pendirian

Masjid Pathok Negoro, sebagian besar atas prakarsa Sultan

Hamengkubuwono I. Itulah keunikan Kesultanan Yogyakarta yang tidak

dimiliki oleh kerajaan saudaranya yang lain. Masjid Pathok Negoro juga

sebagai suatu tanda batas bagi konsep sistem kewilayahan dan kekuasaan

Sultan yang disebut Negaragung7 yang diri Sultan sendiri yang memerintah

wilayah tersebut.8

Keadaan yang damai dan makmur yang dialami oleh rakyat

Yogyakarta sejak tahun 1755 M berlanjut hingga berlangsungnya Perang

Jawa pada 1825-1830 M. Masjid dan pondok pesantren merupakan basis

massa Islam yang kuat di Jawa, yang menjadi pendukung perjuangan

Pangeran Diponegoro, meskipun Belanda berusaha merebut dan

menghancurkannya dengan membuat jaringan jalan dan benteng dalam

strategi fort stelsel.9 Belanda tidak dapat melakukannya, satu-satunya yang

bisa dilakukan adalah, memisahkan dan menghentikan bantuan dari pihak

kraton (Sultan), yang sejak berakhirnya Perang Jawa sudah acuh tak acuh lagi

hingga masa Revolusi Kemerdekaan.10

Pada saat kekuasaan Sultan di bidang keagamaan telah dipisahkan

dari kewenangannya oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka Sultan hanya

menjadi simbol saja. Sultan tidak dapat lagi bebas membina aspek keagamaan

7 Negara Agung: wilayah di bawah pengawasan langsung sultan /raja. 8 Aminuddin Kasdi, Perlawanan Penguasa Madura Atas Hegemoni Jawa, Relasi

Pusat-Daerah Pada Periode Akhir Mataram (1726-1745), (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm.

7. 9 Saleh As'ad Djamhari, Strategi Menjinakkan Diponegoro: Stelsel Benteng 1827-

1830, (Depok: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 125 dan 148. 10 Muslimin, ‘’Perlawanan Ulama di Yogyakarta dalam Melawan Politik Pendidikan

Kolonial (1910-1942)’’, (Skripsi S1 pada Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam

Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2010), hlm. 42. (tidak diterbitkan)

Page 16: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

4

rakyatnya. Salah satu cara agar Sultan dan pihak keagamaan (kepengulon)

terus berkontribusi dengan memberi dukungan secara langsung, berupa

pemberian status administratif dan penguatan kerohanian keluarganya dengan

mengirim belajar ke pondok pesantren yang menjadi satu dengan masjid,

salah satunya ada di Masjid Pathok Negoro Plosokuning.11

Masjid dan pondok pesantren sebagai pusat kajian agama Islam

adalah daerah bebas pajak sejak zaman Sultan Agung hingga Perjanjian

Giyanti. Meskipun telah terjadi peristiwa pembantaian ulama dan keluarganya

pada masa Amangkurat I. Daerah-daerah tersebut disebut daerah mutihan

dengan sifat tanah perdikan yang bebas pajak, warga di sekitar wilayah itu

disebut kaum, meskipun terdapat ikatan kebangsawanan dan protokoler raja,

namun tidak terikat oleh aturan-aturan kraton yang sangat berbeda dengan

tradisi kaum santri. Masjid juga dibangun dengan konstruksi yang megah,

dengan kolam di sekelilingnya ditambah dengan taman, mengikuti konsep-

konsep konstruksi Masjid Demak.12

Pada wilayah Kesultanan Yogyakarta, terdapat lima buah masjid

yang menjadi penanda batas kekuasaan sultan, sekaligus sebagai benteng

religius rakyat Yogyakarta, dengan sebutan istilah Masjid Pathok Negoro

yaitu Mlangi di barat daya, Plosokuning di utara, Babadan di timur,

Wonokromo di tenggara dan Dongkelan di selatan kraton Yogyakarta.13

11 Muslimin, Perlawanan Ulama di Yogyakarta dalam Melawan Politik Pendidikan

Kolonial (1910-1942), hlm. 42 12 Inajati Adrisijanti, Arkeologi Perkotaan Mataram Islam, (Yogyakarta: Jendela,

2000), hlm. 15. 13 Dharma Gupta, dkk., (ed.), Toponim Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Dinas

Pariwisata, seni dan Budaya Kota Yogyakarta, 2007) hlm. 43.

Page 17: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

5

Masjid Pathok Negoro Plosokuning yang didirikan pada tahun

1724, oleh Kyai Mursodo (anak Kyai Nuriman yang mendirikan Masjid

Pathok Negoro Mlangi), juga mengikuti aturan dan konsep arsitektur dari

Masjid Demak, yang terus bertahan hingga saat ini setelah menjadi saksi

berbagai macam peristiwa. Masjid ini juga mengikuti konsep tata negara dan

kota yang dikenal sebagai konsep kekuasaan dan kewilayahan yang disebut

papat kalimo pancer dengan raja sebagai pusatnya, konsep jaringan ini sangat

berbeda dari Kasunanan Surakarta.14

Penelitian ini dianggap menarik dan unik, karena hal ini adalah

sebuah kajian sejarah arsitektur dari sebuah Masjid Pathok Negoro, yang

hanya ada di Kesultanan Yogyakarta. Hal tersebut dianggap sebagai indikator

perubahan, baik politik maupun budaya, bagi legitimasi kekuasaan dari salah

satu Kerajaan Jawa yaitu Kesultanan Yogyakarta. Ditemukannya kesatuan-

kesatuan ideologis dan simbolis, dalam kekuasaan religius raja yang jarang

dipandang para sejarawan, sebagai suatu kajian sejarah kebudayaan yang

komprehensif dan utuh dalam memahami perubahan, dan dampaknya bagi

sosio-kultural dari sebuah karya seni berupa arsitektur masjid dalam kurun

waktu tertentu.

Dengan mencermati latar belakang di atas, ada beberapa

permasalahan yang muncul antara lain :

1. Kenapa didirikan Masjid Pathok Negoro Plosokuning?

2. Apa yang menjadi keunikan dari Masjid Pathok Negoro

Plosokuning?

14 Delih Kurniawan, ‘’Yogyakarta 1900-1940 (Kajian Historis Tata Kota)’’, (Skripsi

S1 pada Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN

Sunan Kalijaga, 2011), hlm. 65. (tidak diterbitkan)

Page 18: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

6

3. Bagaimana kondisi arsitektur Masjid Pathok Negoro

Plosokuning?

4. Apa yang menyebabkan Masjid Pathok Negoro Plosokuning

masih mempertahankan bentuk aslinya?

5. Kenapa Masjid Pathok Negoro Plosokuning mendapat status

Masjid Pathok Negoro?

6. Apa fungsi berdirinya Masjid Pathok Negoro Plosokuning bagi

masyarakat?

B. 1. Kerangka Tujuan

Adapun tujuan studi ini adalah:

1. Ingin menjelaskan didirikannya Masjid Pathok Negoro

Plosokuning.

2. Ingin mengetahui bentuk konstruksi arsitektur masjid dari awal

sampai sekarang.

3. Ingin mengetahui fungsi berdirinya masjid bagi masyarakat

sekitar.

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan tema studi yang penulis pilih, dirasa perlu memberikan

batasan masalah terlebih dahulu agar tujuan yang dicapai lebih terarah,

diantaranya:

1. Didirikannya Masjid Pathok Negoro Plosokuning.

2. Kondisi konstruksi arsitektur masjid dari awal berdiri sampai

sekarang.

3. Fungsi dari berdirinya masjid bagi masyarakat sekitar.

Page 19: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

7

C. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat melengkapi studi-studi yang

sudah ada, terutama terkait dengan sejarah arsitektur. Artinya, skripsi ini bisa

menjadi rujukan bagi akademisi yang ingin mengambil kajian tentang benda-

benda cagar budaya, khususnya masjid dan budaya Jawa pada umumnya.

Sebagai pemacu sejarawan muslim khususnya dan generasi muda

pada umumnya, yang akan meneliti tentang Sejarah Islam Lokal Indonesia,

terutama yang terkait dengan benda-benda cagar budaya, seperti masjid baik

dari segi arsitektur maupun dari segi budaya Jawa.

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian sejarah, dengan menggunakan pendekatan bersifat deskriptif

analisis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara

kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.15 Sejarawan Indonesia yang

bernama Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa terjadinya peristiwa sejarah

dilatarbelakangi beberapa faktor penyebab, jadi ada banyak aspek yang perlu

dilihat mengapa suatu peristiwa itu terjadi.16

Penulis menggunakan pendekatan ilmu sejarah digunakan untuk

memaparkan tiap proses dalam peristiwa sejarah berdasarkan kronologis

waktu. Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan pendekatan arkeologi

dan sosio-antropologi. Pendekatan arkeologi digunakan untuk memahami

15 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. Terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI

Press, 1983), hlm. 32. 16 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 4-5 dan hlm. 144-156.

Page 20: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

8

segala hal yang berhubungan dengan fisik masjid, terutama masalah struktur

bangunan beserta maknanya. Pada pendekatan ini (arkeologi) perspektif

budaya merupakan sarana untuk melihat bentuk fisik, yang diperlihatkan pada

sebuah hasil karya masyarakat dalam tradisi Jawa,17 yaitu masjid.

Sedangkan pendekatan sosio-antropologi digunakan sebagai acuan

pandangan tentang bagaimana alam pikiran penguasa dan rakyat Jawa pada

masa itu dan bagaimana perkembangan peradabannya, akan sebuah bangunan

fisik religius sebagai bagian dari perikehidupan dan tranformasi rakyat Jawa,

seperti hal masalah tata busana, arsitektur, etiket dan lain-lain.18

Masjid Pathok Negoro berasal dari dua bahasa dan tiga akar kata

yang berbeda, kata masjid berasal dari akar kata bahasa Arab. Kata dasar

masjid berasal dari kata kerja sajada yang berarti bersujud dan menyembah

kepada Allah atau Tuhan Semesta Alam, yang mana akar kata tersebut

mengalami perubahan makna dan pengucapan kata dalam ilmu sintaksis

bahasa Arab (ilmu sharaf) menjadi kata benda atau ism makaan atau

penetapan tempat. Sehingga, kata sajada berubah menjadi kata masjid yang

berarti “tempat bersujud” atau “menyembah Allah”.19 Kata masjid merujuk

pada penyebutan tempat ibadah bagi umat Islam. Dalam Bahasa Indonesia

kata masjid ini dicerap begitu saja tanpa adanya perubahan-perubahan berarti

dalam penyebutan maupun penulisan kata masjid.20

17 Handinoto, Arsitektur dan Kota-kota di Jawa Pada Masa Kolonial, (Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2010), hlm. 110. 18 Jakob Sumardjo, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis-Historis

Terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002), hlm.

66. 19 A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka

Progresif, 1984), hlm. 650 20 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 579

Page 21: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

9

Adapun kata Pathok Negoro berasal dari dua kata bahasa Jawa,

yaitu Pathok dan Negoro. Pathok mempunyai beragam makna,21 namun

mempunyai satu tujuan makna kata khusus yaitu, “sebuah tanda yang

ditancapkan atau didirikan, baik berupa tanda yang terbuat dari kayu (tongkat

atau tanaman tertentu), batu ataupun bangunan fisik lainnya, yang

dimaksudkan sebagai batas dari sebuah kekuasaan tertentu baik individu

maupun kolektif.” Sedangkan kata Negoro, atau dalam bahasa Jawa halus

(inggil) nagari, memiliki arti kekuasaan negara yang dipimpin oleh seorang

raja dengan sistem tertentu.22

Sebuah hasil kebudayaan tentu berasal dari olah rasa, karya dan

karsa. Menurut Koentjaraningrat yang dikutip dari J.J Hoenigman proses

kehidupan memunculkan tiga gejala kebudayaan, yaitu: (1) ideas, (2)

activities (3) artifact. Prinsip pokok dari kebudayaan di dunia menurutnya

pula ada tujuh, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem

peralatan hidup, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.23

Masjid Pathok Negoro Plosokuning di sini berada dalam tataran sistem religi

dan kesenian.

Pada masa Rasulullah masjid tidak ditentukan bentuk dan

bahannya, prinsipnya hanya satu, yaitu bagaimana masjid tersebut berfungsi

sebagai tempat ibadah maupun pusat sosialisasi umat. Bahkan jika ada masjid

yang fungsinya tidak dimaksudkan untuk itu, Allah memerintahkan kepada

21 Dharma Gupta, dkk., (ed.), Toponim Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Dinas

Pariwisata, seni dan Budaya Kota Yogyakarta, 2007), hlm. 44. 22 P. M. Zoetmulder, Kamus Jawa Kuno-Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987),

hlm. 215. 23 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.

159.

Page 22: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

10

Rasulullah SAW untuk menghancurkannya. Atas dasar keadaan itulah, maka

ajaran Islam memang tidak menetapkan ketentuan konstruksi arsitektur

bangunan masjid harus berbentuk seperti apa.

Islam yang datang dan menyebar ke sebuah wilayah baru,

kemudian berasimilasi dan menyerap kebudayaan yang telah ada, untuk

menjadi kebudayaan Islam. Keadaan asimilasi dan penyerapan kebudayaan

oleh Islam disebut sinkretisme, tanpa mengubah dasar-dasar dari ajaran

agama maupun kebudayaan yang ada, bahkan Islam semakin mewarnai

jalannya sebuah kebudayaan, contohnya kebudayaan Jawa. Oleh karena

itulah, etnis dan kebudayaan apapun bebas membangun kostruksi masjid

dengan gaya arsitektur apapun, asal fungsi utamanya tidak melenceng dari

syariat Islam. Itulah yang dicontohkan oleh para Walisongo pada masa lalu

dalam membangun masjid agung Demak. Model arsitektur masjid Demak

adalah acuan bangunan masjid berarsitektur gaya Jawa. Prinsip konstruksi

bangunan tidak ditentukan dalam ajaran Islam, namun prinsip konstruksi

arsitektur telah ada dalam kebudayaan Jawa, baik penentuan tempat dan

penentuan waktu pembangunannya maupun penentuan bentuk, semua telah

ada pada aturan dalam kebudayaan Jawa. Islam hanya melengkapi saja

dengan prinsip-prinsip ajarannya seperti kebersihan, keamanan dan upaya

pendekatan diri pada Yang Maha Kuasa.24 Arsitektur mempunyai tiga bagian

prinsip, pertama, berkaitan dengan fungsi, kedua, berkaitan dengan bentuk

dan ketiga berkaitan dengan tata letak.

24 Nurcholis Madjid, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam (Jakarta:

Penerbit Paramadina, 1999), hlm. 13.

Page 23: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

11

Teori yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada Yu Hien

Hsieh,25 yang mengatakan bahwa, “sebuah bangunan pasti didirikan dengan

maksud-maksud tertentu, baik fungsi maupun bentuk.” Posisi dan waktu

pembangunan semua diatur sedemikian rupa, dengan segala perangkat yang

ada di dalamnya. Ada empat fungsi utama Masjid Pathok Negoro; pertama,

fungsi religius, sebagai tempat ibadah dan tempat belajar-mengajar agama,

kedua, fungsi geografis dalam bentuk teritorial sebuah wilayah kerajaan,

ketiga, fungsi sosial dalam bentuk interaksi antar personal, terakhir, yang

sekarang mungkin sudah tidak ada lagi, yaitu fungsi militer26, yang digunakan

untuk mobilisasi rakyat untuk berperang dan menggalang kekuatan. Sejak

didirikan pertama kali di tahun 1724 M, fungsi-fungsi tersebut tetap ada,

kecuali fungsi militer. Mungkin sekali fungsi militer berubah menjadi fungsi

ekonomis seiring berjalannya waktu. sebab sebagian besar penduduk wilayah

di sekitar masjid tersebut adalah para pengusaha dan pekerja wiraswasta yang

kuat etos kerjanya.

Prinsip bentuk gaya arsitektur masjid Jawa setidaknya ada tiga

pendapat, yang kesemuanya mengerucut pada pola penetapan ruang, bentuk

dan aspek pengaruh gaya yang diterapkan pada sebuah masjid berarsitektur

Jawa. Adapun pendapat-pendapat tersebut berasal dari: G.F Pijper,27

Handinoto28 dan Abdul Rochym.29

25 Alvin L. Bertrand, Sosiologi, Kerangka Acuan, Metode Penelitian, Teori-teori

Tentang Sosialisasi, Kepribadian dan Kebudayaan, terj. Sanapidh S. Faisal, (Surabaya: PT

Bina Ilmu, 1980), 26-28. 26 Fungsi militer dipergunakan pada masa Perang Jawa (1825-1830) dan pada saat

revolusi fisik (1945-1949) 27 G. F Pijper, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Di Indonesia, 1900-1950,

terj. Tujimah dan Yessi Agusdin, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985). Hal ini

juga diperkuat oleh pendapat Helene Njoto tentang asal usul tata peletakan masjid di Jawa

Page 24: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

12

Menurut G.F Pijper, denah dan bentuk dasar masjid berarsitektur

Jawa mirip seperti kompleks candi Hindu Jawa, terutama kompleks candi

Plaosan Lor. Hal tersebut ingin dibuktikan oleh G.F Pijper dengan

menyamakan denah penempatan candi perwara30 yang mengelilingi candi

utama. Jika hal tersebut disamakan dengan masjid, maka candi perwara

adalah bagian di luar masjid, sedangkan candi induknya adalah bagian utama

masjid.

Menurut G.F Pijper, arsitektur masjid bergaya Jawa mempunyai

bentuk enam karakter umum, yang tidak terdapat pada masjid di daerah

lainnya di luar kebudayaan Jawa, yaitu:

1. Berbentuk bujursangkar.

2. Lantainya langsung berada di tanah, tidak dibuat seperti lantai panggung.

3. Memiliki atap tumpang.

4. Mempunyai serambi.

5. Memiliki halaman yang dibatasi oleh pagar dan kolam, biasanya pintu

masuknya berada di bagian timur.

6. Memiliki ruang tambahan berupa mihrab di bagian barat masjid.

Handinoto hampir sependapat dengan G.F Pijper dengan

kesepakatan atas denah masjid berarsitektur Jawa. Handinoto kemudian lebih

dalam tulisannya, “On The Origins of the Javanese Mosque” dalam, The Newsletter Vol. 72,

2015. 28 Tulisan makalah tentang arsitektural masjid bergaya Jawa oleh Handinoto dan

Samuel Hartono, “Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan Mesjid Kuno Di Jawa Abad

15-16” dalam, Dimensi Teknik Arsitektur Vol.35, No. 1, Juli 2007. 29 Abdul Rochym, Mesjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia,

(Bandung Angkasa, 1983). 30 Candi Perwara adalah candi pelengkap atau pendamping yang mengelilingi

candi utama

Page 25: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

13

menyoroti bentuk arsitektur masjid Jawa, dengan penekanan bahwa masjid

berarsitektur Jawa terdapat prinsip-prinsip tertentu soal bentuknya.

Improvisasi dan inovasi orang-orang Jawa dalam mewujudkan

kebudayaannya pada bidang arsitektur masjid, menurutnya pula dapat dilihat

pada bentuk atap, tata letak dan prinsip konstruksinya. Untuk bagian

pawestren itu hanya wujud ajaran tentang penghargaan kepada kaum Hawa

yang ingin berjama’ah di masjid, sebab itu hanya bagian yang khusus

difungsikan untuk kaum Hawa.

Adapun menurut Abdul Rochym arsitektur masjid bergaya Jawa

dapat dengan mudah dilihat dan ditentukan bentuk serta denahnya. Masjid

berarsitektur Jawa tidak mengalami perubahan gaya dan prinsip selama

berabad-abad sejak masa Demak, perubahannya hanya pada masalah bahan,

karena ada beberapa bahan yang mudah rusak. Hampir sama seperti pendapat

G.F Pijper, menurut Abdul Rochym, masjid-masjid di Indonesia pada

prinsipnya berbentuk bujursangkar untuk meratakan shaf dalam sholat,

mempunyai bagian khusus seperti mihrab dan mimbar. Keunikan masjid

berarsitektur bergaya Jawa menurutnya mempunyai keunikan yang khusus,

terutama adanya bagian seperti kolam dan kompleks makam dalam satu

lingkungan masjid.

Konsep bangunan di belahan Dunia Timur, secara epistimologis,

sangat berbeda dengan konsep bangunan di belahan Dunia Barat. Pada

konsep bangunan Dunia Timur, konsep ornamental sangat ditonjolkan,

dibanding konsep fungsional Dunia Barat. Konsep privacy dalam penggunaan

ruang bangunan di Dunia Barat, sangat bertentangan dengan konsep

Page 26: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

14

kebersamaan (common) pada penggunaan ruang di Dunia Timur, lebih-lebih

masalah estetika yang sangat jarang diperhatikan oleh konsep arsitektur di

Dunia Barat.

Konsep bangunan di Dunia Timur selalu memaksa orang untuk

menyesuaikan diri, untuk membentuk perilaku pribadi dan sosial, contohnya

sikap seseorang ketika berada dalam kompleks peribadatan, yang disesuaikan

dengan adat setempat.31 Untuk mencegah terjadinya gangguan kekhusukan

dalam sholat, maka aspek ornamental yang biasa ditemukan di arsitektur

Dunia Timur, di Masjid agung Kraton dan Masjid-Masjid Pathok Negoro,

sangat sedikit. Hanya ada sedikit ornamen yang diwarnai dengan warna

terbatas dan tidak mencolok.32 Suasana yang ingin ditampakkan oleh konsep

arsitektur.

Pada buku Konsep Kekuasaan Jawa karya G. Moedjanto, dia

berpendapat bahwa kekuasaan itu tidak dilihat dari kedudukannya sebagai

seorang raja semata, namun dia harus mewujudkannya pada hal lain yang

berkaitan dengan simbolisasi dalam kekuasaannya. Keunggulan dan

legitimasi tersebut, diwujudkan dalam upaya mendekatkan diri sedekat

mungkin dengan rakyatnya.33 Hal itu bisa dilakukan melalui tulisan, pendirian

dan pemrakarsaan bangunan tertentu serta kepedulian akan suatu wilayah

31 Hindro T. Soemardjan, Pendidikan Arsitektur dan Pembangunan Nasional:

Sebuah Pendekatan Budaya, dalam Eko Budihardjo (ed.), Arsitektur Indonesia Dalam

Perspektif Budaya, (Bandung: Penerbit Alumni, 1991), hlm. 110-112. 32 Rochym, Mesjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, (Bandung:

Angkasa, 1983), hlm. 108. 33 Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Semarang: Hanindita,

1984), hlm. 21.

Page 27: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

15

tertentu ataupun penggunaan simbol-simbol keramat bagi sebuah keluarga

atau kekuasaannya.34

Sebagai masalah dan konsep etos, maka para penguasa selalu

berusaha menumbuhkan kesadaran kolektif kelompok atau individu yang

dipimpinnya dalam sebuah daerah tertentu.35 Simbol-simbol yang diwujudkan

itu selalu berkaitan dengan penumbuhan kesadaran kolektif tentang diri dan

ruang yang dipertahankan dan dikembangkan sedemikian rupa oleh subyek

penggunanya.36

E. Tinjauan Pustaka

Karya-karya yang terkait dengan Masjid Pathok Negoro dan

kekuasaan Jawa Kesultanan Yogyakarta, telah banyak dan sangat banyak

ditulis, baik oleh penulis dalam negeri maupun dari luar negeri, dalam bentuk

buku, tulisan makalah ataupun hasil penelitian. Tulisan-tulisan tersebut

umumnya hanya membahas sejarah politik, namun masih sedikit yang

membahas masalah perubahan dalam masalah arsitektural, hal tersebut dapat

dipahami, sebab masalah dan bahasan politik lebih banyak peminatnya.

Karya-karya dengan sudut pandang arsitektur dalam lingkup kajian

budaya dan arsitektural masjid di Plosokuning tidaklah begitu banyak, karya-

karya yang telah ada terbatas pada bahasan tertentu, yaitu ekonomi dan

politik. Pada kajian pustaka ini, ada beberapa karya-karya dalam bentuk buku

yang diambil oleh penulis sebagai pembanding dari penelitian yang akan

34 Ibid. 35 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 172. 36 Taufik Abdullah, “Nasonalisme Indonesia, Dari Asal-usul ke Prospek Masa

Depan”, dalam: Asvi Warwan Adam (peny.), Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi dan Persepsi

8, (Jakarta: MSI bekerjasama dengan ANRI, 1999), hlm. 15-16.

Page 28: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

16

dilakukan. Karya-karya tersebut mempunyai perbedaan, sehingga kajiannya

tidaklah sama, meskipun data dan fakta yang tersaji dalam karya-karya yang

ada menjadi sumber rujukan penulis.

Buku karya Inajati Adrisijanti,37 Arkeologi Perkotaan Mataram

Islam, yaitu buku yang merupakan hasil penelitian arkeologi dan tata kota di

era Mataram Islam. Buku ini secara singkat menyinggung eksistensi masjid-

masjid di wilayah yang dulu termasuk Mataram Islam. Buku ini jelas berbeda

sekali dengan penelitian yang akan dibuat ini, terutama dengan masalah tema

yang akan diteliti, sebab tema penelitian ini adalah arsitektur masjid.

Buku lain yang juga membahas tentang masjid yang ada di

Yogyakarta, yaitu: Bunga Rampai Masjid Kagungan Dalem dan Masjid

Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, karya Wahyu Indro S dkk.

Karya ini adalah karya yang paling lengkap yang membahas tentang masjid-

masjid kuno yang ada di Yogyakarta. Karya ini hampir sama seperti buku

sebelumnya, hanya saja obyek pembahasannya lebih banyak. Tentu saja

perbedaan dengan penelitian ini terletak pada aspek kedetailan dan masalah

makna arsitekturalnya.

Artikel karya Nensi Golda Yuli yang diterbitkan oleh International

Research Journal of Engineering and Technology, berjudul The Comparison

of the Muslim Settlements in Pathok Negoro Area,Yogyakarta, Indonesia.

Membahas mengenai perbandingan struktur perkampungan di sekitar masjid-

masjid Pathok Negoro di wilayah Yogyakarta.

37 Inajati Adrisijanti, Arkeologi Perkotaan Mataram Islam, (Yogyakarta: Jendela,

2000)

Page 29: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

17

Karya-karya berbentuk hasil penelitian skripsi, setidaknya penulis

temukan sebanyak empat buah, yaitu: skripsi Indah Nur Hasanah,38 Dwi

Wahyuningsih,39 Muhammad Ali Sirojuddin,40 dan M. Irwan Ulil Albaab.41

Keempat karya ilmiah tersebut, tidak satupun yang sama dengan kajian

skripsi ini.

Skripsi karya Indah Nur Hasanah, kajiannya lebih condong kepada

sebuah tradisi di masyarakat sekitar, yang timbul dari adanya Masjid Pathok

Negoro Plosokuning. Bedanya dengan tulisan ini adalah di bagian sisi historis

perkembangan arsitektural masjidnya. Skripsi karya Muhammad Ali

Sirojuddin, mengupas mengenai managemen kepengurusan salah satu Masjid

Pathok Negoro pada masa kontemporer dengan mengambil studi kasus

Masjid Taqwa Wonokromo yang terletak di Bantul. Skripsi karya M Irwan

Ulil Albaab, membahas tentang perubahan masyarakat di sekitar Masjid

Pathok Negoro yang mengaktualisasikan diri mereka dalam perubahan

zaman. Bedanya dengan tulisan ini adalah sisi historis bangunan, bukan

keadaan masyarakatnya.

Karya-karya tersebut pada dasarnya membahas tentang Masjid

Pathok Negoro dalam kajian tertentu, namun masalah tema kajian, batasan

38 Indah Nur Hasanah, ‘’Tradisi Tahlil Pitung Leksan di Dusun Plosokuning, Desa

Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta’’,

(Skripsi S1 pada Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

UIN Sunan Kalijaga, 2008). (tidak diterbitkan) 39 Dwi Wahyuningsih, ‘’Akulturasi Budaya pada masyarakat di sekitar Masjid

Sulthoni di Plosokuning, Ngaglik, Sleman’’, (Skripsi S1, pada Program Studi Sejarah

Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2006). (tidak

diterbitkan) 40 Muhammad Ali Sirojuddin, ‘’Management Masjid Pathok Nagoro : Studi Masjid

Taqwa Wonokromo Bantul Yogyakarta’’. (Skripsi S1 pada Program Studi Sejarah

Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2015). (tidak

diterbitkan) 41 M. Irwan Ulil Albaab, ‘’Masyarakat Jawa dan Modernisasi (Potret Kontemporer

Masyarakat “Masjid Pathok Negoro Plosokuning)’’, (Skripsi S1 pada Program Studi Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, 2012). (tidak diterbitkan)

Page 30: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

18

spasial dan temporal menjadi faktor pembeda. Hal tersebut merupakan celah

kajian penting bagi penulis, sebab hal tersebut juga merupakan faktor

pelengkap bagi penelitian-penelitian akan sejarah lokal Jawa, terutama di

dunia akademis.

Segala perbedaan yang didapatkan oleh penulis bukanlah menjadi

halangan bagi penelitian. Fokus kajian dibutuhkan sebagai sebuah batasan

dan ukuran bagi penulis, agar segala faktor pembeda tersebut menjadi

pelengkap bagi penelitian-penelitian di tempat yang sama di masa mendatang.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini secara garis besar mempunyai tiga hal dasar, yang

tiap-tiap bagiannya saling berkaitan. Bagian-bagian tersebut berupa:

pendahuluan, isi dan akhir atau kesimpulan, yang selalu berkaitan hubungan

antar bab tersebut pada pembahasannya. Tiap-tiap bagian pembahasan

tersebut terbagi dalam sistematika bab dan sub-bab yang jumlah bahasannya

tidak mengikat, sesuai dalam kaidah dan koridor penguraian hasil

penelitian.42

Pada Bab I adalah pendahuluan yang berupa proposal penelitian, di

dalamnya adalah pengungkapan untuk tujuan apa penelitian dilakukan,

bagaimana metodenya serta bagaimana sistematika pembahasannya. Pada

tahap ini penulis membeberkan tujuan,rencana sistematika, metode penelitian

dan landasan pemikiran serta teori sebagai rujukan berfikir bagi penelitian,

sebagai pengantar akademis maupun administratif agar arah serta maksud dan

42 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999), hlm. 69.

Page 31: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

19

tujuan penelitian dapat diketahui di gambaran awal sebelum membaca seluruh

isi hasil penelitian.

Tahapan selanjutnya tertuang dalam Bab II, yaitu berupa gambaran

umum untuk melihat secara parsial masalah-masalah ataupun hal-hal yang

berkaitan dengan lingkup masalah spasial dan temporal yang terjadi di sekitar

tema atau wilayah, dalam hal ini keadaan umum tentang Masjid Pathok

Negoro Plosokuning bahasan tersebut berguna untuk mengetahui situasi yang

berkembang secara lebih detail dan berhubungan dengan bab selanjutnya.

Bab III adalah penguraian jawaban tentang bagaimana konstruksi

dari arsitektur masjid. Bagian ini berisi pembahasan tentang masalah material

pembentuk fisik masjid, tata letak serta fungsi-fungsi dalam arsitektur masjid.

Pembahasan ini untuk mendapatkan gambaran detail akan bagian-bagian

tertentu dalam rekonstruksi sejarah arsitektur masjid dalam bentuk fisiknya.

Pada tahap selanjutnya adalah Bab IV berupa pembahasan tentang

interpretasi yang berupa pemaknaan bagian-bagian fisik masjid terhadap

masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut diuraikan dalam beberapa sub bahasan

berupa penjabaran tentang pemecahan permasalahan yang timbul dari

pendirian masjid.

Tahap terakhir yaitu Bab V merupakan kesimpulan dari peristiwa

yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dengan penjabaran hasil-hasil dan

fakta yang didapat dari penelitian yang dilakukan.

Page 32: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Kondisi Geografis

Wilayah Plosokuning adalah sebuah Desa di pedalaman Jawa, di

bekas Keresidenan Yogyakarta yang terletak 9 km bagian timur laut pusat

Kota Yogyakarta, terletak di daerah yang dinamakan lembah Mataram.43

Desa ini terletak di antara aliran Sungai Gajahwong di bagian barat dan

Sungai Manggis di bagian timur, yang membujur dari utara ke selatan,

dengan debit air yang cukup baik di musim kemarau untuk kebutuhan air

penduduk.

Sungai-sungai tersebut bermuara di laut selatan Jawa, dengan

pertemuan arus sungai (tempuran) di Sungai Opak dan Oyo. Tanah di

sekitarnya juga tergolong subur untuk pertanian dan perkayuan, namun dalam

perkembangannya, luas tanah untuk pertanian semakin berkurang dan pohon

untuk bahan-bahan bangunan berupa kayu harus didatangkan dari wilayah

Grobogan dan Madiun.44

Desa Plosokuning berdiri di atas tanah alluvial (tanah hasil

pelapukan lahar) Gunung Merapi yang terbentuk jutaan tahun lalu, dengan

dasar tanah sebagian batu wadas dan batu cadas keras, sedangkan

permukaannya dipenuhi oleh tanah hitam dan berpasir, serta berada di

43 Hiroyoshi Kano, “Sejarah Ekonomi Masyarakat Pedesaan Jawa: Suatu Penafsiran

Kembali”, dalam Akira Nagazumi (peny.), Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang,

Perubahan Sosial-Ekonomi Abad XIX & XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hlm. 14-15. 44Desak Made Oka, Hutan Jati Madiun, Silvikultur di Karesidenan Madiun 1830-

1910, (Semarang:PBS, 2010), hlm. 9.

Page 33: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

21

ketinggian sekitar 127 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan

pertahun sekitar 800 milimeter.45

Luas keseluruhan Desa Plosokuning sekitar 15.000 m² (untuk

bagian sekitaran masjid, hanya seluas 2.500 m²), dengan kelembaban udara

mencapai 85-90 persen, pada ketinggian itu maka udara di sekitarnya

tergolong sejuk, dengan suhu rata-rata di musim panas dan musim hujan

berkisar antara 23-31 C°.

Vegetasi Desa Plosokuning berupa tumbuhan pangan dan

komersial seperti, padi dan palawija berupa singkong, ubi jalar, kelapa dan

tanaman buah-buahan lainnya, adapun tanaman komersial berupa kelapa,

kayu sengon, waru dan tumbuhan lainnya yang dapat dimanfaatkan kayunya.

Tanah di sekitarnya tergolong berbukit, di sebelah barat dan timur terdapat

dataran rendah yang sempit, sedangkan utara dan selatannya berbukit

mengikuti arah Gunung Merapi dengan tingkat kelandaian sekitar 25 derajat.

Tata letak Desa Plosokuning sejak tahun 1760 M hingga tahun

1926 M, adapun secara administrasi sejak tahun 1760 M hingga 1830 M,

berada di bawah pengawasan langsung Sultan dalam sistem kekuasaan

Nagaragung. Oleh Sultan daerah-daerah Pathok Negoro di bawah

pengawasan pemerintahan setingkat kawedanan (dikenal sebagai sistem

pemerintahan setingkat kecamatan atau distrik sekarang), yaitu abdi dalem

Reh Kawedanan Pengulon. Setelah reorganisasi pemerintahan pada tahun

1830 M, kekuasaan Sultan dipisahkan dari daerah itu, dengan penetapan

45 Tonny Whitten, Roehayat Emon Soeriaatmadja dan Suraya A. Afiff, The Ecology

of Indonesian Series Volume II: The Ecology of Java and Bali (Singapore: Periplus Editions

(HK) Ltd., 2000), hlm. 41-42.

Page 34: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

22

wilayah Plosokuning berada di dalam lingkungan wilayah administrasi distrik

Ngaglik, di bawah wilayah administrasi wedana Denggung pada tahun 1831.

Setelah diadakan lagi reorganisasi pemerintahan (pangreh praja)

pada tahun 1926, maka Plososkuning menjadi sebuah daerah onderdistrik, di

bawah distrik Ngaglik, di bawah afdeeling Sleman (sistem administrasi

kawedana Denggung sudah dihapuskan).46 Setelah reorganisasi wilayah dan

pamong praja kembali tahun 1947 M dan 1950 M hingga sekarang, tidak ada

perubahan sistem pemerintahan berarti.

B. Sejarah Singkat Berdirinya Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Disintegrasi Kerajaan Mataram telah terjadi sejak masa

pemerintahan Amangkurat II, sebagian besar wilayah Mataram pada masa

Sultan Agung dan Amangkurat I di bagian barat (bang kulon) seperti

Priangan dan Karawang telah jatuh ke tangan VOC setelah tahun 1680 M,

serta Cirebon di tahun 1705 M, di bagian timur seperti Blambangan dan

Pasuruan, jatuh ke tangan kaum pemberontak Untung Surapati pada tahun

1686 M, sebelum akhirnya dihancurkan oleh VOC pada tahun 1710 M, yang

ditandai dengan pembuatan benteng pertama di Jawa Timur.47

Wilayah pesisir sejak tahun 1690 M sudah diserahkan Istana

Mataram kepada VOC, dari wilayah Tegal hingga Semarang dan kemudian

menyusul wilayah dari Semarang hingga Surabaya di tahun 1746 M. VOC

juga selalu berusaha menggerogoti tahta dan kebebasan Mataram dengan

46 Rijkblad Kasultanan Yogyakarta 1926, salinan Badan Perpustakaan dan Arsip

Derah Yogyakarta, 2004, hlm 21. 47 Robert W. Hefner, Geger Tengger, Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik, terj.

A Wisnuhardana, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 15.

Page 35: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

23

sistem monopoli perdagangannya, namun hal tersebut lebih disebabkan

karena kelemahan raja yang bertahta Mataram itu sendiri.

Setelah Sunan Amangkurat IV naik tahta, Pangeran Hangabei atau

RM Sandiyo yang merupakan anak Raja Mataram (Sunan Amangkurat IV),

pergi dari kraton. Dia enggan dijadikan raja pengganti ayahnya karena intrik

politik di Kraton Kartasura. Dia dijadikan Bupati Surabaya, namun setelah

Surabaya jatuh ke tangan VOC (1743 M), dia pergi ke daerah perbatasan

antara Kedu dan Mataram di Desa Susukan. Setelah ayahnya wafat dan tahta

Mataram digantikan oleh adiknya, Sunan Pakububuwono II, dia tetap

memilih pergi dari kraton.

Timbulnya kegelisahan akan kekuasaan Kerajaan Mataram hingga

akhirnya timbul Perang Suksesi, harus diakhiri dengan diadakannya

kesepakatan bersama untuk mengakhiri pertikaian yang terjadi, yaitu dengan

menempuh jalur damai. Perjanjian Giyanti yang terjadi pada tahun 1755 M,

antara Pakubuwono III yang masih kecil dengan Hamengkubuwono I dan

VOC adalah hasilnya. Namun, ternyata ini bukannya menghasilkan

kedamaian ataupun menyelesaikan masalah untuk kedua belah pihak, akan

tetapi malah menambah suasana tidak terkendali dengan keputusan yang

dibuat oleh keduanya dengan terjerumus ke dalam permainan politik VOC,

kali ini dengan Raden Mas Said, yang bertempur menuntut tahta Mataram

juga.

Hingga akhirnya, kesepakatan terakhir ditandatangani di Salatiga

pada pada tahun 1757 M, antara Pakubuwono III, Raden Mas Said dan VOC,

dengan isi perjanjian menyatakan bahwa Raden Mas Said sebagai (bergelar

Page 36: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

24

Adipati Mangkunegoro), tidak boleh menuntut tahta dan memberikan hormat

pada kedua kerajaan yang sudah ada.48

Hasil-hasil dari perjanjian antara raja-raja bekas Kerajaan Mataram

dengan VOC tersebut adalah konsesi-konsesi tertentu, seperti perjanjian-

perjanjian yang telah diadakan di masa lalu, isinya selalu membelenggu

kekuasaan dan tahta Mataram, meskipun secara militer Kerajaan Mataram

yang telah terpecah itu masih utuh. VOC dibubarkan pada 1799 M setelah

mengalami kebangkrutan oleh pemerintah kolonial Belanda (negeri

Belanda).49

Setelah Kraton Yogyakarta berdiri, RM Sandiyo, yang kini bergelar

Kyai Nuriman, oleh adiknya, Sultan Hamengkubuwono I, diminta untuk ke

kraton dan menjadi penasihatnya, namun ditolak olehnya. Kyai Nuriman lalu

tetap memilih mengajar di desa. Desa tempat dia mengajar, telah berdiri

sebuah masjid yang dinamakan Masjid Mlangi, yang merupakan Masjid

Pathok Negoro pertama di Yogyakarta, yang berdiri sejak tahun 1723 M.

Kyai Nuriman memerintahkan kepada anaknya bernama Kyai

Mursodo, untuk mengajar dan mendirikan masjid di bagian timur, yaitu di

Plosokuning pada tahun 1724 M. Sejak sebelum pecah Perang Cina (1740-

1743 M) hingga perjanjian Giyanti (1755 M), masjid di Mlangi dan

48 Ki Sabdacarakatama, Ensiklopedia Raja-raja Tanah Jawa, Silsilah Lengkap Raja-

raja Tanah Jawa Dari Prabu Brawijaya V Sampai Hamengkubuwono X, (Yogyakarta: Narasi,

2010), hlm. 115. 49 C.R Boxer, Jan Kompeni, Sejarah VOC dalam Perang dan Damai, 1602-1799,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 115.

Page 37: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

25

Plosokuning telah berdiri, beberapa orang kaum pemberontak juga pernah ke

tempat ini untuk berlindung.50

Ketika Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono III

pada tahun 1812 M, Masjid Pathok Negoro Plosokuning mengalami renovasi

besar yang pertama. Selanjutnya renovasi dilakukan pada tahun 1869 M di

masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono VI, setelah Yogyakarta

diterjang gempa besar tahun 1867.

Revolusi fisik yang terjadi antara tahun 1945-1949 M di

Yogyakarta, menjadikan masjid serta masyarakat Pathok Negoro sebagai

benteng dari sasaran serangan agresi militer Belanda (NICA), bahkan Masjid

Pathok Negoro menjadi semacam daerah yang steril dari agresi militer

Belanda. Meskipun menjadi daerah yang steril dari sasaran militer, bukan

berarti rakyat dan penguasa berpisah, bahkan beberapa keluarga dekat sultan

sering bertandang dan menyusup menjadi laskar perang, bahu-membahu

bersama para ulama dan rakyat, dalam menghadapi serangan Belanda di

Yogyakarta.51 Sultan bahkan sering mengirim kerabat dan putra-putrinya

untuk belajar di beberapa Masjid Pathok Negoro. Oleh sebab karena di bawah

pengawasan langsung raja, maka Masjid Pathok Negoro Plosokuning

berstatus Masjid Kagungan Dalem.

50 Yuwono Sri Suwito, dkk., Prajurit Kraton Yogyakarta, Filosofi dan Nilai Budaya

yang Terkandung Di Dalamnya, (Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Kota

Yogyakarta, 2010), hlm. 5. 51 Ervan Anwarsyah, ‘’Peran Ulama Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di

Yogyakarta 1945-1949’’, (Skripsi S1 pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam UIN

Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 42. (tidak diterbitkan)

Page 38: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

26

C. Kondisi Agama

Pada tradisi alam pikir orang Jawa sejak zaman Hindu hingga Islam

datang, raja adalah perwujudan mikro kosmos dan sebagai wakil Tuhan

(Allah SWT) dalam perlindungan dan pengayoman rakyat, oleh karena itu

rakyat memberikan apa yang mereka miliki untuk kepentingan raja dan

keluarganya dalam mengatur kehidupan mereka agar lebih baik, dalam wujud

istilah: papat kalimo pancer, yang berarti empat sisi dengan pusat di

tengahnya sebagai pengatur yang disebut raja.52

Citra para penguasa Jawa akan simbol-simbol keislaman yang telah

menjadi tradisi sejak zaman Kesultanan Demak, diwujudkan dalam bentuk

perayaan acara Maulid Nabi Muhammad SAW, hari raya Idul Fitri dan Idul

Adha, dengan mengadakan acara Garebeg Mulud, Sawal dan Garebeg Besar,

sebagai tanda pengakuan diri pada Islam serta sebagai perayaan rakyat

sebagai simbol kemurahan hati raja (Sunan Surakarta atau Sultan

Yogyakarta).

Masjid sejak zaman Pakubuwono I, walapun kekuasaannya didukung

oleh VOC, adalah simbol dari pusaka orang-orang Jawa, dia menganggap

bahwa meskipun seluruh pusaka tanah Jawa ini hilang dan habis, maka Masjid

Demak dan makam Kadilangu merupakan pusaka rakyat Jawa yang abadi,

yang menjadi dasar dari etika dan keyakinan hidup rakyat Jawa.53

Pada masa itu pihak VOC tidak terlalu tertarik pada masalah Islam di

kedua kerajaan Jawa, sebab tujuan utamanya adalah keuntungan dalam

berdagang, meskipun pernah terjadi sebuah peristiwa yang disebut peristiwa

52 Sumardjo, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis-Historis, hlm. 60. 53 Nancy K. Florida, Menyurat Yang Silam Menggurat Yang Menjelang, Sejarah

Nubuat Kebudayaan Jawa, terj. Rahmat, dkk., (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002), hlm. 101.

Page 39: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

27

pakepung pada tahun 1780-an, di Surakarta oleh Pakubuwono IV yang

didukung oleh empat ulama berpengaruh, mereka berusaha menegakkan

agama Islam sesuai dengan keadaan pada masa Sultan Agung, namun hal

tersebut menyebabkan kraton Surakarta dikepung oleh pasukan gabungan dari

Mangkunegoro, Yogyakarta dan VOC.54

Penggunaan gelar-gelar kekuasaan dan keagamaan dengan pendekatan

Islam, seperti tercermin dalam kalimat gelar Sampeyan Dalem Ingkang

Sinuwun Kanjeng Sunan atau Sultan Senopati Ing Alogo Ngabdurrahman

Sayidin Panotogomo Kalipatullah Ing Tanah Jawi, sebagai simbol kekuasaan

dunia dan agama (akhirat) di tanah Jawa, adalah bukti bahwa Islam diterima

sebagai agama resmi.55 Semenjak berhasil membangun Kesultanan

Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono I56 berusaha membangun jaringan

keagamaan dengan berhubungan dan membangun beberapa Masjid Pathok

Negoro, yang sebagian besar terletak di sekitar kota Yogyakarta, seperti

Masjid Dongkelan di bagian selatan Kraton, Masjid Wonokromo, berada di

sekitar bekas ibukota Kerto, 6 km di daerah selatan, Masjid Babadan di

Berbah berada 8 km di daerah timur dan Masjid Plosokuning di bagian timur

laut, serta Masjid Mlangi, di barat daya Kraton.

54 Pada babad Pakepung, diceritakan bahwa Sunan Pakubuwono IV bersama empat

ulama yang berpengaruh, mulai melawan VOC dengan menerapkan hukum-hukum Islam

secara ketat, dia juga berusaha untuk tidak mematuhi isi perjanjian yang dianggap sebagai

penyerahan kepada kaum kafir. Akhirnya keempat ulama tersebut diserahkan pada VOC

untuk kemudian dibuang, sebagai kompensasi atas tidak jadinya penyerangan kraton

Surakarta yang telah dikepung. 55 Revianto Budi Santosa (ed.), Dari Kabanaran Menuju Yogyakarta, Sejarah Hari

Jadi Yogyakarta (Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Yogyakarta, 2008),

hlm. 46. 56 Sultan HB I adalah raja begitu fokus terhadap perkembangan Islam, dia juga

berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya adalah pemeluk Islam yang baik, dengan

menyalin dan menulis langsung dengan tangannya sendiri, mushaf al-Qur’an. Mushaf asli

tulisan tangan Sultan HB I, dapat dilihat di perpustakaan BPSNT Yogyakarta bagian koleksi

langka.

Page 40: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

28

Selain difungsikan sebagai tempat untuk menggembleng para prajurit,

tempat-tempat tersebut juga merupakan benteng intelektual dan religius rakyat

Yogyakarta. Masjid-masjid tersebut tidak terdapat di wilayah Kasunanan

Surakarta atau di Kadipaten Mangkunegara dan Pakualaman.57 Pada pusat

Kotagede sendiri telah mempunyai masjid besar sejak zaman Panembahan

Senopati, serta terdapat kampung yang di dalamnya berisi para kaum santri

dan agamawan, yang disebut kampung kauman, yang berdiri di sekitar Masjid

Agung Kotagede.

Lunturnya pegangan para bangsawan terhadap agama Islam,

merupakan hal yang sangat disesali oleh Pangeran Diponegoro yang melihat

kebobrokan mental para bangsawan.58 Pangeran Diponegoro selama masa

Perang Jawa menyebut dirinya sebagai pemimpin agama di tanah Jawa yang

mengobarkan perang sabil dengan penyebutan gelar, Sultan Ngabdulkamid

Erucakra Sayidin Panotogomo Kalipatullah Ing Tanah Jawi. Banyak di antara

pendukungnya adalah santri dan kaum ulama, terutama Kyai Mojo, Kyai

Taptayani dan Kyai Nitiprojo serta ulama-ulama dari Kotagede dan sekitar

Masjid Pathok Negoro.59

Ketika terjadi tekanan yang begitu berat dari pemerintah, kaum

bumiputra percaya pada kekuatan supranatural yang istimewa dan privillage

pada keadaan dan diri seseorang tokoh seperti Kyai. Snouck C. Hurgronje,

sebagai penasehat pemerintah, dia menganggap masalah Islam secara negatif,

setidaknya ada tiga poin dalam pandangan pemerintah kolonial dalam

57 Sumintarsih, dkk.,Toponim KotaYogyakarta, hlm. 43. 58Muhammad Yamin, Sejarah Peperangan Dipanegara, Pahlawan Kemerdekaan

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 14-16. 59 M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Riwayat Hidup, Karya dan

Sejarah Perjuangan 157 Ulama (Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2009), hlm. 151.

Page 41: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

29

memandang Islam, 1). Domain agama murni, yaitu memunculkan sikap netral,

2). Domain hukum, yang menciptakan kodifikasi hukum tanpa akhir, dengan

perubahan tidak seimbang untuk keuntungan pemerintah kolonial, 3). Domain

politik, pada bagian ini pemerintah harus bersikap keras, yaitu berupa

penentangan terhadap adanya pengaruh Pan-Islamisme dan pemberantasan

dengan kekuatan militer segala bentuk gerakan-gerakan perlawanan.Seluruh

poin-poin tersebut ditujukan untuk satu hal, yaitu politik asosiasi.60

Instrumen-instrumen perlawanan yang selalu terjadi dan berakhir

dengan bentrok fisik, akhirnya diselidiki oleh pemerintah kolonial Belanda

pada saat berlangsungnya Perang Jawa, hingga kemudian diambil kesimpulan

bahwa masalah keagamaan serta pendidikan agama Islam di pondok-pondok

pesantren harus diawasi dengan ketat serta ditekan sedemikian rupa, agar

segala bentuk embrio perlawanan dapat diredam sebelum muncul ke

permukaan, sehingga program-program pemerintah kolonial Belanda dapat

berjalan dengan lancar.

Islam sendiri telah menjelma menjadi kekuatan budaya dan sosial-

politik yang bergerak perlahan dari pedesaan dan pesisiran melalui dakwah

dan pendidikan.61 Politik pengawasan agama tersebut berlangsung hingga

berakhirnya pemerintahan kolonial pada tahun 1942. Selepas tahun tersebut

politik asimilasi Pemerintah Pendudukan Jepang, berhasil menghimpun

dukungan rakyat dengan pendirian laskar Hizbullah.

60 Muhammad Hisyam, “Kebijakan Haji Masa Kolonial”, dalam A.B. Lapian (ed),

Sejarah dan Peradaban: Sejarah dan Dialog Peradaban, (Jakarta: LIPI Press, 2005), hlm.

340-341. 61 Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa (Jakarta: Teraju, 2003), hlm. 75 dan

87.

Page 42: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

30

Peralihan dan pertukaran kebudayaan melalui migrasi penduduk,

pernikahan atau pembelajaran, mempercepat proses pembauran dan

penyebaran ide-ide dalam masyarakat secara normatif. Tradisionalisme

sesungguhnya telah ikut menjiwai gerakan perlawanan baik oleh para santri

maupun para bandit, yang secara rapi terorganisir dan mempunyai struktur,62

bahkan keberadaan organisasi dan keberadaan banditpun diikat oleh nilai

religius dan kerjasama mereka dengan aparat desa.63 Tidak boleh dilupakan

peran dari para santri yang mewakili golongan “putih”, di mana pencak silat

(bela diri) diajarkan dan agaknya menjadi salah satu kurikulum yang tak resmi

di lingkungan pondok pesantren tradisional yang tesebar di seluruh Jawa.64

Pondok pesantren tersebut juga diikat oleh persaudaraan tarekat yang

menggugah nilai rohani para anggota dan masyarakat sekitarnya yang diwakili

oleh para kyai dan kaum santri.65

Masuknya organisasi kemasyarakatan modern di bidang

keagamaan sejak awal abad ke-20, seperti Sarekat Islam, NU dan

Muhammadiyah, ikut membentuk perilaku keagamaan, meskipun empat dari

lima Masjid Pathok Negoro cenderung berafiliasi dengan ormas NU dan satu

dekat dengan Muhammadiyah, namun sebagai sebuah kesatuan religius,

afiliasi tersebut tidak menganggu aktifitas serta persatuan yang telah

terbangun.

62 Suhartono W. Pranoto, Jawa, Bandit-bandit Pedesaan, Studi Historis 1850-1942

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 120-121. 63Suhartono, Jawa, Bandit-bandit Pedesaan, Studi Historis 1850-194 hlm. 151 dan

154. 64Imam Bawani, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Studi Tentang Daya

Tahan Pesantren Tradisional (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 107. 65Ibid., hlm 108.

Page 43: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

31

D. Kondisi Sosial–Budaya

Kekayaan di Jawa adalah tanah, raja adalah sebagai pemilik tanah

yang berguna untuk menggaji keluarga dan pegawai, salah satu bentuk

gajinya adalah pemberian tanah lungguh dengan ukuran cacah, yaitu ukuran

banyaknya keluarga petani yang mendiami sebuah wilayah tanah lungguh.

Pengelolaan tanah oleh para pemagang tanah tersebut, diserahkan pada

demang dan bekel, yang memberikan mereka kedudukan ekonomis dan

politis atas nama raja.

Perkembangan kependudukan atau demografis di Jawa mengalami

peningkatan dan penurunan yang tidak stabil sebagai akibat perang yang

terus-menerus terjadi. Penduduk di seluruh Jawa pada waktu itu sekitar lima

sampai enam juta jiwa hingga tahun 1790-an. Registrasi kasar dalam sensus

penduduk Jawa yang dilakukan oleh Daendels dan Raffles di awal abad

kesembilan belas, menunjukkan peningkatan, namun tidak dapat dijadikan

acuan, sebab registrasi sensus tersebut tidak menyeluruh, karena terbatas pada

perkiraan yang dilaporkan oleh para bupati-bupati bawahan kolonial dengan

sistem cacah.66

Jumlah cacah juga sangat berperan dalam perang dan

pemberontakan. Sejak zaman Mataram hingga berakhirnya pemerintahan

Kolonial, daerah-daerah bebas pajak yaitu tanah yang disebut,

pesantren,pekumen, pekuncen, pemijen, putihan dan perdikan.67 Seiring

bertambahnya tanah-tanah yang dimaksudkan di atas, maka pemerintah

66Peter Boomgaard, Anak Jajahan Belanda, Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa, 1795-

1880, (Jakarta: KITLV, 2004), hlm. 35. 67 Abdurrachman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah Sosial

1880-1930, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 39-40.

Page 44: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

32

menghapus tanah-tanah tersebut jika tidak ada ketetapan pada masa

sebelumnya dalam Indische Staatregeeling tertanggal 2 September 1854 M

pasal 129. Ada beberapa kriteria desa yang wajib membayar pajak, yang

ditentukan oleh banyaknya penduduk yang mendiami suatu batas desa

tertentu dalam satu kawedanan.68 Kebanyakan para penduduk Jawa di

pedalaman adalah petani, yang menggantungkan hidupnya pada tanah

pertanian.69 Adanya ikatan vertikal ini dalam pembagian masyarakat desa,

maka kesetiaan abdinya dapat diukur oleh kebaikan tuannya.70 Pada hal ini

tuannya adalah pemimpin Masjid Plosokuning. Masalah pakaian dan bentuk

rumah rakyat Jawa juga diatur sedemikian rupa, begitu pula masalah

tingkatan bahasa, yang bentuk-bentuk feoadalisme dan strata sosial yang

berkembang pada zaman itu.71

Pengaruh agama Hindu dan Budha dalam Islam di Jawa,

mengakibatkan tumbuh suburnya legenda mistik seperti akan adanya Ratu

Adil yang akan menyelamatkan keadaan mereka dari kesengsaraan.

Masyarakat yang kebanyakan golongan abangan menganggap bahwa legenda

yang ada pada keberadaan dan peninggalan benda orang-orang hebat, dengan

mempersonifikasikan hal itu dalam sifat-sifat kemuliaan dan kekeramatan

orang tersebut, dengan harapan kebaikan orang tersebut akan berguna bagi

orang dan wilayah di sekitarnya seperti para kaum atau kaum santri yang

68 Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1992), hlm.71 dan 86. 69 Onghokham, Rakyat dan Negara (Jakarta: LP3ES, 1991), hlm. 64-65. 70 A.M. Djuliati Suroyo, “Politik Eksploitasi Kolonial dan Perubahan Ekonomi di

Indonesia, dalam: Indonesia Dalam Arus Sejarah, Kolonisasi dan Perlawanan, (Jakarta:

Ichtiar Baru Van Hoeve dan Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan RI, 2012), hlm. 134-135. 71 Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis, dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi,

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), hlm. 139, 115.

Page 45: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

33

merupakan representasi keagamaan orang Jawa kebanyakan.72 Pada

peristiwa-peristiwa besar yang melibatkan mereka (rakyat Jawa), mitos

tersebut selalu dihubung-hubungkan dengan kehidupan mereka.73 Sunan dan

sultan selalu dihubungkan dengan kekuatan gaib, terutama dikatakan bahwa

mereka mempunyai hubungan khusus dengan penguasa Laut Selatan, Nyi

Roro Kidul sejak zaman Sultan Agung.74

Kraton adalah simbol dan pusat dari kebudayaan Jawa, makin jauh

dari kraton maka makin jauh dan makin pudar pula cerminan budaya yang

terpancar dan muncul dari dalam kraton,75 oleh sebab itu setiap raja berusaha

untuk mencitrakan dan selalu berusaha membawa sejauh mungkin hasil-hasil

yang telah dia ciptakan untuk rakyatnya.76 Oleh karena itu diciptakanlah

mitos di dalam ingatan kolektif rakyat. Fungsi mitos sendiri adalah untuk

menyediakan rasa dan makna hidup, yang membuat orang yang bersangkutan

akan merasa bahwa hidupnya tidak akan sia-sia, hal itu juga merupakan

tonggak ketahanan fisik dan mental dengan keyakinan akan harapan untuk

menggapai suatu tujuan di masa depan. Mitos kemudian oleh masyarakat

dipersamakan dalam lambang dan simbol Islam,yang dimaknai sebagai jalan

untuk mendekatkan diri pada Tuhan.77

72 Sukanto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), hlm.88. 73 Taufik Abdullah, “Dari Sejarah Lokal ke Kesadaran Nasional: Beberapa

Problematika Metodologis” dalam T. Ibrahim Alfian (ed.), Dari Babad dan Hikayat Sampai

Sejarah Kritis, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), hlm. 253. 74Babad Sultan Agung, terj. Tim Balai Bahasa Yogyakarta, (Yogyakarta: Balai

Bahasa Yogyakarta, 1989), hlm. 92. 75 Kuntowijoyo, Raja, Priyayi dan Kawulo, (Yogyakarta: Ombak, 2009), hlm. 21. 76 Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-kerajaan

Konsentris, terj. Winarsih Partaningrat Arifin, dkk. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

bekerjasama dengan Forum Jakarta-Paris dan Ecole francaise d’Extreme-Orient, 2005), hlm.

153. 77 Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban, Membangunan Makna dan Relevansi

Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 177-179.

Page 46: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

34

Pada Perang Diponegoro, simbol-simbol tersebut diwujudkan

dengan bentuk perlawanan, pada orang kafir yang terwujud dalam bentuk

kelompok tertentu seperti pada golongan Tionghoa dan Belanda, yang selalu

menyusahkan kehidupan mereka, dalam penarikan pajak gerbang tol dan

aktivitas perdagangan candu mereka yang merusak.78 Keputusan pemerintah

kolonial yang melarang penyewaan tanah kepada pengusaha Eropa di Jawa

pada tahun 1824, mengakibatkan banyak para bangsawan dan tuan tanah yang

jatuh miskin, sebab uang sewa yang telah mereka terima sudah habis dan

tidak dapat mengembalikannya dan ini juga menjadi salah satu pemicu

perang.

Masyarakat Plosokuning pada masa modern tidaklah tergantung

pada kraton sebagai pusat sumber kehidupan, namun Kraton Yogyakarta tetap

didudukkan sebagai simbol saja. Sebagai masyarakat bebas, kebanyakan

penduduk di sekitar masjid berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha,

terutama di lingkungan santri,79 sedangkan sebagian besar penduduk di luar

lingkungan tersebut, memang masih banyak yang berprofesi sebagai petani.

Pada waktu-waktu tertentu mereka semua berkumpul untuk

menyelenggarakan acara khusus, baik dalam bentuk tradisi seperti kendurian

ataupun acara keagamaan yang sifatnya lokal maupun global, seperti acara

tahlilan, haul ulama pendiri yang telah wafat ataupun perayaan maulid Nabi

Muhammad atau hari-hari besar Islam lainnya.

78 Peter Carey, Orang Cina, Bandar Tol dan Perang Jawa, Perubahan Persepsi

Tentang Cina 1755-1825, terj. Tim Komunitas Bambu, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008),

hlm.81-82. 79 Surjomihardjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, hlm. 40.

Page 47: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

35

Pendidikan dalam Islam adalah sebagai obat bagi ketertinggalan

dan prosesnya harus dilakukan dengan benar sesuai tuntutan zaman.80

Pendidikan Islam dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang ada di Masjid

Pathok Negoro Plosokuning yang juga telah berdiri sebuah pondok pesantren.

80 L. Stoddard, Dunia Baru Islam, terj. R. Roeslan, (Jakarta: tanpa penerbit, 1966.)

hlm. 64.

Page 48: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

36

BAB III

KONSTRUKSI ARSITEKTUR

A. Tata Peletakan Struktur Masjid

Secara umum struktur masjid terdiri dari dua bagian utama, yaitu:

bagian dalam dan bagian luar.81 Secara detail, penjabaran tentang bagian-

bagian itu dijelaskan di bawah ini:

1. Bagian Dalam

Bagian utama adalah sebuah bagian di dalam masjid yang

dikhususkan untuk aktifitas terbatas, berupa aktifitas ibadah semata, semisal

sholat, mengaji dan i’tikaf. Selain aktifitas tersebut, dilakukan di luar bagian

utama. Bagian utama terbagi menjadi tiga bagian, yang masing-masing

bagian mempunyai batasnya tersendiri. Bagian utama masjid, sebagai tempat

yang hanya ditujukan untuk aktifitas ibadah semata seperti sholat dan

pelaksanaan ibadah yang membutuhkan khutbah. Bagian ini terdiri dari tiga

bagian, yaitu, mihrab (pengimaman), mimbar dan ruangan utama sholat.

Batas bagian utama masjid dengan bagian serambi, dibatasi oleh

sebuah dinding keliling, jendela berteralis kayu (kecuali jendela di bagian

barat) dan pintu kayu. Bagian utama masjid dinaungi oleh atap tajug

bertingkat dua. Pada bagian utama masjid, terhubung dengan sebuah jalan

masuk dari bagian serambi masjid, di bagian utara dan selatan, jalan masuk

tidak dibatasi oleh pintu, sedangkan di bagian timur, diberi oleh tiga pintu

81 Bagian-bagian masjid kuno di Jawa, umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu:

bagian dalam masjid dan bagian luar masjid.

Page 49: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

37

kayu sebagai pembatas jalan masuk. Adapun penjelasannya keempat bagian

tersebut adalah:

A. Mihrab

Mihrab adalah ruangan kecil yang dikhususkan untuk imam

memimpin sholat. Berbentuk lengkung four centred82 dengan sebuah jendela

kecil di tengahnya. Bagian ini letaknya paling depan dan paling barat dari

bagian dalam masjid. Bagian luar ruangan mihrab, langsung berhadapan

dengan bagian makam yang dibatasi oleh dinding. Bagian makam langsung

dapat dilihat dari sebuah jendela yang berada persis di depannya.

B. Ruang Shalat

Ruangan untuk sholat adalah ruangan utama dalam masjid yang

berbentuk bujur sangkar. Ruangan ini dikhususkan untuk sholat laki-laki,

I’tikaf maupun mengaji. Ruangan ini berbatasan dengan mihrab, mimbar dan

pawestren. Di ruangan ini pembatas-pembatasnya ke bagian serambi berupa

dinding, pintu dan teralis kayu.

C. Mimbar

Bagian ini terletak agak ke sebelah kanan (utara). Sebuah ruangan

kecil yang sangat khusus di bagian dalam masjid, untuk khatib

menyampaikan khutbah. Selain itu juga digunakan untuk para penceramah

yang memberikan tausiyah jika ada perayaan hari-hari besar Islam yang

diselenggarakan oleh pengurus masjid. Mimbar ini dilengkapi dengan sebuah

tongkat yang dipakai khatib ketika memberikan khotbah. Ornamen pada

mimbar ini terdapat pada bagian pegangan

82 Four centred adalah bentuk lengkung yang memiliki sudut semu pada kedua

sisinya.

Page 50: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

38

2. Bagian Luar

Bagian tambahan adalah bagian dimana aktifitas di dalamnya tidak

berkaitan langsung dengan aktifitas ibadah. Bagian tambahan masih termasuk

dalam lingkungan masjid, tetapi bukan tempat bagian utama dari inti aktifitas

masjid, oleh karena itu dapat dinyatakan sifatnya hanya pelengkap

(tambahan). Bagian tambahan masijid adalah bagian di luar bangunan utama

masjid, yaitu serambi, kolam, jembatan penyeberangan, halaman dan makam.

Bagian tambahan ini di beberapa masjid kuno di Jawa, dapat diamati

pada umumnya hampir selalu ada, yaitu kolam, jembatan penyeberangan,

halaman dan makam. Namun di beberapa masjid, tidak ditemukan bagian

tambahan berupa makam, seperti contohnya di masjid agung Kraton

Yogyakarta dan Surakarta, karena para raja pewaris Mataram dan

keluarganya, telah mempunyai tempat pemakaman sendiri, yaitu tempat

pemakaman keluarga raja Mataram di Pajimatan Imogiri. Adapun penjelasan

bagian tambahan masjid, yaitu:

A. Serambi

Bagian serambi adalah bagian yang terletak di antara bagian luar dan

bagian dalam masjid, yang setengah meter lebih rendah dari ruang utama. Di

serambi ini diletakkan beduk yang masih asli termasuk tempat untuk

menggantungkannya. Adapun pembagian serambi terdiri dari tiga bagian,

yaitu serambi bagian utara dan selatan, serambi bagian timur serta pawestren.

Di sekeliling serambi terdapat selasar yang letaknya lebih rendah dari lantai

serambi. Selasar tersebut dibatasi dengan pagar kayu yang berukuran

setengah meter. Sedangkan batas bagian serambi dengan bagian dalam, dapat

Page 51: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

39

dilihat dengan adanya pintu masuk dengan melalui beberapa anak tangga.

Tiap bagian serambi mempunyai bagunan atapnya sendiri. Kedua bagian

tersebut semuanya tertutup bangunan yang beratap limasan, kecuali bangunan

serambi di bagian timur, beratap limasan lawakan. Penjelasan untuk kedua

bagian serambi yaitu:

1. Serambi Bagian Timur

Serambi bagian timur terdiri dari dua tingkatan, dengan perbedaan

ukuran dan ketinggian di setiap tingkatan. Penjelasan ukuran lebih detail pada

bagian ini dapat dilihat di bab ini pada poin B. Serambi bagian timur

terhubung melalui jembatan penyeberangan utama dengan bagian halaman.

Sedangkan di bagian utara dan selatan, terhubung melalui jembatan

penyeberangan dengan bagian halaman.

2. Serambi Bagian Utara dan Selatan

Serambi bagian utara dan selatan, hanya terdiri dari satu tingkat saja.

Bagian serambi utara dan selatan yang terhubung dengan serambi bagian

timur, tingkatan lantai yang pertama, sebab lantainya sejajar. Untuk mencapai

tingkatan yang kedua dari serambi bagian timur, harus melalui beberapa anak

tangga lagi, karena terdapat perbedaan tinggi lantai.

Bagian serambi utara dan selatan, dapat langsung berhubungan

dengan bagian dalam masjid, karena tidak dibatasi oleh pintu. Sedangkan

untuk mencapai bagian dalam masjid tersebut, jamaah harus menaiki

beberapa anak tangga. Untuk mencapai serambi utara dan selatan dari bagian

halaman, dapat dicapai melalui jalan lewat kolam atau jalan lewat jembatan

penyeberangan.

Page 52: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

40

3. Pawestren

Bagian pawestren terletak agak di sebelah kanan di dalam masjid.

Bagian ini dibatasi oleh sebuah sekat dari dinding dan teralis kayu. Pawestren

dikhususkan untuk kaum wanita. Untuk masuk ke bagian ini dari luar, dapat

dicapai melalui serambi bagian utara. Sedangkan untuk mencapai bagian ini

dari dalam masjid, terdapat sebuah jalan tanpa pintu.

B. Kolam

Kolam air yang dibangun di Masjid Pathok Negoro Plosokuning

dibuat mengitari bagian utara, timur dan selatan masjid. Pada bagian ini, ada

tiga buah ruangan jalan untuk menyeberang tanpa harus melalui kolam air,

yang terletak di bagian timur, utara dan selatan. Batas-batas bagian kolam air

dengan bagian halaman dan bagian serambi, dibatasi oleh pagar yang

mengelilingi kolam. Air yang terdapat dikolam dahulu berasal dari Sungai

Gajahwong, yang berada dekat dengan masjid, namun seiring perubahan

zaman dan berkembangnya pemukiman warga sekitar masjid, aliran sungai

Gajahwong sudah tidak bisa lagi mengisi kolam yang ada di Masjid Pathok

Negoro Plosokuning, dan sebagai gantinya air yang mengisi kolam berasal

dari tempat wudhu dan air hujan disaat musim hujan datang.

C. Jembatan Penyeberangan

Pada bagian utara dan selatan Masjid Pathoknegoro Plosokuning,

dibangun ruangan jalan (jembatan penyeberangan) khusus bagi pejabat

tingkat bawah, seperti lurah, wedana (camat), carik (juru tulis) dan penghulu

Page 53: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

41

masjid selain Masjid Agung Kraton yang ingin masuk ke dalam masjid. Pada

bagian timur, terdapat juga sebuah jembatan penyeberangan, yang khusus

diperuntukkan untuk pejabat tinggi Kraton Yogyakarta seperti bupati, patih,

sultan beserta keluarganya maupun utusan khususnya.83

D. Halaman

Halaman masjid hanya berupa tempat lapang yang agak luas, yang

mengelilingi bagian utama masjid. Bagian halaman lebih menjorok ke bagian

timur, sedangkan ke bagian barat (halaman di bagian utara dan selatan dari

bagian utama masjid), sisa halamannya tidak begitu luas. Pada bagian luar

lingkungan masjid terdapat rumah induk untuk pengasuh masjid, yang

dibangun sekitar awal dekade 1900-an.84 Pada bagian halaman terdapat empat

buah pohon sawo, dua buah pohon sawo yang sudah tua dan dua buah lagi

masih kecil. Pemisah antara bagian halaman masjid dengan lingkungan di

luar masjid, dibatasi oleh dinding pagar dan pintu masuk berupa gapura

paduraksa, dengan pagar besi yang diapit oleh dua pintu kecil di sebelah

kanan dan kiri pintu. Gapura tersebut mengikuti keadaan, seperti di Masjid

Agung Kotagede dan Masjid Agung Kraton Yogyakarta.85

Batas antara makam dan halaman diberikan pembatas berupa dinding

pagar dan pintu masuk dengan pintu besi. Dinding pembatas antara makam

dan halaman adalah bangunan baru, begitupun gapura pintu masuk ke areal

makam.

83 Hasil wawancara dengan bapak R Muh. Baghowi, pada tanggal 6 Juni 2015. 84 Setelah gempa besar terjadi di tahun 1867 di Yogyakarta, memporakporandakan

sebagian besar bangunan, termasuk Masjid, maka seluruh bangunan mendapatkan renovasi.

Sayangnya tidak ada catatan, bagian konstruksi mana saja yang mendapatkan renovasi. 85 Gapura paduraksa adalah gapura pintu masuk areal makam.

Page 54: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

42

E. Makam

Bagian makam di lingkungan Masjid Pathok Negoro Plosokuning,

terdapat di bagian barat masjid. Pada bagian dalam makam terdapat tiga buah

bangunan, dua buah bangunan pertama merupakan bangunan lama,

sedangkan satu buah bangunan lainnya merupakan bangunan baru. Bagian

makam dibatasi oleh dinding yang dibangun keliling setinggi 2 meter,

sedangkan pembatas makam dengan halaman, telah dijelaskan dalam poin

sebelumnya. Makam hanya bisa dimasuki dari halaman masjid, karena

halaman masjid adalah satu-satunya akses masuk ke areal makam. Akses ke

bagian makam juga dibatasi, dengan izin yang diberikan secara khusus dari

pengurus masjid. Pada acara hari besar tertentu, ziarah ke areal makam

dipenuhi oleh para jama’ah, tanpa atau dengan izin pengurus masjid.86

Pada areal makam terdapat kurang lebih 60 makam, yang merupakan

keluarga besar dari pengasuh masjid, yang tertua tercatat adalah makam Kyai

Mursodo. Kyai Mursodo adalah generasi pertama pengasuh Masjid Pathok

Negoro Plosokuning.87 Makamnya dinaungi bangunan beratap genteng dan

berdinding tembok. Walau komplek makam dan masjid terpisah oleh tembok

, namun secara keseluruhan baik komplek makam dan masjid terletak dalam

satu kesatuan ruang. Komplek makam maupun masjid merupakan tanah milik

kraton.

B. Komposisi Struktur Masjid

Komposisi struktur masjid adalah penjelasan tentang bahan-bahan

utama (dasar), yang digunakan dalam konstruksi masjid. Adapun bahan-

86 Hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan bapak Kamaludin, pada

tanggal 7 Juni 2015. 87Hasil wawancara dengan bapak R Muh.Baghowi, pada tanggal 6 Juni 2015.

Page 55: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

43

bahan utama yang digunakan dalam konstruksi masjid terdiri dari enam

bahan, yaitu: kayu, batu, tanah (dapat berupa keramik, genteng dan batu

bata), pasir dan kapur sebagai pelapis batu bata atau disebut plesteran,88

logam, serta kaca sebagai bahan tambahan.

Struktur masjid terbagi dalam dua bagian, sebagaimana pembagian

dalam tata peletakan struktur masjid, yaitu bagian dalam masjid dan bagian

luar masjid. Bagian-bagian di dalam lingkungan masjid tersebut pada

pembahasan di poin ini, akan dijelaskan mengenai komposisi struktur yang

dimaksud berupa, bahan dan ukuran, yaitu:

1. Bagian Dalam

Bagian dalam masjid berbahan dasar tanah (batu bata dan genteng)

kayu, logam dan kaca. Bagian yang berbahan dasar tanah (batu bata) adalah

dinding tembok, dahulu bagian dinding terbuat dari lembaran papan kayu jati.

Jika mengacu pada keterangan dari buku R. Suprobo, maka masjid Pathok

Negoro Plososkuning sejak tahun 1812 M, diganti dengan dinding tembok

dinding tanah (batu bata) yang belum dilapisi oleh plester pasir dan kapur.

Perbaikan dinding kembali dilakukan setelah tahun 1869 M, yaitu pasca

gempa besar yang melanda Yogyakarta pada tahun 1867 M, maka semua

dinding masjid Pathok Negoro yang ada di Yogyakarta dilapisi dengan plester

88Aspek percampuran budaya Indies, dapat dilihat antara Barat dan Jawa dalam

Masjid berupa dinding tembok. Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup

Masyarakat Pendukungnya di Jawa, Abad XVIII-Medio Abad XX, hlm. 59.

Page 56: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

44

pasir dan kapur.89 Plester kapur dan pasir kemudian dilapisi lagi oleh plester

semen pada saat renovasi besar tahun 1984 M.90

Bahan kayu menjadi bagian paling penting di bagian dalam masjid,

karena untuk pengantian dan pembenahannya, harus dikonsultasikan dahulu

dengan BP3 DIY dan Balai Arkeologi Yogyakarta, karena bangunan ini

termasuk dalam pengawasan kedua lembaga tersebut. Hanya sangat

disayangkan, bahan dasar tanah (genteng kreweng) di atap utama masjid (dari

sebelumnya atap sirap), telah diganti dengan bahan yang tidak mendekati

asli, yang tersisa hanya bagian puncak atap bersusun dua yang disebut

mustaka.91

Bahan dasar Mustaka yang sekarang, terbuat dari susunan logam seng,

dahulu terbuat dari tanah liat bakar (seperti bahan untuk genteng gada

sulur).Walaupun sekarang bahannya berubah, namun bentuk aslinya masih

tetap mengikuti ketentuan dari Kraton Yogyakarta.92 Sisi kepraktisan menjadi

hal utama, yaitu karena mudah diganti dengan model yang sama jika ada

kerusakan.93

Pada bagian utama tengah masjid (ruangan salat) yang ditopang oleh

empat tiang sokoguru, terdapat semacam plafond tepat di atas struktur dada

89 Abdul Rochym, Mesjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, (Bandung

Angkasa, 1983), hlm. 63. 90 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 14. 91 Pada keterangan berbeda, bahwa genteng kreweng yang baru, dipasang pada

renovasi di tahun 1946. Oleh hasil reportase, M. Fahrurrozaq, dalam program acara “Tasbih”,

yang diproduksi oleh ADITV, tahun 2010. 92 Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kasultanan

Yogyakarta, (Yogyakarta: Museum Sonobudoyo Kraton Yogyakarta, 2009), hlm 63. 93 Hasil wawancara dengan bapak R Muh. Baghowi, pada tanggal 7 Juni 2015.

Page 57: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

45

paesi, disebut uleng.94 Uleng adalah sedikit bagian yang diberi potongan

kaca, sebagai tempat sinar matahari masuk. Bahan kaca yang terdapat di

jendela dan pintu masuk pada masjid Pathok Negoro Plosokuning, terdapat

pula di hampir semua masjid di Indonesia.95 Bahan dari semen yang

berbentuk kotak (konblok) dengan motif mercy, terdapat di bagian

pengimaman dan bagian dinding tembok pemisah antara ruang utama dan

ruang pawestren. Dinding pemisah antara ruang pawestren juga diberikan

teralis kayu di bagian atas dinding dari konblok.

Pada bagian atap seluruhnya telah diganti dengan genteng pada tahun

1946 M, dari sebelumnya beratap sirap dan atap kayu di tahun 1724 M dan

1812 M. Genteng tanah yang tipis (kreweng) pertama kali dipasang sekitar

tahun 1869 M. Pada tahun 1946 M, atap genteng kreweng diperbaharui

kembali, kemudian genteng kreweng diganti pada tahun 1990-an, dengan

genteng tebal yang bagus.96

Pada bagian mustaka puncak atap terbuat dari logam seng.

Sebelumnya mustaka sebagai mana gadha sulur terbuat dari tanah liat yang

dibakar, namun karena bahan ini mudah rapuh dan sangat sulit dibuat

kembali, maka untuk sisi kepraktisan, diganti dengan bahan dasar logam seng

dengan bentuk dan motif yang sama.

Tiap ujung bagian atap yang disebut gadha sulur, masih

dipertahankan seperti aslinya. Pada bagian talang, diberikan lapisan seng

94 Yulianto Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000), hlm. 517-518. 95 Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit

Universitas Trisakti, 2006), hlm. 117-120. 96 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 11-13.

Page 58: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

46

(logam) dibanding dahulu dari bambu yang mudah rapuh. Adapun penjelasan

bahan dan ukuran dari bagian dalam masjid, yaitu:

A. Mihrab

1. Bahan:

Bahan dasar dari bagian dinding mihrab adalah, batu bata, kapur dan

pasir. Untuk bagian jendela, berbahan dasar kayu dan kaca, sedangkan untuk

bagian plafon mimbar berbahan dasar kayu dan atapnya dilapisi genteng.

Dibagian kanan dan kiri mihrab terdapat konblok berlogo mercy (segitiga),

yang berfungsi sebagai ventilasi.

2. Ukuran:

Ukuran mihrab memiliki panjang 2 meter dan lebar 2 meter, sehingga

luas keseluruhan sekitar 4 meter². Untuk tinggi dari lantai ke plafon, hanya 2

meter di paling ujung, makin ke tengah, tingginya sekitar 2,5 m. Di pintu

masuk mihrab berbentuk setengah lingkaran dengan diameter sekitar 0,5 m.

B. Ruang Shalat

1. Bahan:

Ruang sholat bahan dasar lantainya adalah batu, tanah, kapur dan pasir

(tegel) dan keramik. Pada bagian tiang penyangga, bahan dasarnya adalah

kayu jati dan batu (sebagai umpak). Jika mengacu pada pemasangan tegel

kembang di Masjid Agung Kraton pada tahun 1936 M, dari sebelumnya lantai

Masjid Agung Kraton terbuat dari batu yang dipotong tipis,97 maka

kemungkinan besar pemasangan tegel di Masjid Pathok Negoro Plosokuning,

97 Sri Sugiyanti, dkk., Masjid Kuno Di Indonesia, (Jakarta: Proyek Pembinaan

Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 1998/1999), hlm. 176.

Page 59: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

47

tidak terlalu jauh jarak waktunya, mungkin setahun atau dua tahun setelah

Masjid Agung Kraton.

Hal ini mengacu pada asumsi, bahwa setelah selesai (atau dapat pula

bersamaan) perbaikan Masjid Agung Kraton, pasti juga akan dilakukan

perbaikan di masjid-masjid Pathok Negoro yang ada di seluruh Yogyakarta,

setelah gempa besar pada tahun 1867 M.

2. Ukuran:

Ukuran ruangan dalam masjid luas kelilingnya 180 m²98, dengan

bentuk bujur sangkar, maka masing-masing garisnya mencapai 45 meter.

Ketinggian masjid dari lantai hingga ke puncak atap sekitar 22 meter. Tiang

penyangga bagian dalam masjid, selalu mengikuti ketentuan seperti Masjid

Agung Kraton, terdapat 4 buah tiang utama (sokoguru) yang ditopang oleh

batu umpak berpahatkan lafadz Nabi Muhammad (sayang karena dicat dan

sudah sangat lama, keausan pahatan itu telah terlihat sehingga bentuk jelas

pahatan itu mulai pudar) dan 12 tiang penyangga tambahan (sokorowo), juga

ditopang oleh batu umpak.99

Masing-masing tiang penyangga sama diameternya, yaitu 25 cm

dengan volume keliling 100 cm². Ketinggian tiang ini dengan bagian atas

(plafon) bervariasi, untuk tiang tambahan (sokorowo) seluruhnya sekitar 3

meter, sedangkan untuk tiang sokoguru sekitar 5 meter, dengan ujung plafon

terbagi 4 bagian dengan masing-masing bagian terbagi dengan batas sebuah

kayu, yang disebut dada paesi. Dada paesi terbuat dari kayu jati dengan

diameter keliling sekitar 8 meter², dengan masing-masing bagian sisinya

98 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartini,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 1 99 Sugiyanti, dkk., Masjid Kuno Di Indonesia, hlm. 178.

Page 60: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

48

mempunyai panjang dan lebar 2 meter. Pada bagian atas terdapat sebuat celah

kecil dengan tinggi 10 cm, sebagai jalan masuk cahaya dan udara dari atas ke

bagian dalam masjid.

Ketinggian dari bagian dada paesi hingga ke atap, diperkirakan sekitar

4 meter. Sedangkan ukuran atap bagian tajug puncak di masing-masing sisi

sekitar 2 m. Sedangkan untuk atap tajug bawah yang menaungi bagian utama

masjid, penulis memperkirakan panjangnya sekitar 12 meter di setiap sisinya,

dengan ketinggian dari ujung atap bawah hingga ke ujung atap atas bagian

sekitar 6 m.

C. Mimbar

1. Bahan:

Bahan dasar dari bagian mimbar seluruhnya adalah kayu jati.

Dipilihnya kayu jati sebagai material utama, karena sesuai namanya kayu jati

adalah Sajatining Kayu. Kayu jati memiliki keistimewaan, yaitu kekuatannya.

Oleh karena itu, kayu jati digunakan sebagai bahan utama untuk membuat

kapal. Jika kapal yang terbuat dari kayu jati bisa bertahan menghadapi

gempuran ombak, maka apalagi jika ada mimbar masjid yang bahan

utamanya dari kayu jati, pasti bisa berumur lebih panjang.

2. Ukuran:

Ukuran mimbar berdiameter keliling sekitar 5 m², dengan lebar 50 cm,

panjang 2 meter dan tinggi 2,5 meter. Digunakan untuk khatib berkhutbah

dalam ritual rutin keagamaan (sholat Jum’at maupun khutbah sholat lainnya

yang menggunakan mimbar). Terdapat ukiran bermotif sulur yang artinya

tanaman merambat yang terdapat pada bagian pegangan.

Page 61: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

49

2. Bagian luar

A. Serambi

1. Bahan:

Bahan dasar utama dari bagian serambi adalah batu, tanah, kayu dan

logam. Bahan batu digunakan untuk umpak dan lantai masjid. Bahan tanah

digunakan untuk bahan atap masjid berupa genteng dan lantai masjid.

Sebelum dilapisi dengan lantai keramik, bagian lantai yang dahulu berbahan

batu bata dilapisi oleh plester kapur dan pasir, sejak tahun 1976 M, seluruh

lantai serambi masjid dilapisi oleh ubin (tegel).100 Pada tahun 2000 M awal

lantai serambi telah dilapisi oleh keramik berwarna putih, baik serambi di

bagian bawah maupun serambi bagian atas, begitupula tangga-tangga

lantainya.101

Untuk bahan dasar logam, digunakan pada bagian pagar, yang

membatasi bagian serambi dari bagian kolam. Sedangkan penggunaan bahan

kayu, dapat diamati dengan adanya tiang penopang atap, rusuk atap dan pagar

keliling antara serambi atas dengan serambi bawah. Bagian atap dan tiang

penyangga atap, terbuat dari bahan kayu. Rusuk penyangga gentengpun

terbuat dari kayu. Beberapa bagian dari rusuk diganti secara temporal karena

termakan usia, termakan rayap atau untuk menambah kekuatan seperti dari

kayu jati. Tiang penyangga tidak pernah diganti total, karena bagian ini

menjadi bagian penting, sehingga pergantiannya memerlukan persetujuan dari

BP3 DIY dan Balai Arkeologi Yogyakarta.

100 Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DIY, Tempat Ibadah Bersejarah

di DIY, (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DIY, 2002), hlm. 26. 101 Andrianto, Simbol-simbol Dakwah Masjid Pathok Nagari Plosokuning dalam

Tayangan Pesona Nusantara TVRI Yogyakarta: Kajian Semiotika, hlm. 39.

Page 62: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

50

2. Ukuran:

Luas keliling bagian serambi masjid sekitar 148 m²102, dengan

ketinggian dari tanah halaman luar sekitar 1 meter. Detail rinciannya yaitu,

luas keliling di bagian utara dan selatan masing-masing 18 m², dengan

panjang 10 meter, dan lebar 1,8 meter. Pada serambi bagian timur seluas

keseluruhan 130 m², dengan rincian, panjang 13 meter dengan lebar 10 meter.

Pada bagian serambi ini terdapat dua lapis lantai, sekitar 50 cm antara lantai

yang atas dan lantai yang bawah. Luas keliling di lantai lapis atas sekitar 115

m², dengan rincian panjang 11,5 meter dan lebar 10 meter. Pada bagian lapis

bawah, luas kelilingnya 15 meter, dengan panjang 10 meter dan lebar 1,5

meter. Bangunan serambi ditopang oleh 36 buah tiang penyangga kayu,

dengan rincian, 12 buah tiang berada di lantai serambi bagian atas dan 24

buah berada di serambi bagian bawah. Semua tiang di serambi ini bervolume

keliling 60 cm², dengan tiap bagian sisi tiang 15 cm. Tiap tiang ditopang oleh

sebuah batu umpak bervolume keliling 80 cm². Ketinggian bangunan serambi

di semua sisi luar hanya 2 meter, sedangkan di bagian dalam ketinggiannya

bervariasi, pada bagian serambi di lantai bawah, ketinggian di sisi luarnya 2

meter, sedangkan pada bagian serambi lantai atas antara 3 meter di lekukan

atap, hingga 4 meter di bagian tengah atau pada bagian yang atapnya

mengkerucut.

Bagian serambi yang berbatasan dengan bagian dalam masjid, dibatasi

oleh sebuah dinding, jendela dengan teralis kayu dan tiga pintu kayu yang

102 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartini,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 1

Page 63: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

51

besar, serta dilengkapi dengan 3 buah anak tangga untuk masing-masing

pintu, dengan panjang 50 cm serta ketinggian masing-masing anak tangga 20

cm. Pada bagian utara dan selatan, terdapat pintu kayu, yang membatasi

bagian serambi dalam dan serambi luar, yang dibatasi oleh dinding.

Bangunan serambi yang menaungi bagian utara dan selatan adalah bangunan

tambahan, dibangun sekitar awal abad ke-19 dan diperbaharui kembali sekitar

tahun 1990-an.103

B. Pawestren

1. Bahan:

Bagian pawestren bahan dasarnya adalah, tanah (berbentuk batu bata

dan keramik), kayu, kapur dan pasir. Untuk bagian dinding, bahan dasar

utamanya adalah batu bata yang dilapisi oleh campuran kapur dan pasir.

Sedangkan untuk teralisnya berbahan dasar kayu. Untuk bagian lantai bahan

dasarnya adalah keramik.

2. Ukuran:

Bagian pawestren berukuran 3 x 9.25 m². Panjang 9,25 m dan lebar 3

meter. Ketinggian bagian pawestren dari lantai hingga ke bagian atap,

bervariasi, di bagian paling kanan memiliki ketinggian sekitar 2 m, sedangkan

makin ke kiri makin tinggi dengan ketinggian maksimal 3 m.

C. Kolam

1. Bahan:

Pada bagian kolam, terdapat empat bahan utama, yaitu: batu, batu

bata, pasir, kapur dan logam. Batu, batu bata serta pasir dan kapur yang

103 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, (Sleman: Takmir Masjid Pathok Negoro Plosokuning, 2010),

hlm. 13.

Page 64: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

52

digunakan sebagai campuran plester. Bahan tersebut digunakan sebagai bahan

dasar kolam, untuk menyimpan air agar tidak cepat hilang karena merembes

ke dalam tanah. Logam digunakan sebagai pagar pembatas kolam dengan

halaman. Tidak terdapat bahan logam di dasar kolam, karena memang

semenjak pertama dibangun, belum mengenal sistem konstruksi beton

bertulang.104

Dinding kolam yang dindingnya berhubungan dengan bagian serambi,

dilapisi oleh keramik berwarna krem. Sedangkan dinding kolam yang

berhubungan dengan bagian jembatan penyeberangan di utara dan selatan

masjid, lantainya dilapisi oleh keramik berwarna hijau. Sebelum dilapisi oleh

keramik, dulu hanya berupa plesteran pasir, kapur dan campuran semen.105

Bagian tanpa keramik masih dapat dilihat sebagiannya, terutama di bagian

tatag rambat atau anak tangga di dalam kolam menuju bagian serambi.

2. Ukuran:

Bagian kolam masjid berukuran keliling 224 m²106, dengan rincian,

bagian utara dan selatan: panjang kolam di bagian kanan serta kiri masjid 8

meter dan ruangan jalan di bagian kanan dan kiri juga memiliki panjang 8

meter, dengan lebar kolam 4 meter. Pada kolam di bagian timur, panjang

kolam 40 meter di bagian timur dan lebar kolam 4 meter, dengan kedalaman

3 meter, yang memiliki arti bahwa kita sebagai manusia dalam menuntut ilmu

harus total atau tidak setengah hati, tapi sedalam-dalamnya.

104 Hasil wawancara dengan bapak Kamaludin, pada tanggal 7 Juni 2015. 105 Hasil wawancara dengan bapak R Muh. Baghowi, pada tanggal 6 Juni 2015.

106 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartini,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 1

Page 65: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

53

D. Jembatan Penyeberangan

1. Bahan:

Bahan dasar dari jembatan penyeberangan, baik jembatan

penyeberangan utama107 maupun jembatan penyeberangan yang ada di utara

dan selatan, yaitu: tanah berupa genteng, logam untuk pagar pembatas, kayu

untuk jendela, tiang penyangga genteng dan rusuk, batu bata, pasir dan kapur,

untuk dinding jembatan penyeberangan di bagian utara dan selatan. Bagian

atap dari jembatan penyeberangan utama dan jembatan penyeberangan yang

ada di utara dan selatan, terbuat dari tanah berupa genteng. Genteng tersebut

agaknya baru, karena tidak ada ciri khas genteng lama berupa genteng

kreweng atau beratap sirap. Menurut R. Suprobo, atap sirap yang lama sudah

diganti dengan genteng baru, berupa genteng kreweng, lalu diganti lagi

dengan genteng baru yang lebih tebal.108 Jembatan penyeberangan di bagian

utara dan selatan, belum mengalami perubahan berarti pada bahan, terutama

temboknya masih asli. Hanya jendela saja yang diperbaharui, dari jendela

terbuka tanpa daun jendela, menjadi jendela tertutup dengan teralis kayu.109

Sedangkan lantai dan temboknya tetap dari batu bata yang dilapisi oleh pasir

dan kapur.

107 Menurut bapak Kamaludin, bagian lantai jembatan penyeberangan utama, bahan

dasar aslinya adalah kayu, lalu diganti dengan beton, untuk memperkuat kekuatan dan untuk

menyesuaikan dengan bagian serambi Masjid. Hal ini dilakukan semenjak renovasi besar-

besaran tahun 1984. Semenjak lantai jembatan penyeberangan utama diganti dengan beton,

maka secara otomatis, tiang penyangganya juga diganti dengan tiang dari logam, oleh karena

itu, bagian ini menjadi paling berbeda bahannya di antara yang lain. Untuk lapisan keramik,

dipasang sejak awal tahun 2000-an. Hasil wawancara dengan bapak Kamaludin pada tanggal

7 Juni 2015. 108 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 15. 109 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 13.

Page 66: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

54

2. Ukuran:

a. Jembatan Penyeberangan Utama

Panjang jembatan penyeberangan utama dari halaman masjid menuju

ke serambi sekitar 5 meter serta memiliki lebar 2 meter. Jembatan

penyeberangan utama memiliki tinggi dari lantai dasar hingga ke atap sekitar

3, 25 meter.

b. Jembatan Penyeberangan Bagian Utara dan Selatan

Pada bagian jembatan penyeberangan di bagian utara dan selatan,

panjangnya sekitar 5 meter dan memiliki lebar sekitar 3 meter. Untuk

ketinggian, bagian ini memiliki ketinggian sekitar 4 meter, dari dasar lantai

hingga ke atap berupa gada sulur.

E. Halaman

1. Bahan:

Bahan utama bagian halaman adalah tanah, batu, kapur, pasir, logam

dan kayu. Bagian tanah adalah alas dasar halaman, saat ini sekarang sudah

dilapisi oleh potongan tipis batu gunung. Bahan dasar tanah juga digunakan

untuk tembok pagar pembatas antara bagian halaman. Tembok pagar

pembatas tersebut dilapisi oleh bahan campuran kapur dan pasir untuk plester

batu bata. Untuk bahan kayu terdapat pada tumbuhan pohon sawo yang ada di

kanan dan kiri bagian timur halaman. Bahan logam digunakan sebagai daun

pintu pagar masuk masjid, di bagian timur maupun bagian selatan.

Page 67: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

55

2. Ukuran:

Ukuran halaman masjid keliling sekitar 500 m²110, dengan perincian di

bagian utara dan selatan: lebar 4 m kali panjang 5 m (luas keliling 20 m²) dan

panjang 10 kali 46 m (luas keliling 460 m²).

F. Makam

1. Bahan:

Bahan utama makam yaitu, tanah, batu, kapur, pasir, kayu dan logam.

Bahan tanah terutama adalah atap dan tembok batu bata sebagai penaung

makam utama, yang dilapisi oleh plesteran pasir dan kapur. Sedangkan bahan

kayu digunakan pada rusuk atap dan pagar pintu ruangan makam utama.

Penggunaan bahan logam dapat dilihat pada pagar pintu masuk makam.

Penggunaan batu gunung, digunakan pada batu nisan dan kijing makam,

terutama makam utama keluarga inti pendiri masjid Pathok Negoro

Plosokuning.

2. Ukuran:

Ukuran luas keliling kompleks makam sekitar 300 m² dengan jumlah

makam sekitar 64 buah. Masing-masing bagian makam ada yang berluas 12

m², karena diberi bangunan penaung, terutama makam keluraga utama pendiri

Masjid Pathok Negoro Plosokuning, ada pula luas makam yang hanya 1x2 m,

karena hanya berupa makam tunggal.

110 R. Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 1

Page 68: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

56

C. Teknik Konstruksi Masjid

Arsitektur di Jawa selalu mengikuti aturan dalam konstruksi yang lebih

besar, di pusat kota (Kotaraja).111 Arsitektur tradisional selalu memperhatikan

aspek budaya, iklim dan ekologis.112 Pada Masjid Pathok Negoro

Plosokuning, semua aspek tersebut diperhatikan, mulai dari bentuk, fungsi

maupun bahan.

Penerapan teknik konstruksi masjid mengikuti konsep yang lama,

dapat dilihat dari bangunan masjid agung kraton, yang mengikuti bentuk

Masjid Agung Demak.113 Penerapan akan tinjauan budaya, melalui konsep

konstruksi masjid dapat diketahui dari intensitas perubahan cahaya dan suhu,

melalui ilmu falak dan tradisi setempat dalam teknik konstruksi masjid.114

Ada tiga landasan sikap utama dalam yang dapat diketahui dari teknik

konstruksi tradisional Jawa, yaitu: sikap kawruh, yaitu pengetahuan dasar

terhadap falsafah hidup dan alam. Sikap dharma, pengamalan ajaran agama di

dalam lingkungan, sebagai wadah bagi kehidupan dunia dan akhirat. Terakhir

adalah sikap tertib laksana, yang menyatakan bahwa manusia adalah subyek

yang bertanggungjawab langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang

diwajibkan untuk menambah kesadaran dan pengetahuan hidup.115

111 Umar Kayam, “Arsitektur Masyarakat Transisi”, dalam Eko Budihardjo (ed.),

Jatidiri Arsitektur Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1991), hlm. 179. 112 Andi Siswanto, “Pudarnya Arsitektur Tropis Indonesia”, dalam Eko Budihardjo

(ed.), Jatidiri Arsitektur Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1991), hlm. 161-162. 113 John Pemberton, “Jawa”, On The Subject Of “Java”, terj. Hartono Hadikusumo,

(Yogyakarta: Mata Bangsa, 2003), hlm. 85-86. 114 Arya Roland, Pengembangan Arsitektur Rumah Jawa, (Yogyakarta: Cahaya

Atma Pusaka, 2012), hlm. 52-63. 115 Robi Sularto Sastrowardoyo, Peranan Arsitektur Tradisional, dalam Eko

Budihardjo (ed.), Arsitektur Indonesia Dalam Perspektif Budaya, (Bandung: Penerbit

Alumni, 1991), hlm. 171-172.

Page 69: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

57

Masjid dalam tradisi Jawa merupakan perwujudan dari kegiatan

religius sebagai bagian dari pusat kekuasaan. Konstruksi atap berwujud meru,

mendapat pengaruh Hindu dalam konstruksinya.116 Teknik konstruksi tiang

sokoguru yang diletakkan di atas umpak batu, berfungsi sebagai peredam

getaran.Bagian sambungan kayu atap joglomeru, dipakai teknik ikatan kayu

yang saling mengikat konsol dengan pasak kayu tanpa paku.Teknik tersebut

terbukti tahan terhadap berbagai goncangan, baik gempa bumi maupun

angin.Masjid Pathok Negoro Plosokuning secara geografis berada di jalur arah

angin dari gunung Merapi di bagian utara, terutama pada malam hari dan juga

berada di atas wilayah yang rentan gempa.

Teknik konstruksi tersebut, diadopsi dari teknik bangunan Masjid

Demak yang berada di pinggir laut utara Jawa, yang kuat bertahan dari

hantaman angin laut di siang dan malam hari. Karena di zaman itu belum ada

teknik konstruksi beton bertulang, maka teknik inilah yang paling tepat

digunakan. Setidaknya ada tiga guncangan gempa besar yang pernah melanda

Yogyakarta, yaitu tahun 1824 M, 1867 M dan 2006 M, meskipun mengalami

kerusakan, namun hasilnya masjid tetap kokoh berdiri. Masjid Pathok Negoro

Plosokuning sendiri telah beberapa kali mengalami renovasi, yaitu: pada tahun

1776 M, 1812 M, 1831 M, 1869 M, 1956 M, 1976 M, 2000 M, 2001 M, 2002

M dan 2006-2007 M.

D. Fungsi-fungsi Bagian-bagian dalam Struktur Masjid

Tiap-tiap bagian dalam struktur masjid, mempunyai fungsinya masing-

masing. Penjelasan ini berguna untuk melihat penggunaan bagian-bagian

116 A Bagoes P. Wiryomartono, Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia,

Kajian Mengenai Konsep, Struktur dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha,

Islam Hingga Sekarang, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 9.

Page 70: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

58

masjid, sesuai dengan konsep dan tujuan pembangunan dari bagian-bagian

masjid. Adapun fungsi-fungsi pada bagian-bagian masjid, yaitu:

1. Bagian Dalam

Bagian utama adalah struktur Masjid Pathok Negoro Plosokuning,

sebagaimana telah dijabarkan di atas, terdiri dari tiga bagian, yaitu: mihrab,

ruang sholat dan mimbar. Penjelasan yang ada pada bagian ini disatukan, tidak

terpisah-pisah menurut susunan tersebut. Bagian utama masjid adalah bagian

terbatas, yang dibatasi oleh pintu kayu dan kaca serta dinding pembatas. Pada

saat ini tidak ada fungsi lain di bagian dalam masjid, kecuali untuk ritual

sholat, I’tikaf, mengaji dan prosesi yang ada dalam sholat Jum’at serta sholat

lainnya yang membutuhkan khatib. Bagian kecil di bagian barat masjid yang

berbentuk kubus kecil (mihrab), berfungsi utama sebagai ruang imam

memimpin sholat, tidak ada fungsi lainnya. Pada bagian dalam masjid di

sebelah kanan (utara), terdapat mimbar untuk khatib berkhutbah.

Pada masa sebelumnya sebelum Indonesia merdeka, ada sebuah

fungsi lain di bagian utama masjid, yaitu sebagai tempat berkumpulnya para

pejuang pada malam hari, karena Masjid Pathok Negoro Plosokuning, yang

berada di bawah pengawasan kraton Yogyakarta langsung, adalah salah satu

tempat steril yang dilarang dimasuki oleh militer Belanda. Kondisi itu terjadi

karena bagian utama masjid Pathok Negoro Plosokuning sebagai tempat

sholat, terutama di siang hari, tidak dicurigai untuk tempat berkumpul

memobilisasi rakyat.117

117 Hasil wawancara dengan bapak Kamaludin, pada tanggal 7 Juni 2015.

Page 71: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

59

2. Bagian Luar

Bagian luar berupa serambi, pawestren, kolam, ruangan jalan

jembatan penyeberangan, halaman dan makam, mempunyai beberapa fungsi.

Fungsi-fungsi dari bagian tambahan masjid Pathok Negoro Plosokuning, ada

yang bersifat praktis (utama) dan tambahan, yang sebenarnya bukan

peruntukkan asli bagiannya, namun tetap digunakan sesuai dengan keadaan

dan kebutuhan penggunaan ruang masjid saat ini.

A. Serambi

Bagian serambi terdapat dua bagian dan masing-masing bagian

mempunyai dua fungsi. Bagian pertama serambi, adalah pawestren, dengan

fungsi utama yaitu tempat (ruangan) sholat khusus untuk kaum wanita, baik

di sebelah utara (kanan) dan selatan (kiri). Fungsi lainnya adalah tambahan

tempat sholat kaum pria pada hari Jum’at, ketika kaum wanita tidak

melaksanakan sholat Jum’at.

Serambi yang terbesar di bagian timur mempunyai banyak fungsi.

Fungsi utamanya adalah tempat untuk sholat, jika terpaksa bagian dalam

masjid telah penuh, maka fungsi tersebut menjadi paling penting, terutama

saat sholat Jum’at. Fungsi utama lainnya adalah, tempat bersilaturrahimnya

para jama’ah masjid selepas sholat dan saat acara tertentu seperti saat

diadakan pengajian rutin atau saat peringatan hari besar Islam tertentu.118

Fungsi tambahannya yaitu untuk beristirahat para jama’ah atau pengunjung

masjid, karena istirahat (tidur) di dalam bagian dalam masjid, sangat dilarang

118 Hasil wawancara dengan bapak Kamaludin, pada tanggal 7 Juni 2015.

Page 72: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

60

oleh takmir masjid.119 Adapula fungsi lainnya yaitu sebagai tempat untuk

menaruh inventaris masjid, di bagian kiri dan kanan yang tidak ada pintunya,

yaitu untuk menaruh perangkat alat musik rebana dan rak buku perpustakaan

kecil masjid.

B. Pawestren

Bagian pawestren fungsi utamanya adalah tempat untuk shalat kaum

Hawa (wanita). Fungsi utama ini berlaku setiap hari dalam shalat lima waktu,

bahkan pada waktu shalat Jum’at, beberapa jama’ah wanita, ikut dalam shalat

Jum’at, meskipun jumlahnya tidak banyak. Tidak ada fungsi tambahan di

bagian pawestren.

C. Kolam

Bagian kolam mempunyai berberapa fungsi, dengan fungsi utama dan

fungsi tambahan. Adapun fungsi utamanya yaitu: sebagai tempat bersuci

(sebelum dibuatkan area berwudhu khusus dengan pancuran pada tahun 1980-

an) dan pertahanan militer.120 Bagian kolam sengaja dibuat lebih rendah dari

bagian serambi, karena dahulu salah satu fungsinya sebagai benteng

pertahanan berupa parit yang berisi air, untuk menyulitkan musuh menyerang,

jika pasukan yang ada terpaksa bertahan di dalam masjid.121 Saat ini fungsi

praktisnya adalah tempat untuk memelihara ikan.

Fungsi tambahan adalah berupa estetika, yang menganggap masjid

(yang diwujudkan dalam arsitektural meru atau gunung di atapnya) adalah

sebuah pulau di tengah lautan. Pengaruh konsep Hindu dalam mikro kosmos

119 Hasil wawancara dengan bapak R Muh. Baghowi, pada tanggal 6 Juni 2015. 120 Dwi Wahyuningsih, Akulturasi Budaya Pada Masjid Sulthoni di Plosokuning,

Ngaglik, Sleman, hlm. 38. 121Adrisijanti, Arkeologi Perkotaan Mataram Islam, hlm. 41. (Keadaan serupa juga

ada di bekas Masjid agung Plered, di Masjid agung Kotagede dan Masjid agung Demak).

Page 73: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

61

masyarakat Jawa, adalah proses pengejawantahan pancaran sinar raja dalam

arsitektural masjid pinggiran dari pusat kraton. Pada hal ini orisinalitas

perwujudan budayanya, hanya terdapat di Yogyakarta, yaitu di Masjid Pathok

Negoro.122

D. Jembatan Penyebrangan

Jembatan penyeberangan tanpa kaki menyentuh dan masuk kedalam

kolam. Fungsi utamanya adalah sebagai jembatan penyeberangan bagi pejabat

tinggi kraton dan pejabat masjid. Para pejabat diperlakukan berbeda dari

rakyat biasa, sebagai bentuk penghormatan, karena sudah berusaha

memajukan agama Islam di wilayah tersebut.Fungsi bagian ini dapat

ditemukan pada masjid besar kraton Yogyakarta dan Surakarta.123

Sebelum tahun 1990-an, jembatan penyeberangan digunakan

sebagaimana mestinya, terutama jembatan penyeberangan utama di bagian

timur. Fungsi utamanya adalah untuk menyeberang para pejabat tinggi Kraton

Yogyakarta. Namun saat ini fungsi utamanya menjadi tidak sesuai, saat orang

biasa dapat melaluinya. Fungsinya akan kembali seperti semula saat diadakan

acara besar tertentu yang menghadirkan pejabat kraton atau daerah.124

Sedangkan jembatan penyeberangan di bagian selatan dan utara

masjid, dahulunya difungsikan sebagai jembatan penyeberangan bagi pejabat

rendahan kraton. Seringkali difungsikan sebagai tempat menyimpan barang

tertentu, namun saat ini fungsinya hanya sekedar jembatan penyeberangan

semata dan tempat wudhu’, terutama bagi kaum wanita yang menuju ke

122 A. Bagoes, Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia, Kajian Mengenai

Konsep, Struktur dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga

Sekarang, hlm. 10. 123 Hasil wawancara dengan bapak R Muh. Baghowi, pada tanggal 6 Juni 2015. 124 Hasil wawancara dengan bapak Kamaludin, pada tanggal 7 Juni 2015.

Page 74: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

62

bagian pawestren dengan tidak melalui kolam, karena pawestren terletak,

tepat di ujung jembatan penyeberangan bagian utara.

E. Halaman

Fungsi utama bagian halaman adalah sebagai tempat untuk kegiatan

non-ritual keagamaan seperti, tempat warga berkumpul membuat acara

tertentu. Adakalanya bagian halaman juga digunakan untuk aspek ritual

keagamaan, seperti saat sholat di hari-hari besar seperti Iedul Fitri atau Iedul

Adha. Pada beberapa peristiwa sejarah (Perang Jawa 1825-1830 M dan

Revolusi Fisik 1945-1949 M), bagian halaman juga digunakan sebagai tempat

berkumpulnya rakyat.125

Pada perayaan hari-hari besar tertentu, seperti pengajian akbar, bagian

halaman menjadi tempat berkumpulnya jama’ah untuk audiensi. Dua pohon

sawo kecik di bagian halaman, berfungsi menjadi penyejuk dan peneduh

halaman di siang hari. Bagian halaman juga dibatasi oleh sebuah pagar

tembok (panyengker), yang berfungsi sebagai pembatas antara bagian luar

masjid dengan lingkungan dalam masjid.

F. Makam

Fungsi utama makam Masjid Pathok Negoro Plosokuning, adalah

tempat untuk mengebumikan jenazah, dari keluarga yang masih bertalian

darah langsung dengan Kyai Mursodo sebagai pendiri Masjid Pathok Negoro

Plosokuning.126 Tidak ada fungsi praktis lainnya untuk bagian makam, hanya

fungsi religi saja yang dapat diketahui. Sebab makam berada di bagian barat

125 Yuwono Sri Suwito, dkk., Prajurit Kraton Yogyakarta, Filosofi dan Nilai

Budaya Yang Terkandung Di Dalamnya, hlm. 5. 126 Hasil wawancara dengan bapak R Muh. Baghowi, pada tanggal 6 Juni 2015. (

Kyai Mursodo amak dari Kyai Nuriman, pendiri Masjid Pathok Negoro Mlangi).

Page 75: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

63

masjid, maka makam sejak zaman Kesultanan Demak, berfungsi sebagai

tempat penghormatan dan pengingat para jama’ah yang berziarah, untuk

selalu mengingat kehidupan akhirat kelak.127 Karena untuk memberikan

pemaknaan utuh bahwa antara kehidupan dan kematian sangatlah dekat.

127 Roland, Pengembangan Arsitektur Rumah Jawa, hlm. 53.

Page 76: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

64

BAB IV

PERWUJUDAN SIMBOLIK ARSITEKTUR

A. Status Masjid di Kesultanan Yogyakarta

Kedudukan atau status dalam struktur kerajaan, berkaitan dengan

tingkatan derajat, baik dalam bentuk, posisi maupun pancaran perhatian dari

pusat atau Kraton raja. Raja digambarkan sebagai pusat kekuasaan yang

memancarakan sinarnya ke segala penjuru kerajaan.128 Raja Jawa selalu

dianggap sebagai wakil Tuhan dalam segala hal, baik dunia maupun akhirat,

hal itu tercermin dari gelarnya Sampeyan Ndalem Ingkang Sinuwun Kanjeng

Sultan Hamengkubuwono Kaping atau Senopati Ingalogo Ngabdurrahman

Sayidin Panotogomo Kalipatullah ing Ngayogyakarta.129

Marcel Bonneff dalam tulisannya yang berjudul Le Kauman de

Yogyakarta Des Fonctionnaires Religieux Convertis Au Reformisme et a

i’Esprit d’Enterprise menyebutkan bahwa punggawa dari beberapa Masjid

Pathok Negoro, bertugas sebagai asisten khusus penghulu hakim yang

bertanggung jawab dalam pengadilan surambi di Masjid Agung Kraton dan

berjumlah empat orang.130 Menurut Bonneff, keberadaan Pathok Negoro ini

mengikuti konsep mancapat dengan penghulu di tengah-tengahnya. Keempat

orang penghulu dari Masjid Pathok Negoro tersebut, menempati desa yang

128 Revianto Budi Santosa (ed.), Dari Kabanaran Menuju Yogyakarta, Sejarah Hari

Jadi Yogyakarta, (Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Yogyakarta, 2008),

hlm. 46. 129 Sumardjo, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis-Historis

Terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia, hlm. 60. 130 Mercel Bonneff, “Le Kauman de Yogyakarta. Des Fanctionnaires Religieux

Convertais Au Reformisme et a i’Esprit d’Entreprise”, ARCHIPEL, No. 30. (Paris:

Assosiation Archipel, 1985), hlm. 178.

Page 77: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

65

ditetapkan sebagai desa perdikan dan bernama Kauman (nama Kauman

mengikuti sifat perdikan-nya). Keempat desa tersebut adalah: (1) Mlangi; (2)

Plosokuning; (3) Babadan; dan (4) Dongkelan. Pada keterangan Bonneff

tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebutan Pathok Negoro meliputi: jabatan

asisten penghulu, masjid, dan desa yang berstatus perdikan.

Pada konteks Masjid Pathok Negoro Plosokuning, raja merupakan

pelindung agama sekaligus perwujudan dari pancaran sinar raja di salah satu

sudut kerajaan, dalam hal ini Kraton Yogyakarta ke daerah Plosokuning.

Sejak masa Sultan Hamengkubuwono I hingga saat ini, Masjid Pathok

Negoro Plosokuning, tetap merupakan bagian yang integral dengan kraton,

dan segala aspek yang berkaitan dengannya dalam hal struktural, dibahas

secara lebih mendalam dalam dua poin di bawah ini:

1. Status Tanah

Sebagaimana telah disampaikan secara singkat di bab sebelumnya,

bahwa status tanah di Masjid Pathok Negoro Plosokuning bersifat perdikan.

Tanah perdikan adalah status yang diberikan pihak kraton karena beberapa

sebab, salah satunya karena adanya keistimewaan tertentu, misalnya terdapat

makam kerajaan atau tempat tinggal tokoh tertentu yang berjasa pada raja dan

pusat pengajaran agama Islam.131

Tanah atau desa yang diberikan status perdikan adalah secara khusus

mempunyai keistimewaan, dengan pemberian keputusan daerah bebas pajak,

tidak diwajibkan kerja wajib dan tidak boleh diganggu gugat. Desa ini akan

memberikan bantuan secara utuh kepada raja, apabila raja membutuhkan.

131 Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kesultanan

Yogyakarta, (Yogyakarta: Museum Sonobudoyo Kraton Yogyakarta, 2009), hlm. 48.

Page 78: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

66

Penduduk desa hanya diwajibkan menjaga, memelihara dan memajukan

sesuai dengan keadaan yang diembannya, misalnya memajukan pendidikan

Islam atau merawat makam ulama dan tokoh kerajaan.

Pemberian status desa perdikan Plosokuning sudah diberikan sejak

masa Sultan Hamengkubuwono I. Hal ini berkaitan dengan pertalian darah

dan kedudukan serta keadaan Masjid Pathok Negoro Plosokuning, yang

pengasuhnya masih keponakan langsung dari Sultan Hamengkubuwono I.

Pengukuhan tanah perdikan pada Masjid Pathok Negoro Plosokuning,

tertuang dalam keputusan dari Sultan Hamengkubuwono II dengan kalimat:

“Sitinggil menyang Pagelaran, Pangulu Menyang Sayid Syarip,

sakancanira pradikan, mutihan pathoknagari, sedene ketib, modin, nguni

tuguripun, aneng mesjid Surambya”.132

Seiring bertambahnya tanah-tanah yang dimaksudkan di atas, maka

pemerintah kolonial berusaha menghapus tanah-tanah tersebut di hampir

semua daerah di Jawa, jika tidak ada ketetapan pada masa sebelumnya. Hal

tersebut tertuang dalam Indiesche Staatregeeling tertanggal 2 September

1854 M pasal 129. Ada beberapa kriteria desa dengan status tersebut, yang

diwajibkan pemerintah kolonial membayar pajak, yaitu yang ditentukan oleh

banyaknya penduduk yang mendiami suatu batas desa tertentu dalam satu

kawedanan.133

Keputusan kolonial yang menghalangi kemajuan agama Islam, tidak

terjadi di daerah sekitar Masjid Pathok Negoro Plosokuning, yang berada di

132 Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kesultanan

Yogyakarta, hlm. 49. 133 Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1992), hlm.71 dan 86.

Page 79: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

67

bawah pengawasan langsung Sultan. Status tanah perdikan tidak pernah

berakhir, namun berganti keadaan sejak Indonesia merdeka dan Yogyakarta

menggabungkan diri dengan Republik Indonesia.134

2. Status Administrasi

Kewenangan yang diterima oleh Masjid Pathok Negoro Plosokuning

dari kraton, mencerminkan keinginan kraton untuk mengatur daerahnya,

dengan salah satu sudutnya adalah Masjid Pathok Negoro di Plosokuning.

Pemberian status tersebut berasal dari Sultan Hamengkubuwono I secara

informal, kemudian diakui secara formal yang diketahui sejak masa Sultan

Hamengkubuwono II, lalu diperkuat kemudian di masa Sultan

Hamengkubuwono III. Sebab sifat tanahnya yang perdikan, maka sebagian

besar penduduknya dan takmir masjid khususnya, berstatus sebagai abdi

dalem kraton di bidang agama.135

Status administrasi diwujudkan dalam sistem ketatanegaraan lapis

empat. Sebagaimana telah dijelaskan di bab II sebelumnya, bahwa secara

status kewilayahan berada di bawah pengawasan langsung Sultan

Hamengkubuwono, melalui Patih Jawi, kemudian Wedana Jawi yang

membawahi negaragung Gadhing Mataram.136 Secara adminitrasi

keagamaan, berada di dalam administrasi Reh Kawedanan Kepengulon di

bawah korps Suronoto, namun korps Suronoto dibubarkan paksa pada tahun

1830, karena diketahui membantu Pangeran Diponegoro dalam Perang

134 Artinya adalah, tanah dengan sifat tanah perdikan tetap ada dan diakui, namun

tidak membayar pajak langsung ke negara, tetapi pihak Kratonlah yang membayar pajak ke

negara. 135 Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kesultanan

Yogyakarta, hlm. 54. 136 S. Margana, Kraton Surakarta Dan Yogyakarta 1769-1874, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004), hlm. 10.

Page 80: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

68

Jawa.137 Setelah korps tersebut dibubarkan paksa oleh Belanda melalui

kraton, maka yang tertinggal hanya administrasi keagamaan, dengan bagian

kewilayahan melalui kawedanan kepengulon.

T.S Raffles dalam tulisannya History of Java, menceritakan bahwa

dalam pengadilan surambi di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, penghulu

utama jika akan memutuskan sebuah perkara, dibantu oleh para penghulu

yang berasal empat dari masjid, termasuk Plosokuning. Data ini kemungkinan

berasal dari pengamatan pejabat pemerintah di tahun 1812-1816 M, saat

kekuasaan Inggris berlangsung.138

Tugas dan fungsi abdi dalem Pathok Negoro, baik secara formal

maupun informal, yaitu:

a. Sebagai pemimpin daerahnya sendiri (desa tempat masjid berdiri).

b. Sebagai pemimpin agama bagian pedesaan daerah.

c. Pembantu penghulu gedhe dalam pengadilan surambi di Masjid

Agung Kraton Yogyakarta.

d. Pengurus utama seluruh bangunan Masjid Pathok Negoro.

Adapun para penghulu hakim dari Masjid Pathok Negoro Plosokuning

sejak tahun 1771 M hingga tahun 1928 M,139 dalam catatan arsip Kawedanan

Kepengulon, yang berjudul: Kundisi Sebatipun Abdi Dalem Golongan Reh

Kawedanan Pengulon Tahun 1928, yaitu:

137 Vincent J.H. Houben, Keraton Dan Kompeni, Surakarta dan Yogyakarta 1830-

1870, terj. E. Setyawati Alkhatab, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002), hlm. 12. 138 Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kesultanan

Yogyakarta, (Yogyakarta: Museum Sonobudoyo Kraton Yogyakarta, 2009), hlm. 54. 139 Kemungkinan besar, pengangkatan para penghulu hakim dengan sistem

administrasi kepengulon di Kesultanan Yogyakarta, terjadi setelah berdirinya Masjid agung

Kraton. Meskipun begitu, keberadaan Masjid Pathok Negoro diakui secara informal, baru

setelah Masjid agung Kraton berdiri dan keberadaan lima Masjid Pathok Negoro lengkap

berdiri, dibentuklah birokrasi secara formal. Ada perbedaan silsilah di salah satu sumber

Page 81: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

69

a. R.M Kyai Mustapa anak dari Kyai Mursodo, bergelar Kyai Khanafi 1.

b. Kyai Khanafi II dengan nama asli R.M Kyai Ali Imron.

c. Kyai Khanafi III dengan nama asli R.M Kyai Sarbini.

d. R.M Pawirodimedjo, sebagai Lurah desa Plosokuning.

e. Kyai Khanafi IV dengan nama asli R.M Jasmani.

Status administrasi pengadilan kepengulon dalam pengadilan surambi

oleh Masjid agung dan Masjid Pathok Negoro Plosokuning, dihapuskan

secara administrasi negara, melalui keputusan UU no. 23 tertanggal 29

Agustus 1947 M. Secara adat korps kepengulon tetap diakui oleh negara

sebagai bagian dari institusi intern Kesultanan Yogyakarta.140 Daerah

Plosokuning dibagi menjadi dua bagian, Plosokuning lebet dan Plosokuning

jawi,141 yang ditandai dengan stratifikasi masyarakatnya. Plosokuning

lebet,142 hanya terdiri dari keluarga inti keturunan Kyai Mursodo dan

berstatus Priyayi dengan gelar raden, sedangkan Plosokuning jawi, adalah

para pendatang.

Setelah pengadministrasian ulang pada tahun 1947 M, maka sistem

administrasi kepengulon Masjid Pathok Negoro Plosokuning khususnya, tidak

lagi berlaku di dalam aktifitas pengadilan dan birokrasi hukum negara, tetapi

sistem birokrasi kepengulon di seluruh Masjid Pathok Negoro pada umumnya

masih berlaku secara internal dan terpisah dari negara, yaitu sebagai bagian

dari birokrasi kepengulon Kraton Kesultanan Yogyakarta, namun tidak lagi

140 Albaab, Masyarakat Jawa dan Modernisasi (Potret Kontemporer Masyarakat

“Masjid Pathok Negoro Plosokuning), hlm. 26. 141 Plosokuning Jawi adalah daerah diluar lingkaran inti masjid, tetapi masih dalam

batas administrasi desa. 142 Plosokuning Lebet adalah daerah yang mana dikhususkan untuk keluarga dari

keturunan Kyai Mursodo.

Page 82: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

70

mempunyai wewenang mengadili secara hukum negara,143 namun tetap

diakui sebagai pengawal tradisi budaya Jawa dan bersifat mengurus Masjid

saja sebagai takmir. Adapun nama-nama personilnya,144 yaitu:

a. R. Zainuddin sebagai ketua takmir Masjid Pathok Negoro

Plosokuning pertama, bertugas sejak tahun 1946/ 7 hingga 1952.

b. R. H. Marchum, bertugas: 1953 hingga 1987.

c. R. Zaini Mulyadi, BA., bertugas: 1988 hingga 1993.

d. R. Drs. Idris Purwanto, bertugas: 1994 hingga 1998.

e. R. Amd, Suprobo, bertugas: 1999 hingga 2003.

f. R. H. Kamaluddin Purnomo, SH, bertugas: 2004 hingga sekarang.

B. Makna Simbolik Arsitektur Masjid

Simbol bagi manusia, adalah sarana komunikasi yang diwujudkan

dalam bentuk-bentuk atau makna-makna tertentu, untuk disampaikan kepada

manusia yang lain agar mengerti keinginan dan kebutuhannya. Pada manusia

Jawa, simbol sebagai sarana komunikasi, diwujudkan dalam bentuk-bentuk

yang mempunyai makna-makna tertentu, yang diharapkan dapat diingat,

dikupas dan terus dilestarikan semangatnya oleh generasi selanjutnya.145

Bangunan Masjid Pathok Negoro Plosokuning, dapat dinyatakan sebagai

sebuah simbol dalam bentuk tetenger. Setiap bangunan menurut Romo Y.B

Mangunwidjoyo, seharusnya memiliki aspek guna dan citra. Makna dari kata

143 Kewenangan mengadili perkara pidana bahkan sudah tidak berlaku lagi sejak

tahun 1831, namun untuk masalah kemasyarakatan seperti pernikahan, tempat untuk

meminta pendapat serta aspek keagamaan lainnya, masih tetap berlaku. Hukum positif

Belanda yang diterapkan di Kesultanan Yogyakarta sejak tahun 1831, sehingga pengadilan

surambi yang memutuskan perkara pidana sudah tidak ada lagi. Tim Museum Sonobudoyo,

Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kesultanan Yogyakarta, hlm. 77. 144 Suprobo, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro, Plosokuning, Minomartani,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, hlm. 16. 145 Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, hlm. 36.

Page 83: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

71

Guna adalah selalu berkaitan dengan kegunaan, untuk apa bangunan itu

dibangun dan dengan dengan maksud yang bagaimana bangunan itu dibuat.

Sedangkan makna kata Citra adalah, bagaimana kesan dan penghayatan akan

makna simbolik yang mungkin ditimbulkan dari sebuah bangunan.146 Dapat

diketahui dalam bebrapa aspek, yaitu:

1. Politik

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa asal kata dari

Pathok Negoro, adalah batas negara. Masjid Pathok Negoro secara nyata

adalah batas negara Kesultanan Yogyakarta dengan Kasunanan Surakarta

dalam bentuk bangunan rumah ibadah. Masjid di masa penjajahan selain

berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat untuk

bermusyawarah, menggalang persatuan dan kesatuan untuk mengusir

penjajah.147

Semenjak berdiri negara Kesultanan Yogyakarta di tahun 1755 M,

Masjid Pathok Negoro telah menjadi semacam tanda perbatasan wilayah

antara Kesultanan Yogyakarta dengan Kasunanan Surakarta. Pada masa itu

(sebelum tahun 1830 M) wilayah Kesultanan Yogyakarta dengan Kasunanan

Surakarta saling bercampur aduk, sehingga dibutuhkan batas politis berupa

bangunan atau tetenger tertentu yang menandakan batas wilayah negara

masing-masing.

146 Eko Budihardjo, Arsitektur dan Kota di Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni,

1991), hlm. 9. 147 G.M Sudarmika, “Tinggalan Arkeologi Sebagai Salah Satu Wahana Pemersatu

Unsur Bangsa”, dalam, Proceeding EHPA, Mencermati Nilai Budaya Masa Lalu Dalam

Menatap Masa Depan, Bedugul 14-17 Juli 2000, (Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian

Arkeologi, 2001), hlm. 292.

Page 84: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

72

Simbol berupa pengakuan Masjid-Masjid Pathok Negoro

memunculkan kesan bahwa Sultan, sebagai pemimpin negara Kesultanan

Yogyakarta, melindungi aset fisiknya secara politis dengan mengakui secara

informal dan formal, daerah yang mengembangkan agama Islam dengan

memberikan keistimewaan tanah dan penduduknya, sebagai bagian dari klaim

religius dengan cara melindungi di bawah naungannya.

Masjid Pathok Negoro Plosokuning adalah daerah perbatasan milik

Kesultanan Yogyakarta, yang terletak di perbatasan bagian barat laut

Kasunanan Surakarta dan timur laut dari ibukota raja Kesultanan Yogyakarta.

Kondisi berbeda terjadi di Kasunanan Surakarta, hal itu terjadi karena di

Kasunanan Surakarta tidak mempunyai keadaan dan ketentuan seperti itu,

tidak ada tanda perbatasan yang jelas, seperti tonggok batas atau bangunan

yang diakui oleh pihak Kasunanan Surakarta terhadap wilayahnya.

Sultan dengan tegas menyatakan bahwa daerah Masjid yang ada di

lima sisi Kotaraja Kesultanan Yogyakarta, yang berbatasan dengan wilayah

Kasunanan Surakarta, sebagai bagian dari Kesultanan Yogyakarta dengan

cara membentuk dan mengintegrasikannya dalam birokrasi Kesultanan

Yogyakarta. Hal itu ditandai dengan terbentuknya sistem birokrasi,

sebagaimana telah dijelaskan dalam poin sebelumnya.

Selama masa Perang Jawa (1825-1830 M) yang dipimpin oleh

Pangeran Diponegoro, Masjid Pathok Negoro Plosokuning secara aktif ikut

membantu perjuangannya melalui penyediaan logistik, tenaga dan tempat

Page 85: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

73

bernaung serta beristirahat bagi pasukan yang sedang bertempur melawan

Belanda.148

Banyak para pejabat penting kraton dan keluarga raja yang

berkunjung secara berkala ke Masjid Pathok Negoro Plosokuning selama

masa Kolonial, menandakan bahwa secara politis, keberadaan Masjid Pathok

Negoro Plosokuning diakui secara politis. Konsep arsitektur Jawa yang

muncul dalam bentuk arsitektur Masjid Pathok Negoro Plosokuning,

menandakan bahwa Sultan sebagai pemimpin Kesultanan Yogyakarta, masih

memegang teguh adat Jawa serta agama Islam yang saleh, yang sederhana

dan religius, dengan mendirikan tonggak agama dan melestarikannya sebagai

bagian dari garis besar negara Kesultanan Yogyakarta, yang berupaya

melindungi serta mengembangkan agama Islam di tanah Jawa.

Walaupun sempat dicurigai sebagai sarang perlindungan para

pemberontak, namun Masjid Pathok Negoro Plosokuning tidak pernah

dihancurkan oleh Belanda. Belanda hanya memaksa korps yang menaungi

aspek religius Kesultanan Yogyakarta, yaitu korps Suronoto, dipisahkan

secara politis dari induknya yaitu kraton, serta dirontokkan kewenangannya,

yaitu dengan pembubaran korps Suronoto di tahun 1830 M. Walaupun telah

terjadi pemisahan secara birokratis selama masa kolonial, namun pihak kraton

tetap memperhatikan perkembangan Masjid Pathok Negoro Plosokuning,

meskipun hanya dalam bentuk pembangunan fisik.

148 Meskipun tidak ada catatan resmi, namun ada indikasi bahwa penduduk di sekitar

dan takmir Masjid Pathok Negoro Plosokuning membantu Pangeran Diponegoro, yang

diwujudkan dengan adanya pohon sawo yang menjadi simbol pusat komunikasi bagi pasukan

yang berperang. Lagipula Pangeran Diponegoro sering sekali berkunjung ke daerah-daerah

pusat kajian Islam untuk belajar dan bertemu tokoh ulama. Salah satu bukti Masjid yang

menjadi sasaran serangan pasukan Belanda adalah Masjid Pathok Negoro Dongkelan, yang

dibakar Belanda di tahun 1825.

Page 86: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

74

Selama masa kolonial hingga terjadinya Perang Kemerdekaan 1945-

1949 M, Masjid Pathok Negoro Plosokuning yang telah menjadi salah satu

tempat penggemblengan spiritual rakyat Yogyakarta, mendapat perlindungan

secara maksimal dari Sultan Hamengkubuwono.149 Belanda sepertinya

mengerti, apabila Belanda menganggu aktivitas Masjid Pathok Negoro

Plosokuning, berarti menganggu agama rakyat dan melukai hati Sultan

Hamengkubuwono (sebab pengasuh dan pengurus Masjid, masih kerabat

Sultan dan abdi dalem-nya), sebagai pemimpin spiritual Islam rakyat

Yogyakarta. Oleh karena itu Sultan Hamengkubuwono selama masa Perang

Kemerdekaan enggan bekerjasama dengan Belanda dan bahkan terus

berkomunikasi dengan kaum ulama dan gerilyawan melalui kurirnya.150

2. Budaya

Konsep arsitektur yang dimunculkan di Masjid Pathok Negoro

Plosokuning, adalah hasil penghayatan adat dan tradisi arsitektur lokal di

tanah Jawa pada waktu itu. Bangunan rumah ibadah seperti masjid di Jawa,

tentu selalu mengikuti pakem atau standar yang telah lebih dulu ada, yaitu

Masjid Agung Demak.151 Bangunan Masjid tidak pernah ditentukan standar

bentuknya dalam Islam, bahkan tiap daerah mempunyai standar dan gaya

arsitektur nya sendiri, sehingga inti nilainya, yaitu beribadah sholat dan

aktivitas religius lainnya, tidak terganggu oleh adanya perbedaan bentuk.

Hanya tujuan penghadapan nya tetap sama, yaitu menghadap kiblat sebagai

149 Albaab, Masyarakat Jawa dan Modernisasi (Potret Kontemporer Masyarakat

“Masjid Pathok Negoro Plosokuning), hlm. 38. 150 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial Di Kota Yogyakarta, (Depok: Komunitas

Bambu, 2006), hlm. 36. 151 Kayam, “Arsitektur Masyarakat Transisi”, dalam Eko Budihardjo (ed.), Jatidiri

Arsitektur Indonesia, hlm. 179.

Page 87: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

75

pusat penghadapan umat Islam dalam menjalankan ibadah shalat di seluruh

dunia, serta adanya tempat pengimaman.152 Keadaan itulah yang

memunculkan akulturasi budaya dan nilai Islam yang terwujud dalam

arsitektur Masjid Pathok Negoro Plosokuning di Kesultanan Yogyakarta.

Sebagai Masjid Pathok Negoro dengan status otonomi yang lebih

rendah dari Masjid Agung Kraton, maka standar pembangunannyapun

berbeda dan disesuaikan dengan yang lebih tinggi derajatnya secara

birokratis. Contoh paling mudah dilihat adalah atap tumpang yang hanya

berundak (bersusun) dua dan bukan tiga seperti di Masjid Agung Kraton.153

Kraton Yogyakarta adalah salah satu simbol dan pusat dari

kebudayaan masyarakat Jawa. Makin jauh masyarakat dari kraton, maka

makin jauh dan makin pudar pula cerminan budaya yang terpancar dan

muncul dari dalam kraton,154 oleh sebab itu setiap raja berusaha untuk

mencitrakan dan selalu berusaha membawa sejauh mungkin hasil-hasil yang

telah dia ciptakan untuk rakyatnya.155

Mengikuti tradisi konstruksi dalam budaya Jawa, maka rumah-rumah

di sekitarnyapun dibuat mengikuti kaidah arsitektur Jawa, terutama bagian

atap dan tata letak ruangan nya.156 Meskipun telah terjadi perubahan secara

perlahan, namun arsitektur utama Masjid Pathok Negoro Plosokuning tetap

152 Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam, Pertumbuhan dan Perkembangannya

(Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 3. 153 Siswanto, “Pudarnya Arsitektur Tropis Indonesia”, dalam Eko Budihardjo (ed.),

Jatidiri Arsitektur Indonesia, hlm. 161-162. 154 Kuntowijoyo, Raja, Priyayi dan Kawulo, hlm. 21. 155 Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris,

hlm. 153. 156 Jogja Heritage Society, Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah : Kawasan

Pusaka Kotagede, Yogyakarta, Indonesia, hlm. 17.

Page 88: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

76

lestari sebagai simbol arsitektur dalam budaya Jawa, yang sesuai dengan

kaidah-kaidahnya.

Aspek budaya lainnya yang diwujudkan dalam arsitektur Masjid

Pathok Negoro adalah pelestarian budaya Jawa, yang dilakukan secara nyata

dibangun sesuai dengan kaidah dan panduan dalam adat dan tradisi

masyarakat Jawa, baik dalam tata peletakan maupun pemunculan simbol-

simbolnya. Masyarakat yang tinggal di sekitar Masjid Pathok Negoro

Plosokuning, juga ikut memaknai simbol-simbol arsitektur Masjid Pathok

Negoro Plosokuning dengan caranya sendiri, berupa aktifitas sosial dan

religius, yang ditujukan semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT.157

C. Peran Masjid Dalam Kegiatan Sosio-Religius

Perubahan politik yang terjadi pada tahun 1942 M, menandai

berakhirnya tradisi lama dalam status dan stratifikasi social seperti pada

zaman Belanda. Terjadi perubahan sosial mendasar, yang terlihat kentara

sekali di bidang ekonomi di tahun 1970 M. Banyak Priyayi yang sebelumnya

mempunyai pengasilan tetap, kini menjadi jatuh kehidupan ekonominya,

masyarakat Plosokuning jawi yang kemudian mempunyai kehidupan lebih

baik, tidak enak hati apabila mempekerjakan mereka (Plosokuning lebet)

dengan statusnya sebagai Priyayi. Namun hal itu perlahan-lahan hilang

karena akhirnya para Priyayi bekerja pada Priyayi lainnya di kota

Yogyakarta.158

157 Hasanah, Tradisi Tahlil Pitung Leksan di Dusun Plosokuning, Desa

Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, hlm.

16-18. 158 Albaab, Masyarakat Jawa dan Modernisasi (Potret Kontemporer Masyarakat

“Masjid Pathok Negoro Plosokuning), hlm. 75-77.

Page 89: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

77

Aktifitas religius yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai

wujud dari memakmurkan masjid, selalu dilakukan. Adanya aktifitas tersebut,

secara langsung mempertemukan masyarakat dalam satu wadah silaturahim

di masjid sebagai pusatnya. Aktifitas religius dapat berarti aktifitas sosial,

dengan cara bertatap muka dan bertukar pikiran. Tradisi slametan, kenduren,

tahlilan dan lain-lain seperti pengajian akbar ataupun hanya sekedar rutinitas

sholat berjama’ah, membuat seluruh kegiatan masyarakat, tertuju pada aspek

moral dan terkesan agamis.159

Peran masjid dan perangkatnya sebagai monumen religious adalah

pemersatu masyarakat Plosokuning pada khususnya dan masyarakat

Yogyakarta pada umumnya sejak pertama kali didirikan, aspek-aspek tersebut

tidak pernah hilang, hanya bergeser perlahan sesuai semangat zamannya.

Terdapat paling tidak tiga fungsi utama Masjid Pathok Negoro, Plosokuning

khususnya, sebagai upaya memperkuat identitas keislaman dan

kemasyarakatan, selain sebagai tempat ibadah. Berdasarkan hal itu, maka

fungsi Masjid Pathok Negoro dapat dipisahkan menjadi:

1. Fungsi politis meliputi: pemerintahan, pertahanan, dan peradilan.

2. Fungsi edukatif meliputi: tempat belajar dan majlis taklim .

3. Fungsi kemasyarakatan meliputi: pengurusan kematian, penyelengaraan

pernikahan dan kegiatan-kegiatan keagamaan.160

159 Andrianto, Simbol-simbol Dakwah Masjid Pathok Nagari Plosokuning Dalam

Tayangan Pesona Nusantara TVRI Yogyakarta: Kajian Semiotika, hlm. 46. 160 Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-Masjid Pathok Negoro di Kesultanan

Yogyakarta, hlm. 54 dan hlm. 74.

Page 90: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah arsitektur Masjid Pathok Negoro Plosokuning, tidak hanya

terjadi di satu masa saja, tetapi berkesinambungan dan dinamis.

Pembangunan dan perubahan terjadi dari masa ke masa, secara perlahan-

lahan. Masjid Pathok Negoro Plosokuning adalah sebuah cerminan dari

arsitektur rumah ibadah masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta.

Masjid Pathok Negoro Plosokuning didirikan sebagai tanda batas

negara, antara Kasunanan Surakarta dengan Kesultanan Yogyakarta. Ketika

Kesultanan Yogyakarta belum berdiri di tahun 1755, Masjid Pathok Negoro

Plosokuning sudah lebih dahulu ada di tahun 1724. Pendiri pertama Masjid

ini adalah Kyai Mursodo, yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman, Mlangi.

Kyai Nur Iman adalah anak dari Susuhunan Amangkurat IV, yang merupakan

kakak dari Sunan Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I. Kyai Nur

Iman enggan bergelut di bidang politik, dia lebih suka memperdalam ilmu

agama, dia membangun berbagai pusat keagamaan di wilayah pelosok desa,

sehingga ketika Yogyakarta berdiri, pusat keagamaan yang telah ada berserta

masjidnya, diakui sebagai bagian dari Kesultanan Yogyakarta.

Masjid Pathok Negoro Plosokuning didirikan dengan mengikuti

kaidah-kaidah, dalam konstruksi arsitektural rumah ibadah dalam budaya

Jawa. Bahan-bahan serta teknik konstruksinya, masih mempertahankan aspek

lokalitas, sehingga kesan asli dan terpelihara masih ada di Masjid Pathok

Page 91: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

79

Negoro Plosokuning. Bahan-bahan yang digunakan dan teknik konstruksi

lokal, mengantarkan Masjid Pathok Negoro Plosokuning tetap menjaga

keaslian dan kekuatan konstruksinya hingga saat ini, yaitu:

1. Arsitektur: Karena mengikuti pakem arsitektur Masjid Kraton, dengan

perbedaan di bagian atap.

2. Status: Masjid ini memiliki status istimewa di Kesultanan Yogyakarta,

dengan pengakuan dan pemberian status tanah, berupa tanah perdikan.

Pengurus masjid nya pun diangkat menjadi pegawai di lingkungan kraton.

3. Keaslian Bangunan: Di saat bangunan-bangunan Masjid Pathok Negoro

lainnya diubah, Masjid Pathok Negoro Plosokuning masih tetap

mempertahankan keasliannya.

Masjid Pathok Negoro Plosokuning memang hanya sebuah benda

yang diam sebagai monument religius, namun dampak yang dimunculkan

dari berbagai simbol yang ditampakkan dalam seni arsitekturnya, membuat

dinamika masyarakat sekitar ikut memakmurkan kegiatan masjid. Ada

beberapa fungsi yang diwujudkan dalam arsitektur Masjid Pathok Negoro

Plosokuning, yaitu:

1. Makna politik berupa: simbol pertahanan negara.

2. Makna budaya berupa: simbol pelestarian tradisi dan kesenian lokal dalam

akulturasi Islam-Jawa.

3. Makna edukatif berupa: pusat kajian Islam.

4. Makna administratif berupa: pengangkatan abdi dalem-nya secara

birokratis di Kesultanan Yogyakarta.

Page 92: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

80

B. Saran-saran

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, serta shalawat Nabi Muhammad

atas cahaya Islam yang dibawanya. Berakhirnya kesimpulan di atas,

menandakan berakhirnya penelitian tentang sebuah kajian historis arsitektural

Masjid, yaitu Masjid Pathok Negoro Plosokuning di Yogyakarta.

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah, pemahaman tentang

perkembangan, teknik konstruksi masjid dan pengupasan makna simbolik

yang ada dalam interior dan eksterior masjid. Berkat teknik dan makna

simbolik yang ada, maka masyarakat memakmurkan masjid dengan terus

mengikuti maknanya sesuai dengan keadaan zaman.

Pada penelitian ini belum menyentuh dan melihat hasil perbandingan

keadaan dunia di luar Masjid Pathok Negoro Plosokuning selama masa

tertentu. Aspek tersebut dapat saja menjadi celah kajian yang lain tentang

khazanah sejarah arsitektur Masjid. Sejarah perubahan sosial yang terjadi di

sekitar Masjid Pathok Negoro Plosokuning selama rentang masa dari 1724

hingga saat ini belum tersentuh secara baik, atau dapat pula di seluruh Masjid

Pathok Negoro yang ada di Yogyakarta. Perubahan-perubahan yang diangkat

dalam hasil penulisan ini, masih sebatas pada perubahan konstruksi

arsitektural dan yang berkaitan dengannya seperti administrasi-birokrasi.

Keadaan yang belum sempurna ini, kiranya dapat ditambal kekurangannya,

sehingga khazanah tulisan sejarah Masjid, baik Pathok Negoro maupun masjid

kuno pada umumnya secara komprehensif, dapat digambarkan dengan baik

dalam penelitian selanjutnya.

Page 93: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

81

Semua kekurangan tersebut, kiranya menjadi pemacu dan pemicu bagi

sejarawan lain, untuk memperbaiki dan bahkan menuliskan tema yang sama

di lokasi, dan waktu yang berbeda. Semua kekurangan yang ada, penulis

harapkan bagi para pembaca yang budiman, agar selalu memberi masukan

yang membangun, kapanpun dan dimanapun pembaca berada. Terima kasih.

Akhir al-kalam, Alhamdulillahi Robb Al-‘Alamin. Assalamualaikum

wa Rahmat Allahi Rabb al-‘Alamin

Page 94: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

82

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

A Bagoes P. Wiryomartono, Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia,

Kajian Mengenai Konsep, Struktur dan Elemen Fisik Kota Sejak

Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga Sekarang, (Bandung:

Alumni, 2006)

A.M. Djuliati Suroyo, “Politik Eksploitasi Kolonial dan Perubahan Ekonomi

di Indonesia, dalam: Indonesia Dalam Arus Sejarah, Kolonisasi dan

Perlawanan, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve dan Kementrian

Pariwisata dan Kebudayaan RI, 2012)

Abdullah, Taufik “Nasonalisme Indonesia, Dari Asal-usul ke Prospek Masa

Depan”, dalam: Asvi Marwan Adam (peny.), Sejarah Pemikiran,

Rekonstruksi dan Persepsi, Jakarta: MSI bekerjasama dengan ANRI,

1999.

Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1999.

Abdurrachman, Surjomihardjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah

Sosial 1880-1930, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008)

Abdul, Rochym, Mesjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia,

Bandung Angkasa, 1983.

Adrisijanti, Inajati, Arkeologi Perkotaan Mataram Islam, Yogyakarta:

Jendela, 2000.

Andi, Siswanto, “Pudarnya Arsitektur Tropis Indonesia”, dalam Eko

Budihardjo (ed.), Jatidiri Arsitektur Indonesia, (Bandung: Penerbit

Alumni, 1991)

Arya, Roland, Pengembangan Arsitektur Rumah Jawa, (Yogyakarta: Cahaya

Atma Pusaka, 2012

Babad Sultan Agung, terj. Tim Balai Bahasa Yogyakarta, (Yogyakarta: Balai

Bahasa Yogyakarta, 1989)

Babad Trunojoyo-Suropati, terj. Balai Pustaka, Jakarta: Balai Pustaka, 1987.

Page 95: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

83

C.R, Boxer, Jan Kompeni, Sejarah VOC dalam Perang dan Damai, 1602-

1799, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989

Carey, Peter, Asal-usul Perang Jawa, Pemberontakan Sepoy dan Lukisan

Raden Saleh, terj. Rahmat Widada, Yogyakarta: LKiS, 2004.

Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

2010.

Denys, Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-kerajaan

Konsentris, terj. Winarsih Partaningrat Arifin, dkk. (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Forum Jakarta-Paris

dan Ecole francaise d’Extreme-Orient, 2005)

Desak, Made Oka, Hutan Jati Madiun, Silvikultur di Karesidenan Madiun

1830-1910, (Semarang:PBS, 2010)

Djamhari, Saleh As'ad, Strategi Menjinakkan Diponegoro: Stelsel Benteng

1827-1830, Depok: Komunitas Bambu, 2008.

Djoko, Soekiman, Kebudayaan Indis, Dari Zaman Kompeni Sampai

Revolusi, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011)

Efendi, David, The Decline Of Bourgeoisi, Runtuhnya Kelompok Dagang

Pribumi Kotagede XVII-XX, Yogyakarta: POLGOV UGM, 2010.

Ervan, Anwarsyah, Peran Ulama Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di

Yogyakarta 1945-1949, (Jakarta: Skripsi Fakultas Adab Jurusan

Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2010, tidak

diterbitkan)

Graaf, H.J. De, Puncak Kekuasaan Mataram, Politik Ekspansi Sultan Agung,

terj. Pustaka Utama Grafiti dan KITLV, Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 1990.

___________, Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII

terj. Pustaka Utama Grafiti dan KITLV, Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 1989.

Hendriatmo, Anton Satyo,Giyanti 1775, Perang Perebutan Mahkota III dan

Terbaginya Kerajaan Mataram Menjadi Surakarta dan Yogyakarta,

Tangerang: CS Book, 2006.

Herusatoto, Budiono Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Semarang: Hanindita,

1984.

Page 96: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

84

Hiroyoshi, Kano, “Sejarah Ekonomi Masyarakat Pedesaan Jawa:

SuatuPenafsiran Kembali”, dalam Akira Nagazumi (peny.), Indonesia

Dalam Kajian Sarjana Jepang, Perubahan Sosial-Ekonomi Abad XIX

& XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 1986)

Houben, Vincent J.H., Keraton Dan Kompeni, Surakarta dan Yogyakarta

1830-1870, terj. E. Setyawati Alkhatab, Yogyakarta: Bentang

Budaya, 2002.

Imam, Bawani, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Studi Tentang

Daya Tahan Pesantren Tradisional (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993)

John, Pemberton, “Jawa”, On The Subject Of “Java”, terj. Hartono

Hadikusumo, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2003.

Kartodirdjo, Sartono Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Ki Sabdacarakatama, Ensiklopedia Raja-raja Tanah Jawa, Silsilah Lengkap

Raja-raja Tanah Jawa Dari Prabu Brawijaya V Sampai

Hamengkubuwono X, Yogyakarta: Narasi, 2010)

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005.

__________, Raja, Priyayi dan Kawulo, Yogyakarta: Ombak, 2009.

L., Stoddard, Dunia Baru Islam, terj. R. Roeslan, Jakarta: tanpa penerbit,

1966.

M. Bibit, Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Riwayat Hidup, Karya

dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama, Jakarta: Gelegar Media

Indonesia, 2009.

Margana, S., Kraton Surakarta Dan Yogyakarta 1769-1874, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2004.

Muhammad, Hisyam, “Kebijakan Haji Masa Kolonial”, dalam A.B. Lapian

(ed), Sejarah dan Peradaban: Sejarah dan Dialog Peradaban, Jakarta:

LIPI Press, 2005.

Muhammad, Yamin, Sejarah Peperangan Dipanegara, Pahlawan

Kemerdekaan Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Nancy K., Florida, Menyurat Yang Silam Menggurat Yang Menjelang,

Sejarah Nubuat Kebudayaan Jawa, terj. Rahmat, dkk., Yogyakarta:

Mata Bangsa, 2002.

Page 97: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

85

Nurcholis, Madjid, Islam Agama Peradaban, Membangunan Makna dan

Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 2000.

Oloan, Situmorang, Seni Rupa Islam, Pertumbuhan dan Perkembangannya,

Bandung: Angkasa, 1993.

Onghokham, Rakyat dan Negara, Jakarta: LP3ES, 1991.

Peter, Boomgaard, Anak Jajahan Belanda, Sejarah Sosial dan Ekonomi

Jawa, 1795-1880, Jakarta: KITLV, 2004.

Peter, Carey, Orang Cina, Bandar Tol dan Perang Jawa, Perubahan

Persepsi Tentang Cina 1755-1825, terj. Tim Komunitas Bambu,

Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.

Remmelink, W.G.J., Perang Cina dan Runtuhnya Negara Jawa, 1725-1743,

terj. Akhmad Santoso, Yogyakarta: Jendela, 2002.

Revianto Budi, Santosa (ed.), Dari Kabanaran Menuju Yogyakarta, Sejarah

Hari Jadi Yogyakarta, Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya

Kota Yogyakarta, 2008.

Ricklefs, M.C., Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792,

Sejarah Pembagian Jawa, terj. E. Setyawati Alkathab, Yogyakarta:

Mata Bangsa, 2002.

Robert W., Hefner, Geger Tengger, Perubahan Sosial dan Perkelahian

Politik, terj. A Wisnuhardana, Yogyakarta: LKiS, 1999.

Soemardjandan, Selo dan Soeleman Sumardi, Setangkai Bunga Sosiologi,

Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1964.

Sri, Sugiyanti, dkk., Masjid Kuno Di Indonesia, Jakarta: Proyek Pembinaan

Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 1998/1999.

Suhartono W., Pranoto, Jawa, Bandit-bandit Pedesaan, Studi Historis 1850-

1942, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Sumardjo, Jakob, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis-

Historis Terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia,

Yogyakarta: PENERBIT QALAM, 2002.

Sukanto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1999.

Sumintarsih, dkk., dengan Dharma Gupta, dkk., (ed.), Toponim Kota

Yogyakarta, Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota

Yogyakarta, 2007.

Page 98: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

86

Supartono, Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jakarta: Penerbit

Universitas Trisakti, 2006.

Suroyo, A.M., Juliati, Eksploitasi Kolonial Abad XIX; Kerja Wajib Di

Karesidenan Kedu 1800-1890, Semarang: Penerbit Yayasan Untuk

Indonesia, 2000.

Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DIY, Tempat Ibadah

Bersejarah di DIY, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DIY,

2002.

Tim Museum Sonobudoyo, Masjid-masjid Pathok Negoro di Kasultanan

Yogyakarta, Yogyakarta: Museum Sonobudoyo Kraton Yogyakarta,

2009.

Tonny, Whitten, Roehayat Emon Soeriaatmadja dan Suraya A. Afiff, The

Ecology of Indonesian Series Volume II: The Ecology of Java and

Bali, Singapore: Periplus Editions (HK) Ltd., 2000.

Umar, Kayam, “Arsitektur Masyarakat Transisi”, dalam Eko Budihardjo

(ed.), Jatidiri Arsitektur Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1991.

Yulianto, Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.

Yuwono Sri, Suwito, dkk., Prajurit Kraton Yogyakarta, Filosofi dan Nilai

Budaya yang Terkandung Di Dalamnya, Yogyakarta: Dinas

Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2010.

Wawancara:

Bapak M. Kamaludin Purnomo ( Ketua Takmir Masjid Pathok Negoro Ploso

Kuning)

Sabtu, 30 Mei 2015. Pukul, 16:45. Dikediaman Bapak M. Kamaludin

Purnomo

Mas Bashori ( Peneliti Majid Pathoknegoro )

Kamis, 04 Juni 2015. Pukul 19:00. Di UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Mbah Baghowi ( Imam Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning )

Selasa, 02 Juni 2015. Pukul 15:03. Di Masjid Pathok Negoro Ploso

Kuning

Page 99: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

87

Jurnal:

G.M Sudarmika, “Tinggalan Arkeologi Sebagai Salah Satu Wahana

Pemersatu Unsur Bangsa”, dalam, Proceeding EHPA, Mencermati Nilai

Budaya Masa Lalu Dalam Menatap Masa Depan, Bedugul 14-17 Juli 2000,

(Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Arkeologi, 2001)

Mercel Bonneff, “Le Kauman de Yogyakarta. Des Fanctionnaires

Religieux Convertais Au Reformisme et a i’Esprit d’Entreprise”, ARCHIPEL,

No. 30. (Paris: Assosiation Archipel, 1985)

Buletin:

R. Suprobo, A. MA, Sejarah Masjid Jami’ Pathok Negoro,

Plosokuning, Minomartini, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, 2002

Audiovisual:

Jalan-jalan Islami Masjid Pathok Negoro Plosokuning

(Wednesday, June 17, 2015, 9:07:14 PM)

Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning (Wednesday, June 17,

2015, 9:07:20 PM)

TPA Masjid Pathok Negoro Plosokuning, TVRI 17 Juli 2013

(Wednesday, June 17, 2015, 9:07:52 PM)

Page 100: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

88

LAMPIRAN

Foto bersama Bapak M. Kamaludin

(Takmir Masjid Pathok Negoro Plosokuning)

Cagar Budaya Masjid Pathok Negoro Plosokuning Yogyakarta

Page 101: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

89

Foto bersama Mbah Baghowi

( Imam Masjid Pathok Negoro Plosokuning)

Kolam

(berfungsi sebagai tempat bersuci)

Page 102: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

90

Bedug Pemberian Kraton Yogyakarta

Mimbar

Page 103: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

91

Tempat Pengimaman

Pintu Masuk Masjid Dari Serambi

Page 104: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

92

Gerbang Masjid SebelahTimur

Batu Waluh atau Labu

Kubah Masjid Berbentuk Limas

Page 105: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

93

Makam Mbah Mustofa

Gerbang Makam Mbah Mustofa

Silsilah Keturunan

Page 106: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

94

Menara Masjid

Gerbang Selatan Masjid

Denah Masjid Plosokuning

Page 107: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

95

Piagam Penghargaan

( Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia )

Piagam Penghargaan

( Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta )

Page 108: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

96

Piagam Penghargaan

( Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata RI )

Serambi atau Beranda Masjid

Page 109: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

97

Atap Masjid Tampak Dari Dalam

Taman Kanak-Kanak Sulthoni

Pintu Masuk Masjid

Page 110: MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 1724 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32887/1/JOHAN... · ilmu. dan. pengalamannya. 8. Seluruh Staff dan. Pegawai. Fakultas.

98

Umpak Masjid