Manusia Dan Trasendensi Diri

15
MANUSIA DAN TRANSENDENSI DIRI ULINA CHRISTINA NATALIA Abstract Setiap aliran agama berbondong-bondong mengklaim bahwa agama merekalah yang paling benar. Hanya pertanyaannya, siapakah yang paling benar? Jawabannya tentu berbeda-beda tergantung siapa yang beragama apa yang menjawab. Bertolak belakang dengan rasa percaya terhadap agamanya, ada saja orang- orang yang melakukan “pembangkangan” dalam agama, akibat dari sifat konvensional dan formal dalam hidup beragama. Kekonvensionalan pada kebiasaan, bentuk ajaran, format Ibadah, hukum dan peraturan perilaku dianggap dapat berujung pada terbentuknya sekte-sekte baru yang menurut versi mereka adalah produk revisi menuju statu kebenaran yang mutlak. Apakah mereka salah? Bagaimana kita tahu? Mereka tentu merasa benar, sama seperti kita yang merasa benar. Dalam artikel ini kita akan melihat beberapa bentuk ketidakpuasaan terhadap agama yang menjadi salah satu bibit munculnya aliran-aliran agama. Individu berusaha menjadikan agama sebagai milik subjektif, pribaddan menyatu dengan diri sendiri. Proses seperti adalah bagian dari transendensi manusia menuju hidup yang diharapkan Cara yang mereka tawarkan untuk mencapai dan menemukan iman sejati adalah mempelajari dan 1

description

 

Transcript of Manusia Dan Trasendensi Diri

Page 1: Manusia Dan Trasendensi Diri

MANUSIA DAN TRANSENDENSI DIRI

ULINA CHRISTINA NATALIA

Abstract

Setiap aliran agama berbondong-bondong mengklaim bahwa agama merekalah yang paling benar. Hanya pertanyaannya, siapakah yang paling benar? Jawabannya tentu berbeda-beda tergantung siapa yang beragama apa yang menjawab. Bertolak belakang dengan rasa percaya terhadap agamanya, ada saja orang-orang yang melakukan “pembangkangan” dalam agama, akibat dari sifat konvensional dan formal dalam hidup beragama. Kekonvensionalan pada kebiasaan, bentuk ajaran, format Ibadah, hukum dan peraturan perilaku dianggap dapat berujung pada terbentuknya sekte-sekte baru yang menurut versi mereka adalah produk revisi menuju statu kebenaran yang mutlak. Apakah mereka salah? Bagaimana kita tahu? Mereka tentu merasa benar, sama seperti kita yang merasa benar.

Dalam artikel ini kita akan melihat beberapa bentuk ketidakpuasaan terhadap agama yang menjadi salah satu bibit munculnya aliran-aliran agama. Individu berusaha menjadikan agama sebagai milik subjektif, pribaddan menyatu dengan diri sendiri. Proses seperti adalah bagian dari transendensi manusia menuju hidup yang diharapkan Cara yang mereka tawarkan untuk mencapai dan menemukan iman sejati adalah mempelajari dan mendalami agama dengan mengatasi bentuk-bentuk kelembagaannya. Dan melalui artikel ini mari kita kaji sejauhmana proses transendensi diri manusia dalam kaitannya dengan kehidupan religiusnya?

1

Page 2: Manusia Dan Trasendensi Diri

Membahas tentang agama tentunya identik dengan subyektifitas. Ini adalah salah

satu bentuk fenomenologi, dimana tiap individu memiliki karakteristik yang berbeda

dalam menginterpretasi situasi, obyek, ataupun individu lain. Persis seperti yang sudah

dibahas dalam abstrak, bahwa tentunya setiap agama pastinya akan mengklaim bahwa

agamanyalah yang paling benar, dan akan menuding agama yang lainnya salah. Hal yang

lumrah tentunya. Namun, bagaimana dengan tudingan ”sesat” yang umumnya agama-

agama lontarkan pada aliran-aliran agama baru yang muncul sebagai perpanjangan

agamanya atau dengan kata lain versi lain dari suatu agama.

Proses berpikir manusia jelas tidak akan pernah berhenti. Manusia tentunya akan

berusaha merevisi sesuatu hingga objek tersebut mencapai suatu pembaharuan yang lebih

baik dengan suatu acuan yaitu kesempurnaan dari obyek tersebut. Sebagai contoh

penemuan-penemuan elektronik akan terus berkembang. Katakan saja, seperti pager

berkembang menjadi ponsel monoponic, kemudian menjadi ponsel dengan ringtone

polyponic, hingga ponsel dengan aplikasi mp3 dan internet, serta ponsel dengan aplikasi

televisi. Ini adalah salah satu bentuk nyata dimana individu tidak pernah merasa puas

dengan pencapaiannya, sehingga melakukan pembaharuan-pembaharuan dengan harapan

menemukan sesuatu yang lebih baik dan terbaik. Hanya saja masalahnya, apa

pembaharuan-pembaharuan ini tepat dilakukan, berdampak positif atau tidak, dan

diterima masyarakat atau tidak. Proses berkembangnya telepon seluler tadi adalah

analogi, yang menunjukkan bagaimana individu sebagai penganut agama juga dapat

merasa tidak puas dengan bentuk agamanya, sehingga mempunyai keinginan untuk

melakukan pembaharuan dengan harapan menemukan suatu kebenaran sejati. Rasa tidak

puas tersebut dapat dipicu oleh kejemuan mereka terhadap konvensionalitas atau

formalitas hidup beragama. Sehingga mereka merasa bahwa kebiasaan, bentuk ajaran,

format ibadat, hukum, dan peraturan perilaku agama mereka yang mereka anggap

konvensional dapat menjadi perusak agama itu sendiri, sehingga beberapa diantara

mereka melakukan ”pembangkangan” dari format ibadat dan bentuk ajaran dengan

membentuk suatu aliran baru sebagai kompensasi konvensionalitas atau formalitas hidup

beragama.

2

Page 3: Manusia Dan Trasendensi Diri

Namun, apakah agama dapat diperbaiki? Apakah agama perlu pembaharuan?

Bukankah seharusnya setiap penganut agama menanamkan pikiran bahwa agamanya

sudah mencapai kebenaran yang mutlak, Bukankah seharusnya mereka mengimani hal

tersebut selama mereka menganut agamanya. Namun, mengapa mereka merasa bahwa

cara untuk menemukan iman sejati adalah mempelajari dan mendalami agama dengan

mengatasi bentuk-bentuk kelembagaannya?

Tentu sulit untuk bersikap netral dalam menulis artikel ini, bahkan tentu saja lebih

sulit untuk bersikap netral terhadap aliran-aliran agama baru yang menurut kita dan

agama kita adalah sesat. Untuk itu, saya hanya akan berusaha menampilkan fakta-fakta,

sebagai contoh bahwa setiap agama mempunyai penganut-penganut yang melakukan

”pembangkangan” seperti yang tadi kita bahas.

Kita mulai dari fenomena Lia Eden. Mewakili agama apakah sekte ini? Entahlah,

karena dia mengkombinasikan empat agama yang jelas berbeda. Dalam studi sosiologi

agama, pola gerakan keagamaan seperti dikembangkan Lia Eden mirip dengan apa yang

dinamakan sebagai sekte (sect). Meski begitu, sesungguhnya kata sekte tak seluruhnya

tepat mencerminkan pola gerakan Lia Eden. Sebab sekte biasanya muncul dari sebuah

tradisi agama, yang kemudian memiliki interpretasi berbeda dengan kalangan arus utama.

Lia Eden tak bisa dikatakan berakar dari salah satu tradisi agama tertentu. Disinilah

ketidaknyamanan penggunaan istilah sekte bagi kelompok Lia Eden. Ada empat ciri

umum dari kemunculan sekte dalam setiap tradisi agama. Pertama, dari segi ajaran,

biasanya berbeda dari doktrin agama yang telah disepakati. Kedua, mereka biasanya

memiliki pemimpin-pemimpin karismatik yang menuntut ketaatan mutlak. Ketiga,

memiliki kecenderungan untuk merasa lebih benar dari kelompok lain. Keempat,

”terpanggil” untuk menyelamatkan dunia. Keyakinan mereka, bahwa dengan

kelompoknya itu, kehidupan manusia akan selamat. 

Sekilas pembahasan mengenai Kelompok Eden ini, Lia Aminuddin atau lebih dikenal

sebagai Lia Eden adalah pemimpin kelompok kepercayaan bernama Kaum Eden yang

kontroversial. Lia menyebut dirinya Imam Mahdi yang muncul di dunia sebelum hari

kiamat untuk membawa keamanan dan keadilan di dunia. Selain itu, dia juga memanggil

dirinya Bunda Maria, ibu dari Yesus Kristus. Lia juga mengatakan bahwa anaknya,

Ahmad Mukti, adalah Yesus Kristus. Agama yang dibawa oleh Lia ini berhasil mendapat

3

Page 4: Manusia Dan Trasendensi Diri

kurang lebih 100 penganut pada awal diajarkannya. Penganut agama ini terdiri dari para

pakar budaya, golongan cendekiawan, artis musik, drama dan juga pelajar. Mereka semua

dibaptis sebagai pengikut agama Salamullah. Karena Lia merupakan seorang penulis dan

pendakwah yang handal, maka ia bisa meyakinkan orang mengenai kebenaran

dakwahnya. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang perkumpulan

Salamullah ini karena ajarannya dianggap telah menyelewengkan kebenaran mengenai

ajaran Islam. Kumpulan ini lalu membalas balik dengan mengeluarkan "Undang-undang

Jibril" (Gabriel's edict) yang mengutuk MUI karena menganggap MUI berlaku tidak adil

dan telah menghakimi mereka dengan sewenang-wenang. Pada tahun 2000, agama

Salamullah ini diresmikan oleh pengikut-pengikutnya sebagai sebuah agama baru.

Agama Salamullah mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir

tetapi juga mempercayai bahwa pembawa kepercayaan yang lain seperti Buddha

Gautama, Yesus Kristus, dan Kwan Im, dewi pembawa rahmat yang disembah orang

Tionghoa, akan muncul kembali di dunia. Sejak 2003, kumpulan Salamullah ini

memegang kepercayaan bahwa setiap agama adalah benar adanya. Kumpulan yang

diketuai Lia Eden ini kini dikenal sebagai Kaum Eden.

Namun, tidak jelas dalam hal ini motif apa yang membuat Lia membentuk suatu

aliran baru. Tentu jawabannya selain pengalaman yang menurut versi beberapa orang

adalah halusinasi bertemu dengan Jibril. Saya juga tidak akan menjudge dia sebagai

penderita schizophrenia, apalagi karena pembahasan artikel ini bukan merujuk pada hal

tersebut. Namun, kasus ini adalah salah satu contoh terjadinya transendensi diri

Untuk contoh kasus “pembangkangan” dalam agama, mari kita coba tarik sampel

dari Islam yaitu Ahmadiyah. Aliran yang penuh kontoversi ini memiliki kebiasaan,

bentuk ajaran, format ibadat, hukum, dan peraturan perilaku yang berbeda dari Islam

yang berlaku diIndonesia. Kemunculan sekte Ahmadiyah hanya menambahkan satu

varian saja dalam sejarah panjang sekte-sekte Islam yang ada. Tradisi mengkafirkan dan

menyesatkan masih bertahan hingga sekarang, sesuatu yang sangat kita sesalkan. Saat

Ahmadiyah muncul dan membawa interpretasi yang berbeda mengenai konsep kenabian

dalam Islam, kelompok-kelompok Islam yang lain langsung mengkafirkan sekte baru

yang lahir di India ini. Ada pula sekte Sunni. Oleh beberapa golongan dalam sekte Sunni,

kelompok Syi’ah dianggap sebagai sekte yang menyimpang, bahkan keluar dari

4

Page 5: Manusia Dan Trasendensi Diri

Islam.Sekte Sunni juga mempunyai daftar panjang sekte-sekte sesat dalam Islam.

Keterangan mengenai ini bisa dibaca dalam karya seorang teolog ortodoks Sunni, Abdul

Qahir al-Baghdadi, “al-Farq bain al-Firaq”

Mari kita lihat poin pertama dalam SKB itu yang bunyinya adalah sbb:

“Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga

negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di

Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 2005 tentang

pencegahan penodaan agama.”

Kalimat dalam SKB ini sangat berbahaya karena membolehkan negara untuk

mencampuri urusan akidah dan kepercayaan warga negara, bahkan memberi hak kepada

negara untuk menentukan mana kaidah yang benar, mana yang tidak. Jika kalimat ini

ditafsirkan secara sembarangan dan “literal”, maka pertanyaannya adalah: apa yang

disebut dengan “kaidah yang benar”? Apakah kaidah yang benar adalah kaidah yang

ditentukan oleh Depag dan MUI? Apakah umat Islam tidak diperbolehkan melakukan

penafsiran Islam yang berbeda dengan MUI dan Depag? Apakah Umat Kristen tidak

boleh melakukan penafsiran Kristen yang berbeda dengan Depag.

Salah satu aliran dari Kristen yang juga melakukan ”pembangkangan” dalam

agama adalah kelompok Davidian. Mungkin asing bagi telinga kita mendengar nama

tersebut. Branch Davidian, sebuah kelompok keagamaan yang hidup sekitar tahun 1960-

an di Amerika. Sebuah kelompok keagamaan atau mungkin lebih tepat jika kita sebut

sekte keagamaan di bawah pimpinan David Koresh. Krisis kepercayaan terhadap agama

sejak tahun 1960-an di Amerika menyuburkan tumbuhnya sekte-sekte yang menjanjikan

penyelamatan di hari kiamat. David Koresh hanya sebuah contoh. Sejak tahun 1960-an di

Amerika berkembang sekte-sekte keagamaan yang bersifat kultus individu, yang oleh

para pengikutnya dianggap lebih sesuai dengan zaman modern. Dalam majalah Tempo 8

Mei 1993, dijelaskan bahwa Davids Koresh konon menderita gangguan psikologis dan

mengaku sebagai Yesus Kristus. Gerakan David Koresh berusaha memisahkan para

pengikutnya dari keluarga dan masyarakat. Hidup dalam satu komunitas dan dibuat hanya

menggantungkan hidupnya pada sang pemimpin. David Koresh memang melakukan yang

5

Page 6: Manusia Dan Trasendensi Diri

biasanya dilakukan oleh para pemimpin gerakan keagamaan berjenis sekte yang

mengultuskan pemimpinnya, menarik garis tegas antara pengikut dan masyarakatnya.

Menurut Koresh, ia adalah orang suci sedangkan pemerintahan AS adalah setan, oleh

karena itu tidak ada yang bisa menjembatani diantara keduanya. Tahap berikutnya adalah

mendoktrin para pengikutnya hingga mereka menjadi boneka bagi pemimpinnya yang

siap menjalani perintah pemimpinnya kapan saja. Menurut pengikut Koresh yang

selamat, Koresh banyak memberikan ajaran yang bersumber dari Kitab Wahyu, kitab

paling akhir dari Perjanjian Baru yang berkisah tentang akhir dunia dan siapa saja yang

akan selamat dari peristiwa berakhirnya dunia itu. Kegialaan Koresh dengan menyebut

dirinya sebagai Yesus Kristus tidak berhenti. Dalam dua surat terakhirnya yang

diserahkan kepada FBI (surat yang disebutnya sebagai “surat dari Tuhan”), dalam

suratnya yang pertama yang bertanggal 10 April menegaskan bahwa ia adalah Kristus

sang penyelamat dalam suratnya ia berkata Sedangkan lewat surat kedua, Koresh

menyatakan bahwa ia adalah pencipta surga maupun dunia. Dan oleh karena itu akhir

dunia pun berada ditangannya.

“Engkau punya kesempatan untuk mempelajari penyelamatanku. Jangan

menempatkan dirimu untuk melawanku… kenapa engkau harus hilang?”

Sebelum membentuk Branch Davidian, Koresh adalah aktifis Gereja Advent Hari

Ketujuh, sampai suatu ketika ia dikeluarkan dari gereja tersebut dengan sebab yang tidak

jelas. Karena itulah kemudian ia bergabung dengan Branch Davidian. Sebenarnya David

Koresh bukan nama sebenarnya, ia bernama Vernon Howell yang kemudian berganti

nama menjadi David Koresh setelah masuk ke Branch Davidian. Daivd Koresh

merupakan nama Ibrani untuk Cyrus, raja Persia yang mengijinkan orang yahudi kembali

ke Israel setelah tertangkap di Babylonia. Kemudian pelan-pelan kegilaannya diterapkan

dalam pengajarannya dalam gereja. Ia pisahkan pengikutnya pria berkelompok dengan

pria dan wanita dengan wanita. Bahkan Koresh melarang hubungan seks diantara mereka

tanpa kecuali. Koresh dikabarakan memiliki 19 istri dan kebanyakan anak-anak yang

berada dalam bunker kelompok ini merupakan keturunannya. Ia melakukan penginjilan

dan menakut-nakuti pengikutnya tentang hari kiamat yang akan tiba, ia mengembangkan

krisis mental dengan terus menerus bercerita tentang hari kiamat dan mengejak

6

Page 7: Manusia Dan Trasendensi Diri

pengikutnya untuk siap melawan penyerang yang datang dari luar bunker tempat Brach

Davidian tinggal. Untuk mempertahankan bunker, Koresh menyiapkan para pengikutnya

dengan melatih mereka layaknya militer.

Alkitab berjam-jam dari pagi hingga tengah malam tanpa makan dan tidur sedikitpun.

Para pria wajib bekerja membangun bunker, sedangkan kaum wanita bertugas

membereskan pekerjaan rumah tangga dan mendidik anak-anak yang tak pernah keluar

dari bunker. Tidak ada siaran televisi dan tidak ada acara ulang tahun.Bagaimana

memahami fenomena ini sebagai sebuah fakta sosiologis? Karena sifatnya yang elastis,

perkembangan sekte sangat cepat dan beragam. Wilson menuturkan, betapa variatifnya

sekte yang bermunculan itu (Wilson, 1996: 196-197) Tapi paling tidak ada lima kategori

umum Pertama, tipe sekte yang bersifat konversionis. Dalam kekristenan, sekte ini

merupakan gerakan fundamental yang menyerukan pemahaman literal terhadap Bibel.

Dan gerakan ini ditandai dengan kecenderungan untuk memaku figur sentral sebagai

rujukan primer. Tipe kedua, kelompok revolusionis. Sekte model itu berisi para adventis

yang merespon dunia dengan memprediksi kehancuran dan kebangkitannya kembali

melalui kasih Yesus. Gambaran sekte ketiga disebut introversionis, yang mengambil

jarak dan menarik diri dari dunia dan memperkuat kesucian diri. Karakter sekte

berikutnya adalah apa yang disebut manipulasionis. Kelompok ini bergerak sangat jauh

meninggalkan akar tradisi agamanya. Mereka tidak menolak dunia, tidak menarik diri,

tetapi jauh dari itu mencoba menawarkan gnostik baru dengan melibatkan dirinya dalam

kehidupan dunia. Sekte yang bersifat manipulasionis ini tidak berkubang dalam

pemikiran ihwal eskatologi. Kehidupan spiritual mereka diorientasikan secara esensial

untuk masa depan dunia. Berbeda dengan sekte konversionis, revolusionis, dan

introvertionis, pengikut kelompok manipulasionis tidaklah banyak. Tipe kelima adalah

sekte yang bersifat thaumaturgical, yang dianut terutama oleh kelompok spiritual di

dunia Barat.

Pemetaan model-model sekte oleh kita tidak bisa menganggap golongan tertentu

melakukan penghinaan atas agama kita hanya gara-gara mengajukan tafsir yang berbeda

dengan kelompok mayoritas mengenai doktrin dan ajaran tertentu. Jika perbedaan tafsir

dianggap menghina agama, maka apakah penafsiran kaum Protestan yang berbeda secara

7

Page 8: Manusia Dan Trasendensi Diri

radikal dari kaum Katolik boleh dianggap sebagai “penghinaan”? Apakah praktek

keagamaan jama’ah NU yang oleh sebagian umat Islam yang lain bahkan dituduh

sebagai tindakan yang boleh disebut menghina agama? Dalam setiap agama selalu ada

sekte, denominasi, mazhab, dan lain sebagainya. Perbedaan antar sekte dalam beberapa

agama besar bahkan begitu kerasnya sehingga sekte-sekte itu saling menuduh yang lain

sebagai kafir.

Tantangan semua tokoh dan masyarakat agama sekarang ini adalah bukan

mempertahankan cara pandang “sesat-menyesatkan” yang dipakai oleh MUI selama ini.

Yang harus dikembangkan adalah dialog antar sekte agar tak terjadi salah-paham di

antara sesama umat satu agama.Sebetulnya masyarakat kecil di bawah bisa hidup secara

damai dan menghargai kelompok dan sekte lain yang berbeda. Tetapi tokoh-tokoh

agamalah yang “memprovokasi” masyarakat kecil untuk membenci golongan lain dengan

khutbah dan ceramah yang memanas-manasi.Jika tokoh-tokoh agama selalu melakukan

provokasi doktrin setiap hari dalam acara-acara keagamaan, sudah tentu masyarakat akan

terpengaruh dan menjadi mudah marah serta tersinggung. Oleh karena itu, “bola”

sekarang ada di tangan para tokoh agama: apakah kalian mau mencetak umat yang gemar

marah dan sedikit-sedikit tersinggung, atau umat yang terbuka pemikirannya, kritis, dan

bisa memilah informasi secara cerdas, tidak mudah digoyah oleh isu dan rumor yang

tanpa dasar. Dan mereka cukup berpengaruh sebagai salah satu indikator ketidakpuasaan

penganut terhadap agamanya akibat suatu konvensionalitas terhadap bentuk agama, dan

doktrin-doktrin yang diberikan oleh para tokoh agama

Namun, “pembangkangan” disini tidak selamanya bersifat negative. Katakan saja,

lahirnya Protestant sebagai protes dari doktrin yang diajarkan Katolik. Buktinya

Protestant tidak digugat sebagai agama sesat. Dan dalam Protestant pun, terdapat

beberapa jenis aliran yang nampak dalam bentuk variasi gereja dalam artian variasi

kebiasaan, bentuk dan format peribadatan. Ada gereja seperti GKI (Gereja Kristen

Indonesia) yang menggunakan peralatanmusik yang cenderung melo seperti piano

danorgan, lagu-lagunyapun adalah lagu-lagu gospel yang sendu dan cenderung berirama

lambat. Berbeda dengan GKI, GBI(Gereja Bethel Indonesia) biasanya menggunakan alat-

alat musik sseperti bentuk band, dimana umumnya menggunakan Gitar, Drum, dan lagu-

8

Page 9: Manusia Dan Trasendensi Diri

lagunya pun agak nge-bit. Perbedaan tata cara peribadatan ini, tidak lantas menjadikan

kami berbeda. Pendeta dari GKI tentunya akan mengkhotbahkan hak-hal yang relatif

sama dengan pendeta dari GBT, hanya pembawaannya saja yang cenderung berbeda.

Dimana yang satu menampilkan gaya bicara yang melo dan lembut, dan yang satu

dengan gaya bahasa yang lebih menggebu-gebu, nada lebih keras, dan setting yang lebih

informal. Perbedaan ini, mungkin muncul karena awalnya ada ketidakpuasan terhadap

bentuk agama oleh para penganut sehingga mereka melakukan pembaharuan. Dimana

cara yang mereka tawarkan untuk mencapai dan menemukan iman sejati adalah

mempelajari dan mendalami agama dengan mengatasi bentuk-bentuk kelembagaannya.

Beberapa membentuk kelompoknya dengan kepercayaan yang mereka. Namun tetap

mengacu pada ajaran inti dari Tuhan yang bersumber dari kitab suci, dalam hal ini

alkitab. Sehingga tidak terjadi konflik satu sama lain, karena tidak terlalu bertentangan

secara signifikan dan tetapmengacu pada satu kebenaran yang dasar

Bentuk lainnya, kita lihat pada Muhammadiyah dan NU, yang memiliki

interpretasi yang berbeda dalam beberapa hal, contohnya penanggalan hari-hari besar.

Buktinya Muhammadiyah tidak digugat sebagai agama sesat

Agar tak terjebak dalam subjektifitas dan pengagungan terhadap klaim sepihak,

saya menarik diri untuk tak terpaku dalam lingkaran teologis, kita lebih baik melihat hal

ini dari sudut pandang humanistik, dengan pendekatan fenomenologis.

Sehingga kembali pada pertanyaan awal. Agama manakah yang paling benar?

Pada faktanya, penganut agama tersebut meyakini kebenaran agamanya, hanya naasnya

mereka terlambat membentuk alirannya sehingga yanglain sudah mengklaim sebagai

yang lebih benar. Dan proses dimana hubungan vertikal manusia dengan TUHAN,

dengan kata lain transendensi diri ini tercapai secara berbeda-beda setiap individu. Dan

tingkat transendensi diri yang tinggi, akan menghasilkan pola kehidupan religius yang

lebih mendalam dan penghayatan terhadap agamanya. Dan masalah salah atau tidakkah

bentuk transendensi yang menghasilkan ”pembangkangan” atau pembentukan aliran

baru, tergantung dengan kacamata apa yang kita gunakan. Humanistik? Atau Norma

agama yang berlaku.

9

Page 10: Manusia Dan Trasendensi Diri

10