Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

12
Manifestasi Klinis dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin Tujuan : untuk menilai manifestasi klinis dan mikroorganisme penyebab abses glandula Bartholin Metode : ini merupakan penelitian retrospektif yang dilakukan pada pasien dalam pengobatan abses glandula Bartholin tahun 2006- 2011 di Soroko University Medical Center, pusat medis regional bagian selatan Israel Hasil : selama penelitian, 219 wanita dirawat karena abses glandula Bartholin, 63% merupakan abses primer dan 37% merupakan abses rekuren ( merupakan kejadian ulangan kedua kalinya). Kultur pus positif pada 126 kasus (61,8%). Escherichia coli merupakan satu-satunya pathogen yang paling sering ditemukan (43,7%) dan 10 kasus (7,9%) merupakan polimikrobial. Kasus-kasus dengan kultur positif menunjukkan demam (25% disbanding 9,3%; P=.043), leukositosis (50,4% disbanding 33,8%; P.027) dan neutrofilia (17,9% dibanding 5,9%; P=.021). Odd ratio dari kasus dengan kultur positif adalah 2,4 (95% confidence interval 1,3-4,3; P=.003). Pada grup kasus rekuren, 81% terjadi ipsilateral dan waktu terjadinya rekuren sekitar 32±50 bulan. Infeksi akibat E.coli secara signifikan lebih umum menyebabkan infeksi rekuren daripada infeksi primer (56,8% disbanding 37%; P=.033). Tiga kasus resistensi terbanyak terhadap antimicrobial beta-laktam (beta-laktam spectrum luas terhadap strain E.coli) sudah terindentifikasi Kesimpulan : sebagian besar pasien dengan abses glandula Bartholin adalah kultur positif dengan E.coli sebagai patogen paling sering ditemukan. Penemuan mikrobiologi dikorelasikan dengan manifestasi klinis merupakan parameter yang paling penting dalam managemen pasien abses glandula Bartholin dan pengobatan antimicrobial empiris selama diagnosis primer.

Transcript of Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

Page 1: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

Manifestasi Klinis dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

Tujuan : untuk menilai manifestasi klinis dan mikroorganisme penyebab abses glandula Bartholin

Metode : ini merupakan penelitian retrospektif yang dilakukan pada pasien dalam pengobatan abses glandula Bartholin tahun 2006-2011 di Soroko University Medical Center, pusat medis regional bagian selatan Israel

Hasil : selama penelitian, 219 wanita dirawat karena abses glandula Bartholin, 63% merupakan abses primer dan 37% merupakan abses rekuren ( merupakan kejadian ulangan kedua kalinya). Kultur pus positif pada 126 kasus (61,8%). Escherichia coli merupakan satu-satunya pathogen yang paling sering ditemukan (43,7%) dan 10 kasus (7,9%) merupakan polimikrobial. Kasus-kasus dengan kultur positif menunjukkan demam (25% disbanding 9,3%; P=.043), leukositosis (50,4% disbanding 33,8%; P.027) dan neutrofilia (17,9% dibanding 5,9%; P=.021). Odd ratio dari kasus dengan kultur positif adalah 2,4 (95% confidence interval 1,3-4,3; P=.003). Pada grup kasus rekuren, 81% terjadi ipsilateral dan waktu terjadinya rekuren sekitar 32±50 bulan. Infeksi akibat E.coli secara signifikan lebih umum menyebabkan infeksi rekuren daripada infeksi primer (56,8% disbanding 37%; P=.033). Tiga kasus resistensi terbanyak terhadap antimicrobial beta-laktam (beta-laktam spectrum luas terhadap strain E.coli) sudah terindentifikasi

Kesimpulan : sebagian besar pasien dengan abses glandula Bartholin adalah kultur positif dengan E.coli sebagai patogen paling sering ditemukan. Penemuan mikrobiologi dikorelasikan dengan manifestasi klinis merupakan parameter yang paling penting dalam managemen pasien abses glandula Bartholin dan pengobatan antimicrobial empiris selama diagnosis primer.

Glandula Bartholin menjadi aktif ketika pubertas, mempunyai duktus yang sempit dan bisa mengalami obstruksi jika terbuka. Tertutupnya duktus distal dapat menyebabkan retensi sekresi akibatnya terbentuk kista atau abses. Resiko jangka panjang terbentuknya kista Bartholin atau abses mendekati 2%.

Bakteriologi dari abses glandula Bartholin tidak terlalu diperhatikan, mungkin karena infeksi ini jarang yang membahayakan dan biasanya tidak memperlukan perhatian terapi yang kompleks. Abses glandula Bartholin disebabkan oleh bakteri opurtunistik dan tipe patogen trasmisi seksual jarring ditemukan pada patogenesisnya. Penelitian sebelumnya pada tahun 1960 dan 1970 tentang bakteriologi abses glandula Bartholin mengidentifikasi Neisseria gonorrhoeae dan mikroarofilik streptokokus pada sepertiga kasus. Meskipun begitu, data mikrobiologi sebelumnya terbatas.

Pengobatan antimicrobial sebelum pembedahan abses glandula Bartholin sering diindikasikan, terlebih jika ada gejala sistemik. Terapi antimikrobial pada abses glandula Bartholin digunakan sebagai terapi lini pertama ketika abses tidak cukup matang untuk dilakukan bedah drainase dan digunakan sebagai terapi lini kedua jika tidak ada perbaikan klinis setelah bedah drainase atau

Page 2: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

ketika terjadi komplikasi. Berbagai macam antimikrobial digunakan untuk mengobati abses glandula Bartholin. Yang harus diperhatikan adalah penggunaan antimikrobial pada situasi yang menyulitkan seperti abses rekuren, terbentuknya abses selama kehamilan, atau terjadi pada pasien dengan penurunan imunitas seperti pasien yang terinfeksi virus HIV, belum bisa ditentukan.

Pada penelitian ini, tujuan kami adalah untuk mengevaluasi manifestasi klinis dan karekteristik mikrobiologi abses glandula Bartholin pada pusat kesehatan daerah dengan memperhatikan manifestasi klinis yang sering terjadi dan pertimbangan terapinya.

Material dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Soroko University Medical Center, rumah sakit tersier di bagian selatan Israel. Penelitian ini disetujui oleh institusi peninjau (sesuai Deklarasi Helsinki). Populasi penelitian adalah semua pasien yang didiagnosis dan diterapi dengan abses Bartholin tahun 2006-2011. Di rumah sakit kami, pasien dengan abses Bartholin tidak ditatalaksana sebagai pasien rawat jalan. Beberapa pasien mendapatkan terapi awal antimikrobial tapi semua terapi bedah dilaksanakan pada pasien rawat inap. Semua pasien yang dibedah ataupun dilakukan drainase langsung pada abses harus dikultur. Penelitian retrospektif telah dilakukan untuk mengindentifikasi dan mengelompokkan pasien yang didiagnosis dengan abses glandula Bartholin ( Klasifikasi Internasional tentang Penyakit, Revisi kesembilan, Kode Modifikasi Klinis 616.3). Data diambil dari rekam medis pasien. Data meliputi data demografis, riwayat obstetric, detail klinis menyangkut diagnosis masuk meliputi kondisi medis dasar, lokasi dan deskripsi abses, riwayat menderita abses Bartholin sebelumnya, hasil laboratorium (termasuk pertumbuhan bakteri dari kultur pus yang didapat dan respon antimikrobial yang diterima), dan terapi medis dan bedah. Pasieng dengan kista glandula Bartholin yang dibedah (tanpa ada pus) dieklusikan dari analisis.

Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Kami juga menampilkan perbandingan pasien dengan dan tanpa positif kultur. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS 17. Signifikasi statistik dikalkulasikan menggunakan test X2 untuk variable kategorik dan test Student t untuk variable kontinus. Variable-variabelnya meliputi umur, ukuran abses, peningkatan hitung jenis polimorfonuklear, dan leukositosis dianalisis secara terpisah. Faktor-faktor yang ditemukan secara klinis relevan dan statistik signifikan dimasukkan dalam model regresi mundur. Multivarian logistik regresi model, dengan eliminasi mundur dilakukan untuk menemukan faktor independen yang berhubungan dengan abses Bartholin. Nilai P<.05 menunjukkan statistik signifikan.

Hasil

Selama tahun 2006-2011, 219 wanita dirawat di Soroka University Medical Center akibat abses glandula Bartholin. Manifestasi klinis dan karakteristik demografis pasien ditampilkan pada Tabel 1. Sebagian besar pasien adalah premenopaus (hampir 95%) dan wanita posmenopaus,

Page 3: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

waktu rata-rata menopaus adalah 4,5±3,0 tahun. Kejadian infeksi glandula Bartholin, 63% infeksi primer dan 37% infeksi rekuren. Pada grup rekuren, 81% rekurensi ipsilateral dan waktu rata-rata rekurensi adalah 32±50 bulan ( median 12 bulan, jangka waktu 0,5-240,5 bulan) setelah kejadian pertama. Pengobatan antimikrobial primer didapatkan pada 41 pasien (18,7%), kebanyakan mendapatkan amoksisilin-asam klauvanat (87% pasien yang diobati). Ketika dibandingkan rasio pasien dengan hasil kultur negatif yang mendapat pengobatan primer antimikrobial dan yang tidak mendapat antimikrobial primer, tidak menunjukan perbedaan yang signifikan (P=.164).

Drainase abses glandula Bartholin menunjukkan hasil kultur positif pada 126 kasus (61,8%). Tabel 2 menampilkan bakterial yang terdapat pada kultur pus abses. Hampir semua kasus dengan kultur positif adalah monomikrobial, sedangkan 10 kasus (4,9%) adalah polimikrobial. Escherichia coli merupakan patogen tunggal yang paling sering ditemukan pada kultur positif. Informasi mengenai resistensi antibiotik ada pada 77% kultur positif. Tes resistensi antimikrobial dilakukan rutin tergantung tipe bakteri dan specimen klinis. Tercatat, 22 tes (22,7%) menunjukkan resistensi penisilin dan tiga (5,2%) beta-laktamase spektrum luas memproduksi infeksi Enterobacteriaceae. Ketiga kasus tersebut membaik setelah dilakukan pembedahan. Tidak ada kasus metisilin resistensi Staphylococcus aureus.

Dua belas dari 219 pasien (5,5%) hamil atau postpartum, dimana 10 pasien terpapar selama awal pertengahan kehamilan dan dua saat purperium. Pada wanita ini, hasil drainase abses glandula Bartholin adalah kultur positif 58,3%. Kultur campuran umumnya ditemukan pada pasien grup resisten (25%), dimana E.coli, streptococcus grup B, Prevotella oralis, dan Morganella morganii terdistribusi diantara kultur positif (8,3%).

Saat kasus dengan kultur positif dibandingkan dengan kasus kultur negative, kasus dengan kultur positif secara signifikan berhubungan dengan demam tinggi lebih dari 37,50C (25% dibanding 9,3%, P=.043), leukositosis lebih tinggi dari 12.000 sel/ml (50,4% dibanding 33,8%, P=.027). Odd ratio parameter ini pada kasus kultur positif menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari kultur negative ( odds ratio (OR) 2,4, 95% confidence interval (CI) 1,3-4,3, P=.003). menggunakan multiple logistic regression model, dengan usia dan leukositosis sebagai kontrol, hubungan kultur positif dengan demam menunjukkan hasil yang signifikan (adjused OR 3,95, 95% CI 1,09-14,35, P=.036).

Pertumbuhan bakteri anaerob berhubungan signifikan dengan demam dibandingkan pada grup lainnya (62,5% pada grup anaerob dibandingkan 5,9%, 23,3%, dan 40% untuk kokus Gram negative, basil Gram negative, dan grup bakterial lainnya, P=.019). leukositosis dan neutrofilia umumnya terdapat pada grup anaerob, meskipiun secara statistik signifikan tidak tercapai. Menggunakan multiple logistic regression model, sebagai kontrol umur, hubungan demam dengan kultur positif anaerob menunjukkan signifikan (adjusted OR 6,34, 95% CI 1,22-32,80, P=.028).

Page 4: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

Rekurensi tidak secara spesifik menunjukkan hubungan dengan grup bakterial manapun (P=.122). infeksi dengan E.coli secara signifikan umumnya terdapat pada infeksi rekuren (56,8%) dibandingkan denan infeksi primer (37%) (P=.033). Dengan menggunakan multiple logistic regression model, sebagai kontrol adalah umur, hubungan E.coli dengan terjadinya infeksi rekuren menunjukkan signifikan (adjusted OR 2,24, 95% CI 1,05-4,70, P=.037).

Diskusi

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji perjalanan klinis abses glandula Bartholin pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit regional dan secara khusus untuk menentukan karakteristik mikrobiologi abses kelenjar Bartholin. Selanjutnya, kami bermaksud untuk mengevaluasi peran pengobatan antimikrobial empiris pada pasien-pasien ini.

Etiologi dari abses glandula Bartholin adalah polimikrobial. Bakterial anaerob, seperti spesies Baceriodes dulu sering ditemukan dari abses. Publikasi data sebelumnya mengenai patogen pada abses glandula Bartholin relatif langka. Pada penelitian kami, 61,8% pasien dengan kultur positif E.coli yang merupakan patogen tunggal tersering diikuti oleh infeksi polimikrobial, S.aureus, grup B streptococcus, dan Enterococcus spp. Penemuan kami sama seperti penemuan sebelumnya yang dilakukan oleh Tanaka dkk tahun 2005 dan Mattila dkk pada tahun 1994 yang meneliti 224 pasien dan 249 pasien dengan abses glandula Bartholin. Kedua penelitian tersebut menemukan bakteri E.coli sebagai patogen terbanyak. Penelitian lainnya oelh Bhide dkk, 34 dari 46 kasus kultur abses glandula Bartholin adalah kultur positif dengan jumlah koliform 16 (34%) dari grup kedua.

Bakteri anaerob merupakan mikroorganisme terbanyak yang terdapat pada abses glandula Bartholin pada beberapa penelitian. Bakteri anaerob bisa ditemukan atau tidak meskipun spesimen sudah dikumpulkan dengan baik, diidentifikasikan dan ditransportasikan ke laboratorium, menggunakan sistem kultur anaerob. Spesimen harus diproses untuk pemulihan anaerob. Pada penelitian kami, swab rutin dilakukan untuk mengumpulkan pus selama terapi pembedahan atau langsung dari drainase abses dibandingkan dengan penelitian sebelumnya untuk pemulihan anaerob.

Pengobatan primer abses glandula Bartholin terdiri dari drainase pembedahan dengan pemakaian antibiotik sebelumnya. Kontroversi pemberian antimikrobial empiris masih ada. Pengobatan antimikrobial dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama saat abses belum matang untuk drainase pembedahan dan mungkin dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua saat tidak adal perbaikan klinis setelah drainase pembedahan atau ketika terjadi komplikasi. Beberapa komplikasi seperti sepsis, selulitis, dan fastisis nekrotikan dilaporkan pada pasien dengan abses glandula Bartholin. Ketika mengobati pasien dengan abses glandula Bartholin, dokter sebaiknya mempertimbangkan resiko komplikasi dan hubungan antara manifestasi klinis dengan karakteristik mikrobiologi. Kami sudah menampilkan hubungan kultur positif dengan marker inflamasi (demam, leukositosis, neutrofilia). Pemberian antimikrobial untuk E.coli

Page 5: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

dipertimbangkan sebagai terapi awal sebelum pembedahan pada abses glandula Bartholin dengan gejala sistemik.

Mikroorganisme transmisi seksual seperti N. gonorrhea dan Clamydia trachomatis dipikirkan sebagai mikroorganisme awal abses Bartholin. Bleker dkk menemukan empat kasus dengan N.gonorrhoea dan satu kasus dengan C.rachomatis pada 56 kasus abses glandula Bartholin. Penulis menyimpulkan peran patogen terbatas sesuai yang direkomendasikan hasil scan mandatory untuk IMS dari serviks dan abses. Selanjutnya, Hoosen dkk menginvestigasi prevalensi patogen IMS pada wanita HIV dengan abses glandula Bartholin. Mereka mengumpulkan aspirasi dari kavitas abses dan spesimen swab dari vagina dan endoserviks sebelum drainase pembedahan. Pada peneniltian mereka, antibodi pada HIV diketahui 30% dari 30 pasien. Patogen IMS diketahui pada aspirasi dan spesimen endoservikal : C.trachomatis ditemukan pada tiga aspirasi dan dua spesimen endoservikal, dimana N.gonorrhoeae dikultur dari lima aspirasi dan tujuh spesimen endoservikal. Mereka merekomendasikan pengobatan komprehensif untuk IMS dengan C.trachomatis pada wanita dengan abses glandula Bartholin.

Menurut data Kementerian Kesehatan Israel, prevalensi N.gonorrhoea dan C.trachomatis lebih rendah dari negara-negara industrial lainnya. Pada penelitian kami, tidak ada kultur positif pada patogen transmisi seksual. Hasil kami berhubungan dengan peneliti lainnya yang penemuan patogen IMS diabaikan. Walaupun, swab khusus untuk N.gonorrhoea sebaik PCR untuk diagnosis N.gonorrhoea dan C. trachomatis tidak digunakan. Berdasarkan hasil ini, tampak bahwa hasil pemeriksaan IMS dan cakupan pada pasien dengan abses kelenjar Bartholin mungkin tidak rutin dan bisa disediakan untuk pasien yang diduga IMS secara klinis atau epidemiologi. Hal ini sebaiknya dikoraborasikan dengan penelitian dimana spesimen yang memadai untuk IMS digunakan.

Literatur mengenai abses glandula Bartholin selama kehamilan masih sangat langka dan terbatas pada laporan kasus mengenai komplikasi infeksi yang parah seperti korioamnionitis dan sepsis atau infeksi dengan patogen yang tidak biasa. Meningkatnya resiko pada infeksi yang membahayakan akibat keterlambatan diagnosis dan pemberian antibiotik. Selain itu juga, terdapat keterbatasan pemberian beberapa antibiotik selama kehamilan. Pada penelitian kami, 5,5% adalah wanita pada masa nifas terkena abses glandula Bartholin. Hal ini karena perubahan imun sistem selama kehamilan normal dan perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik pada grup ini.

Aspek penting lainnya pada penelitian kami yang berhubungan dengan rekurensi abses kelenjar Bartholin. Pada penelitian kami, 37% kasus rekurensi abses glandula Bartholin, dimana sama dengan penelitian sebelumnya dilaporkan rasio rekurensi antara 0-38,5%. Kami tidak membandingkan dengan penelitian lainnya mengenai lokasi rekurensi abses glandula Bartholin. Kami menemukan pada sebagian besar pasien, rekurensi terjadi pada sisi yang sama dan rekurensi setelah kejadian yang pertama adalah 32±50 bulan (median 12 bulan, range 0,5-240,5 bulan). Rasio kasus rekuren (37%) mungkin diduga karena maksimal waktu follow-up selama 5

Page 6: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

tahun pada kasus primer dan tidak menunjukkan gejala rekurensi selama masa itu. Kami menyimpulkan ada hubungan antara infeksi patogen dan rekurensi. Informasi ini penting bagi pasien dan dokter.

Resistensi terhadap antimikroba telah menyebar secara global selama beberapa tahun terakhir dan menimbulkan tantangan terapeutik. Secara khusus, munculnya beta-laktamase spektrum luas, enzim yang diproduksi oleh Gram negatif basil enterik yang menonaktifkan berbagaiagen antimikroba lini pertama, menimbulkan kekhawatiran (termasuk penisilin dan generasi pertama, kedua dan ketiga sefalosporin). Hal ini benar terjadi khususnya pada pelayanan kesehatan akut. Beta-laktamase spektrum luas sudah menyebar ke masyarakat dan laporan mengenai beta-laktamase spektrum luas menimbulkan komplikasi infeksi ginekologi dan perinatal mulai dikumpulkan. Beta-laktamase spektrum luas menjadi tantangan baru pada abses glandula Bartholin dan berdasarkan penelitian kami, mempengaruhi pengobatan pada pasien terkait pemilihan antimikrobial empiris spektrum luas untuk mengontrol infeksi dan mencegah resistensi.

Penelitian kami memiliki beberapa kelebihan, yaitu data kami memiliki ukuran sampel yang relative besar, yang berpengaruh terhadap data yang diterbitkan saat ini mengenai diagnosis dan manajemen abses glandula Bartholin mengingat literature yang ada terbatas. Selain itu, analisis hasil mikrobiologi didapatkan dengan mempelajari parameter klinis seperti demam dan leukositosis. Akhirnya, data dalam penelitian ini adalah tergantung laporan doker selama diagnosis primer dan pengobatan pasien, yang dapat mengingat dan mengurangi bias seleksi. Keterbatasan penelitian ini adalah tingginya rasio kultur negative dan keterbatasan pengujian untuk IMS. Pada penelitian kami, hanya 61,8% kasus memiliki kultur positif dan ini mungkin mengakibatkan kesalahan klasifikasi diferensial. Namun, hasil rasio kultur positif ini sesuai dengan data yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Pada penelitain Bhide dkk, 33 dari 45 kultur kasus (73,3%) adalah positif. Penelitian sebelumnya oleh Bleker dkk, kurang dari setengah kasus merupakan kultur positif. Kekurangan lain pada penelitian ini adalah menggunakan swab untuk kultur microbial, yang dapat mengacaukan bakteri anaerob. Keterbatasan ini harus ditangani pada penelitian selanjutnya.

Sebagai kesimpulan, abses glandula Bartholin merupakan masalah umum ginekologi. Tingginya rasio kultur positif yang ditemukan dengan patogen E.coli paling banyak. Berdasarkan penemuan mikrobiologi kami dan secara klinis menunjukkan bahwa pentingnya diagnosis primer dan tatalaksana pada abses glandula Bartholin. Pemberian antimikorbial empiris pada diagnosis primer sangat bermanfaat bagi beberapa pasien dan harus sesuai dasar data mikrobiologi. Berdasarkan penelitian kami, amoksilin-klauvanat merupakan antimikrobial empiris terpilih. Pemberian antimikrobial empiris sebaiknya ditinjau secara periodic untuk menghindari terjadinya resistensi seperti resistensi betalaktamase spektrum luas.

Page 7: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

Table 1. Karakteristik Pasien dengan Abses Glandula Bartholin (n=219)

VariabelUmur (tahun)KehamilanParitas NulliparitasMenopauseKejadian pertamaAbses sisi kiri/kananUkuran abses (cm)DemamLeukositosisKultur positif

31,5±102,0±2,51,5±1,979 (38,3)9 (4,3)132 (63,2)115/104 955/45)3,4±1,219 (18,3)87 (44,4)126 (61,8)

Tabel 2. Jenis Bakteri dari Pus Kultur Positif yang Diambil dari Abses Glandula Bartholin

Jenis Bakteri Jumlah (n) Frekuensi (%)Basil Gram NegatifEscherichia colliMorganella morganiiProteus sppPseudomonas aeruginosaKlebsiella pneumoniaKokus Gram PositifStaphylococcus aureusStaphylococcus agalactiaeEnterococcus sppStreptococcus mitisStreptococcus pneumoniaEnterococcus faecalisAerococcus viridiansStreptococcus grup CStreptococcus angiosusAnaerobAnaerob lainnyaPrevotella biviaPeptococcus asaccharolyticusPeptostreptococcus sppFusobacterium sppPrevotella oralisBacteroides fragilis LainnyaPertumbuhan campuranCorynebacteriaMikoplasma spp

6055211138866554211154322211131021

47,643,61,60,80,80,830,26,44,84,8443,21,60,80,811,93,22,41,61,61,60,80,810,37,91,60,8

Page 8: Manifestasi Klinis Dan Karakteristik Mikrobiologi Abses Glandula Bartholin

Total 126 100