Mangrove's Paper

download Mangrove's Paper

of 15

description

Analisis ekosistem hutan mangrove

Transcript of Mangrove's Paper

EKOLOGI

IDENTIFIKASI KERUSAKAN YANG TERJADIDI KAWASAN HUTAN MANGROVESERTA PENANGGULANGANNYA

OLEHKELOMPOK V (KELAS C) :NIA HASNIATIKARTINI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2015BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang komplek dan khas, serta memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan sekitarnya. Hutan mangrove terletak di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi.Keberadaan hutan mangrove di ekosistem sangat penting karena mereka memiliki potensi ekologis dan ekonomi. Hutan mangrove memiki peran penting sebagai nursery area dan habitat dari berbagai macam ikan, udang, kerangkerang dan lain-lain. Di hutan ini pula banyak sumber-sumber nutrient yang penting sebagai sumber makanan banyak species khususnya jenis migratory seperti burung-burung pantai. Hutan mangrove juga berperan sebagai green belt yang melindungi pantai dari erosi karena gelombang laut atau badai tsunami juga memerangkap sediment sebagai aktivitas akresi. Lebih lanjut, mangrove memberikan kontribusi yang signifikan padaproduktifitas estuarine dan pesisir melalui aliran energi dari proses dekomposisi serasah. Rantai makanan yang tergantung pada mikroba dan hasil dekomposisi tumbuhan sangat mendukung berbagai jenis hewan yang tinggal di dalamnya.Pentingnya keberadaan hutan mangrove juga diikuti dengan rentannya hutan ini terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan, dan mengelolanya. Kondisi hutan mangrove umumnya memiliki tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Selain dirambah dan dialihfungsikan, kawasan mangrove di beberapa daerah kini marak terjadi.Keberadaan hutan mangrove sekarang ini cukup mengkhawatirkan karena ulah manusia untuk kepentingan konversi lahan sebagai tambak, pemukiman, perhotelan, ataupun tempat wisata. Oleh karena itu sepanjang pesisir utara Jawa hutan-hutan mangrove ditebang secara legal maupun illegal. Aktivitas ini mampu menurunkan populasi mangrove hingga lebih dari 50% dalam kurun waktu 30 tahun.Ekosistem hutan mangrove merupakan himpunan antara komponen hayati dan non hayati yang secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. Dengan demikian, untuk menjamin kelestarian sumber daya hayati, perlu diperhatikan hubungan ekologis yang berlangsung di antara komponen-komponen sumber daya alam yang menyusun suatu sistem. Oleh karena itu, penulisan makalah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tentang ekosistem mangrove, mencakup penyebab kerisakan atau masalah yang terjadi pada ekosistem mangrove disertai dengan penanggulangannya agar kelestaraian tetap terjaga dan pengelolaannya dapat dilakukan secara efektif.

B. Identifikasi Masalah1. Luas kawasan hutan mangrove di Indonesia menurun dari tahun ke tahun, didukung bebrapa bukti atau data dibawah ini:a. Berdasarkan Jurnal Teknologi Lingkungan (Vol. 7 no.3), penelitian yang dilakukan oleh Kusno Wibowo (2006), luas kawasan hutan mangrove pada tahun 1903 adalah 6450 ha. Keadaan ini menurun setiap tahun, dan berdasarkan pengamatan peneliti, pada tahun 1992, luas kawasan hutan mangrove menjadi 1800 ha.b. Menurut (Dephut, 1994; Soenarko, 2002), di Indonesia luas hutan mangrove terus menurun dari 5.209.543 ha (1982) menjadi 3.237.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 11 tahun (1982-1993), terjadi penurunan hutan mangrove lebih dari 50% dari total luasan semula (Setyawan, 2003).2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Novianty (2010), sebagian besar mangrove yang berada di pantai Utara kabupaten Subang berada dalam keadaan rusak, dimana tercatat laju degradasi mencapai 160-200 ribu ha per-tahun.3. Berdasarkan Jurnal Teknologi Lingkungan (Vol. 7 no.3), penelitian yang dilakukan oleh Kusno Wibowo (2006), perairan hutan mangrove di kawasan segara anakan Cilacap menyumbang 70% total produksi perikanan yang didaratkan di Cilacap. Akan tetapi, produksi tersebut menurun karena kawasan hutan mangrove menjadi daratan akibat sedimentasi dan rusaknya hutan karena penebangan.4. Menurunnya populasi fauna yang hidup di kawasan hutan mangrove.

C. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sejauh mana kerusakan yang kerap terjadi pada kawasan hutan mmangrove dan bagaimana pencegahan dan penganggulangan yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian kawasan tersebut.

D. TujuanPenulisan makalah ini bertujuan untuk:1. Memahami masalah-masalah yang kerap terjadi pada kawasan hutan mangrove.2. Mengetahui penyebab kerusakan di kawasan hutan mangrove.3. Memahami penanggulangan kerusakan yang terjadi di kawasan hutan mangrove.4. Memahami upaya pengelolaan dan pelestarian kawasan hutan mangrove.

BAB IIPEMBAHASANA. Definisi Ekosistem MangroveKata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan bahasa Arab el-gurm menjadi mang-gurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia (api-api), pelatinan nama Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang banyak mengidentifikasi manfaat obat tumbuhan mangrove (Jayatissa et al., 2002; Ng dan Sivasothi, 2001). Sedang menurut MacNae (1968) kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Portugis mangue (tumbuhan laut) dan bahasa Inggris grove (belukar), yakni belukar yang tumbuh di tepi laut. Kata ini dapat ditujukan untuk menyebut spesies, tumbuhan, hutan atau komunitas (FAO, 1982; Ng dan Sivasothi, 2001). Dalam bahasa Indonesia hutan mangrove disebut juga hutan pasang surut, hutan payau, rawarawa payau atau hutan bakau. Istilah yang sering digunakan adalah hutan mangrove atau hutan bakau (Kartawinata, 1979).Komunitas mangrove tersusun atas tumbuhan, hewan dan mikroba, namun tanpa hadirnya tumbuhan mangrove, komunitas ini tidak dapat disebut ekosistem mangrove. Vegetasi mangrove berperan besar dalam ekologi ekosistem ini, dimana tumbuhan mangrove mayor merupakan penyusun utamanya (Jayatissa et al., 2002).Menurut Nybakken (1988) dalam Harahab (2009), kelompok hewan lautan yang dominan dalam hutan mangrove (bakau) adalah moluska, udang-udangan, dan beberapa jenis ikan. Moluska diwakili oleh sejumlah siput, yang umumnya hidup pada akar dan batang pohon bakau. Kelompok kedua dari moluska termasuk bivalva, yaitu tiram, mereka melekat pada akar-akar bakau. Selain itu hewan yang hidup di bakau adalah sejumlah kepiting dan udang. Kawasan bakau juga berguna sebagai tempat pembesaran udang penaied dan ikan-ikan seperti belanak, yang melewatkan masa awal hidupnya pada daerah ini sebelum berpindah ke lepas pantai. Selain itu, hutan mangrove tersusun pula oleh flora yang termasuk ke dalam kelompok rhizoporaceae, combretaceae, meliaceae, sonneratiaceae, euphorbiaceae, dan sterculiaceae. Sementara itu, pada zona kea rah darat ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum).Hutan mangrove yang juga disebut hutan payau, hutan pasang surut, hutan pantai atau hutan bakau merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat potensial dan mempunyai ekosistem yang unik. Karena paling tidak di kawasan ini terdapat empat unsure biologis penting yang bersamaan, yaitu daratan, air, flora dan fauna. Letak hutan mangrove ini berada di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya di daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipemgaruhi oleh pasang surut air laut. Wilayah mangrove mempunyai ekosistem yang rumit dan mempunyai kaitan baik dengan ekosistem darat maupun ekosistem lepas pantai.B. Manfaat Hutan MangrovePeranan ekosistem mangrove yang unik dan penting telah diketahui oleh orang banyak. Mangrove dibagi menjadi dua bagian, dipandang dari sudut ekosistem dan dari sudut komponennya. Dari sudut ekosistem, dilihat dari kegunaan kawasan hutan mangrove secara utuh, termasuk daerah littoral dan pantai di sekitarnya, untuk berbagai keperluan dan kesejahteraan umat manusia dan lingkungan secara umum. Sedangkan dari sudut komponen, dilihat komponen biotik utama terutama tumbuhan yang banyak dipergunakan untuk keperluan manusia.Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin, dan intrusi air laut, serta tempat perkembangbiakan berbagai jenis kehidupan laut, seperti ikan, udang, kepiting dan jenis hewan lainnya.di smaping itu, hutan mangrove juga merupakan habitat bagi satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung. Selain itu, Adapun arti penting keberadaan hutan mangrove pada aspek ekonomi dapat dibuktikan dari kegiatan manusia dengan memanfaatkan kawasan hutan mangrove untuk mencari kayu dan menjadikannya objek wisata alam. Menurut Toro et al., (1991), produk udang windu di perairan segara anakan tahun 1968 - 1982 berkisar dari 5,575 ton sampai dengan 104,70 ton. Produksi yang berasal dari perairan segara anakan menyumbang 4,68 % pada periode 1967-1971; sebesar 1,77 %; pada periode 1972-1979, dan 8,39 % pada periode 1980-1982. Jadi hutan mangrove memberikan sumbangan yang cukup besar bagi produksi perikanan.Manfaat hutan mangrove yang terpenting bagi daerah pesisir adalah menjadi penyambung antara darat dan laut, seperti peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota lainnya.

C. Kerusakan pada Kawasan Hutan MangroveDi seluruh dunia aktivitas manusia telah mengurangi luasan ekosistem alami dan menurunkan keanekaragaman hayati hingga tingkat yang mengkhawatirkan. Hutan mangrove diperkirakan menempati 75% luas kawasan pantai tropis (Chapman, 1976), tetapi tekanan antropogenik telah menurunkan luas hutan ini secara global hingga di bawah 50% dari luas awal (Saenger et al., 1983; Spalding et al.1997). Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Dari 15,9 juta ha mangrove dunia tersebut, sekitar 4,25 juta ha (27%) berada di indonesia (FAO, 1982). Penurunan luasan mangrove paling cepat dan dramatis terjadi di Asia Tenggara. Di Indonesia luas hutan ini terus menurun dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.237.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 11 tahun (1982-1993), terjadi penurunan hutan mangrove lebih dari 50% dari total luasan. Penurunan luasan hutan mangrove disebabkan oleh reklamasi untuk membangun tambak udang, ikan, dan garam, penebangan hutan secara berlebih, pertambangan, pencemaran, pembendungan sungai, pertanian, dan bencana alam (Nybakken, 1993).

D. Penyebab Kerusakan pada Hutan MangroveDegradasi ekosistem mangrove di atas didorong oleh faktor-faktor berikut: pertambahan penduduk, hingga dibutuhkan lebih banyak jalan, permukiman, kawasan industri, pelabuhan dan lain-lain; keuntungan jangka pendek, seperti tambak ikan dan udang, tambak garam dan sawah; kurangnya perhatian pemerintah; peraturan yang tidak jelas; teknik penebangan hutan yang tidak lestari; serta lemahnya sumber daya manusia dan alokasi dana (Choudhury, 1996). Kerusakan hutan mangrove dapat pula terjadi karena konversi ke jenis hutan lainnya, misalnya sejak tahun 1997 Perhutani mengubah 6000 ha dari 11.263 ha hutan mangrove Segara Anakan menjadi perkebunan kayu putih.1. PenambakanDi Indonesia pembuatan tambak udang pada awalnya di mulai di pantai utara Jawa, dimana mendorong perusakan hutan mangrove secara besar-besaran antara pertengahan tahun 1970-1990-an. Kini kebanyakan tambak tersebut tidak lagi produktif, sehingga dicari lahan baru seperti di Irian, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. Beberapa tambak besar di Indonesia merupakan milik pengusaha Thailand. Mereka memindahkan lokasi usahanya ke Indonesia karena areal pertambakan di negerinya tidak lagi produktif akibat kerusakan ekosistem mangrove (Martinez-Alier, 2001). Pembuatan tambak di sekitar muara sungai dan dataran pantai utara Jawa menyebabkan perubahan vegetasi muara secara nyata. Ekosistem mangrove hanya tersisa pada tempat-tempat tertentu yang sangat terisolasi atau ditanam di tepi tambak yang berbatasan dengan pantai atau sungai untuk mencegah abrasi.Berdasarkan penelitian Setiawan (2003), di sepanjang pantai utara Jawa menunjukkan adanya tambak-tambak ikan yang dikelola secara intensif hingga jauh ke arah daratan. Hampir semua pantai yang mengalami sedimentasi membentuk dataran lumpur dan memiliki ekosistem mangrove diubah menjadi areal tambak. Secara intensif hal ini berlangsung antara lain di pantai Indramayu, Brebes, Pekalongan, Demak, Pati, Rembang, Lamongan, Gresik dan Situbondo, meskipun beberapa areal tambak tampaknya tidak lagi produktif akibat perubahan kondisi hidrologi, edafit (tanah sulfat asam), penyakit dan pencemaran lingkungan. Hal ini dapat dijumpai di Brebes, Situbondo dan Probolinggo dimana ratusan hektar tambak beserta sarana produksinya dibiarkan rusak tidak terurus.

2. Penebangan HutanKerusakan ekosistem mangrove tidak hanya terjadi di luar kawasan hutan namun juga di dalam hutan yang dikelola Perhutani. Berdasarkan identifikasi Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutaan Sosial Departemen Kehutanan, kerusakan mangrove di dalam hutan mencapai 1,7 juta hektar (44,73%), sedangkan di luar hutan mencapai 4,2 juta hektar (87,5%). Penebangan hutan hingga tingkat yang tidak memungkinkan penyembuhan secara alami merupakan ancaman serius bagi ekosistem mangrove (Hasmonel et al., 2000).3. ReklamasiReklamasi pantai untuk kepentingan industri dan pelabuhan telah banyak dilakukan di pantai utara Jawa. Di pantai ini kawasan pasang surut seluas 8000 ha dan sepanjang 30 km direklamasi untuk area perumahan, perdagangan, perkantoran, area rekreasi dan padang golf. Reklamasi akan mempengaruhi ekosistem terumbu karang (Hasmonel et al., 2000), dan merombak zona jeluk dangkal pantai utara Jakarta secara kompleks, dimana terjadi perubahan secara tiba-tiba antara ekosistem daratan dan laut. Tanggul-tanggul pemecah gelombang dan waduk-waduk lapangan golf akan menggantikan hutan mangrove dan rawa-rawa yang saat ini masih diperlukan untuk menahan abrasi pantai dan menampung kelebihan air hujan (Hasmonel et al., 2000).Pada tahun 1940-an, kawasan pantai utara Jakarta memiliki area mangrove setebal 2-7 km. Kini kawasan mangrove hanya berupa garis tipis, terpisah-pisah di sepanjang tepian pantai akibat konversi ke tambak dan sawah. Di sisi timur pantai Jakarta tersisa hutan lindung Anke-Kapuk dan cagar alam Muara Angke, yang sangat miskin spesies dan rusak akibat pencemaran limbah kimia, sampah kota, perubahan hidrologi dan sedimentasi, sehingga secara ekologi tidak banyak berperan terhadap ekosistem perairan pantai Jakarta dan laut Jawa.Sebelumnya reklamasi pantai sudah dilakukan dikawasan pantai Ancol tahun 1960-an. Tanah hasil reklamasi digunakan untuk area industri, perumahan, dan rekreasi. Konversi mangrove untuk pemukiman juga pernah dilakukan pada tahun 1990-an di Pantai Kapuk. Reklamasi, seharusnya tidak hanya memperluas daratan tetapi juga dapat memperbaiki lingkungan sekitarnya (Hasmonel et al., 2000). Tujuan akhir pengelolaan wilayah pesisir adalah memberi kesempatan masyarakat memanfaatkan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidup (Butar-Butar, 1996).4. SedimentasiSedimentasi merupakan masalah serius pada semua sungai-sungai besar di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Hal ini terkait dengan intensitas kegiatan manusia di daerah aliran sungai, sehingga menjadi suatu hal yang tampaknya sulit dihindari, khususnya di Jawa mengingat tingginya populasi penduduk. Sedimentasi yang berdampak serius terhadap kelangsungan ekosistem mangrove terjadi di Segara Anakan. Hal ini terkait dengan sifat lagunanya yang tertutup hingga terjadi akumulasi sedimen luar biasa. Setiap tahun sungai Citanduy mengangkut 5 juta m3 sedimen dan sungai Cikonde/Cimeneng 770.000 m3, dimana sebagian besar diendapkan di Segara Anakan.Sedimentasi di pantai pantai utara Jawa, tampaknya tidak banyak mempengaruhi ekosistem mangrove walaupun sangat merugikan perekonomian. Sedimentasi merupakan faktor dinamis yang mendorong terbentuknya ekosistem mangrove, namun sedimentasi yang berlebih di Segara Anakan akan mengubur laguna dan merubahnya menjadi ekosistem daratan. Pada saat ini luasan Segara Anakan diperkirakan hanya tinggal 600ha, dengan kedalaman pada saat surut tidak lebih dari 50 cm.5. Pencemaran LingkunganKawasan mangrove merupakan habitat antara laut dan daratan, sehingga pencemaran yang terjadi di laut maupun di daratan dapat berdampak pada kawasan ini. Sekitar 80% pencemaran di laut berasal dari daratan, seperti dari industri, pertanian, dan rumah tangga. Sumber pencemar terbesar di laut berasal dari aliran permukaan dari daratan (44%), emisi pesawat terbang (33%), pelayaran dan tumpahan minyak (12%), pembuangan limbah ke laut (10%), dan kegiatan penambangan lepas pantai (1%). Bahan pencemar seperti minyak, sampah, dan limbah industri dapat menutupi akar mangrove sehingga mengurangi kemampuan respirasi, osmoregulasi, dan mati. Tumpahan minyak mendapat perhatian besar karena menyebabkan banyak kerusakan jangka panjang pada ekosistem mangrove, sedangkan logam berat memiliki toksisitas, persistensi dan prevalensi yang sangat tinggi.Selama paruh akhir abad ke-20 kebutuhan industri di negara-negara maju akan minyak bumi berkembang pesat, sehingga operasi pelayaran kapal tangker berlangsung sangat intensif. Salah satu akibatnya adalah kecelakaan kapal tangker dimana jutaan liter minyak bumi tumpah ke laut dan tersebar hingga kawasan pesisir di sekitarnya. Kejadian terbaru adalah tenggelamnya kapal tangker Prestige yang membawa 76 juta liter minyak di pantai utara Spanyol pada bulan Nopember 2002. Kecelakaan kapal tangker paling terkenal adalah tenggelamnya Exxon Valdez pada tahun 1989 di Alaska yang menyebabkan tumpahnya 40 juta liter minyak bumi.Dampak tumpahan minyak akibat kecelakaan kapal tangker masih akan terasa hingga puluhan tahun kemudian. Meskipun lapisan minyak telah hilang dari permukaan air, hidrokarbon minyak masih tetap bertahan dalam sedimen pada kedalaman 6-28 cm. Degradasi minyak bumi sangat lambat bahkan setelah 30 tahun. Hal ini disebabkan ketiadaan oksigen dan sulfat dari sedimen yang dibutuhkan bakteri pendegradasi untuk bertahan hidup. Di kawasan tropis laju degradasi minyak biasanya lebih cepat, hambatan degradasi selain akibat sifat sedimen mangrove yang anaerob, juga karena tingginya konsentrasi tannin pada lumpur mangrove sehingga menghambat kehidupan bakteri pendegradasi.Pengaruh tumpahan minyak pada sedimen mangrove dapat berlangsung selama puluhan tahun, namun di kawasan tropis setahun setelah terjadinya tumpahan, restorasi mangrove sudah dapat dilakukan. Semakin lama masa jeda, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan pertumbuhan propagule. Hal ini tergantung pada jenis minyak yang tumpah, tipe tanah, pola pasang-surut dan intensitas hujan.

E. Pencegahan Kerusakan dan Pengelolaan Kawasan Hutan MangroveKawasan hutan mangrove jika tidak dikelola dengan baik, akan memeberikan dampak yang sangat buruk bagi kelangsungan ekosistem, baik untuk manusia, flora dan fauna yang tergabung dalam ekosistem tersebut, terlebih lagi bagi lingkungan. Oleh karena itu, kawasan hutan mangrove harus dijaga dan dikelola dengan baik. Adapun pencegahan atau pengelolaan kawasan hutan mangrove diantaranya:1. Melakukan perbaikan pada kawasan pesisirPerbaikan pada kawasan pesisir telah dilakukan di Desa Mayangan (Kec. Legonkulon) yang rusak berat karena abrasi. Sebelum dilakukan penanaman harus diperhatikan mangrove jenis apa yang cocok dengan karakteristik desa tersebut. Menurut BPLHD Prov. Jawa Barat pada tahun 2006, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Subang telah melaksanakan pemeliharaan sempadan dengan penanaman 7200 pohon api-api di Desa Mayangan dengan menggunakan pola green-belt, namun mangrove yang baru ditanam sudah rusak lagi terkena ombak.Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pun perlu diperhatikan, karena keterlibatan masyarakat akan menciptakan hasil yang lebih baik sehingga rasa tanggung jawab bersama akan terbina yang nantinya menghasilkan hasil yang baik. Berdasarkan kuosioner kepada 21 orang responden di Desa Mayangan, 7 orang tidak pernah mengikuti kegiatan rehabilitasi di Desa Mayangan, 6 orang tidak mengetahui pengetahuan tentang kegiatan rehabilitasi, dan 8 orang tidak mengetahui model rehabilitasi apa yang cocok untuk diterapkan di desa mereka. 2. Membangun breakwater (pemecah ombak) yang berfungsi untuk meredam gelombang, sehingga memberikan kesempatan kepada tanaman bakau untuk tumbuh dan berkembang. Sebelum membangun breakwater perlu diketahui terlebih dahulu tipe ombaknya.

3. Sistem Mina HutanSeperti yang kita ketahui bahwa kebanyakan kawasan hutan mangrove menjadi rusak karena ulah manusia yang melakukan penambakan secara berlebihan, untuk meningkatkan produksi hasil tambak. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mencegah pengrusakan kawasan hutan mangrove akibat penambakan yang berlebihan adalah melalui penerapan sistem mina hutan.Sistem mina hutan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi hasil tambak tanpa merusak kawasan hutan mangrove. Penerapan mina hutan di kawasan ekosistem hutan mangrove diharapkan dapat tetap memberikan lapangan kerja bagi petani di sekitar kawasan tanpa merusak hutan itu sendiri dan adanya pemerataan luas lahan bagi masyarakat. Harapan ini dapat terwujud dengan catatan tidak ada pemilik modal yang menguasai lahan secara berlebihan.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2006) di daerah Blanakan, Subang, ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengelola tambak dalam penerapan sistem mina hutan antara lain menjaga perbandingan hutan dan tambak sebesar 80% hutan dan 20% kolam. Dengan pengembangan mina hutan secara lebih tertata dan perbandingan antara hutan dan tambak sebesar 80% : 20%, diharapkan dapat meningkatkan produksi per satuan luas. Harapan tersebut didasarkan pada`asumsi bahwa hutan di sekitar kolam yang lebih baik akan meningkatkan kesuburan kolam dengan banyaknya detritus, yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap produksi. Di samping itu, hutan yang lebih baik akan menjadi tempat mengasuh anak yang cukup bagi udang, melindungi udang dari suhu tinggi dan menyediakan makanan yang lebih banyak bagi udang dan ikan.Adapun sistem mina hutan yang dapat diaplikasikan adalah sistem empang parit dan komplangan (sistem empang parit inti). Sistem empang parit adalah sistem mina hutan dimana hutan bakau berada di tengah dan kolam berada di tepi mengelilingi hutan. Sebaliknya komplangan adalah sistem mina hutan dengan kolam di tengah dan hutan mengelilingi kolam.Penerapan kegiatan mina hutan di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mencegah perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat karena akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di kawasan tersebut. Sedangkan untuk perambah hutan, dapat disediakan lapangan kerja sebagai pedagang dengan menjadikan kawasan mina hutan sebagai kawasan wisata sseperti yang terjadi di Blanakan dan Cikeong, Bali, dan Sinjai Sulawesi Selatan. Dengan demikian, kawasan mina hutan dapat bergungsi ganda yaitu menjaga dan memelihara ekosistem serta menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanBeradsarkan permasalahan-permaslahan yang telah dibahas, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Kerusakan yang terjadi pada kawasan hutan mangrove dapat disebabkan oleh ulah manusia, misalnya penambakan secara liar, penebangan hutan secara liar, reklamasi, sedimentasi dan pencemaran lingkungan. Sedangkan kerusakan yang bersifat alami diantaranya karena adanya hama tanaman dan abrasi.2. Pencegahan dan pengelolaan kawasan hutan mangrove dapat dilakukan melalui perbaikan pada kawasan pesisir, pembangunan breakwater, dan penerapan sistem mina hutan.B. SaranDiperlukan wawasan lebih mengenai kawasan hutan mangrove disertai dengan penyebab-penyebab kerusakannya agar dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin sebelum terjadinya kerusakan. Selain itu, pengelolaan dan perbaikan kawasan hutan mangrove juga perlu dipahami untuk menjaga kelestarian hutan mangrove sehingga dapat memenuhi fungsi-fungsinya.

15Kelompok V: Ekosistem Mangrove