MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

23
113 MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK PELABUHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ECONOMIC RETURN QUANTITY DENGAN PERTIMBANGAN KUALITAS PENGEMBALIAN PRODUK YANG TIDAK PASTI Anindya R. D., Nanang H. C., dan Lukmandono ABSTRAK Di banyak negara maritim, seperti Indonesia, pelabuhan memiliki peran penting dalam proses transportasi barang. Secara umum, proses pengiriman dan distribusi dilakukan menggunakan peti kemas yang dikelola oleh depo peti kemas. Dalam praktiknya, depo peti kemas dihadapkan pada berbagai masalah, salah satunya adalah manajemen persediaan peti kemas. Dalam penelitian ini, kami mengembangkan model Economic Return Quantity (ERQ) untuk masalah Empty Container Reposition (ECR) di perusahaan terkait menggunakan pendekatan reverse logistics (RL). Beberapa pertimbangan utama kami adalah ketidakpastian dalam hal kuantitas dan kualitas pengembalian produk. Model ERQ dioptimalkan menggunakan pendekatan analitis. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa tingkat acceptable quality level dari peti kemas bekas harus ditetapkan pada tingkat 67%, 55%, dan 50% untuk ketiga jenis peti kemas. Dua kasus kendala mengikat (binding) dan tidak mengikat (unbinding) diselidiki, dan diketahui bahwa kendala mengikat memberikan biaya 3,4% lebih tinggi daripada kendala tidak mengikat. Selain itu, juga dipahami bahwa spesifikasi peti kemas, termasuk kebutuhan ruang penyimpanan, harga, dan biaya penanganan, diketahui memberikan pengaruh terhadap keputusan untuk mengatur pemanfaatan ruang penyimpanan di pelabuhan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai arahan bagi perusahaan depo peti kemas yang bergerak di industri maritim untuk merencanakan, mengelola, dan menangani peti kemas kosong sehingga utilitas peti kemas dapat ditingkatkan dan biaya persediaan dapat diminimalkan.

Transcript of MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

Page 1: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

113

MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK PELABUHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

ECONOMIC RETURN QUANTITY DENGAN PERTIMBANGAN KUALITAS PENGEMBALIAN PRODUK

YANG TIDAK PASTI

Anindya R. D., Nanang H. C., dan Lukmandono ABSTRAK

Di banyak negara maritim, seperti Indonesia, pelabuhan memiliki peran penting dalam proses transportasi barang. Secara umum, proses pengiriman dan distribusi dilakukan menggunakan peti kemas yang dikelola oleh depo peti kemas. Dalam praktiknya, depo peti kemas dihadapkan pada berbagai masalah, salah satunya adalah manajemen persediaan peti kemas. Dalam penelitian ini, kami mengembangkan model Economic Return Quantity (ERQ) untuk masalah Empty Container Reposition (ECR) di perusahaan terkait menggunakan pendekatan reverse logistics (RL). Beberapa pertimbangan utama kami adalah ketidakpastian dalam hal kuantitas dan kualitas pengembalian produk. Model ERQ dioptimalkan menggunakan pendekatan analitis. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa tingkat acceptable quality level dari peti kemas bekas harus ditetapkan pada tingkat 67%, 55%, dan 50% untuk ketiga jenis peti kemas. Dua kasus kendala mengikat (binding) dan tidak mengikat (unbinding) diselidiki, dan diketahui bahwa kendala mengikat memberikan biaya 3,4% lebih tinggi daripada kendala tidak mengikat. Selain itu, juga dipahami bahwa spesifikasi peti kemas, termasuk kebutuhan ruang penyimpanan, harga, dan biaya penanganan, diketahui memberikan pengaruh terhadap keputusan untuk mengatur pemanfaatan ruang penyimpanan di pelabuhan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai arahan bagi perusahaan depo peti kemas yang bergerak di industri maritim untuk merencanakan, mengelola, dan menangani peti kemas kosong sehingga utilitas peti kemas dapat ditingkatkan dan biaya persediaan dapat diminimalkan.

Page 2: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

114

Keywords: logistik pelabuhan, peti kemas, optimasi, persediaan, lot sizing PENDAHULUAN

Saat ini, industri manufaktur dunia, tak terkecuali industri maritim, telah mempromosikan kampanye terkait dengan penerapan sistem rantai pasok yang berkelanjutan. Hal ini sangat terkait dengan pengelolaan produk bekas (End-of-Life / EoL) yang dikumpulkan dari konsumen atau sering disebut dengan manajemen logistik terbalik (Reversed Logistics / RL). Menurut [1], tujuan manajemen RL adalah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui penanganan produk EoL yang efisien dan sesuai dengan peraturan lingkungan. Dalam konteks RL, kuantitas, kualitas, dan ketersediaan produk yang digunakan (pengembalian produk) adalah variabel yang memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Pemodelan variabel-variabel ini perlu dikembangkan karena memiliki peran penting dalam manajemen RL.

Dalam industri maritim, praktik RL dapat diamati pada pengelolaan peti kemas kosong yang dikenal sebagai Empty Container Repositioning (ECR). [2] mendefinisikan ECR sebagai kegiatan untuk memindahkan peti kemas dari area yang kelebihan pasokan ke area yang membutuhkan. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh perusahaan 3PL, yang dikenal sebagai depo peti kemas. Sebagai salah satu 'penghubung' dalam rantai pasokan, depo peti kemas memainkan peran penting untuk memastikan bahwa rantai pasokan produk berjalan dengan lancar. Menurut [3], depo peti kemas mengacu pada area terbuka di area lingkungan kerja pelabuhan yang dikelola oleh perusahaan tertentu dan digunakan sebagai tempat untuk semua kegiatan pengelolaan dan penanganan peti kemas penuh dan / atau peti kemas kosong. Secara umum, kegiatan untuk mengelola peti kemas kosong meliputi pengumpulan, penyimpanan dan penumpukan, penyortiran, inspeksi, pembersihan, pemeliharaan dan perbaikan, pembuangan, dan reposisi. Proses pengelolaan peti kemas kosong di depo peti kemas ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 3: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

115

Figure 1. Proses Manajemen Peti Kemas Kosong Di Depo Peti

Kemas [4].

Di pelabuhan, aktivitas penanganan dan pengelolaan peti kemas cukup padat karena tingginya permintaan dan jumlah aliran peti kemas. Menurut [5], pada tahun 2016 aliran peti kemas yang dikelola oleh Pelindo II mencapai 6.222.798 TEU, termasuk perdagangan internasional dan domestik. [6] menyatakan bahwa lebih dari 50% dari siklus hidupnya, peti kemas berada dalam keadaan kosong, baik dalam pemeliharaan, perbaikan, atau penyimpanan dan transit, dengan total biaya per peti kemas diperkirakan mencapai 675 USD. Mengingat fakta bahwa peralatan dan biaya reposisi menyumbang sekitar 25% dari total biaya pengiriman, manajemen peti kemas kosong yang efisien adalah salah satu faktor kompetitif dalam meningkatkan kinerja sistem rantai pasok.

Pada penelitian ini, akan dibahas bagaimana cara untuk menentukan nilai optimal waktu siklus dan ukuran lot peti kemas kosong di depo peti kemas. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk meminimalkan biaya persediaan secara keseluruhan menggunakan pendekatan RL. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat rendahnya utilisasi penggunaan peti kemas yang menyebabkan waste of waiting atau pemborosan akibat waktu tunggu yang terlampau besar. Melalui perencanaan yang tepat, utilitas kontainer dapat ditingkatkan, biaya rantai pasok dapat diturunkan, sehingga harga jual produk dapat diturunkan.

Page 4: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

116

STUDI LITERATUR Saat ini, tren industri manufaktur tidak hanya terbatas pada

manajemen aliran logistik maju (forward), tetapi juga manajemen aliran logistik terbalik (reversed). Manajemen aliran logistik maju adalah manajemen logistik yang berfokus pada aliran bahan baku, produk jadi, dan arus informasi, yang dimulai dari pemasok hingga konsumen akhir. Sedangkan, aliran logistik terbalik mengacu pada pengelolaan arus balik, yaitu pengembalian produk dalam bentuk produk bekas yang berasal dari konsumen. Dalam serangkaian tahapan dalam penyusunan strategi dan desain jaringan logistik, baik maju maupun mundur, salah satu tahapan yang cukup krusial dan merupakan kunci keberhasilan menciptakan manajemen logistik yang optimal adalah perencanaan persediaan dan manajemen. Persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan harus dikontrol sedemikian rupa, untuk menghasilkan biaya minimum. Dalam industri maritim, manajemen persediaan yang baik untuk persediaan bahan baku, suku cadang, peralatan, peti kemas, dan pengembalian produk harus direncanakan dan dilakukan secara optimal untuk meminimalkan biaya rantai pasok.

Model persediaan pertama yang memanfaatkan pendekatan RL dikembangkan oleh [7]. Dalam model tersebut, permintaan diasumsikan bersifat deterministik, tingkat pengembaliannya konstan, dan tidak melibatkan kegiatan pembuangan limbah yang dilakukan. Penelitian tentang model persediaan dalam sistem RL telah berkembang dan diperluas pada tingkat rantai pasokan yang melibatkan pihak-pihak dalam jaringan rantai pasokan. Dalam hal ini, investigasi umumnya dilakukan pada tingkat multi-eselon dari dua pihak yang mengakomodasi integrasi antara produsen dan pihak ketiga (berfungsi sebagai kolektor). Dalam praktik industri nyata, kegiatan mengumpulkan barang-barang bekas umumnya tidak dilakukan oleh pabrik itu sendiri, tetapi melalui bantuan pihak ketiga yang disebut kolektor. [8] mengembangkan model persediaan produsen-kolektor, model dengan tingkat permintaan dan pengembalian yang deterministik dan stokastik. Dalam model ini, tingkat permintaan dan pengembalian diasumsikan saling independen. Selanjutnya, model dikembangkan untuk kondisi di

Page 5: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

117

mana tingkat permintaan dan pengembalian saling berkorelasi [9]. Pengembangan model persediaan dalam sistem RL yang telah mengakomodasi integrasi antara pihak-pihak dalam rantai pasokan juga telah dilakukan oleh [10], [11], [12], dan [13].

Beberapa penelitian terbaru yang membahas masalah manajemen peti kemas kosong dilakukan oleh [14], [15], dan [2]. [14] mengembangkan model optimisasi stokastik dalam manajemen inventori peti kemas kosong dengan polusi, opsi perbaikan, dan kebijakan turn-street. [15] mengembangkan model optimisasi jaringan distribusi dengan mempertimbangkan ketidakpastian dalam hal jenis dan kualitas peti kemas kosong. Dalam konteks pemodelan persediaan, penelitian terbaru tentang manajemen persediaan peti kemas kosong dilakukan oleh [2] yang mengembangkan model persediaan Economic Return Quantity dengan mempertimbangkan batas penyimpanan gudang dan pengiriman biaya bersama.

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam sistem RL yang mempertimbangkan integrasi antara pihak-pihak dalam rantai pasokan, namun penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan ketidakpastian dalam hal kuantitas, kualitas, dan kedatangan pengembalian produk, secara bersamaan. Sebagian besar penelitian tentang manajemen persediaan dalam RL masih terbatas pada satu pihak dengan mempertimbangkan permintaan deterministik. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, dikembangkan model Economic Return Quantity dengan mempertimbangkan ketidakpastian kuantitas dan kualitas peti kemas kosong. Ketidakpastian ini secara analitis dimodelkan dalam bentuk fungsi nonlinier. Hasil penelitian ini memberikan wawasan dan arahan manajerial untuk perusahaan yang bergerak dalam bisnis depo peti kemas, untuk mendukung pengiriman produk dan proses distribusi.

PENGEMBANGAN MODEL

Dalam penelitian ini, dibahas mengenai bagaimana mengelola

persediaan secara optimal terkait dengan peti kemas kosong dan yang baru. Peneliti mengembangkan model milik [2] dengan

Page 6: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

118

mempertimbangkan tingkat pengembalian yang tidak pasti dan bergantung pada variabel acceptable quality level yang ditetapkan oleh perusahaan. Sebagai konsekuensi dari variabel ini, juga dipertimbangkan aktivitas disposal untuk peti kemas kosong yang sudah tidak dapat digunakan lagi karena tidak melampaui tingkat kualitas yang dapat ditetapkan.

Analisa dilakukan terhadap sistem manajemen peti kemas multi-item di mana setiap jenis peti kemas dipindahkan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Peti kemas kosong dari pelanggan kemudian dikembalikan ke pelabuhan untuk digunakan kembali. Namun, tidak semua peti kemas kosong yang dikembalikan dapat digunakan kembali, karena beberapa di antaranya tidak melampaui acceptable quality level dan karenanya perlu dibuang dan diganti dengan peti kemas baru. Gambar 2 menunjukkan proses sistem manajemen peti kemas yang diamati pada penelitian ini. Selain itu, juga dipertimbangkan kapasitas penyimpanan peti kemas karena terbatasnya ruang di pelabuhan.

Masalah yang hendak diselesaikan adalah untuk menentukan ukuran lot pengiriman yang optimal untuk reposisi / pengembalian dan / atau pembelian tiap siklus, lama periode tiap siklus, dan tingkat acceptable quality level dari peti kemas kosong. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meminimalkan total biaya persediaan dari peti kemas kosong dan baru. Parameter biaya yang dipertimbangkan dalam model termasuk biaya penyimpanan untuk peti kemas kosong dan baru, biaya pemesanan untuk peti kemas kosong dan baru, biaya untuk membeli peti kemas baru, biaya pembersihan dan perawatan untuk peti kemas kosong yang dapat digunakan kembali, dan biaya pembuangan untuk peti kemas kosong yang tidak dapat digunakan kembali.

Page 7: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

119

Vendor

Customers

Return Rate

(Rj = xjDj)

Disposal

Returned

Containers

Containers Ready

for Issue

New

Containers

qj xj Dj

(1 – qj xj)Dj

Dj

(1 – qj xj ) Dj

(1 – qj xj)Dj

Gambar 2. Model operasi sistem manajemen peti kemas yang

dianalisis. Variabel keputusan model meliputi:

Tj waktu siklus untuk pengembalian peti kemas tipe-j mj jumlah siklus pengembalian per satu siklus pengadaan peti

kemas tipe-j q acceptable quality level untuk peti kemas yang

dikembalikan Parameter yang digunakan untuk mengembangkan model adalah sebagai berikut.

j indeks untuk tipe peti kemas (j = 1, 2, …, J), di mana J adalah jumlah tipe peti kemas

Dj tingkat permintaan tahunan untuk peti kemas tipe-j Rj tingkat pengembalian tahunan untuk peti kemas tipe-j

(𝑅𝑗 = 𝑥𝑗𝐷𝑗)

xj faktor kualitas tingkat pengembalian untuk peti kemas tipe-

j (𝑥𝑗 = 𝑏𝑗𝑒−φj𝑞), di mana bj dan φj adalah konstanta.

Tj total waktu siklus untuk siklus pengembalian peti kemas tipe-j

Page 8: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

120

hrj biaya penyimpanan tahunan untuk peti kemas yang dikembalikan

hpj biaya penyimpanan tahunan untuk peti kemas yang dibeli Krj biaya pemesanan untuk peti kemas yang dikembalikan Kpj biaya pemesanan untuk peti kemas yang dibeli cmj biaya pembersihan dan perawatan peti kemas tipe-j cpj biaya pembelian peti kemas tipe-j dcj biaya pembuangan peti kemas tipe-j sj kebutuhan ruang untuk peti kemas tipe-j C kapasitas total yang tersedia untuk penyimpanan

Gambar 3 menunjukkan grafik kuantitas-waktu (profil persediaan) untuk sistem peti kemas tunggal.

qjxjDj

Tj

mjTij

Qp

Qr

(1 – qjxj) Dj

(mj – 1)Tij

Time

Quantity

Gambar 3. Grafik kuantitas waktu (profil persediaan) untuk sistem peti kemas tunggal. Untuk setiap siklus, biaya untuk mengelola persediaan peti kemas kosong yang dikumpulkan dari customer dan yang baru diberikan ditunjukkan oleh Persaman (1) dan (2).

Krj qjxjDj

Qrj

+hrj

Qrj

2+ cmj

Qrj+

dcjQpj

mj

(1)

Kpj(1 − qjxj)Dj

Qpj

+hpj

Qpj

2 (2)

Page 9: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

121

Berdasarkan Gambar 3, dipahami hubungan sebagai berikut:

Qrj= qjxjDjTj (3)

Qpj= mj (1 − qj xj)DjTj (4)

Qj = (qj xj + mj (1 − qj xj))DjTj (5)

Dengan mensubstitusi Persamaan (3) dan (4) masing-masing ke

Persamaan (1) dan (2), diperoleh fungsi biaya untuk peti kemas kosong yang dikembalikan dan yang baru dalam fungsi waktu siklus seperti yang diberikan oleh Persamaan (6) dan (7). Sedangkan, total biaya persediaan (TC(Tj, mj, qj)) untuk sistem peti kemas majemuk diberikan oleh Persamaan (8).

Cost of Returned Containers

=Krj

Tj

+ DjTj (hrj

qjxj

2+ cmj

qjxj + dcj(1 − qj xj))

(6)

Cost of New Containers

=Kpj

mjTj

+ Dj Tj (hpj

mj (1 − qjxj)

2+ cpj

(1 − qjxj))

(7)

TC (Tj,mj, qj) =∑Krj

Tj

+Kpj

mjTj

J

j=1

+ DjTj (qjxj (hrj

2+ cmj

)

+ (1 − qj xj) (hpj

mj

2+ cpj

+ dcj))

(8)

Page 10: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

122

Kendala kapasitas penyimpanan ditunjukkan oleh Persamaan (9).

Dengan mensubstitusi Persamaan (5) ke Persamaan (9) diperoleh Persamaan (10).

∑Qjsj

n

j=1

≤ C (9)

∑ sj Dj Tj (qjxj + mj (1 − qjxj))

n

j=1

≤ C (10)

Tj =C

∑ sj Dj (qjxj + mj (1 − qjxj))n

j=1

(11)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, qj menunjukkan acceptable

quality level atau tingkat kualitas yang masih dapat diterima untuk peti kemas kosong tipe-j. Penelitian ini mengadopsi fungsi tingkat pengembalian yang bergantung pada variabel kualitas yang dikembangkan oleh [16]. Faktor kualitas tingkat pengembalian diberikan oleh Persamaan (12).

xj = (bjej)−φjqj (12)

Fungsi tujuan dari model optimasi ini adalah untuk meminimalkan

total biaya persediaan dalam Persamaan (8) dengan kendala kapasitas pada Persamaan (10), melalui penentuan tingkat optimum qj, Tj, dan mj. Problem dibagi menjadi dua kasus untuk kendala yang tidak mengikat (unbinding) dan mengikat (binding). Prosedur solusi untuk menentukan nilai optimal Tj dan mj diberikan untuk setiap kasus.

Kasus 1: Fungsi kendala tidak mengikat Untuk kasus di mana fungsi kendala tidak mengikat, fungsi tujuan

dalam Persamaan (8) hanya dioptimalkan seolah-olah tidak dibatasi. Nilai optimal variabel Tj diperoleh dengan mengatur turunan pertama dari fungsi total biaya pada Persamaan (8) terhadap Tj sama

Page 11: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

123

dengan nol. Dengan menyelesaikan persamaan, diperoleh nilai optimal Tj yang dinotasikan oleh Tj* (mj, qj) sebagaimana diberikan oleh Persamaan (13).

Dengan mensubstitusi fungsi Tj* pada Persamaan (13) ke dalam TCj (Tj, mj, qj) pada Persamaan (8), kita memperoleh persamaan baru TCj(qj, mj). Nilai optimal mj dilambangkan dengan mj* dapat diperoleh dengan mengatur turunan pertama dari fungsi TCj(qj, mj) terhadap mj sama dengan nol. Dengan demikian, diperoleh fungsi mj* berikut

Kasus 2: Fungsi kendala mengikat Untuk kasus ketika fungsi kendala mengikat, digunakan pendekatan Lagrange untuk menyelesaikan masalah. Pertama, fungsi Lagrangian seperti yang diberikan oleh Persamaan (15).

𝐋 (Tj,mj, qj) = [∑𝟏

Tj(Krj

+Kpj

mj)J

j=1 ] +

[∑DjTj

2(qjxj (hrj

+ 2cmj+ 2λsj) + (1 −J

j=1

qj xj) ( mj (hpj+ 2λsj) + 2cpj

+ 2dcj))] − λC

(15)

Dengan menetapkan turunan parsial dari Persamaan (15) terhadap

Page 12: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

124

Tj sama dengan nol, didapatkan fungsi Tj* seperti yang diberikan oleh Persamaan (16).

λ diperoleh menggunakan nilai mj dari Persamaan (14) dan

kemudian menyelesaikan Persamaan (16) dan (11). Sedangkan, nilai optimal qj diperoleh dengan enumerasi total untuk 0 <qj <1 dengan ∆ = 0,01.

HASIL DAN DISKUSI

Diberikan sebuah kasus dengan 3 jenis peti kemas (J = 3). Tabel 1

menunjukkan parameter input berupa data hipotetik, yang diadopsi dari [2] dan [16], untuk menggambarkan masalah untuk Kasus 1 dan Kasus 2. Batasan ruang untuk menyimpan semua jenis peti kemas (C) untuk Kasus 1 dan Kasus 2 masing-masing adalah 150.000 ft3 dan 100.000 ft3. Tabel 1. Data hipotetik parameter input yang diambil dari [2] dan [16].

Parameter Type-1 Container

Type-2 Container

Type-3 Container

Permintaan (Dj)

15.000 peti kemas/tahun

20.000 peti kemas/tahun

25.000 peti kemas/tahun

Kebutuhan ruang (sj)

20 ft3/peti kemas

15 ft3/peti kemas

10 ft3/peti kemas

Biaya pemesanan untuk peti kemas bekas (Krj)

$10.000 $8.000 $7.000

Biaya pemesanan untuk peti kemas baru

$15.000 $12.000 $10.500

Page 13: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

125

Parameter Type-1 Container

Type-2 Container

Type-3 Container

(Kpj) Biaya penyimpanan tahunan untuk peti kemas bekas (hrj)

$40/tahun $30/tahun $20/tahun

Biaya penyimpanan tahunan untuk peti kemas baru (hpj)

$50/tahun $40/tahun $30/tahun

Biaya pembersihan dan perawatan (cmj)

$50/peti kemas

$40/peti kemas

$30/peti kemas

Biaya pembelian peti kemas baru (cpj)

$2000/peti kemas

$1750/peti kemas

$1500/peti kemas

Biaya pembuangan (dcj)

$10/unit $8/unit $6/unit

bj 0,95 0,90 0,85 φj 1,50 1,75 2,00

Hasil optimasi Kasus 1 (kendala tidak mengikat) diberikan oleh Tabel 2, sedangkan Tabel 3 menunjukkan hasil optimasi Kasus 2 (kendala mengikat). Tabel 2. Hasil optimasi dari Kasus 1.

j qj* xj Tj* (years)

mj*

TCj (/year) Cj (ft3)

1 0,67

0,347

0,02068 10 $ 1.110.760 49.030,90

Page 14: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

126

2 0,57

0,332

0,01669 10 $ 1.098.160 41.544,30

3 0,50

0,312

0,01481 11 $ 1.078.560 34.938,70

TC = $ 3.287.480

C = 125.513,90

Tabel 3. Hasil optimasi dari Kasus 2.

j qj* xj Tj* (years)

mj*

TCj (/year) Cj (ft3)

1 0,67

0,347

0,013852 10 $ 1.201.740 32.841,90

2 0,57

0,332

0,013852 10 $ 1.118.100 34.479,70

3 0,50

0,312

0,013852 11 $ 1.080.680 32.678,40

TC = $ 3.400.520

C = 100.000,00

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kasus 1 mengacu pada

kondisi di mana kendala kapasitas tidak mengikat, artinya ruang yang tersedia masih cukup untuk menyimpan semua jenis peti kemas, dalam jumlah persyaratan kapasitasnya (Cj). Untuk kasus 1, ruang yang tersedia adalah 150.000 ft3, sedangkan persyaratan untuk menyimpan ketiga jenis peti kemas adalah C = 125.513,90 ft3, menghasilkan kapasitas yang belum dimanfaatkan sebesar 24.816,10 ft3. Waktu siklus pengembalian optimal untuk ketiga jenis peti kemas adalah 7,5 hari, 6,1 hari, dan 5,4 hari. Jumlah siklus optimal untuk pengembalian per satu siklus pengadaan masing-masing adalah 10 siklus, 10 siklus, dan 11 siklus. Sedangkan, tingkat acceptable quality level yang optimal adalah 0,67, 0,57, dan 0,50.

Kasus 2 mengacu pada suatu kondisi di mana batasan kapasitas mengikat, yang berarti bahwa ruang yang tersedia, C, tidak cukup

Page 15: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

127

untuk menyimpan kuantitas optimal, Qj*, menjadikannya tidak layak dan karenanya, menghasilkan kondisi di mana C adalah kuantitas terbaik yang sebaiknya dipilih. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3, waktu siklus pengembalian yang optimal untuk ketiga jenis peti kemas menurun ke level yang sama, yaitu sekitar 5,1 hari. Dibandingkan dengan Kasus 1, nilai mj* dan qj* dalam Kasus 2 tetap sama, tetapi total biaya justru meningkat menjadi $ 3.400.520 per tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi pada Kasus 2, yang membutuhkan batasan kapasitas yang mengikat. ANALISIS SENSITIVITAS Untuk menjelaskan perilaku model sekaligus sebagai metode verifikasi, dilakukan analisis sensitivitas terhadap parameter permintaan (D), biaya penyimpanan (hp), dan biaya pemesanan (Kp dan Kr). Analisis sensitivitas digunakan untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh dari parameter-parameter tersebut terhadap solusi optimal model. Analisis Sensitivitas Parameter Permintaan Analisis dilakukan untuk kontainer tipe-3 dengan perubahan parameter permintaan (D) sebesar -50% s.d. +50%. Hasil analisis sensitivitas untuk parameter permintaan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Parameter D terhadap TC dan T*.

D (unit) TC (/tahun) T* (hari)

12.500 (-50%) $ 762.608 7,6

18.750 (-25%) $ 835.395 7,0

25.000 (+0%) $ 1.078.490 5,4

31.250 (+25%) $ 1.205.790 4,8

37.500 (+50%) $ 1.320.880 4,4

Dari Tabel 4, diketahui bahwa perubahan permintaan pada range -50% s.d. +50% memberikan perubahan terhadap variabel keputusan waktu siklus pengembalian peti kemas (T*) dan total biaya. Penurunan permintaan akan memperpanjang waktu siklus dan menurunkan total biaya, begitu pula sebaliknya, peningkatan

Page 16: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

128

permintaan akan memperpendek waktu siklus dan meningkatkan total biaya. Gambar 4 menunjukkan persentase perubahan TC dan T* yang diberikan oleh perubahan permintaan sebesar -50% s.d. +50%.

Gambar 4. Persentase perubahan TC dan T* terhadap perubahan D (j = 3).

Dari Gambar 4, diketahui bahwa penurunan D sebesar -50% meningkatkan T* sebesar +41% dan menurunkan TC sebesar -29%, sedangkan peningkatan D sebesar +50% menurunkan T* sebesar -18% dan meningkatkan TC sebesar +22%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa D memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap solusi optimal T* dan TC. Di mana, semakin rendah tingkat permintaan tahunan yang harus dipenuhi, sistem sebaiknya memperpendek waktu siklus pengembalian peti kemas, untuk dapat meminimalkan total biaya, begitu pula sebaliknya. Analisis Sensitivitas Parameter Biaya Penyimpanan Kontainer Baru

Analisis dilakukan untuk kontainer tipe-3 dengan perubahan parameter biaya penyimpanan kontainer baru (hp) sebesar -50% s.d. +50%. Hasil analisis sensitivitas untuk parameter hp dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Parameter hp terhadap TC dan m*.

hp (/tahun) TC (/tahun) m* (siklus)

$20/unit (-50%) $1.039.520 15

$30/unit (-25%) $1.060.680 12

$40/unit (+0%) $1.078.490 11

Page 17: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

129

$50/unit (+25%) $1.094.220 10

$60/unit (+50%) $1.108.420 9

Dari Tabel 5, diketahui bahwa perubahan biaya penyimpanan

kontainer baru pada range -50% s.d. +50% memberikan perubahan terhadap variabel keputusan jumlah siklus pengembalian peti kemas (m*) dan total biaya (TC). Penurunan biaya penyimpanan akan meningkatkan jumlah siklus pengembalian dan menurunkan total biaya, begitu pula sebaliknya, peningkatan biaya penyimpanan akan menurunkan jumlah siklus pengembalian dan meningkatkan total biaya. Gambar 5 menunjukkan persentase perubahan TC dan m* yang diberikan oleh perubahan hp sebesar -50% s.d. +50%.

Gambar 5. Persentase perubahan TC dan m* terhadap perubahan hp (j = 3).

Dari Gambar 5, diketahui bahwa penurunan hp sebesar -50% meningkatkan m* sebesar +36% dan menurunkan TC sebesar -4%, sedangkan peningkatan hp sebesar +50% menurunkan m* sebesar -18% dan meningkatkan TC sebesar +3%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa hp memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap solusi optimal m*, namun pengaruh yang tidak signifikan terhadap TC. Di mana, semakin murah biaya untuk menyimpan container baru, sistem sebaiknya menambah jumlah siklus pengembalian peti kemas kosong, untuk dapat meminimalkan total biaya, begitu pula sebaliknya.

Page 18: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

130

Analisis Sensitivitas Parameter Biaya Pemesanan Kontainer Baru Analisis dilakukan untuk kontainer tipe-3 dengan perubahan

parameter biaya pemesanan kontainer baru (Kp) sebesar -50% s.d. +50%. Hasil analisis sensitivitas untuk parameter hp dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Parameter hp terhadap TC dan m*.

Kp TC (/tahun) m* (siklus)

$5.250 (-50%) $1.039.520 8

$7.875 (-25%) $1.060.680 9

$10.500 (+0%) $1.078.490 11

$13.125 (+25%) $1.094.220 12

$15.750 (+50%) $1.108.420 13

Dari Tabel 6, diketahui bahwa perubahan biaya pemesanan

kontainer baru pada range -50% s.d. +50% memberikan perubahan terhadap variabel keputusan jumlah siklus pengembalian peti kemas (m*) dan total biaya (TC). Penurunan biaya pemesanan akan menurunkan jumlah siklus pengembalian dan total biaya, begitu pula sebaliknya, peningkatan biaya pemesanan akan meingkatkan jumlah siklus pengembalian dan total biaya. Gambar 6 menunjukkan persentase perubahan TC dan m* yang diberikan oleh perubahan Kp sebesar -50% s.d. +50%.

Gambar 6. Persentase perubahan TC dan m* terhadap perubahan Kp (j = 3).

Page 19: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

131

Dari Gambar 6, diketahui bahwa penurunan Kp sebesar -50%

menurunkan m* sebesar -27% dan TC sebesar -4%, sedangkan peningkatan Kp sebesar +50% meningkatkan m* sebesar +18% dan TC sebesar +3%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa Kp memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap solusi optimal m*, namun pengaruh yang tidak signifikan terhadap TC. Di mana, semakin murah biaya untuk memesan kontainer baru, sistem sebaiknya menurunkan jumlah siklus pengembalian, untuk dapat meminimalkan total biaya, begitu pula sebaliknya. Analisis Sensitivitas Parameter Biaya Pemesanan Kontainer Kosong

Analisis dilakukan untuk kontainer tipe-3 dengan perubahan parameter biaya pemesanan kontainer kosong (Kr) sebesar -50% s.d. +50%. Hasil analisis sensitivitas untuk parameter Kr dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Parameter Kr terhadap TC, T*, dan m*.

Kp TC (/tahun) T* (hari) m* (siklus)

$3.500 (-50%) $ 801.608 3,8 15

$5.250 (-25%) $ 951.850 4,7 12

$7.000 (+0%) $1.078.490 5,4 11

$8.750 (+25%) $1.190.100 6,0 10

$10.500 (+50%) $1.290.980 6,6 9

Dari Tabel 7, diketahui bahwa perubahan biaya pemesanan

kontainer kosong pada range -50% s.d. +50% memberikan perubahan terhadap variabel keputusan jumlah siklus (m*) dan waktu siklus (T*), serta total biaya (TC). Penurunan biaya pemesanan peti kemas kosong akan menurunkan waktu siklus pengembalian dan total biaya, serta meningkatkan jumlah siklus pengembalian, begitu pula sebaliknya. Gambar 7 menunjukkan persentase perubahan TC, T*, dan m* yang diberikan oleh perubahan Kr sebesar -50% s.d. +50%.

Page 20: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

132

Gambar 7. Persentase perubahan TC, T*, dan m* terhadap perubahan Kr (j = 3).

Dari Gambar 7, diketahui bahwa penurunan Kr sebesar -50% meningkatkan m* sebesar +36% dan T* sebesar +29,29%, serta menurunkan TC sebesar -26%, sedangkan peningkatan Kr sebesar +50% menurunkan m* sebesar -18% dan T* sebesar -22,47%, dan meningkatkan TC sebesar +20%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa Kr memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap solusi optimal T*, m*, dan TC. Di mana, semakin murah biaya untuk memesan kontainer kosong, sistem sebaiknya meningkatkan jumlah dan waktu siklus pengembalian, untuk dapat meminimalkan total biaya, begitu pula sebaliknya. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL

Penelitian ini mengembangkan model Economic Return Quantity untuk masalah Empty Container Reposition (ECR). Ketidakpastian dalam hal kuantitas dan kualitas pengembalian produk, yang pada kasus ini berupa peti kemas kosong bekas, dimodelkan dalam bentuk fungsi eksponensial terhadap variabel acceptable quality level. Masalah yang diselesaikan adalah untuk meminimalkan biaya persediaan dengan mengoptimalkan beberapa variabel, termasuk waktu siklus untuk pengembalian, jumlah siklus pengembalian, serta tingkat acceptable quality level dari peti kemas bekas yang dapat digunakan kembali. Selain itu, juga dipertimbangkan kapasitas ruang

Page 21: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

133

terbatas untuk menyimpan peti kemas di pelabuhan. Optimasi dilakukan secara analitis untuk dua kasus yang berbeda, yaitu kasus dengan kendala mengikat dan tidak mengikat.

Hasil menunjukkan bahwa tingkat kualitas yang dapat diterima dari

peti kemas yang dapat digunakan kembali harus ditetapkan pada tingkat optimal untuk dapat memperoleh biaya persediaan minimum. Untuk kasus di mana kendala kapasitas mengikat, total biaya tahunan yang dikeluarkan untuk sistem relatif lebih tinggi dibandingkan kasus unbinding. Hal ini juga mengarah pada temuan di mana untuk Kasus 1, proporsi utilitas ruang untuk peti kemas tipe-1, tipe-2, dan tipe-3 masing-masing adalah 39,06%, 33,10%, dan 27,84%. Sedangkan untuk Kasus 2, proporsi utilitas ruang untuk ketiga jenis peti kemas adalah 32,84%, 34,48%, dan 32,68%. Keputusan untuk menentukan jenis peti kemas mana yang akan disimpan lebih banyak tergantung pada jenis kasusnya.

Selain itu, juga diketahui bahwa biaya untuk mengelola jenis peti

kemas tertentu, termasuk biaya pembelian, biaya pembersihan dan perawatan, dan biaya pembuangan, mempengaruhi tingkat kualitas optimal yang dapat diterima. Peti kemas dengan harga lebih tinggi, harus ditetapkan pada tingkat acceptable quality level yang lebih tinggi pula, begitu pula sebaliknya. Hal ini memberikan wawasan manajerial bagi perusahaan yang bergerak di bidang logistik pelabuhan, terutama perusahaan depo peti kemas. Namun demikian, perusahaan harus tetap mempertimbangkan kondisi dan karakteristik sistem manajemen peti kemas mereka. Diperlukan beberapa penyesuaian dan penilaian subyektif dalam pengambilan keputusan di lapangan, sebab model ini dibangun atas dasar asumsi dan berbagai keterbatasan model yang ke depannya masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA [1] A. Xanthopoulos and E. Iakovou, “On the optimal design of

the disassembly and recovery processes,” Waste Manag., 2009.

Page 22: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

134

[2] O. Adetunji, S. Yadavalli, R. AlRikabi, and S. Makoena, “Economic Return Quantity Model for a Multi-type Empty Container Management with Possible Storage Constraint and Shared Cost of Shipping,” Am. J. Math. Manag. Sci., 2020.

[3] P. S. J. Kennedy, S. J. L. Tobing, T. R. Hidayat, R. L. Toruan, A. Fauzan, and R. Anggunsari, “Manajemen Operasional Maintenance dan Repair Depo Peti Kemas Kosong: Penelitian Kasus pada PT GNS Jakarta,” IKRA-ITH Ekon., vol. 1, no. 2, pp. 53–66, Nov. 2018.

[4] M. P. De Brito and R. Konings, “The Reverse Logistics of Empty Maritime Containers,” in International Conference of Logistics (INTLOG): Logistics in Global Economy- Challenges and trends.

[5] M. Basuki, L. Lukmandono, and M. M. Z. Beu, “Faktor Eksternalitas Berbasis Environmental Risk Assessment pada Proses Ballasting dan Deballasting di Daerah Pelindo II Jakarta,” Semin. Nas. Teknol. Terap. Berbas. Kearifan Lokal, vol. 1, no. 1, Jan. 2019.

[6] Drewry, “Global Container Terminal Operators Annual Review and Forecast 2013,” 2013.

[7] D. A. Schrady, “A deterministic inventory model for reparable items,” Nav. Res. Logist. Q., 1967.

[8] S. Mitra, “Analysis of a two-echelon inventory system with returns,” Omega, 2009.

[9] S. Mitra, “Inventory management in a two-echelon closed-loop supply chain with correlated demands and returns,” Comput. Ind. Eng., 2012.

[10] S. L. Chung, H. M. Wee, and P. C. Yang, “Optimal policy for a closed-loop supply chain inventory system with remanufacturing,” Math. Comput. Model., 2008.

[11] K. F. Yuan and Y. Gao, “Inventory decision-making models for a closed-loop supply chain system,” Int. J. Prod. Res., 2010.

[12] B. C. Giri and S. Sharma, “Optimizing a closed-loop supply chain with manufacturing defects and quality dependent return rate,” J. Manuf. Syst., 2015.

[13] A. R. Dwicahyani, W. A. Jauhari, C. N. Rosyidi, and P. W.

Page 23: MANAJEMEN PERSEDIAAN PETI KEMAS PADA LOGISTIK …

135

Laksono, “Inventory decisions in a two-echelon system with remanufacturing, carbon emission, and energy effects,” Cogent Eng., 2017.

[14] N. S. Bernat, F. Schulte, S. Voß, and J. Böse, “Empty container management at ports considering pollution, repair options, and street-turns,” Math. Probl. Eng., 2016.

[15] A. Hosseini and T. Sahlin, “An optimization model for management of empty containers in distribution network of a logistics company under uncertainty,” J. Ind. Eng. Int., 2019.

[16] A. M. A. El Saadany and M. Y. Jaber, “A production/remanufacturing inventory model with price and quality dependant return rate,” Comput. Ind. Eng., 2010.