manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

33
MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM PENELITIAN SISTEM INFORMASI : WACANA DAN TEORI Oleh : Tri Wahono

Transcript of manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

Page 1: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM

PENELITIAN SISTEM INFORMASI :

WACANA DAN TEORI

Oleh :

Tri Wahono

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Page 2: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Abstrak

Di dalam sistem informasi, kebanyakan penelitian tentang manajemen pengetahuan

mengasumsikan bahwa pengetahuan mempunyai implikasi positif bagi organisasi. Namun

pada kenyataanya, pengetahuan bisa menjadi pedang bermata dua ; terlalu sedikit

pengetahuan bisa mengakibatkan kesalahan , sedangkan terlalu banyak pengetahuan bisa

mengakibatkan penurunan akuntabilitas.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan perhatian kita kepada

konsekuensi yang bisa timbul tanpa diharapkan dalam mengatur manajemen pengetahuan

organisasi dan juga bertujuan untuk memperluas ruang lingkup dari penelitian manajemen

pengetahuan di bidang sistem informasi. Oleh karena itu, untuk tujuan tersebut, makalah ini

menganalisis sistem informasi literatur tentang manajemen pengetahuan.

Dengan menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Deetz (1996), penelitian

yang dipublikasikan antara tahun 1990 dan 2000 di enam jurnal sistem informasi ini

diklasifikasikan menjadi empat wacana ilmiah. Wacana tersebut adalah normatif, interpretif,

kritis, dan dialogis. Untuk masing-masing wacana tersebut, kami mengidentifikasi fokus

penelitiannya masing-masing, yaitu metafor pengetahuan, dasar-dasar teoretis, dan implikasi

yang jelas dari artikel-artikel yang mewakilinya. Metafora pengetahuan yang muncul dari

analisis ini adalah pengetahuan sebagai objek, aset, pikiran, komoditi, dan disiplin.

Selanjutnya, kami menyajikan makalah yang bisa dijadikan contoh dari setiap wacana.

Tujuan kami dengan analisis ini adalah untuk meningkatkan information system

researchers'awareness terhadap potensi dan implikasi dari wacana yang berbeda dalam studi

pengetahuan dan manajemen pengetahuan.

B. Pendahuluan

Pengetahuan pada dasarnya merupakan suatu sumber terpenting dalam organisasi

walaupun pengetahuan sampai saat ini masih sulit untuk diidentifikasi dan didefinisikan.

Berdasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa pengetahuan berakibat baik dan hanya

2

Page 3: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

memberikan sedikit dampak negatif , tidak sedikit organisasi mengimplementasikan

manajemen pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan daya

saing mereka.

Tetapi, beberapa pakar berpendapat bahwa pengetahuan bagaikan pedang bermata

dua. Di satu sisi, sedikit pengetahuan yang diterapkan akan mengakibatkan inefisiensi dalam

organisasi, sedangkan terlalu banyak pengetahuan dalam organisasi membuat jalannya

organisasi menjadi kaku dan kontraproduktif. Selain itu, terlalu sedikit pengetahuan bisa

membuat kesalahan yang fatal, sedangkan terlalu banyak pengetahuan bisa menimbulkan

pertanggungjawaban yang tidak diinginkan.

Menurut kami, beberapa pertimbangan harus dibuat dalam rangka mengakomodasi

sistem informasi dalam hal mendukung manajemen pemgetahuan dalam organisasi.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut bukan hanya dampak-dampak positif dari manajemen

pengetahuan, tetapi juga dampak negatif dari manajemen pengetahuan tersebut. Dalam

mempertimbangkan hal tersebut, para peneliti membutuhkan kewaspadaan terhadap

perbedaan antara teori-teori dalam manajemen pengetahuan yang bisa dimungkinkan dengan

batasan-batasan dimana suatu manajemen pengetahuan bisa diimplikasikan

Dalam menggali perspektif dan asumsi dari penelitian manajemen pengetahuan, kami

mengadopsi dari pemikiran Deetz (1996), yang terdiri dari teori-teori yang ada berdasarkan

empat dasar wacana ilmiah, yaitu normatif, interpretif, kritis, dan dialogis. Setelah

mengindentifikasi dan menginterpretasikan situasi dan kinerja yang ada pada masing-masing

wacana, kami membangun metafor pengetahuan yang dalam wacana yang satu dengan yang

lain. Kami menyadari bahwa metafor sangat berguna dalam mempertajam dan

menghubungkan pengertian suatu abstrak dan fenomena pengetahuan. Selain itu kami juga

percaya bahwa metafor dari pengetahuan merupakan suatu alat konsep yang kaya sekaligus

simpel yang akan membantu para peneliti dalam mencari konsep utama dalam pengetahuan.

C. Framework dari Deetz (Local/Emergent versus Elite/A Priori)

Tulisan ilmiah mengenai manajemen pengetahuan ini dapat dilihat berdasarkan dua

dimensi: asal konsep dan masalah itu timbul, dan hubungan dengan wacana sosial yang

dominan. Konsep dan masalah dapat timbul dari anggota peneliti yang terlibat

(local/emergent) atau juga dari teori yang dapat diterapkan pada konsep dan masalah tersebut

3

Page 4: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

(elite/a priori). Hubungan dengan wacana sosial yang dominan dapat dibagi menjadi konsensus dan

dissensus. Yang lebih dominan pada konsensus adalah pengetahuan yang terstruktur, relasi sosial,

dan identitas. Sedangkan pada dissensus berkenaan dengan perjuangan, konflik, dan ketegangan

sebagai keadaan normalnya. Dari kombinasi kedua dimensi di atas, dibentuk empat wacana yaitu

normative, interpretive, critical, dan dialogic. Pengelompokannya dapat dilihat pada tabel berikut

Konsensus Dissensus

Local/Emergent Interpretive Dialogic

Elite/A Priori Normative Critical

D. Hubungan Wacana Dominasi Sosial Dissensus dan Konsensus

Kerangka Deetz menunjukkan bahwa orientasi penelitian dapat berupa sejalan dengan

tatanan sosial yang dominan, sebagai contoh cara-cara yang dominan dalam menyusun

struktur pengetahuan, hubungan sosial, dan idendities, atau pun semua hal yang berbeda

dengan hal itu. Sementara penelitian yang lalu mewakili orientasi konsensus, yang

mereproduksi struktur yang dominan, penelitian akhir-akhir ini mewakili orientasi dissensus,

yang mengganggu struktur dominan tersebut. Sebuah orientasi konsensus memiliki ciri

program penelitian yang mencari dan menganggap produksi yang sesuai dan seimbang

sebagai sesuatu yang normal bahkan membutuhkan dukungan dari kondisi lingkingan sekitar

dan sistem sosial. Sebaliknya, orientasi dissensus ciri program penelitian yang menganggap

perjuangan, konflik, dan ketegangan sebagai sesuatu yang alamiah. Penelitian konsensus

tersebut mengasumsikan bahwa fenomena organisasi seperti pengetahuan, budaya, dan

identitas sebagai sesuatu yang koheren dan saling berhubungkan, sedangkan penelitian

dissensus mengasumsikan bahwa fenomena organisasi tersebut sebagai sesuatu yang

bertentangan dan terpisah-pisah. Selanjutnya, kami secara singkat akan menggambarkan

empat wacana tersebut.

1. Wacana Normatif

4

Page 5: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

Menurut Deetz, wacana normatif itu mencerminkan modernitas dengan asumsi

pencerahan progresif serta meningkatkan rasionalisasi, manajemen, dan kontro suatu

organisasi. Para peneliti yang berpartisipasi dalam wacana normatif lebih menitikberatkan

kodifikasi, normalisasi pengalaman, dan pencarian hubungan seperti hukum. Benda atau

artefak yang dihasilkan dari penelitian normatif digambarkan sebagai fakta yang diasumsikan

reflektif alam. Ini berarti bahwa temuan penelitian bisa digeneralisasikan dan bersifat

kumulatif. Pencerahan pencarian dan berjuang untuk kemajuan mengasumsikan bahwa ada

tempat kemahatahuan bahwa ilmu dapat dicapai. Ingin mendirikan hukum-hukum umum dan

kasual hubungan melalui pengujian hipotesis, peneliti yang berpartisipasi dalam wacana

normatif biasanya bergantung pada metode nomotetis

2. Wacana Interpretatif

Wacana interpretatif menekankan pada wacana sosial daripada pandangan ekonomi

dalam kegiatan organisasi. Hal ini juga mencakup pramodern dan tema tradisional yang

berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan organisasi yang belum sistematis dan dibawa di

bawah kendali logika dirasionalisasi. Orang-orang di dalam organisasi dipandang sebagai

pembuat pengertian aktif, terlibat peserta, dan pencipta kehidupan organisasi. Etnografi dan

metode penelitian hermeneutik yang didasarkan pada praktek-praktek sosial organisasi

peserta adalah indikasi dari penelitian interpretative.

  Penelitian yang merupakan bagian dari wacana interpretatif bertujuan untuk

menciptakan koheren, konsensual, dan terpadu representasi dari apa yang organisasi realitas

adalah "sebenarnya" seperti, terlepas dari kompleksitas dan kontradiksi. Mengikuti

pandangan konsensus masyarakat, mengakui wacana ini multi-vokal, terpecah-pecah, dan

bertentangan sifat masyarakat, namun juga berfokus pada nilai-nilai integratif yang

memungkinkan bagi organisasi dan komunitas untuk berfungsi secara harmonis

3. Wacana Kritis

Wacana kritis ditandai dengan suatu pandangan organisasi sebagai situs perjuangan

politik dan bidang konflik terus-menerus. Tujuan penelitian kritis adalah untuk membuka

kedok dan kritik bentuk-bentuk dominasi dan terdistorsi komunikasi dengan menunjukkan

bagaimana mereka diproduksi dan direproduksi. Kritik dan ideologi budaya kritik adalah

metode yang digunakan oleh peneliti kritis. Menyoroti bagaimana jenis bunga tertentu,

praktek-praktek sosial, dan struktur kelembagaan bersekongkol untuk menciptakan

5

Page 6: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

perbedaan-perbedaan kekuatan dan bagaimana mereka diam dan tidak jelas suara-suara lain

dan alternatif perspektif, wacana kritis bertujuan untuk menciptakan kondisi di mana konflik

antara kelompok yang berbeda dapat muncul, dibahas secara terbuka, dan diselesaikan secara

adil. Yang menyiratkan bahwa reformasi dari tatanan sosial adalah tujuan peneliti yang

berpartisipasi dalam wacana kritis.

4. Wacana Dialogis

Menurut Deetz, wacana yang dialogis bisa juga telah diberi label wacana postmodern

di focuse bahwa tidak hanya pada sifat construced realitas dan peran bahasa dalam proses

konstruksi ini. Citra kehidupan sosial yang diselenggarakan oleh wacana ini adalah salah satu

narasi terputus-putus dan perspektif yang gagal untuk menambahkan hingga realitas yang

koheren. Jadi realitas sigle tetap sulit dipahami. Memang, wacana dialogis berusaha untuk

membongkar diambil-untuk-realitas sosial yang diberikan dalam rangka untuk mengungkap

kompleksitas mereka, mereka tidak berbagi makna, dan kantong-kantong tersembunyi

perlawanan.

Meskipun wacana dialogis mirip dengan wacana kritis dalam keprihatinannya

terhadap asimetri dan dominasi, itu berbeda dari dalam yang dianggap sebagai kekuatan dan

dominasi situasional dan tidak dimiliki oleh siapa pun pada apa pun. Sebaliknya, wacana

dialogis jejak kekuasaan dan dominasi klaim keahlian menggunakan metode

deconstructionist dan genealogic.

Singkatnya, deetz's klasifikasi dari wacana dapat berfungsi sebagai kerangka kerja

yang bermanfaat dalam menilai tujuan, metode, dan harapan penelitian. Ketika diterapkan

pada sistem informasi penelitian, kerangka kerja yang dapat membantu menilai wacana

secara eksplisit maupun implisit dipilih dalam suatu penyelidikan aliran. Dengan memahami

wacana, dan asumsi yang mendasari wacana-wacana, satu posisi lebih baik untuk memahami

dan menginterpretasikan sistem informasi penelitian tentang manajemen pengetahuan, dan

untuk mengidentifikasi potensi pertanyaan untuk riset masa depan. Tabel ini disingkat dari

deetz.

Setelah diuraikan perancah teoritis yang memandu klasifikasi pengetahuan kami

penelitian manajemen sistem informasi, kini kita perhatian kita pada metode yang kami

mengandalkan untuk memilih dan manajemen pengetahuan coding artikel.

6

Page 7: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

E. Metode

Manajemen pengetahuan adalah generasi, representasi, penyimpanan, transfer,

transformasi, aplikasi, embedding, dan melindungi pengetahuan organisasi. Konsep-konsep

seperti pembelajaran organisasi, organisasi memori, berbagi informasi, dan kerja kolaboratif

sangat terkait dengan manajemen pengetahuan. Bearing ini dalam pikiran, kita memilih kata

kunci berikut sebagai dasar untuk pencarian kita dari sistem informasi literatur: pengetahuan,

manajemen pengetahuan, organisasi belajar, pembelajaran organisasi dan memori.

Kami memilih enam sistem informasi jurnal akademik yang mempublikasikan riset

dan bukan praktisi, karena kita berharap akademisi untuk meluangkan lebih banyak waktu

dari praktisi untuk merenungkan asumsi epistemologis dan pengetahuan teoretis dan apa

artinya untuk mengelolanya. Secara khusus bertujuan untuk mereview penelitian akademik

yang mewakili keragaman epistemologis asumsi, kita menutup enam jurnal berikut:

akuntansi, manajemen dan sistem informasi, sistem informasi penelitian, jurnal sistem

informasi manajemen, jurnal sistem informasi strategis, dan mis triwulan.

Menggunakan asosiasi asuransi menginformasikan british database, judul dan abstrak

makalah yang diterbitkan di jurnal keenam antara tahun 1990 dan 2000, inklusif, mereka

tanya untuk terjadinya daftar lima kata kunci. Dari enam jurnal ada dua, yaitu manajemen dan

informasi teknologi dan jurnal sistem informasi strategis, yang tidak dapat dicari melalui

asosiasi asuransi british menginformasikan. Untuk mengidentifikasi makalah yang relevan

dalam jurnal-jurnal ini, kami mengandalkan ilmu pengetahuan langsung, sebuah layanan

perpustakaan untuk Elsevier naskah jurnal untuk diterbitkan antara tahun 1994 dan 2000, dan

scan manual abstrak kertas yang diterbitkan antara tahun 1991 dan 1993.

Pembacaan awal yang abstrak menunjukkan bahwa tidak semua kertas diambil oleh

pencarian kata kunci yang terkait dengan manajemen pengetahuan organisasi seperti yang

didefinisikan sebelumnya dalam generasi contoh, organisasi / penyimpanan, pengalihan, dan

penerapan pengetahuan organisasi. Sebagai contoh, sejumlah abstrak itu diambil karena

pernyataan-pernyataan seperti "kami tidak punya cukup pengetahuan mengenai hal ini". Ada

juga beberapa naskah yang berhubungan dengan sistem informasi pengembangan kurikulum

dan pengetahuan jenis-jenis sistem informasi yang profesional perlu. Artikel-artikel ini

dikeluarkan dari contoh kami, karena mereka tidak menjawab keprihatinan organisasi

pengetahuan seperti sistem informasi pendidikan keprihatinan. Selain itu, artikel

7

Page 8: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

memfokuskan pada belajar di luar konteks organisasi, seperti pembelajaran kelas, dikeluarkan

dari analisis.

94 artikel yang memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian kami tercantum

dalam Lampiran A. bekerja secara independen, kami kemudian diklasifikasikan setiap artikel

sesuai dengan klasifikasi deetz kriteria utama: elite / dimensi lokal dan konsensus / dissensus

dimensi. Yang tidak Pepers makalah penelitian, seperti editorial atau penelitian deskriptif dan

peninjau tidak dikodekan karena tidak ada lensa teoretis dan / atau interpretasi data empiris,

itu infeasible untuk mencoba untuk memastikan penulis 'pandangan teoritis pengetahuan.

Contoh terakhir kita dengan demikian terdiri dari 78 artikel. Kappa Cohen itu dihitung untuk

mengukur di 959 dengan standar deviasi 04, menunjukkan tingkat kesepakatan yang

diperhitungkan. Z-skor dari 11.1 memperlihatkan kesempatan di luar kesepakatan yang

signifikan (p <.0001).

Meskipun diusulkan oleh scherne kategorisasi deetz tampak jelas dan cukup

sederhana (dalam contoh itu hanya terdiri dari dua dimensi), kami mengalami sejumlah

pengkodean difficulities dalam artikel. Pertama, artikel yang digunakan beberapa metode,

khususnya metode induktif dan deduktif sulit untuk kode seperti itu tidak jelas apakah kertas

itu elit apriori atau muncul. Kedua, mengelompokkan artikel yang menyatakan pendekatan

yang berbeda dari kami membaca artikel yang disajikan sebuah dilema. Sebagai contoh,

beberapa kertas klaim untuk berurusan dengan kekuasaan atau klaim untuk menggunakan

pendekatan yang bersifat mendadak, tetapi klaim ini tidak didukung oleh teks. Ketiga, genre

penerbitan jurnal akademik berpihak pada presentasi teori dan sastra sebelum data dan

analisis. Ini merumitkan komunikasi penelitian interpretif, di mana wawasan penelitian

berasal dari data daripada teori. Dalam beberapa kasus, penelitian interpretif ditulis seperti

kertas normatif, dan penelitian normatif tampaknya lebih didasarkan pada yang bersifat

mendadak daripada orientasi elite. Dengan demikian, adalah lebih mungkin bahwa surat-surat

yang palsu dikodekan sebagai normatif daripada palsu dikodekan dalam salah satu discouses

lain. Keempat, surat-surat yang mengandalkan data yang tidak secara khusus dikumpulkan

untuk penelitian yang disajikan di koran juga memerlukan beberapa analisis bahasa, gaya

penulisan, dan teori dalam rangka untuk memutuskan apakah peper dilakukan dengan

mendadak atau orientasi elit.

8

Page 9: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

Meskipun kesulitan-kesulitan ini, kita masing-masing kertas diklasifikasikan ke dalam salah

satu dari empat wacana daripada mencari mereka di kedua lebih dari satu wacana atau antara

dua iscourses. Memang, pengertian deetz wacana memungkinkan untuk perselisihan dalam

wacana dan untuk transfer teori, metode, dan konsep-konsep di discources. Kami menemukan

bahwa surat-surat yang mewakili anomali membantu kami untuk menentukan makna inti dari

suatu wacana. Sepanjang diskusi kita mengenai wacana-wacana, kami sorot batas batasnya

buruk di antara mereka.

Setelah pengkodean semua artikel dalam sampel akhir kita, menjadi jelas bahwa tidak

ada yang mewakili papper wacana kritis. Scanning melalui abstrak dari jurnal kita telah

dipilih untuk analisis ini, kami berangkat untuk mengidentifikasi sebuah artikel yang

berhubungan dengan definisi kita tentang pengetahuan manajemen dan itu penting. Kertas

pertama kami menemukan yang memenuhi kriteria ini adalah Elkjaer et al. (1991) kertas,

"komodifikasi keahlian: kasus pengembangan sistem konsultasi." Kami memilih kertas ini

sebagai teladan bagi kami wacana kritis.

9

Page 10: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

BAB II

ANALISA

Dalam rangka menyoroti perbedaan antara wacana dalam konteks manajemen

pengetahuan penelitian, analisis kita mulai meringkas dalam setiap wacana empat bidang

utama: fokus dari penelitian, pengetahuan methapors berdasarkan operationalizations

pengetahuan, dasar-dasar teoretis penelitian, dan implikasi untuk sistem informasi yang dapat

ditarik dari penelitian

A. Wacana Normatif

Fokus Penelitian

Wacana normatif penelitian berfokus pada penggunaan teknologi untuk

memungkinkan penemuan dalam database (Balachandran et al. 1990), untuk

mengembangkan sistem memori organisasi efisien (Wijnhoven 1999), dan untuk

memantau penggunaan e-mail sehingga hanya individu yang bisa tertarik dalam e-

mail pengumuman (seperti yang dikirim ke daftar) akan menerimanya (Zhao et al.

2000-2001). Ada kertas yang meneliti penjelasan dalam sistem berbasis pengetahuan

(Dhaliwal dan Benbasat 1996; Gregor dan Benbasat 1999), serta surat-surat yang

berhubungan dengan representasi pengetahuan (Lee dan O'Keefe 1996; Jonas dan

Laios 1993; Nissen 2000). Dengan demikian, secara umum, wacana normatif telah

sebagai salah satu fokus penemuan solusi teknologi (aturan, penjelasan, sistem

memori) untuk masalah pengetahuan (memindahkan pengetahuan dari para pakar

untuk pemula; mengingat). Berkaitan dengan penciptaan dan mentransfer

pengetahuan isu-isu khususnya, ada penelitian normatif memandang inovasi teknologi

informasi di antara pengguna (Nambisan et al. 1999) dan belajar tentang inovasi

teknologi informasi di kalangan karyawan (Agarwal et al.1997).

Walaupun ada perbedaan besar pengetahuan manajemen terkait topik yang dibahas

dalam wacana normatif, salah satu tema yang menyatukan adalah bahwa banyak

penelitian bingkai pertanyaan penelitian dalam konteks pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan tugas (misalnya, Dhaliwal dan Benbasat 1996; Zhu et al.

1997; Gray 2000). Penelitian yang mewakili wacana normatif dengan demikian

10

Page 11: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

menciptakan masalah ruang yang dapat didekomposisi dalam logis, top-down

(Raghunathan et al. 1993; Shaft dan Vessey 1995) dan dinyatakan dalam peta kognitif

(Shekar Srinivas dan 1997). Fokus pemecahan masalah ini terutama jelas dalam

penelitian tentang sistem pakar.

Metaphor Pengetahuan

Seperti halnya ada set yang beragam topik penelitian terwakili dalam wacana

normatif, ada banyak keanekaragaman dalam operasionalisasi

pengetahuan. Pengetahuan adalah operationalized sebagai peraturan (Jonas dan Laios

1993; Kiang et al. 1993), potongan (Nissen 1998), penjelasan (Gregor dan Benbasat

1999) dan solusi masalah set (Goodman dan Darr 1998). Operationalizations ini rekan

erat dengan tugas-tugas pemecahan masalah dalam penelitian tentang sistem berbasis

pengetahuan. Metafora yang muncul dari pengetahuan operationalizations ini sebagai

objek yang dapat berada di luar individu, yang dapat disimpan dan dimanipulasi

dalam ketiadaan MahaMengetahui manusia, dan yang dapat ditransfer kepada orang

lain (manusia atau mesin). Sehubungan dengan metafora objek ini adalah pandangan

pengetahuan sebagai ingatan (Stein dan Zwass 1995; Wijnhoven 1999), informasi

(Tinggi menara dan Sayeed 1996) dan sebagai bekal (Cloudhury dan Sampler 1997;

Ouksel et al. 1997).

Cara lain di mana pengetahuan adalah operationalized adalah sebagai keahlian (Stein

1992), kompetensi (Andreu dan Ciborra 1996), keakraban (Shaft dan Vessey 1995),

dan pengalaman kerja diukur dalam hal kepemilikan (Kirsch dan Cummings

1996). Perspektif ini mengasosiasikan pengetahuan dengan MahaMengetahui individu

dan karena itu berbeda dari presentasi pengetahuan sebagai objek. Berdasarkan

penggunaannya dalam penelitian, metafora yang mengikat operationalizations ini satu

sama lain adalah bahwa dari aset. Makalah ini melihat pengetahuan sebagai

pendorong utama kinerja organisasi, efektivitas, dan efisiensi

Eksemplar Normatif

Jarvenpaa dan Staples (2000) mempelajari tentang penggunaan dari kolaboratif media

elektronik untuk berbagi informasi. Mereka melihat faktor-faktor yang mempengaruhi

individu untuk berbagi pengetahuan melalui sarana elektronik. Baik antara objek dan

asset metafora dari pengetahuan sangat jelas di paper ini. Studi Jarvenpaa dan Staples

menganggap baik yang individu dapat berbagi pengetahuan dan berbagi manfaat bagi

11

Page 12: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

organisasi. Pertanyaan dari penelitian ini adalah : Apa yang menyebabkan mereka

untuk berbagi dan apa yang mendorong mereka untuk berbagi melalui media

impersonal?

Penulis menyarankan bahwa “satu pihak harus bersedia untuk memberikan sesuatu

atau mendapatkan sesuatu dari pihak yang lainnya.” Mereka lebih rumit pada

beberapa faktor yang mereka tegaskan dapat memprediksi perilaku berbagi

informasi.. Seperti contohnya, mereka menyatakan bahwa budaya informasi yang

tebuka dan organik, sebagai lawan dari budaya informasi yang tertutup dan

mekanistik, mengarah pada sharing yang lebih besar. Mereka mengusulkan bahwa

orang yang percaya bahwa apa yang mereka yakini milik mereka, bukan organisasi

yang mereka layani, akan lebih mungkin untuk berbagi. Berdasarkan riset

sebelumnya, mereka mengembangkan teoritis terdahulu dalam berbagi informasi dan

bergerak kearah yang mengungkap berbagai kemungkinan yang dapat mempengaruhi

sharing. Tujuan penelitian mereka adalah untuk “memperluas pemahaman tentang

faktor-faktor konteks organisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada

umumnya dan budaya organisasi pada khususnya”.

Dalam analisis empiris lebih dari 1000 survei tanggapan, Jarvenpaa dan Staples

menemukan bahwa bertentangan dengan prediksi mereka, budaya informasi yang

terbuka dan organik tidak terkait dengan penggunaan kolaboratif media elektronik

untuk berbagi informasi. Mereka juga menemukan bahwa orang yang percaya bahwa

informasi yang dimiliki organisasi lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan

media kolaboratif untuk berbagi daripada orang-orang yang percaya bahwa informasi

adalah asset pribadi mereka.

Peran teknologi dalam normative discourse (wacana normatif) adalah untuk

membantu dalam penyimpanan dan transfer pengetahuan sehingga pengetahuan

tersedia dilain ruang dan waktu. Jarvenpaa dan Staples berfokus pada peran media

komunikasi elektronik dalam transfer pengetahuan, tetapi juga dapat membayangkan

satu basis pengetahuan, repositori, dan mesin pencari sebagai contoh dari solusi

teknologi wacana normative untuk mengelola efek dari pengetahuan dalam suatu

organisasi.

Intinya , wacana normatif ditandai oleh konstruksi pengetahuan sebagai objek

dan/atau aset dan manajemen sebagai masalah dalam menyediakan sistem untuk

memfasilitasi penyimpanan dan mentransfer pengetahuan. Hasil penelitian normatif

berkontribusi terhadap penciptaan prasarana analitis teori kontingensi yang

12

Page 13: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

memungkinkan peneliti untuk bertanya tentang kondisi di mana jenis tertentu solusi

manajemen pengetahuan atau teknologi yang lebih tepat daripada yang lain dan apa

implikasi dari setiap solusi akan terjadi. Seperti perancah teoretis menciptakan jalan

menuju pencerahan progresif, yang merupakan tujuan pengetahuan dalam wacana

normatif

B. Wacana Interpretive

Secara umum, interpretive discourse ( wacana penafsiran ) tidak mempelajari

pengetahuan secara langsung melainkan meneliti peran pengetahuan (knowledge) dalam

transformasi organisasi dan peran teknologi dalam mendukung pekerjaan pengetahuan.

Meskipun demikian, beberapa penelitian dalam interpretive discourse (wacana penafsiran) ini

mengajukan pertanyaan-pertanyaan khusus yang ditujukan pada proses knowledge misalnya

seperti bagaimana individu mendapat knowledge secara efektif (Stenmark 2001-2001).

Terdapat perbedaan antara normative discourse dan interpretive discourse. Normative

discourse fokus pada pengaturan pemecahan suatu masalah (problem solving) sedangkan

interpretive discourse berfokus pada situasi kerja dan pembelajaran organisasi. Selain itu,

interpretive discourse mengeksplorasi praktik kerja yang merupakan pekerjaan pengetahuan

(Schultze 2000; Schultze and Boland 2000). Bahkan dalam penelitian tentang implementasi

IT, fokusnya terdapat pada praktik organisasional yang baik mengaktifkan dan menghambat

penerapan teknologi, bukan pada teknologi itu sendiri.

Ada tiga operasional knowledge yang jelas dalam interpretive discourse, yaitu

knowledge sebagai hasil praktik, sebagai budaya, dan sebagai simbol yang pokok (dasar

untuk membuat klaim tentang penambahan nilai peran seorang individu atau kelompok

professional bekerja di suatu organisasi.

Yang biasa diantara operasionalisasi ini adalah bahwa pengetahuan adalah konstruksi

sosial dan berbagi diantara para peserta dalam praktek atau bahkan budaya organisasi sebagai

individu memiliki interpretasi masing-masing situasidan peristiwa organisasi. Sahay dan

Robey (1996) menangkap interpretasi didalam operasionalisasi pengetahuan (knowledge)

mereka sebagai interpretasi sosial. Jadi, berbeda dengan normative discourse pengertian

pengetahuan (knowledge) seperti aturan yang digeneralisasikan, sedangkan interpretive

discourse menyoroti sifat dimanis dan hasil dari pengetahuan (knowledge) tersebut.

Teori yang mendukung dari interpretive discourse ini adalah Knowledge, teknologi

dan praktik dalam organisasi dibentuk oleh individu-individu sebagai konstruksi sosial dalam

organisasi bersangkutan.Sahay dan Robey menyoroti implikasi dari konstruksi sosial ini,

13

Page 14: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

yaitu bahwa pengetahuan konseptual tentang sistem sangat terkait denga lingkungan sosial

dan lingkungan ini tidak hanya mempengaruhi penyebaran pengetahuan tetapi juga

pengadaptasian teknologi informasi.

Penelitian dalam normative discourse berfokus pada cara-cara merancang teknologi

informasi untuk mendukung pembelajaran, sedangkan interpretive discourse memfokuskan

pada fleksibilitas interpretative teknologi informasi dan pada proses-proses sosial sehingga TI

dapat memfasilitasi atau menghambat proses pembelajaran organisasi.Penelitian interpretif

menunjukkan kekhawatiran bahwa sistem informasi akan memperkuat prosedur yang sudah

ada daripada kesempatan mempelajari sistem informasi yang baru.

Intinya, penelitian dalam interpretive discourse tidak memberikan pedoman khusus

pengembangan TI. Namun, menyoroti bahwa teknologi harus dilihat dari prespektif yang

bersifat mendadak. Maka dari itu, discourse ini mengingatkan kita bahwa sebagai artefak

yang dibangun secara sosial, teknologi memiliki konsekuensi yang tidak disengaja/tidak

diinginkan.

C. Wacana Kritis

Dalam critica discourse hanya terdapat satu contoh saja, yaitu paper dari Elkjaer et al.

(1991). Penelitian Elkjaer ini fokus terhafap kekuatan hubungan di dalam organisasi. Dalam

upaya menstimulasikan refleksi dalam proses sosial, mereka bergantung pada dua asumsi.

Pertama adalah cara mencapai konsensus akibat ketimpangan akses ke knowledge yang

berbeda antara system developer dan user. Dan yang ke dua Mempelajari

hubungan/ketimpangan kekuasaan( yang pada akhirnya menentukan akses ke knowledge )

dalam suatu organisasi. Asumsi teoretis ini memotivasi penelitian dan tujuan untuk merebut

kembali konflik dan merusak tatanan palsu oleh pengembang sistem yang menganjurkan

tidak hanya untuk mengambil sikap yang lebih kritis "terhadap sifat pelembagaan", tetapi

juga menggali "bagaimana sistem informasi dapat digunakan untuk berubah dan

mengembangkan kondisi kelembagaan yang saat ini frustasi dan menghambat komunikasi

dan kerjasama dalam organisasi (hal. 154). Dalam pengertian, tujuan makalah ini sejalan

dengan agenda dari wacana kritis membuka kedok dominasi (Deetz 1996).

Dalam usaha mereka untuk membuka kotak Pandora (hal 151). Elkjaer et

al. pengembangan sistem kritik filsafat dan metodologi yang digambarkan dalam laporan

tahunan 1988 BSO's metodologi adalah ideologi konsensus di antara pengguna. Namun, para

penulis mencatat bahwa hubungan kekuasaan yang melekat dalam struktur organisasi

umumnya membatasi dialog terbuka yang dibutuhkan untuk membangun konsensus

14

Page 15: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

tersebut. Argumen ini didasarkan pada pandangan kritis dilembagakan struktur organisasi dan

dasar teoretis berdasarkan teori proses kerja dan karya Foucault (1979).

Pelembagaan organisasi tertentu dan praktek-praktek sosial umumnya

merupakan hasil dari perjuangan terus-menerus antara kelompok yang

berbeda yang memiliki akses yang tidak setara untuk dihargai sumber

daya material dan simbolis daripada hasil dari pertemuan unmediated

pikiran. Kesempatan untuk terlibat dalam, dan aman kontrol atas, proses

pelembagaan yang asymmetrically mendistribusikan dalam organisasi

dan masyarakat (hal. 149).

Selain itu, mekanisme kontrol organisasi

Historis ditempa melalui penyingkiran sistematis dan subordinasi sopan

santun karyawan dengan disiplin impersonal manajemen dan pasar

kapitalis.

Elkjaer et al. kesalahan perusahaan konsultan untuk tetap diam isu yang berkaitan

dengan organisasi seperti struktur kekuasaan dalam presentasi keahlian mereka

sendiri. Keahlian ini sangat nyata dalam pengembangan sistem BSO's filsafat dan

metodologi, yang mendukung kesepakatan dan konsensus melalui dialog. Para penulis tidak

mengambil sikap diam BSO tentang isu-isu struktur kekuasaan organisasi sebagai bentuk

ketidaktahuan atau kenaifan, sebaliknya mereka melihatnya sebagai akibat dari komodifikasi

pengetahuan dan sebagai bentuk penyensoran diri-contrivied oleh BSO itu sendiri perlu

posisi itu sendiri dalam hubungan kekuasaan. Dengan kata lain, dalam rangka untuk

menempatkan dirinya dalam posisi yang relatif keunggulan kompetitif dan untuk berbicara

dengan beberapa ukuran otoritas, BSO perlu commodify keahliannya

Namun, seperti pengetahuan menjadi komoditas dan "memasuki wilayah ekonomi

politik di mana setiap klaim universal utilitas digerogoti oleh nilai yang dirasakan pihak

(misalnya, pengguna dan pengembang) yang tidak, dalam prakteknya, secara rutin

menganggap atau menerima bersama rasa kepentingan masing-masing "(hal. 152),

pengembang sistem yang mengklaim kepemilikan atas pengetahuan ini perlu untuk

membuat itu berharga dengan membuatnya dapat diterima oleh pelanggan mereka. Oleh

karena itu, para konsultan 'klaim obyektif dan netral keahlian perlu marah dengan diri

15

Page 16: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

mereka tertarik keprihatinan tentang pengamanan dan memajukan posisi mereka di pasar

yang kompetitif.

Di koran oleh Elkjaer et al., Metafora pengetahuan adalah komoditas: sesuatu yang

bertindak sebagai objek atau sumber daya netral. Namun, citra pengetahuan ini dikritik atas

dasar pengetahuan yang tidak netral tapi hati-hati disusun dalam konteks pasar tertentu atau

hubungan organisasi. Selanjutnya, makalah ini penulis berpendapat bahwa itu adalah

decommodification pengetahuan (hal. 153) yang menawarkan harapan untuk mencapai

struktur kelembagaan yang lebih adil, yaitu orang-orang yang lebih setuju untuk membuka

dialog dan hubungan kekuasaan yang lebih adil. Hanya melalui membongkar dari

kontekstual ekonomi dan hubungan kekuasaan, di mana pengetahuan komoditi yang

diproduksi dan digunakan, pengetahuan itu dalam bentuk organisasi konsensus dapat datang

kedepan

Implikasinya untuk sistem informasi penelitian yang kita dapat menarik drom

makalah ini adalah metodologi pengembangan sistem dan sistem informasi profesional yang

berlaku mereka, tidak netral. Pengembang sistem informasi dan metodologi yang mereka

perjuangkan perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas konteks sosial politik. Baik di luar

konsultan teknologi, seperti BSO, atau metodologi mereka, dapat mengklaim untuk menjadi

objektif

Dengan demikian para penulis menyimpulkan bahwa BSO's jelas komitmen untuk

membangun kesepakatan dan konsensus di dalam organisasi yang tidak asli, jika hal itu,

mereka akan mencari cara-cara menggunakan teknologi untuk memfasilitasi kondisi-kondisi

kelembagaan yang mendorong kolaborasi dan komunikasi dalam organisasi dan bahwa upaya

untuk mengatasi.

Hambatan kelembagaan dalam bentuk atau hubungan otonomi dan

ketergantungan [bahwa] membentuk konteks di mana hanya beberapa

bentuk perjanjian dan dialog yang "diterima" (hal. 150).

Singkatnya, pekerjaan oleh Elkjaer et al. telah menyoroti bahwa wacana kritis

keprihatinan itu sendiri dengan hubungan kekuasaan dan ketidakadilan yang melekat dalam

struktur organisasi dan masyarakat. Minimal, peneliti berusaha untuk kritis menyoroti

ketidakadilan dan kekuasaan ini menunjukkan pengaruh mereka pada tindakan ekonomi; di

maksimum, peneliti kritis berusaha untuk mempengaruhi perubahan sosial melalui penelitian

tindakan.

16

Page 17: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

D. Wacana Dialogis

Salah satu dari dua artikel yang mewakili wacana dialogis terjalin mengeksplorasi

sifat pembelajaran organisasi dan organisasi yang disengaja melupakan (Bowker 1997); yang

lain, dipanggil timbal balik yang dinamis antara kontrol organisasi dan teknologi informasi

(Orlikowski 1991). Mengandalkan metode grounded, makalah ini adalah indikasi dari wacana

dialogis dalam bahwa mereka mengembangkan wawasan tentang pengelolaan pengetahuan

dalam cara emergant semut. Selanjutnya, alamat surat kedua sifat yang kontradiktif

mengelola pengetahuan. Bowker meneliti hal ini dalam konteks penciptaan skema klasifikasi,

sementara Orlikowski embedding berfokus pada sebuah organisasi metodologi

pengembangan sistem dalam alat CASE. Kedua artikel sadar implikasi bahwa inisiatif

pengelolaan pengetahuan terhadap hubungan kekuasaan dalam organisasi. Karena kurangnya

riset yang mewakili wacana ini, kita akan menyoroti masing-masing empat tema penelitian

manajemen pengetahuan dalam pembahasan teladan kita

.Contoh dari wacana dialogis

Penelitian Bowker berfokus pada hubungan dinamis dan alam yang saling

bertentangan antara ingatan dan ketidak ingatan yang dimiliki oleh organisasi dalam hal

identitas,penglihatan, dan kekuatan. Bowker menyoroti ketegangan yang dinamis antara

penghapusan dan pembersihan yang selektif dari pengetahuan profesi keperawatan masa lalu

profesi keperawatan dan pembangunan sebuah skema klasifikasi baru dari pekerjaan

keperawatan yang dimaksudkan untuk membuat profesi tersebut lebih ilmiah dan lebih

terlihat. Motivasi dibalik agar lebih terlihat ialah untuk memastikan bahwa pekerjaan perawat

menjadi bagian dari catatan formal dalam sistem infrastruktur informasi rumah sakit. Dengan

kata lain, profesi perawat tidak ingin kontribusinya diabaikan atau bahkan dilupakan.

Dalam dekonstruksi dokumen yang terkait dengan proyek klasifikasi intervensi

Perawat, Bowker menekankan pada kompleksitas dari penyeimbangan antara implikasi

positif serta negative dari pembuatan rancangan klasifikasi untuk profesi perawat. Dia

berpendapat bahwa rancangan klasifikasi ini berfungsi sebagai infrastruktur atau teori dari

pengetahuan keperawatan, dan hal tersebut memungkinkan pekerjaan perawat untuk menjadi

bagian sah dari catatan pasien. Selanjutnya, rancangan klasifikasi ini akan memuat

pengetahuan merawat lebih mudah diakses untuk penyelidikan ilmiah. Di saat yang sama,

rancangan klasifikasi ini berfungsi sebagai pendisiplin yang mengancam untuk mengubah

dari profesi pemberi perawatan menjadi suatu pemroses informasi.

17

Page 18: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

Dengan menggunakan proyek NIC sebagai contoh ilustrasi, Bowker menyoroti alam

yang bertentangan dari pembelajaran organisasi dan penciptaan pengetahuan: dalam rangka

untuk menciptakan rancangan klasifikasi yang mengakui dan membuat pekerjaan perawat

terlihat, struktur pengetahuan yang ada harus secara selektif dihapus atau tidak bisa diakses

dengan cara mendirikan penghalang yang mencegah pengetahuan dari masa lalu merembes

sampai sekarang. Hal ini dikarenakan pengetahuan masa lalu dan identitas harus bersumpah

merangkul semua profesi dengan segala janji dari status ilmiah, penglihatan, dan mematuhi

segala perintah. Jadi, dalam motivasi perlunya tata-nama baru dan infrastruktur pengetahuan,

pencipta dari NIC secara bersamaan mengakui dan menolak keberadaan ilmu keperawatan

sebelumnya:

Tim NIC secara umum mengklaim baik yang keperawatan sudah menjadi ilmu

pengetahuan dan itu adalah salah satu yang belum dirumuskan: mereka harus

mempertahankan yang sebelumnya unntuk membenarkan profesi ini serangan saat ini dan

nanti dalam rangka untuk membenarkan sistem klasifikasi,dimana ketika akan melindungi

dari serangan masa depan.

Jadi ilmu, khususnya ilmu yang ada, adalah sebuah kewajiban. Dan lagi untuk

meningkatkan visibilitas profesi perawat, rancangan NIC baru berfungsi sebagai alat

pendisiplin. Perawat tidak selamanya harus untuk “segalanya yang mungkin” dapat

membantu pasien ; malahan, mereka dapat mengatur prioritas dan membuat keputusan

dengan kenyataan yang sama seperti profesi yang lainnya dimana beroperasi dengan berpusat

pada data kontemporer, lingkungan informasi intensif. Dan berjuang unntuk meningkatkan

visibilitas melalui penciptaan skema klasifikasi yang memungkinkan perwakilan mudah dan

menangkap kegiatan merawat dalam catatan elektronik pasien. Jadi salah satu tantangan

dalam proyek NIC ialah untuk membuat pekerjaan perawat cukup terlihat tanpa membuatnya

terlalu terlihat. Hal ini dapat dicapai melalui melanjutkan penghapusan parsial ilmu

keperawatan.

Metafora ilmu pengetahuan ialah disiplin, dimana disiplin memiliki makna ganda

yaitu sebagai (1) cabang ilmu pengetahuan (2)sistem koreksi dan control (Foucault 1979).

Pembauran yang tidak mungkin dilepaskan dari ilmu pengetahuan dan menyoroti bahwa

sebelum sesuatu dapat dikontrol, di atur, atau di perintah, harus terlebih dahulu dikenal. Ilmu

pengetahuan memainkan peran yang mendasar dalam menerjemahkan fenomena terlihat,

18

Page 19: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

masuk akal, diperhitungkan, dan disetujui untuk intervensi. Dengan kata lain, ilmu

pengetahuan membuat sesuatu dapat diatur.

Implikasi dari penelitian IS ialah bahwa peran teknologi dalam membuat pekerjaan

tidak terlihat menjadi terlihat, dan taruhan yang terlibat dalam pencapaian prestasi ini.

Penelitian ini juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai kelayakan dari pengabaian

organisasi dalam menghadapi peningkatan penggunaan teknologi. Akan terlihat bahwa

strategi penghapusan dan pembersihan sulit untuk dilaksanakan dalam lingkungan yg visible.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pandangan wacana dialogis dari ilmu

pengetahuan sebagai disiplin, sebagai contoh suatu sistem mengetahui dan memperbaiki,

muncul sesuatu yang agak negative dan sia-sia. Penciptaan dan pengelolaan ilmu

pengetahuan bukanlah sarana untuk mencapai kemajuan menuju tujuan seperti keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan.

E. Diskusi dan Implikasi

Tujuan dari dibuatnya makalah ini ialah untuk mengambil efek dari sistem informasi

berbasis penelitian manajemen pengetahuan dengan mengidentifikasi perspektif teori ilmu

pengetahuan dan manajemennya yang mungkin dan menilai sejauh mana sudut pandang yang

beragam ini – seperti yang tercantum dalam wacana - diwakili dalam penelitian manajemen

pengetahuan yang telah diterbitkan dalam jurnal sistem informasi dalam 10 tahun terakhir.

Analasis kami menyoroti bahwa lebih dari setengah penelitian manajemen pengetahuan yang

diterbitkan mewakili wacana normative.

Hasil ini menunjukkan bahwa portofolio penelitian manajemen pengetahuan dalam

literature sistem informasi secara khusus lebihh condong ke wacana consensus dan wacana

normative. Ini menyiratkan bahwa implikasi negatif dari pengetahuan, yaitu dengan

penegakan disiplin dan mendominasi efek, yang tersisa sebagian besar tidak teruji. Meskipun

penelitian dalam wacana interpretatif menyoroti konsekuensi negatif dari teknologi informasi

pada pembelajaran organisasi, wacana tidak mempertanyakan nilai pengetahuan itu sendiri.

bahaya daerah penelitian yang mengabaikan satu set asumsi-asumsi epistemologis adalah

bahwa hal itu mungkin menjadi terlalu sempit dan tertutup untuk ide-ide baru. Lebih lanjut,

jika pengalaman anggota organisasi dengan manajemen pengetahuan lebih dipengaruhi oleh

kekuasaan, politik, dan kontradiksi dari peneliti sistem informasi mampu untuk mengenali,

19

Page 20: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

maka penelitian akan kehilangan kemampuannya untuk menjelaskan pengalaman organisasi

dengan manajemen pengetahuan. Metafor yang terkait dengan setiap wacana harus

membantu para peneliti dan praktisi dalam menangkap asumsi dasar mereka tentang

pengetahuan dan manajemen.

Makalah ini telah menyoroti bahwa setiap wacana cocok untuk aspek tertentu dari

penelitian manajemen pengetahuan.  Misalnya, muncul wacana normative yang cocok untuk

mempelajari solusi teknologi untuk masalah manajemen pengetahuan. Penafsiran wacana,

sebaliknya, adalah lebih mahir pemahaman implementasi dan implikasi organisasi inisiatif

manajemen pengetahuan dan teknologi. Dari kekurangan makalah ini, baik dalam wacana

kritikal dan wacana dialogis, sulit untuk mengidentifikasi tema-tema dalam wacana

dissensus. Meski demikian, berdasarkan kerangka kerja Deet’z dan contoh yang tertuang

dalam makalah ini, kita dapat mengidentifikasi beberapa topic penelitian yang mungkin

bermanfaat didekati dari perspektif kritikal maupun dialogis. Wacana kritikal menjanjikan

sehubungan dengan menyoroti ketidakadilan sosial yang mendasari stratifikasi organisasi

sebagai pembeda antara pelayanan dan pengetahuan bekerja. Wacana dialogis meminjamkan

sendiri dengan baik untuk pemeriksaan kontradiksi dalam mengelola pengetahuan.

Karena perbedaan asumsi dari ilmu pengetahuan di setiap wacana, pertanyaan seputar

isu penelitian akan bervariasi antar wacana. Kami mendorong para peneliti untuk

mempertimbangkan alternatif pertanyaan penelitian dalam suatu arus penelitian manajemen

pengetahuan.

20

Page 21: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dalam rangka mempromosikan aliran dari penelitian manajemen pengetahuan yang

tidak bias/ berat sebelah ataupun terkendala oleh asumsi-asumsi teori dan pilihan motodologi,

makalah ini mencoba untuk meningkatkan kesadaran dari berbagai wacana mengenai

manajemen pengetahuan. Kami telah meninjau literatur sistem informasi mengenai

manajemen pengetahuan agar dapat memahami bagaimana pengetahuan saat ini dirawat dan

untuk memahami topic dan tema apa yang diangkat oleh peneliti sistem informasi dalam

studinya mengenai manajemen pengetahuan. Dengan demikian, kita dapat melihat adanya

kecenderungan untuk mengadopsi pandangan optimis dari peran pengetahuan dalam

organisasi serta peran sistem informasi dalam memungkinkan manajemen pengetahuan.

Suara dari para pembangkan sedikit, namun mereka profokatif. Oleh karena itu, kami

mendorong para peneliti sistem informasi untuk bergulat dengan masalah-masalah sulit

mengenai kekuasaan dan konflik yang mungkin memicu manajemen pengetahuan. metafora

yang digunakan untuk menjelaskan pandangan pengetahuan diwakili dalam empat wacana

sehingga dapat membantu mengembangkan definisi dan interpretasi pengetahuan.

Akhirnya, penelitian kami menunjukkan bahwa hanya sedikit dari peneliti IS

melakukan penelitian manajemen pengetahuan yang mengadopsi wacana kritis dan dialogis

dalam program-program penelitian mereka, atau beberapa jurnal mempublikasikan wacana

ini. contoh-contoh yang disajikan sebagai wakil dari wacana ini memberikan bukti pada

kesimpulan yang menarik yang bisa berasal dari mengadopsi perspektif disensus.

memberikan pengaruh yang dimiliki pada asumsi epistemologis interpretasi peneliti data, kita

mendorong lebih banyak peneliti IS untuk mempertimbangkan mereka menafsirkan ulang

pekerjaan yang sudah ada atau terlibat dalam penelitian baru dibangun di sekitar wacana

kritis dan dialogis.

21

Page 22: manajemen pengetahuan dalam penelitian sistem informasi

22