manajemen pajak (fix) (2)
-
Upload
lucky-gilang-5154 -
Category
Documents
-
view
282 -
download
2
description
Transcript of manajemen pajak (fix) (2)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perpajakan
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
di tunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Lembaga
Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal
pajak (DJP) yang merupakan salah saru direktorat jenderal yang ada di bawah naungan
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dasar hukum ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan adalah Undang-undang No.6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009.
Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak merupakan salah satu bentuk dari fungsi manajemen pajak dalam
Upaya melakukan penghematan pajak secara legal. DR.Arles.P. Ompusunggu (2011:3),dalam
bukunya yang berjudul Cara Legal Siasati Pajak menyatakan bahwa ”tax planning adalah suatu
kapasitas wajib pajak untuk mengatur aktivitas keuangan yang dapat meminimalkan pembayaran
pajak”. Sedangkan menurut Erly Suandy (2008:6) ”perencanaan pajak adalah langkah awal
dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan.” Prof. Moh.Zain dalam buku Manajemen Pajak mendefinisikan perencanaan pajak
sebagai berikut :: ”Perencanaan Pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait
Dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian Setiap transaksi
yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana Pengendalian tersebut dapat
mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer kepemerintah, melalui apa yang disebut
sebagai penghindaran pajak ( tax avoidance ) dan bukan penyelundupan pajak ( tax evasion )
yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. Walaupun kedua cara tersebut
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 1
kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun suatu hal
yang jelas berbeda disini bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam
ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Sementara itu, penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal yang
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Definisi diatas dapat terlihat bahwa usaha penghematan pajak dapat dilakukan melalui
Tax Evasion dan Tax Avoidance. Tax Evasion adalah usaha penghindaran pajak dengan
melanggar ketentuan-ketentuan perpajakan. Seperti memberikan data keuangan palsu atau
menyembunyikan data. Tax Avoidance, secara eufimisme sering disebut sebagai tax planning.
Tax Avoidance adalah upaya penghindaran pajak dengan mematuhi ketentuan perpajakan dan
menggunakan strategi di bidang perpajakan, seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan
yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam perundang-
undangan perpajakan yang berlaku (loopholes.) (Mangunsong (1997:45).
Dari pengertian-pengertian tersebut terlihat bahwa perencanaan pajak merupakan satu-
satunya cara legal yang dapat ditempuh oleh wajib pajak dalam rangka mengefisiensikan
pembayaran pajaknya. Ide dasarnya adalah usaha pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas
perusahaan guna menghindarkan dampak perpajakan sebanyak mungkin, atau dengan perkataan
lain peluang untuk melakukan perencanaan pajak yang efektif , terdapat lebih besar
kemungkinannya apabila hal tersebut dipertimbangkan sebelum transaksi tersebut dilaksanakan,
dibandingkan dengan apabila pertimbangannya dilakukan setelah terjadi transaksi.
1.2 RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud Tax Avoidance dan Tax Evasion ?
2. Apa hubungan Tax Avoidance dengan biaya penyusutan, Penilaian kembali Aktiva Tetap
(Revaluasi), Sewa Guna Usaha, dan Harga Transfer ?
3. Apa kasus nyata dari Tax Evasion ?
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengenal lebih dalam tentang Tax Avoidance dan Tax Evasion
2. Untuk mengetahui hubungan Tax Avoidance dan Tax Evasion dengan biaya
penyusutan, Penilaian kembali Aktiva Tetap (Revaluasi), Sewa Guna Usaha, dan
Harga Transfer
3. Untuk mengetahui kasus nyata dari Tax Evasion
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tax Avoidance dan Tax Evasion menurut Para Ahli
a. Tax Avoidance
Lim (2011) mendefinisikan tax avoidance sebagai penghematan pajak yang timbul
dengan memanfaatkan ketentuan perpajakan yang dilakukan secara legal untuk meminimalkan
kewajiban pajak.Tax avoidance merupakan bagian dari tax planning yang dilakukan dengan
tujuan meminimalkan pembayaran pajak.Tax avoidance secara hukum pajak tidak dilarang
meskipun seringkali mendapat sorotan yang kurang baik dari kantor pajak karena dianggap
memiliki konotasi yang negatif.
Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang
masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan
perpajakan. Upaya meminimalkan pajak secara eufimisme sering disebut dengan perencanaan
pajak (tax planning). Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan
transaksi Wajib Pajak (WP) supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih
dalam bingkai peraturan perpajakan (Suandy, 2008).
b. Tax Evasion
Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:147), berikut definisidefinisi mengenai
Tax Evasion berdasarkan pendapat para pakar, antara lain:
1. Ernest R. Mortenson mengemukakan bahwa penyelundupan pajak adalah usaha yang
tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau
menghindarkan diri dari pengenaan pajak.
2. Robert H.Anderson mengatakan bahwa penyelundupan pajak adalah penyulundupan
pajak yang melanggar undang-undang.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 4
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Tax Evasion merupakan cara ilegal untuk
tidak membayar pajak dengan melakukan tindakan menyimpang (irregular acts) dalam berbagai
bentuk kecurangan (frauds) yang dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan sadar.
Penyebab Tax Evasion
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149), “selain faktor psikologis wajib pajak kurang
sadar terhadap kepatuhan pajak, hal lain yang membuat wajib pajak berusaha menghindar dari
pajak diantaranya kondisi lingkungan, pelayanan fiskus yang mengecewakan, tingginya tarif
pajak dan sistem administrasi yang buruk”.
Kondisi lingkungan
Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak terpisahkan dari manusia sebagai
makhluk sosial, manusia akan selalu saling bergantung satu sama lain. Hampir tidak
ditemukan manusia di dunia ini yang hidupnya hanya bergantung pada diri sendiri tanpa
memperdulikan keberadaan orang lain. Begitu juga dalam dunia perpajakan, manusia akan
melihat lingkungan sekitar yang seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka saling
mengamati terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi lingkungannya baik
(taat aturan), masing-masing individu akan termotivasi untuk mematuhi peraturan
perpajakan dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya jika
lingkungan sekitar kerap melanggar peraturan. Masyarakat menjadi saling meniru untuk
tidak mematuhi peraturan karena dengan membayar pajak, mereka merasa rugi telah
membayarnya sementara yang lain tidak.
Pelayanan fiskus yang mengecewakan
Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup menentukan dalam
pengambilan keputusan wajib pajak untuk membayar pajak. Hal tersebut disebabkan oleh
perasaan wajib pajak yang merasa dirinya telah memberikan kontribusi pada negara
dengan membayar pajak. Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan wajib pajak,
mereka tentunya merasa telah diapresiasi oleh fiskus. Mereka menganggap bahwa
kontribusinya telah dihargai meskipun hanya sekedar dengan pelayanan yang ramah saja.
Tapi jika yang dilakukan tidak menunjukkan penghormatan atas usaha wajib pajak,
masyarakat merasa malas untuk membayar pajak kembali.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 5
Tingginya tarif pajak
Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam hal pembayaran pajak.
Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat tidak terlalu keberatan untuk
memenuhi kewajibannya. Meskipun masih ingin berkelit dari pajak, mereka tidak akan
terlalu membangkang terhadap aturan perpajakan karena harta yang berkurang hanyalah
sebagian kecilnya. Dengan pembebanan tarif yang tinggi, masyarakat semakin serius
berusaha untuk terlepas dari jeratan pajak yang menghantuinya. Wajib pajak ingin
mengamankan hartanya sebanyak mungkin dengan berbagai cara karena mereka tengah
berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak ingin apa yang
telah diperoleh dengan kerja keras harus hilang begitu saja hanya karena pajak yang tinggi.
Sistem administrasi perpajakan yang buruk
Penerapan sistem administrasi pajak mempunyai peranan penting dalam proses
pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem administrasi yang bagus, pengelolaan
perpajakan akan berjalan lancar dan tidak akan terlalu banyak menemui hambatan yang
berarti. Sistem yang baik akan menciptakan manajemen pajak yang profesional, prosedur
berlangsung sistematis dan tidak semrawut. Ini membuat masyarakat menjadi terbantu
karena pengelolaan pajak yang tidak membingungkan dan transparan. Seandainya sistem
yang diterapkan berjalan jauh dari harapan, masyarakat menjadi berkeinginan untuk
menghindari pajak. Mereka bertanya-tanya apakah pajak yang telah dibayarnya akan
dikelola dengan baik atau tidak. Setelah timbul pemikiran yang menyangsikan kinerja
fiskus seperti itu, kemungkinan besar banyak wajib pajak yang benar-benar `lari` dari
kewajiban membayar pajak.
Akibat melakukan Tax Evasion
Dalam bidang keuangan
Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan
ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan
dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 6
Dalam bidang ekonomi
Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha.
Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan
biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh
keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan
usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih
besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur.
Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau
perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka
tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar,
mereka akan melakukan pengelakan pajak.
Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar
tidak diketahui fiscus.Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan
pajak tersebut ke pasar modal.
Dalam bidang psikologi
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan
untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka
wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya
melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena
tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi
pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-
undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 7
2.2 Hubungan Tax Avoidance dengan Biaya Penyusutan, Penilaian
Kembali Aktiva Tetap (Revaluasi), Sewa Guna Usaha, dan
Harga Transfer
Biaya Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa
manfaat yang diestimasi (PSAK 17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan
dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara
bertahap.
Alan P. Murray (1971) mendefinisikan pengertian penyusutan sebagai berikut.
The nature of depreciation has been described as follows:
....... a reasonable allowance for the exhaustion, wear and tear, and
obsolescence of property used in the trade or business or of property held by the
taxpater for the production of income shall be allowed as a depreciation
deduction.
The depreciation deduction.... applies only to that part of the property which is
subject to wear and tear, to decay or decline from natural causes, to exhaustion,
and to obsolescence. The allowance does not apply to inventories or stock in
trade, or to land..... no deduction for depreciation shall be allowed on..... vehicles
use solely for pleasure, on a building used by the tax prayer solely as his
residence, or on furniture or furnishing therein, personal effects or clothing,....
Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983
stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan
bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
a. Metode garis lurus (straight line method)
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 8
Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap
aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi)
disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat
penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari
penggunaannya.
Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost
Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva
yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa
yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.
b. Metode saldo menurun (declining balance method)
Metode ini dasar penyusutannya adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap
dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa
penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar
di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur ekonomis atas
aktiva tersebut.
Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat
kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva
mesin produksi.
Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang
disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada
akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus
disusutkan sekaligus.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 9
Tujuan penyusutan adalah untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva
tetap dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam
menghitung laba neto. Sehingga dapat menghemat atau memperkecil PPh yang terutang.
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak,
kebijakan pajak, dan administrasi pajak, penjelasannya sebagai berikut.
1. Keadilan Pajak (tax equity)
Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah
perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat modal
(capital intensive) atau padat karya (labour intensive). Dengan adanya penyusutan maka
kegiatan usaha manufaktur dan jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan
dibanding dengan yang lainnya.
2. Kebijakan Ekonomi
Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal (capital growth).
Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, pengembalian atas investasi
(return on investment-ROI) besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan
perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis
dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau
menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan
menjadi :
a. Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas
b. Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu
c. Penyusutan berdasarkan jenis aset
d. Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)
3. Administrasi
Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan
kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang kompleks,
bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia,
dan kepatuhan dari Wajib Pajak.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 10
Karakterisitik Aset Yang Dapat Disusutkan
1. Digunakan dalam kegiatan usaha
Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan
usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran dan aset pribadi.
Untuk aset bisnis dapat disusutkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh
disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha.
2. Nilainya menurun secara bertahap
Nilai aset yang disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruknya
fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap maka
tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan. Adapun aset yang tidak dapat
disusutkan adalah tanah, aset pendanaan, barang dagangan, dan aset persediaan.
3. Aset berwujud dan aset tidak berwujud
Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya disebut dengan
amortisasi.
4. Pihak yang berhak melakukan penyusutan
Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah:
a. Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha
b. Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan benefit owner.
5. Saat dilakukan penyusutan
Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada
tahun perolehan.
6. Dasar untuk melakukan penyusutan
Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
a. Harga perolehan (historical cost)
Termasuk didalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat
dikreditkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan
dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.
b. Harga penggantian (replacement cost)
Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk
kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 11
c. Revaluasi (revaluation)
Suatu aset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai
revaluasinya. hanya berfungsi mempertemukan calon lease dengan lessor.
Revaluasi (Penilaian Kembali)
Penilaian kembali aset tetap atau sering disebut dengan revaluasi aset tetap adalah
penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap
tersebut dipasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan
yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan
keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.
Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat
melakukan penghitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan
kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Tindakan penilaian kembali ini dilakukan
karena aktiva tetap yang didasarkan pada harga perolehan (historical cost), sehingga
dianggap kurang mencerminkan nilai atau potensi nyata yang dimiliki oleh perusahaan,
sebagai akibat adanya fluktuasi harga atau nilai tukar yang cukup tinggi.
Penilaian kembali terhadap aktiva tetap perusahaan hanya dapat dilakukan oleh
lembaga penilai, yaitu perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui atau memperoleh
izin pemerintah, supaya dapat dilakukan secara objektif dan lebih profesional dan sekaligus
terjadi check and balance.
Revaluasi (Penilaian Kembali) Aktiva Tetap Menurut Peraturan Perpajakan
Beberapa ketentuan umum revaluasi menurut aturan perpajakan dapat diringkaskan
berikut ini :
1. Revaluasi dilakukan atas seluruh aktiva tetap perusahaan termasuk tanah dengan status hak
milik atau hak guna bangunan.
2. Revaluasi dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap yang ditetapkan
oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah. Jika hasil
revaluasi tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya dapat ditetapkan oleh DJP.
3. Selisih revaluasi dikenakan pajak final sebesar 10%.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 12
4. Penilaian kembali aktiva tetap tidak dapat dilakukan sebelum lewat jangka waktu lima tahun
terhitung dari revaluasi terakhir.
5. Hasil revaluasi akan memperbaruhi nilai tercatat aset dan menjadi dasar penyusutan fiskal.
6. Revaluasi yang tidak memperoleh persetujuan DJP untuk penilaian kembali aktiva tetap,
maka nilai revaluasi yang ditetapkan tidak dapat digunakan sebagai dasar melakukan penyusutan
fiskal.
7. Perusahaan yang menjual aset yang telah direvaluasi sebelum masa penyusutan berakhir
(kelompok 1 dan 2) atau sebelum 10 tahun dari tanggal revaluasi (kelompok lainnya), maka akan
dikenakan tambahan pajak final sebesar selisih tarif terakhir dikurangi 10% (25% - 10% = 15%)
dikalikan dengan keuntungan revaluasi aset.
Dasar Hukum Revaluasi (Penilaian Kembali) Aktiva Tetap Di Indonesia
Yang menjadi dasar hukum revaluasi aktiva tetap di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Keuangan RI No.486/KMK.03/2002 Tanggal 28 November
2002 tentang Tata Cara penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008
Sewa Guna Usaha
Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No.
1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha. Sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna
usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara berkala.
Sewa Guna Usaha (Leassing) menurut Perpres No.9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 13
Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha
dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna
usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak
opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Dari defenisi tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa.
Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga
berdasarkan nilai sisa.
Dilihat dari segi pandangan hokum kegiatan Leasing mempunyai 4 tahap yang utama yaitu :
a. Perjanjian antara pihak Lessor dengan pihak Lessee
b. Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha. Lessor mengalihkan hak penggunaan barang
pada pihak Lessee
c. Lessee membayar kepada Lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset)
d. Lesse mengembalikan barang tersebut pada Lessor pada akhir periode yang ditetapkan
lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang tersebut.
Dalam setiap transaksi leasing di dalamnya selalu melibatkan 3 pihak utama,yaitu:
a. Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau di dalam hal ini pihak yang
memiliki hak kepemilikan atas barang
b. Lessee adalah peruahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi
pada akhir perjanjian
c. Supplier adalah pihak penjual barang yang disewagunausahakan.
Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya :
- 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,
- 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III,
- 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 14
Permodalan Leasing
Sesuai dengan PMK No. 84/PMK.012/2006 tanggal 29 September 2009 tentang Perusahaan
Pembiayaan. Jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib dalam rangka
pendirian perusahaan pembiayaan adalah :
a. Perusahaan swasta nasional atau perusahaan patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp.
100 milyar
b. Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.50 milyar
Jenis-jenis Leasing
Dalam menjalankan kegiatan usahanya Perusahaan Leasing dapat digolongkan menjadi 3
jenis kelompok leasing yaitu :
a. Independent Leasing Company
Adalah jenis pembiayaan leasing dimana Lessor bebas menentukan pembelian barang
dari berbagai supplier yang kemudian di lease kepada pemakai.
b. Captive Lessor
Adalah jenis pembiayaan leasing dimana lessor memiliki supplier tersendiri yang
berperan sebagai perusahaan induk.Pihak pertama terdiri dari perusahaan induk dan anak
perusahaan dan pihak keduannya lesse sebagai pemakai barang.
c. Lesse Broker atau Packager
Adalah jenis pembiayaan leasing dimana Broker yang biasanya tidak memiliki
barang/peralatan
Harga Transfer
Istilah harga transfer berkaitan erat dengan harga transaksi barang, jasa, atau harta tak
berwujud antar perusahaan dalam suatu perusahaan multinasional. Harga transfer secara
pejoratif diartikan sebagai harga yang ditetapkan oleh perusahaan multinasional dengan maksud
untuk mengalokasikan penghasilan dari suatu perusahaan ke perusahaan lainnya pada negara
yang berbeda dalam perusahaan multinasional tersebut dengan tujuan menurunkan laba kena
pajak dinegara yang mempunyai tarif pajak tinggi dan mengalihkan labanya di negara lain yang
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 15
tarif pajaknya rendah atau bahkan nol. Dampak dari harga transfer adalah harga yang terlalu
tinggi ataupun harga yang terlalu rendah.
Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi melewati lintas batas
antarnegara, yang terikat hubungan istimewa, baik karena penyertaan modal saham,
pengendalian manajemen atau penggunaan teknologi; dapat berupa anak perusahaan,cabang
perusahaan, agen, dan sebagainya, dengan berbagai tujuan, antara lain untuk memaksimalkan
laba setelah pajak.
Hubungan Istimewa
Di Indonesia, hubungan istimewa antarperusahaan diatur dalam pasal 18 ayat (3), (3a),
dan (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang menyatakan sebagai berikut:
a. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
b. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan
bekerja sama dengan otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi
antar pihka-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi
pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut
berakhir.
c. Hubungan istimewa sebagaimana dianggap ada, apabila:
1) Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung
paling rendah 25% pada wajib pajak lain, atau hubungan antara wajib pajak
dengan penyertaan paling rendah 25 % pada dua wajib pajak atau lebih, demikian
pula hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir.
2) Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, antara dua atau lebih wajib pajak
berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 16
3) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Pengertian Harga Transfer dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat
netral dan pengertian yang bersifat pejoratif.
Beberapa pengertian yang bersifat netral yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
a. Harga transfer adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan
barang, jasa, atau pengalihan teknologi antarperusahaan yang mempunyai hubungan
istimewa. (Dr. Gunadi, M.Sc., Ak.)
b. Harga transfer adalah penentuan harga balas jasa suatu transaksi antar unit dalam
suatu perusahaan atau antarunit dalam suatu perusahaan atau antarperusahaan dalam
suatu grup.( Sophar Lumbantoruan)
Beberapa pengertian yang bersifat pejoratif yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
a. Harga transfer adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan
maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi,
menghindari pajak atau bea disuatu negara.( Dr. Gunadi, M.Sc., Ak.)
b. Harga transfer adalah suatu perbuatan pemberian harga faktur pada barang-barang
yang diserahkan antarbagian / cabang suatu perusahaan multinasional. (Prof. Dr.
Rochmat Soemitro, S.H.)
Tujuan Harga Transfer
a. Memaksimalkan penghasilan global.
b. Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi pasar.
c. Mengevaluasi kinerja anak/cabang perusahaan mancanegara.
d. Menghindarkan pengendalian devisa.
e. Mengatrol kredibilitas asosiasi.
f. Mengurang risiko moneter.
g. Mengatur arus kas anak/cabang perusahaan yang memedai.
h. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat.
i. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk.
j. Mengurangi risiko pengambilalihan oleh pemerintah.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 17
Penentuan Harga Transfer
Menurut Matz dan Usry (Gunadi: 1994), ada empat dasar untuk penentuan harga transfer
yaitu:
1. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Biaya
Digunakan pada transfer antarperusahaan yang menggunakan konsep pusat
pertanggungjawaban biaya. Kinerja manajer diukur melalui pertanggungjawaban
mengenai pengendalian biaya. Sesuai dengan jenis perusahaan, transfer dapat
dilakukan secara vertical maupun horizontal. Pada transfer horizontal digunakan basis
biaya, sedangkan pada transfer vertikal manajer divisi bertanggung jawab atas
penghasilan, maka harga transfer termasuk elemen laba, dan akan mendekati harga
pasar. Harga transfer basis biaya dianut apabila harga pasar tak tersedia atau kurang
tepat.
2. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar
Dapat mengukur kinerja divisi serta sekaligus dapat merefleksikan keuntungan stiap
produk dan menstimulasi divisi untuk bekerja berbasis kompetisi. Basis ini baik untuk
digunakan bila pasar perantara cukup bersaing dan saling ketergantungan antarunit
adalah minimal.
3. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Negosiasi
Pengendalian keuntungan dan pemberian otoritas kepad unit dalam grup secara
memadai menghendaki adanya harga transfer secara negosiasi, dengan asumsi bahwa
kedudukan divisi-divisi tersebut berada dalam posisi tawar menawar yang sama.
4. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Arbitrase
Harga transfer berdasarkan interaksi kedua divisi dan pada tingkat yang dianggap
terbaik bagi kepentingan perusahaan tanpa adanya pemaksaan oleh salah satu divisi
mengenai keputusan akhir
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 18
2.3 Hubungan Tax Avoidance dengan Perhitungan Biaya Penyusutan, Revaluasi, Sewa
Guna Usaha, dan Harga Transfer
Biaya Penyusutan
Aset Tetap Pt Mustika Ratu Tbk Dan Anak Perusahaan
Aktiva Tetap Harga Perolehan Umur Bangunan dan Prasarana Rp 29.089.783.322 20 Kendaraan Rp 16.260.205.636 8 Peralatan dan Perabot Kantor Rp 26.938.949.554 4 Mesin dan Peralatan pabrik Rp 12.376.131.909 4
Aset Tetap Pt Mustika Ratu Tbk Dan Anak Perusahaan
Non Bangunan : Metode Garis Lurus
Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga
7,5%Beban
PenyusutanAkum.
Penyusutan
2008Rp 2.032.525.705
Rp 3.372.060.022
Rp 421.507.503
Rp 421.507.503
2009Rp 2.032.525.705
Rp 3.136.800.021
Rp 392.100.003
Rp 813.607.505
2010Rp 2.032.525.705
Rp 2.917.953.508
Rp 364.744.188
Rp 1.178.351.694
2011Rp 2.032.525.705
Rp 2.714.375.356
Rp 339.296.919
Rp 1.517.648.613
2012Rp 2.032.525.705
Rp 2.525.000.331
Rp 315.625.041
Rp 1.833.273.655
2013Rp 2.032.525.705
Rp 2.348.837.517
Rp 293.604.690
Rp 2.126.878.344
2014Rp 2.032.525.705
Rp 2.184.965.132
Rp 273.120.642
Rp 2.399.998.986
2015Rp 2.032.525.705
Rp 2.032.525.705
Rp 254.065.713
Rp 2.654.064.699
Kendaraan (Garis Lurus), dengan harga Perolehan Rp 16.260.205.636
Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga
7,5%Beban
PenyusutanAkum.
Penyusutan
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 19
2008Rp 3.367.368.694
Rp 4.183.271.606
Rp 1.045.817.901
Rp 1.045.817.901
2009Rp 3.367.368.694
Rp 3.891.415.447
Rp 972.853.862
Rp 2.018.671.763
2010Rp 3.367.368.694
Rp 3.619.921.246
Rp 904.980.337
Rp 2.923.652.100
2011Rp 3.367.368.694
Rp 3.367.368.694
Rp 841.842.174
Rp 3.765.494.273
Peralatan dan Perabot Kantor (Garis Lurus), dengan harga perolehan Rp 26.938.949.554
Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga
7,5%Beban
PenyusutanAkum.
Penyusutan
2008Rp
1.547.016.489Rp
1.921.853.749Rp
480.463.437Rp
480.463.437
2009Rp
1.547.016.489Rp
1.787.770.930Rp
446.942.732Rp
927.406.170
2010Rp
1.547.016.489Rp
1.663.042.725Rp
415.760.681Rp
1.343.166.851
2011Rp
1.547.016.489Rp
1.547.016.489Rp
841.842.174Rp
1.729.920.973Mesin dan Peralatan Pabrik (Garis Lurus), dengan harga Perolehan Rp 12.376.131.909
Aktiva Tetap Akumulasi PenyusutanKendaraan (Garis Lurus) Rp 2.654.064.699Peralatan dan Perabot Kantor (Garis Lurus) Rp 3.765.494.273Mesin dan Peralatan Pabrik (Garis Lurus) Rp 1.729.920.973Total Akumulasi Rp 8.149.479.946
Non Bangunan : Metode Saldo Menurun
Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga
7,5%Beban
PenyusutanAkum.
Penyusutan
2008Rp 8.130.102.818
Rp 13.488.240.089
Rp 3.372.060.022
Rp 3.372.060.022
2009Rp 4.065.051.409
Rp 6.273.600.041
Rp 1.568.400.010
Rp 4.940.460.033
2010 Rp Rp Rp Rp
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 20
2.032.525.705 2.917.953.508 729.488.377 5.669.948.409
2011Rp 1.016.262.852
Rp 1.357.187.678
Rp 339.296.919
Rp 6.009.245.329
2012Rp 508.131.426
Rp 631.250.083
Rp 157.812.521
Rp 6.167.057.850
2013Rp 254.065.713
Rp 293.604.690
Rp 73.401.172
Rp 6.240.459.022
2014Rp 127.032.857
Rp 136.560.321
Rp 34.140.080
Rp 6.274.599.102
2015Rp 127.032.857
Rp 136.560.321
Rp 34.140.080
Rp 6.308.739.182
Kendaraan (Saldo Menurun), dengan harga Perolehan Rp 16.260.205.636
Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga
7,5%Beban
PenyusutanAkum.
Penyusutan
2008Rp 13.469.474.777
Rp 16.733.086.423
Rp 8.366.543.212
Rp 8.366.543.212
2009Rp 6.734.737.389
Rp 7.782.830.895
Rp 3.891.415.447
Rp 12.257.958.659
2010Rp 3.367.368.694
Rp 3.619.921.346
Rp 1.809.960.673
Rp 14.067.919.332
2011Rp 3.367.368.694
Rp 3.367.368.694
Rp 1.809.960.673
Rp 15.751.603.679
Peralatan dan Perabot Kantor (Saldo Menurun), dengan harga perolehan Rp 26.938.949.554
Mesin dan Peralatan Pabrik (Saldo Menurun), dengan harga Perolehan Rp 12.376.131.909
Tahun PenyusutanFV Tingkat Bunga
7,5%Beban
PenyusutanAkum.
Penyusutan
2008Rp 6.188.065.955
Rp 7.687.414.998
Rp 3.843.707.499
Rp 3.843.707.499
2009Rp 3.094.032.977
Rp 3.575.541.859
Rp 1.787.770.930
Rp 5.631.478.428
2010Rp 1.547.016.489
Rp 1.663.042.725
Rp 831.521.363
Rp 6.462.999.791
2011Rp 1.547.016.489
Rp 1.547.016.489
Rp 773.508.245
Rp 7.236.508.036
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 21
Aktiva Tetap Akumulasi PenyusutanKendaraan (Saldo Menurun) Rp 6.308.739.182Peralatan dan Perabot Kantor (Saldo Menurun) Rp 15.751.603.679Mesin dan Peralatan Pabrik (Saldo Menurun) Rp 7.236.508.036Total Akumulasi Rp 29.296.850.897
Perbandingan Metode Saldo Menurun dan Garis LurusNon Bangunan : Metode Garis Lurus Non Bangunan : Metode Saldo Menurun Pengurangan PPh
Rp 8.149.479.946 Rp 29.296.850.897 Rp 21.147.370.952
Dilihat dari tabel di atas, secara FV tingkat bunga 7,5%, maka penggunaan metode saldo
menurun akan lebih menghemat pajak sebesar Rp 21.147.370.952,-
REVALUASI AKTIVA TETAP
Laba Perushaan Sebelum Revaluasi adalah dengan pengenaan tarif pajak Badan sebesar 28%.
Dengan demikian besarnya PPh Terhutang PT. Mustika Ratu sesuai dengan tarif pajak Pasal 17
ayat 1b adalah sebagai berikut :
PPh Terutang :
Rp 22,290,067,707 x 28% = Rp 6,241,218,958
Perencanaan pajak melalui revaluasi atau penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor No. 79/PMK.03/2008
tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk tujuan Perpajakan. Aktiva tetap
PT. Mustika Ratu.Tbk adalah berupa Bangunan, Kendaraan, Peralatan dan perabotan kanto,
Mesin dan peralatan pabrik.
Tabel Selisih Lebih Revaluasi Bangunan, Kendaraan, Peralatan dan perabotan kanto, Mesin dan
peralatan pabrik:
Aktiva
Tetap
Nilai Perolehan Akum.Penyusutan Nilai Buku Nilai Pasar Selisih Revaluasi PPh Final 10%
Bangunan Rp.29.089.783.322 (3.162.027.595) 25.927.755.727 31.230.790.590 Rp. 5.303.034.863 Rp. 530.303.486
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 22
Tabel diatas menunjukkan selisih lebih revaluasi aktiva tetap atas Bangunan sebesar Rp.
5.303.034.863 merupakan selisih antara nilai pasar wajar aktiva tetap atas Bangunan,
sebesar Rp 31.230.790.590 dengan Nilai Buku Bangunan sebesar Rp. 25.927.755.727.
Selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut dikenakan PPh Final sebesar 10 %, sehingga
perhitungan PPh Final atas revaluasi sebesar Rp. 3.861.261.093
Tabel Perbandingan Penyusutan sebelum dan sesudah revaluasi :
Dari tabel diatas terdapat kenaikan penyusutan sebesar Rp. 219.070.991. Kenaikan tersebut
mengurangi laba sebesar Rp 179.070.991 .
Jadi laba Perushaan Setelah Revaluasi adalah dengan pengenaan tarif pajak Badan sebesar
28% adalah sebagai berikut :
PPh Terutang :
Rp 22.110.996.716 x 28% = Rp 6.191.079.080
Tarif PPh Final :
10% x Rp. 5.303.034.863 = Rp. 530.303.486
Sehingga total pajak yang harus dibayar oleh perusahaan karena merevaluasi aktiva tetapnya yaitu sebesar PPh Final ditambah dengan PPh badan yaitu sebesar Rp 6,721,382,567
Tabel Perbandingan Pengenaan Pajak Sebelum Melakukan Dan Melakukan Revaluasi Aktiva
Tetap
Sebelum Melakukan Revaluasi Melakukan Revaluasi
Biaya PPh Final Revaluasi - Rp. 530.303.486
Laba Kena Pajak Rp 22,290,067,707 Rp 22.110.996.716
Beban Pajak Rp 6,241,218,958 Rp 6.191.079.080
Perbandingan tersebut menunjukkan akibat melakukan revaluasi aktiva tetap perusahaan
dikenakan PPh Final sebesar 10%. Besarnya biaya PPh Final Revaluasi aktiva tetap sebesar
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 23
Rp. 530.303.486 dan laba operasi perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp 179.070.991
serta terjadi penghematan beban pajak sebesar Rp 50,139,877 . Perusahaan melakukan
revaluasi terhadap aktivanya baru satu tahun, sebenarnya masih banyak penghematan pajak yang
bisa dinikmati perusahaan di tahun-tahun berikutnya sampai batas maksimal 5 tahun, serta total
pajak yang harus dibayar perusahaan dapat dikompensasikan di tahun berikutnya.
Sewa Guna Usaha
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 24
Skedul Pembayaran Sewa Guna Usaha dan Nilai Tunai
Periode Angsuran Angsuran Bunga Angsuran Pokok Sisa Pinjaman Tingkat Diskon (%)
Nilai Tunai Biaya Sewa Guna Usaha
Rp. 2.611.786.746
Rp.1.432.828.591
Rp.1.178.958.155
Rp.5.333.899.078 1 Rp. 2.611.786.746
Rp. 2.611.786.746 Rp. 1.173.457.797
Rp. 1.438.328.949
Rp. 3.895.570.129 0,83 Rp. 2.167.782.999
Rp. 2.611.786.746 Rp. 857.025.428
Rp. 1.754.761.318
Rp. 2.140.808.811 0,694 Rp. 1.812.580.002
Rp. 2.611.786.746 Rp. 470.977.938
Rp.2.140.808.808 Rp. 3 0,58 Rp. 1.514.836.313
Rp. 10.447.146.984
Rp.3.934.289.755
Rp.6.512.857.229
Rp.8.106.986.059,58
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 25
Harga Transfer
Perusahaan Uraian Normal Opsi 1 Opsi 2 Normal Opsi 1 Opsi 2
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 26
Mustika Ratu IndonesiaPenjualan 10000 11000 8000 10000 11000 8000HPP 6000 6000 6000 6000 6000 6000Ph Neto 4000 5000 4000 4000 5000 2000PPh 20% 800 1000 400PPh 40% 1600 2000 800
Perusahaan Singapore (Independent) Uraian Normal Opsi 1 Opsi 2 Normal Opsi 1 Opsi 2
Penjualan 12000 12000 12000 12000 12000 12000HPP 10000 11000 8000 10000 11000 8000Ph Neto 2000 1000 4000 2000 1000 4000PPh 28% 560 280 1120 560 280 1120
Total Pajak 1360 1280 1520 2160 2280 1920
Berdasarkan Tabel ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:1. Jika tarif PPh Badan di Indonesia < di Singapore, harga jual ke anak perusahaan diupayakan
lebih mahal (Opsi A1) agar penghematan pajak bisa dioptimalkan.2. Jika tarif PPh Badan di Indonesia > di Singapore, harga jual ke anak perusahaan diupayakan
lebih murah (Opsi B2) agar penghematan pajak bisa dioptimalkan
Diasumsikan PT Mustika Ratu Melakukan Praktik Transfer Pricing pada perusahaan Multinasional (anak perusahaan)
Transfer Pricing melalui anak perusahaan
Perusahaan Induk di Indonesia
Anak Perusahaan di China
Anak Perusahaan Korea
Perusahaan Singapore (Independent)
Penjualan Rp11.507 $2 $4 $6Harga Pokok Penjualan Rp11.507 $1 $2 $4Laba 0 $1 $2 $2Tarif Pajak 30% 0% 0% 28%
Pajak Terhutang 0 0 $0 0,56
Pajak Terhutang senilai $0,56 x Rp 11.507= Rp6.443,92
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 27
Tabel perbandingan Transfer Pricing langsung ke Perusahaan Independent.
Perusahaan Induk di Indonesia Tanpa Melakukan Transfer Pricing
Penjualan Rp11.507 $6
Harga Pokok Penjualan Rp11.507 $1
Laba 0 $5
Tarif Pajak 30% 30%
Pajak Terhutang 0 $1,5
Pajak Terhutang senilai $1,5 x Rp 11.507= Rp17.261
PPh yang dapat dihemat sebesar Rp 17.261-Rp6.443,92= Rp10.617,08
2.4 Kasus Tax Evasion
1.Penggelapan Pajak Provider IM3
Contoh kasus yang kali ini akan dibahas adalah dugaan penggelapan pajak provider IM3,
Dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa
PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan
lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan
restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar
pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus
ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan
otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga melakukan konspirasi
dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang
menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan pemerintah.
Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut. Pihak
pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan
kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan
keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang secara
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 28
sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin
operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.
Seperti hal-nya yang kita tahu bahwa provider seperti IM3 merupakan provider yang sangat
terkenal dan ternama, hingga saat ini meskipun sudah pernah terungkap masalah dugaan
penggelapan dana pajak provider tersebut masih menjadi provider favorit bagi beberapa
kalangan, seperti khalayak muda tentunya. Dalam kasus diatas IM3 menggelapkan pajak, dengan
cara para investor melakukan penipuan berupa pemalsuan laporan laba rugi dengan menyebutkan
bahwa perusahaan mengalami kerugian selama 5 tahun, dan seperti kita ketahui perusahaan yang
rugi tidak perlu membayar pajak pendapatan. Hal ini bisa terjadi karena adanya konspirasi
dengan para pejabat tinggi, dan mereka mau membantu tentu saja dengan adanya timbal balik
berupa jabatan di kursi pemerintahan, oleh karena itu kasus ini merupakan pelanggaran terhadap
etika politik, karena menggunakan kekuasaannya untuk melakukan penipuan.
2. Contoh kasus penunggakan pajak pada kelompok perusahaan Bakrie:
Saturday, 12 December 2009
JAKARTA-Di tengah adanya ketegangan hubungan antara Menkeu Sri Mulyani dan Aburizal
Bakrie, Dirjen Pajak menemukan dugaan pidana pajak di tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tak
tanggung-tanggung, dugaan penyelewengan pajak lebih dari Rp2triliun.
Menurut Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo, pengungkapan kasus ini sama sekali tidak terkait
perseteruan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan bekas Menteri Koordinator
Kesejahteraan Sosial, Aburizal Bakrie, dalam kasus Bank Century. “Kami profesional di sini,
pisahkan dengan politik. Saya masuk duluan lho menangani wajib pajak ini. Saya masuk duluan
sebelum masalah ribut-ribut. Cuma saya aja orang baik, selama ini enggak ngomong-ngomong,
diam-diam. Lha, wong tidak ditanya,” kata Tjiptardjo usai solat Jumat di kantornya, Jumat
(11/12). Dia memastikan tak ada perintah khusus dari Menteri Keuangan dalam menangani kasus
pajak Grup Bakrie. “Jadi DJP (Direktorat Jenderal Pajak) itu bukan alat politik. DJP itu bekerja
secara professional melaksanakan undang-undang,”katanya.
Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan penelusuran dugaan pidana pajak
tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 29
triliun. Tiga perusahaan tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi
Resource Tbk.,(BR) dan PT Aruitmin Indonesia.
Ketiganya diduga melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau
terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. “Tekniknya bermacam-
macam, intinya tidak melaporkan penjualan sebenarnya, biayanya. Itu kan modusnya,” kata
Tjiptardjo.
Hingga saat ini Direktorat telah menetapkan status penyidikan pada kasus pajak KPC sejak
Maret 2009. Pada kasus Bumi, Direktorat baru menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan
segera akan melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan
Agung. Adapun terhadap kasus Arutmin, Direktorat baru melakukan pemeriksaan bukti
permulaan.
Sumber di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan total kewajiban pajak tiga perusahaan
tambang milik Grup Bakrie yang kini sedang dalam penelusuran tim penyidik mencapai Rp 2,1
triliun.
Sumber juga memaparkan, PT Kaltim Prima Coal diduga kurang membayar pajak Rp 1,5 triliun,
PT Bumi Resources Tbk sebesar Rp 376 miliar, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 30,9 juta
atau ekuivalen kurang lebih Rp 300 miliar. Hingga 30 November 2009, Direktorat Pajak telah
menerima pembayaran pajak dari KPC sebesar Rp 800 miliar dan dari Arutmin sebesar US$ 27,5
juta atau sekitar Rp 250 miliar.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 30
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Biaya Penyusutan
Perbandingan Metode Saldo Menurun dan Garis LurusNon Bangunan : Metode Garis Lurus Non Bangunan : Metode Saldo Menurun Pengurangan PPh
Rp 8.149.479.946 Rp 29.296.850.897 Rp 21.147.370.952
Jadi beban pajak yang bisa di hemat dari metode penyusutan adalah sebesar Rp. 21.147.370.952
Revaluasi Aktiva Tetap
Tabel Perbandingan Pengenaan Pajak Sebelum Melakukan Dan Melakukan Revaluasi Aktiva
Tetap
Sebelum Melakukan Revaluasi Melakukan Revaluasi
Biaya PPh Final Revaluasi - Rp. 530.303.486
Laba Kena Pajak Rp 22,290,067,707 Rp 22.110.996.716
Beban Pajak Rp 6,241,218,958 Rp 6.191.079.080
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 31
Perbandingan tersebut menunjukkan akibat melakukan revaluasi aktiva tetap perusahaan
dikenakan PPh Final sebesar 10%. Besarnya biaya PPh Final Revaluasi aktiva tetap sebesar
Rp. 530.303.486 dan laba operasi perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp
179.070.991serta terjadi penghematan beban pajak sebesar Rp 50,139,877
Sewa Guna Usaha
dari sewa guna usaha Rp.856.799.864 dan dari harga transfer sebesar Rp. Rp10.617,08 (dalam
jutaan) Jadi Total Penghematan pajak adalah Rp. 22.064.927.781
Metode yang digunakan untuk melakukan penghematan pajak termasuk kedalam tax avoidance
karena tidak terjadi pelanggaran dalam melakukan perhitungannya.
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 32
DAFTAR PUSTAKA
Suandy, Erly.2011.Perecanaan Pajak.Jakarta: Salemba Empat.
Jurnal ISSN 2303-1174 PERENCANAAN PAJAK MELALUI METODE PENYUSUTAN
AKTIVA TETAP UNTUK MENGHITUNG PPH BADAN PADA PT. BANK SULUT
Oleh: Giantino A. Ratag Tahun 2013
http://aditarmizi.blogspot.com/2013/11/contoh-kasus-etika-profesional-topik.html
http://imahido-rochimawati.blogspot.com/2010/11/kasus-penyelewengan-pajak.html
Tax Avoidance & Tax Evasion Page 33