Manajemen Bencana.docx

download Manajemen Bencana.docx

of 15

Transcript of Manajemen Bencana.docx

1.6.1 Manajemen BencanaMenurut The American College Of Emergency Physician bencana di kategorikan sebagai berikut:1. Level 1: terjadi kasus emergensi massal terlokalisir, sumberdaya lokal tersedia mencukupi umtuk memberikan triage, pengobatan medik di lapangan dan stabilisasi. Pasien dapat dikirim ke fasilitas medik setempat yang sesuai untuk diagnosis dan pengobatan selanjutnya2. Level 2: terjadi kasus emergency multipel, jumlah besar kasus atau fasilitas medik lokal tidak mencukupi sehingga perlu bantuan medik regional3. Level 3: kasus emergensi massal yang jumlahnya melampaui kebutuhan sumber daya lokal dan regional. Kekurangan persediaan perbekalan medik dan tenaga medik membutuhkan bantuan dari seluruh negri atau internasional.Manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifatsifat manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011):1. nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama;2. waktu untuk bereaksi yang sangat singkat;3. risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan dapat berakibat fatal;4. situasi dan kondisi yang tidak pasti;5. petugas mengalami stres yang tinggi;6. informasi yang selalu berubah.Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana yaitu pra, saat dan paska bencana. Pada dasarnya, upaya penanggulangan bencana meliputi yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011):1. Tahap prabencana, terdiri atas:a. Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasib. Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa kesiapsiagaan2. Tahap saat bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat3. Tahap paska bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksiSetiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam pengertian bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan secara bersamasama pada satu tahapan tertentu dengan porsi yang berbeda. Misalnya, tahap pemulihan kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan datang. yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011)

Gambar 6. Siklus Penanggulangan Bencana

Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam siklus bencana antara lain yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011):1. pencegahan dan mitigasiUpaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Upayaupaya yang dilakukan antara lain:a. penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standarb. pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatanc. pembuatan brosur/leaflet/posterd. analisis risiko bencana2. kesiapsiagaanUpaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upayaupaya yang dapat dilakukan antara lain:a. penyusunan rencana kontinjensib. simulasi/gladi/pelatihan siagac. penyiapan dukungan sumber dayad. penyiapan sistem informasi dan komunikasi3. tanggap daruratUpaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain:a. penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment)b. pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatanc. pemenuhan kebutuhan dasar kesehatand. perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.4. pemulihanUpaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upayaupaya yang dilakukan antara lain:a. perbaikan lingkungan dan sanitasib. perbaikan fasilitas pelayanan kesehatanc. pemulihan psikososiald. peningkatan fungsi pelayanan kesehatan1.6.2 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanggulangan BencanaKejadian bencana dapat menimbulkan krisis kesehatan, maka penanganannya perlu diatur dalam bentuk kebijakan sebagai berikut daerah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011):1. setiap korban akibat bencana mendapatkan pelayanan kesehatan sesegera mungkin secara maksimal dan manusiawi;2. prioritas selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat darurat medik terhadap korban luka dan identifikasi korban mati di sarana kesehatan;3. pelayanan kesehatan yang bersifat rutin di fasilitasfasilitas kesehatan pada masa tanggap darurat harus tetap terlaksana secara optimal;4. pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat dan dapat dibantu oleh masyarakat nasional dan internasional, lembaga donor, maupun bantuan negara sahabat;5. bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri mengikuti ketentuan yang berlaku yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian atau lembaga terkait;6. penyediaan informasi yang berkaitan dengan penanggulangan kesehatan pada bencana dilaksanakan oleh dinas kesehatan setempat selaku anggota BPBD;7. monitoring dan evaluasi berkala pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan dilakukan dan diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penanggulangan kesehatan.Tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).1. Tingkat pusata. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)BNPB merupakan lembaga pemerintah non departemen setingkat menteri yang memiliki fungsi merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Adapun tugas dari BNPB adalah sebagai berikut:1) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;2) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundangundangan;3) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;4) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;5) Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan /bantuan nasional dan internasional;6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja negara;7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan8) Menyusun pedoman pembentukan BPBD.b. Kementerian KesehatanTugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah merumuskan kebijakan, memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain, baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya. Dalam pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah, LSM, lembaga internasional, organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu Kementerian Kesehatan secara aktif membantu mengoordinasikan bantuan kesehatan yang diperlukan oleh daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain.Pada saat bencana dan sistem klaster digunakan, pertemuan koordinasi untuk klaster dipimpin oleh Kementrian Kesehatan dengan dukungan WHO. Klaster kesehatan dapat dibagi menjadi beberapa subklaster sesuai dengan kebutuhan di lapangan, subklaster tersebut akan dipimpin oleh unit terkait dalam Kementrian Kesehatan atau dinas kesehatan di lokasi bencana.2. Tingkat daerah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Pada tingkat provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa. Kepala BPBD dijabat secara rangkap (exofficio) oleh Sekretaris Daerah yang bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah. BPBD mempunyai fungsi : 1) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; 2) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai Teknis Kesehatan Lingkungan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL) serta Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) merupakan unitunit pelaksana teknis Kemenkes di daerah. KKP berperan dalam memfasilitasi penanganan keluar masuknya bantuan sumber daya kesehatan melalui pelabuhan laut/udara dan daerah perbatasan serta karantina kesehatan. BTKL berperan dalam perkuatan sistem kewaspadaan dini dan rujukan laboratorium.Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota sebagai salah satu anggota unsur pengarah penanggulangan bencana memiliki tanggung jawab dalam penanganan kesehatan akibat bencana dibantu oleh unit teknis kesehatan yang ada di lingkup provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksanaan tugas penanganan kesehatan akibat bencana di lingkungan dinas kesehatan dikoordinasikan oleh unit yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan surat keputusan.Tugas dan kewenangan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota adalah melaksanakan dan menjabarkan kebijakan, memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan kegiatan penanganan kesehatan akibat bencana di wilayah kerjanya.Dalam hal memerlukan bantuan kesehatan karena ketidak seimbangan antara jumlah korban yang ditangani dengan sumber daya yang tersedia di tempat, dapat meminta bantuan ke Kemenkes, Pusat Penanggulangan Krisis maupun ke pusat bantuan regional.Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi: 1) Tim Reaksi Cepat/TRC; 2) Tim Penilaian Cepat/TPC (RHA team); 3) Tim Bantuan Kesehatan. Sebagai koordinator tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (sesuai Surat Kepkepmenkes Nomor 066 tahun 2006) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).1. Tim Reaksi CepatTim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 024 jam setelah ada informasi kejadian bencana. Kompetensi TRC disesuaikan dengan jenis bencana spesifik di daerah dan dampak kesehatan yang mungkin timbul. Sebagai contoh untuk bencana gempa bumi dengan karakteristik korban luka dan fraktur, kompetensi TRC terdiri dari:a. pelayanan medik;1) dokter umum2) dokter spesialis bedah/orthopedi3) dokter spesialis anestesi4) perawat mahir (perawat bedah, gadar)5) tenaga Disaster Victims Identification (DVI)6) apoteker/tenaga teknis kefarmasian7) sopir ambulansb. surveilans epidemiolog/sanitarian;c. petugas komunikasi;d. petugas logistik.2. Tim Peniaian Cepat (RHA team)Tim yang bisa diberangkatkan dalam waktu 024 jam atau bersamaan dengan TRC dan bertugas melakukan penilaian dampak bencana dan mengidentifikasi kebutuhan bidang kesehatan, minimal terdiri dari:a. dokter umumb. epidemiologc. sanitarian3. Tim Bantuan KesehatanTim yang diberangkatkan berdasarkan rekomendasi Tim RHA untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan peralatan yang lebih memadai, minimal terdiri dari:a. dokter umum dan spesialisb. apoteker dan tenaga teknis kefarmasianc. perawatd. perawat Mahire. bidanf. sanitariang. ahli gizih. tenaga surveilansi. entomologPendayagunaan tenaga mencakup (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011):1. distribusi;Penanggung jawab dalam pendistribusian SDM kesehatan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah dinas kesehatan. Pada saat bencana, bantuan kesehatan yang berasal dari dalam/luar negeri diterima oleh dinas kesehatan berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan didistribusikan oleh dinas kesehatan.2. mobilisasi.Mobilisasi SDM kesehatan dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada saat dan pasca bencana bila masalah kesehatan yang timbul akibat bencana tidak dapat ditangani oleh daerah tersebut sehingga memerlukan bantuan dari regional, nasional dan internasional.Pelayanan kesehatan pada saat bencana bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah atau mengurangi kecacatan dengan memberikan pelayanan yang terbaik bagi kepentingan korban. Untuk mencapai tujuan tersebut, penanganan krisis kesehatan saat bencana dalam pelaksanaannya melalui lima tahap pelaksanaan, yaitu tahap penyiagaan, upaya awal, perencanaan operasi, operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat serta tahap pengakhiran misi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).Pelaksanaan kelima tahap di lingkungan kesehatan dikoordinasi oleh Pusat Pengendali Kesehatan (Pusdalkes) dinas kesehatan setempat yang diaktivasi sesaat setelah informasi kejadian bencana diterima. Pusat pengendali kesehatan (pusdalkes) merupakan organisasi komando tanggap darurat bencana yang memiliki struktur terdiri dari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011):1. ketua pusdalkes;Ketua bertugas dan bertanggungjawab untuk:a. mengaktifkan pusat pengendalian kesehatan (pusdalkes);b. membentuk pos pengendali kesehatan di lokasi bencana;c. membuat rencana strategis dan taktis, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalikan operasi kesehatan saat tanggap darurat bencana;d. melaksanakan komando dan pengendalian untuk pengerahan sumber daya manusia kesehatan, peralatan dan logistik kesehatan serta berwenang memerintahkan para pejabat yang mewakili instansi/lembaga/organisasi yang terkait dalam memfasilitasi aksesibilitas penanganan tanggap darurat bencana.2. bidang operasi;Bidang operasi bertugas dan bertanggung jawab atas penilaian cepat masalah kesehatan, pelayanan kesehatan pra rumah sakit dan rumah sakit, evakuasi medis, perlindungan kesehatan pengungsi, serta pemulihan prasarana dan sarana kesehatan dengan cepat, tepat, efisien dan efektif berdasarkan satu kesatuan rencana tindakan penanganan tanggap darurat bencana.3. bidang perencanaan;Bidang perencanaan bertugas dan bertanggung jawab atas pengumpulan, analisis data dan informasi yang berhubungan dengan masalah kesehatan saat penanganan tanggap darurat bencana dan menyiapkan dokumen rencana serta laporan tindakan operasi tanggap darurat.4. bidang logistik dan peralatan;Bidang logistik dan peralatan bertugas dan bertanggung jawab:a. menyediakan fasilitas, jasa, dan bahanbahan serta perlengkapan untuk pelayanan kesehatan saat masa tanggap darurat;b. melaksanakan koordinasi, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan transportasi bantuan logistik dan peralatan kesehatan;c. melaksanakan penyelenggaraan dukungan, air bersih dan sanitasi umum;e. bidang administrasi keuangan;Bidang Administrasi Keuangan bertugas dan bertanggungjawab:a. melaksanakan administrasi keuangan;b. menganalisa kebutuhan dana dalam rangka penanganan tanggap darurat bencana di bidang kesehatan;c. mendukung keuangan yang dibutuhkan dalam rangka komando tanggap darurat bencana yang terjadi.

1.6.3 Aspek MedikolegalStandar bagi petugas kesehatan, LSM/NGO nasional maupun internasional, lembaga donor dan masyarakat yang bekerja atau berkaitan dalam penanganan krisis kesehatan.Aspek legal pelayanan gawat darurat oleh savecommunity:1. Konsep/program PBB/WHO2. UU Kesehatan Np. 23/19923. UU Kepolisian Negara RI No. 2/20024. UU Penanggulangan Bencana No. 24/20075. UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencanaa. Pasal 31) Penanggulangan bencana sebagaimana berasaskan: a) kemanusiaanb) keadilanc) kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahand) keseimbangan, keselarasan, dan keserasiane) ketertiban dan kepastian hokumf) kebersamaang) kelestarian lingkungan hiduph) ilmu pengetahuan dan teknologi.2) Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu:a) cepat dan tepatb) prioritasc) koordinasi dan keterpaduand) berdaya guna dan berhasil gunae) transparansi dan akuntabilitasf) kemitraang) pemberdayaanh) nondiskriminatifi) nonproletisi.b. Pasal 4Penanggulangan bencana bertujuan untuk:1) memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;2) menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;3) menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;4) menghargai budaya lokal;5) membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;6) mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan7) menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.c. Pasal 5Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.d. Pasal 101) Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.2) BadanNasional Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Lembaga Pemerintah Nondepartemen setingkat menteri.e. Pasal 11Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terdiri atas unsur:1) pengarah penanggulangan bencana;2) pelaksana penanggulangan bencana.6. Peraturan Ka. BNPB No. 3/20087. Perda Penanggulangan Bencana No. 5/20078. Charitable immunity & Medical Necessity9. Kode Etik Kedokteran IndonesiaSeorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. (Pasal 13)

1.6.4 Program Mitigasi Untuk Mencegah BencanaProgram pencegahan dan mitigasi bencana (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2010):1. Pemetaan risiko bencana2. Penyusunan kebijakan pengendalian atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi menimbulkan bencana3. Penyusunan kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang berwawasan risiko bencana4. Pemantauan dan evaluasi peraturan terkait pengelolaan lingkungan hidup/sumber daya alam yang berwawasan risiko bencana5. Penetapan tata ruang dan tata guna lahan berbasis risiko bencana6. Penerapan upaya mitigasi struktural dan nonstruktural7. Penelitian dan PengembanganDalam melaksanakan program ini, terdapat sembilan indikator, yaitu (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2013):1. Peta ancaman bencana. Peta ini dibuat berdasarkan peta administrasi daerah, pengalaman dampak bencana pada tahun-tahun sebelumnya, data instansi Pemerintah tentang potensi ancaman dan data hasil penelitian tentang ancaman bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) kabupaten/kota harus memiliki peta daerah terdampak yang memperlihatkan zona aman dan zona bahaya, yang kemudian menjadi dasar untuk melihat peta ancaman di wilayah tersebut. 2. Peta dan analisis kerentanan masyrakat terhadap dampak bencana. Analisis ini meliputi 4 aspek utama, yaitu aspek fisik (jarak lokasi perumahan dengan lokasi ancaman, kedekatan dengan sungai, gunung api, bukit dan potensi bencana lainnya), aspek ekonomi (sumber pendapatan di sekitar lokasi ancaman seperti tambak, nelayan laut, pertanian pesisir), aspek sosial (kelompok rentan, pelayanan kesehatan), dan aspek lingkungan (kondisi hutan bakau, sungai, pantai, tebing/lereng). 3. Peta dan penilaian kapasitas dan potensi sumber daya. Kapasitas dan sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia (relawan terlatih, petugas kesehatan), keuangan (dana siaga bencana), fisik (kendaraan, peralatan, tanggul pantai dan sungai, pemecah gelombang, drainase yang baik, sistem peringatan dini, tempat evakuasi), alam (hutan bakau) dan kelompok-kelompok sosial masyarakat dan Pemerintah.4. Rancangan rencana penanggulangan bencana. Rencana penanggulangan bencana (RPB) adalah rencana 5 tahun yang disahkan oleh peraturan daerah atau peraturan sejenis di kelurahan. Rencana ini mencakup (1) penilaian risiko bencana di daerah, (2) pilihan tindakan penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan kesiapsiagaan (prabencana), tanggap darurat (saat bencana), dan pemulihan (pasca bencana), (3) alokasi dan peran pelaku penanggulangan bencana.5. Rancangan Rencana Aksi Komunitas (RAK) untuk pengurangan risiko bencana. Rencana ini disusun oleh seluruh elemen masyarakat berdasarkan hasil analisis risiko (ancaman, kerentanan dan kapasitas). Rencana ini adalah rencana kerja 2-3 tahun yang berisi berbagai kegiatan yang disepakati dan dilaksanakan oleh para pelaku di daerah. RAK mencakup (1) kegiatan pra bencana (pencegahan, penanggulangan dan kesiapsiagaan), (2) pelaksanaan rencana meliputi strategi dan kebijakan kelembagaan dan pendanaan (3) pemantauan dan evaluasi.6. Relawan penanggulangan bencana (termasuk forum pengurangan risiko bencana). Minimal ada 30 warga yang menjadi relawan dari berbagai elemen masyarakat di desa. Relawan ini mendapat materi dasar dan keahlian teknis untuk menanggulangi bencana. Selanjutnya dibentuk forum yang mewadahi relawan, kelompok masyarakat dan Pemerintah Desa yang akan menjadi media komunikasi dan koordinasi dalam melaksanakan RPB dan RAK.7. Sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Memiliki sistem peringatan dini yang terhubung dengan sistem di pemerintahan kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Sistem ini terkait dengan (1) pemantauan risiko, (2) pemantauan, analisis dan perkiraan ancaman bencana, (3) mekanisme penyampaian peringatan dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada seluruh masyarakat daerah dan (4) kapasitas respon terhadap peringatan seperti aksi penyelamatan diri dan evakuasi.8. Rencana kontinjensi (termasuk evakuasi). Rencana ini dibuat untuk mengantisipasi terjadinya satu jenis ancaman bencana tertentu. Rencana kontinjensi di daerah adalah rincian dan pelaksanaan dari rencana yang sudah ada di kabupaten/kota, meliputi (1) penilaian risiko, (2) penentuan kejadian dan pengembangan skenario, (3) perencanaan sektoral yang meliputi manajemen dan koordinasi, evakuasi, pangan dan nonpangan, kesehatan, transportasi, sarana dan prasarana, (4) pemantauan dan rencana tindak lanjut. 9. Pola ketahanan ekonomi. Masyarakat yang memiliki sumber utama ekonomi yang terancam dampak bencana, misalnya lahan sawah di pinggir sungai muara dan tambak ikan di pinggir laut atau nelayan, perlu melakukan upaya untuk mengurangi risiko kerugian. Memperbanyak sumber pendapatan adalah salah satu cara untuk mengurangi risiko kerugian dan kehilangan mata pencaharian. Selain itu, ketahanan ekonomi juga dilihat dari pengumpulan dan alokasi dana untuk pemeliharaan sistem kesiapsiagaan termasuk dana cadangan untuk tanggap darurat. Dalam mengembangkan program tersebut, para pemangku kepentingan pertama-tama harus mengadakan pengkajian atas risiko-risiko bencana yang ada di daerah sasaran. Pengkajian risiko terdiri dari tiga komponen, yaitu penilaian atau pengkajian ancaman, kerentanan dan kapasitas/kemampuan. Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk melakukan pengkajian risiko, seperti misalkan HVCA (Hazard, Vulnerability and Capacity Assessment), yang dikembangkan oleh Palang Merah Indonesia. Perangkat-perangkat pengkajian risiko yang dapat digunakan dalam pengembangan desa tangguh bencana akan dirinci lebih lanjut dalam panduan pelaksanaan yang lebih teknis (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2013).Penilaian ancaman merupakan upaya untuk menilai atau mengkaji bentuk- bentuk dan karakteristik teknis dari ancaman-ancaman yang terdapat di daerah. Kegiatan ini akan menghasilkan informasi yang berkaitan dengan jenis-jenis ancaman yang ada, lokasi spesifik ancaman-ancaman tersebut, intensitas, frekuensi, durasi, probabilitas kejadian ancaman, dan gejala-gejala khusus atau peringatan yang ada sebelum ancaman datang (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2013).Penilaian kerentanan adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menilai atau mengkaji kondisi-kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, mengurangi dampak, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman bencana. Kegiatan ini akan menghasilkan informasi tentang kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan dalam hal fisik, sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan dari warga masyarakat yang terpapar ancaman di daerah sasaran, yang bila bertemu dengan ancaman dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan properti dan kerugian-kerugian lainnya. Penilaian kerentanan diharapkan juga dapat memberi pemahaman akan interaksi berbagai tekanan dan faktor-faktor dinamis yang dialami oleh masyarakat dengan elemen-elemen berisiko yang ada di masyarakat, yang bila bertemu ancaman dapat menjadi bencana (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2013).Kapasitas atau kemampuan merupakan kombinasi dari semua kekuatan dan sumber daya yang ada dalam masyarakat, kelompok, atau organisasi yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak bencana. Penilaian kapasitas mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya yang ada pada setiap individu, rumah tangga, dan masyarakat untuk mengatasi, bertahan, mencegah, menyiapkan, mengurangi risiko, atau segera pulih dari bencana. Kegiatan ini akan mengidentifikasi status kemampuan komunitas di daerah pada setiap sektor (sosial, ekonomi, keuangan, fisik dan lingkungan) yang dapat dioptimalkan dan dimobilisasikan untuk mengurangi kerentanan dan risiko bencana.Analisis risiko bencana merupakan proses konsolidasi temuan-temuan dari pengkajian ancaman, kerentanan, dan kemampuan, serta menarik kesimpulan tentang tingkat risiko bencana di daerah sasaran. Hasil analisis ini berupa penentuan peringkat risiko berdasarkan penilaian atas komponen ancaman, kerentanan dan kapasitas dalam kaitan dengan setiap ancaman yang ada. Bila ancaman yang dihadapi banyak, penilai dapat memprioritaskan beberapa ancaman tertentu berdasarkan probabilitas dan dampak yang tinggi saja. Analisis ini merupakan dasar untuk mengembangkan program desa tangguh bencana. Komponen penyusun berdasarkan hasil kajian dapat dijadikan dasar penyusunan rencana peredaman ancaman, penguatan kemampuan dan pengurangan kerentanan dalam rangka mengembangkan daerah yang tangguh. Upaya ini menempatkan warga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sebagai pelaku utama, sebagai subjek yang berpartisipasi dan bukan objek, akan lebih berkelanjutan dan berdaya guna. Masyarakat yang sudah mencapai tingkat ketangguhan terhadap bencana akan mampu mempertahankan struktur dan fungsi mereka sampai tingkat tertentu bila terkena bencana.