Managemen Makp 2 c Jadi
-
Upload
agus-triantoo -
Category
Documents
-
view
60 -
download
7
description
Transcript of Managemen Makp 2 c Jadi
MAKALAH
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN
PROFESIONAL (MAKP)
DISUSUN OLEH:
MAHASISWA
D III BERLANJUT D IV KEPERAWATAN
MEDICAL BEDAH TINGKAT 2
SEMESTER 3
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2012/2013
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan berkat, rahmat dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik meskipun dalam pembuatanya makalah ini tidak sepenuhnya selalu sempurna dan
masih ada beberapa kekurangannya. Dalam makalah ini tentang “model asuhan
keperawatan profsional” yang bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah manajemen
dan kepemimpinan
Kami menyadari bahwa penulisan makalah kami ini masih terdapat beberapa
kekurangan serta kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik
yang dapat membangun dalam kesempurnaannya
Akhir kata semoga makalah kami ini mampu memberikan informasi kepada
teman-teman sekalian.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………........ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang…………………………………………………………… 1
B. Rumusan masalah……………………………………………………….. 2
C. Tujuan penulisan………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dalam
managemen keperawatan ………………………………………………. 3
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan MAKP………….. 4
C. Metode pengelolaan system Model Asuhan Keperawatan Profesional.. 6
D. Jenis MAKP dalam praktik keperawatan professional ………………... 8
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..
A. Kesimpulan……………………………………………………………… 30
B. Saran……………………………………………………………….......... 30
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 31
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara umum mutu pelayanan kesehatan di Indonesia masih relatif
belum profesional.Hal ini bisa dilihat dengan adanya kemampuan profesional
terbatas, pengaturan tugas yang kurang efektif, dan fasilitas maupun alat yang
kurang memadai.Kondisi seperti ini terjadi akibat relatif masih kurangnya
penguasaan ilmu pengetahuan maupun adanya krisis moral para perilaku
pelayan kesehatan akibat krisis di berbagai bidang yang berkepanjangan. Di
sisi lain, era globalisasi dengan berbagai konsekuensinya seperti tuntutan
pelayanan rumah sakit yang semakin kompetitif menuntut petugas kesehatan
untuk bertindak profesional. Situasi ini menuntut para pembaharu di bidang
keperawatan untuk mengembangkan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan untuk dapat diimplementasikan dalam pengorganisasian ruang
keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan
melalui pemberian asuhan keperawatan.Terdapat beberapa metode pemberian
asuhan keperawatan dengan berbagai keuntungan dan kerugiannya.Pada
akhirnya, diharapkan pimpinan keperawatan dapat memilih metode pemberian
asuhan keperawatan yang sesuai dengan falsafah organisasi, struktur, pola
ketenagaan, dan keadaan pasien yang disesuaikan dengan sumber daya yang
tersedia di rumah sakit.
Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan
keperawatan, oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan
keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi
secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen
asuhan keperawatan yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan
dalam manajemen tersebut adalah bagaimana asuhan keperawatan diberikan
oleh perawat melalui berbagai pendekatan model asuhan keperawatan yang
1
diberikan.Penetapan dan keberhasilan model pemberian asuhan keperawatan
yang digunakan di suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya adalah bagaimana pemahaman perawat tentang model-model
asuhan keperawatan tersebut.
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan
empat unsur, yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan
sistem MAKP. Defenisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang
diyakini, dan akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan.
Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan
keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan
dalam memenuhi kepuasan klien tidak akan dapat terwujud.
Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi
empat yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Dalam menetapkan suatu model, maka keempat hal tersebut harus
menjadi bahan pertimbangan, karena merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Apakah yang dimaksud Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
dalam managemen keperawatan ?
B. Bagaimana peran MAKP dalam Praktik Keperawatan Profesional?
C. Apa saja faktor yang berhubungan dengan perubahan MAKP?
D. Bagaimana jenis MAKP dalam praktik keperawatan professional?
C. TUJUAN
1. Mengerti fungsi MAKP dalam praktik keperawatan professional.
2. Mengetahui hubungan MAKP dalam praktik keperawatan.
3. Dapat menjelaskan faktor yang mempengaruhi perubahan MAKP.
4. Mampu menerapkan jenis MAKP yang sesuai dalam praktek
keperawatan di rumah sakit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MODEL ASUHAN KEPERAWATAN
DefinisiHoffart dan Woods (1996), mendefinisikan Model Praktik
KeperawatanProfesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur, proses, dan
nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian
asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untukmenunjang asuhan
keperawatan.Sebagai suatu model berarti sebuahruang rawat dapat menjadi contoh
dalam praktik keperawatanprofessional di Rumah Sakit.
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP)
Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model
pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit
adalah Keperawatan Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan
berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam
penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston,
1998; 143) yaitu:
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi
2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
3. Efisien dan efektif penggunaan biaya.
4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.
5. Kepuasan kinerja perawat.
3
B. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN
MAKP
a) Kualitas pelayanan keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, selalu bicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen
2. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi
3. Mempertahankan eksistensi institusi
4. Meningkatkan kepuasan kerja
5. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
6. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar
b) Standar praktik keperawatan
Standar praktik keperawatan di indonesia disusun oleh Depkes RI (1995) yang
terdiri atas beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commission on Accreditation
of Health Care Organisation terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan yang
meliputi:
1. Menghargai hak-hak pasien
2. Penerimaan sewaktu pasien Masuk Rumah Sakit (MRS)
3. Observasi keadaan pasien
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif
6. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif
7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8. Pemberian asuhan secara terus menerus dan berkesinambungan
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari
Henderson).
4
1. Oksigen2. Cairan dan elektrolit3. Eliminasi4. Keamanan5. Kebersihan dan kenyamanan fisik6. Istirahat dan tidur7. Gerak dan jasmani8. Spiritual9. Emosional10. Komunikasi11. Mencegah dan mengatasi resiko psikologis12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan13. Penyuluhan
c) Model praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit
Perawat profesional (ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan
kemampuannya. Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian praktik
keperawatan untuk rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk
praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi, dan
legislasi keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan
pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah
sakit.Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau
melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik
keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok
Dalam pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik
keperawatan rumah sakit dan rumah, beberapa perawat profesional membuka
praktik keperawatan selama 24 jam, kepada masyarakat yang memerlukan
asuhan keperawatan, untuk mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan
yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini dipandang
perlu di masa depan, karena adanya pendapat bahwa rawat rumah sakit perlu
5
dipersingkat, mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan
terus meningkat.
4. Praktik keperawatan individual
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan
untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan
berpengalaman secara sendiri/perorangan membuka praktek keperawatan
dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan, khususnya
konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan. Bentuk
praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan
masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan,
khususnya yang dikembangkan pemerintah.
d) Managerial grid
Fokus metode manajemen ini menitikberatkan pada perilaku manajer yang
menekankan pada produksi dan manusia. Adanya komitmen yang tinggi pada
anggota kelompok dalam mencapai tujuan organisasi dapat mengurangi kompetisi
antara anggota kelompok; dan komunikasi serta kebersamaan dapat ditingkatkan,
sehingga akan dapat dicapai tujuan organisasi yang optimal.
C. METODE PENGELOLAAN SISTEM PEMBERIAN ASUHAN
KEPERAWATAN PROFESIONAL
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien.Dari beberapa metode yang ada, maka institusi pelayanan perlu
mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Sehingga perlu
diantisipasi “ ...jangan mengubah suatu sistem ...justru menambah permasalahan...”
(Kurt Lewin, 1951 dikutip oleh Marquis & Huston, 1998). Dasar pertimbangan
penerapan metode sistem pemberian asuhan keperawatan adalah:
a. Filosofi institusi (visi dan misi institusi)
b. Ekonomis (cost effective)
c. Menambah kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat
6
d. Menambah kepuasan kerja perawat karena dapat melaksanakan perannya
dengan baik
e. Dapat diterapkannya proses keperawatan
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh
pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan
perkembangan IPTEK, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif
dan efisien.
a) Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan (MAKP)
Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi 8 model
pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit
adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Tetapi,
setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola
asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana, dan prasarana,
dan kebijakan rumah sakit. Karena setiap perubahan akan berakibat suatu stres, maka
perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan.
1. Sesuai visi dan misi institusi
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus
didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan
asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan
sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif penggunaan biaya
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan
efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu
7
model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil
yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien
terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat.Oleh karena itu, model yang
baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan
pelanggan.
5. Kepuasan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan
kinerja perawat.Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan
perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustasi dalam
pelaksanaanya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab
merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan
diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik
antara perawat dengan tenaga kesehatan lainnya.
b) Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Berikut tabel jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan
Marquis & Huston (1998).
Model Deskripsi Penanggung Jawab
Fungsional Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu
berdasarkan jadwal kegiatan yang ada Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam
pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Perawat yang bertugas pada
tindakan tertentu
8
Kasus Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi
pada pasien tertentu Rasio 1:1 pasien-perawat.
Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.
Manager keperawatan
Tim Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan Enam – tujuh orang perawat profesional dan perawat
associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
Ketua tim
Primer Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi keperawatan
Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan, dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk mengkoordinasi asuhan keperawatan
Rasio 1:4 / 1:5 (perawat:pasien) dan penugasan metode kasus.Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien, mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Perawat primer (PP)
9
Di bawah ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian asuhan
keperawatan profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang
sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren
pelayanan keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP profesional)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.Pada saat itu, karena
masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya
melakukan 1 – 2 jenis intervensi (misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua
pasien di bangsal.
Metode ini diterapkan dalam penugasan pekerja di dunia industri ketika setiap
pekerja dipusatkan pada satu tugas atau aktivitas.Dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien dengan menggunakan metode fungsional, setiap perawat memperoleh satu
tugas (kemungkinan bisa lebih) untuk semua pasien di unit/ruang tempat perawat tersebut
bekerja.Di satu unit/ruang, seorang perawat diberikan tugas untuk menyuntik maka
perawat tersebut bertanggung jawab untuk memberikan program pengobatan melalui
suntikan kepada semua pasien di unit/ruang tersebut. Contoh penugasan yang lain adalah
membagi obat per oral, mengganti balut, pendidikan kesehatan pada pasien yang akan
pulang, dan sebagainya.
Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan keperawatan
secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada
perawat.Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak profesional yang
berdasarkan pada masalah pasien.Perawat senior cenderung sibuk dengan tugas
administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan
kepada perawat junior.
10
Kelebihannya:
Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan
pengawasan yang baik
Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang biasa menjadi
tanggung jawabnya
Pekerjaan menjadi lebih efisien
Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan
Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat
pasien diserahkan pada perawat junior dan/atau belum berpengalaman
Kelemahannya:
Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan rasa bosan
Kesempatan untuk melakukan komunikasi antar petugas menjadi lebih sedikit
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien secara
holistik dan tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak profesional
Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan
Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja
Peran perawat kepala ruang:
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruang (nurse
unit manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan
keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang
berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta menghindari
kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan.Sekalipun diakui bahwa metode
fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu
bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang
karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif dan memperlakukan
pasien kurang manusiawi.
11
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi
menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam
satu kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihannya:
Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim
Kelemahannya:
Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-
waktu sibuk
Konsep metode tim:
Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan
Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin
Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil bila
didukung oleh kepala ruang.
Tanggung jawab anggota tim:
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggung jawabnya
Kerjasama dengan anggota tim dan antartim
Memberikan laporan
Tanggung jawab ketua tim:
Membuat perencanaan
Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
12
Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan
pasien
Mengembangkan kemampuan anggota
Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab kepala ruang:
a) Perencanaan
Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing
Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan
pulang, bersama ketua tim
Megidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan
kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan
Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis
yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter
tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan:
Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan
keperawatan
Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
Membantu membimbing peserta didik keperawatan
Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
b) Pengorganisasian
Merumuskan metode penugasan yang digunakan
Merumuskan tujuan metode penugasan
Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
13
Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahkan 2 ketua tim, dan
ketua tim membawahkan 2-3 perawat
Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain
Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua
tim
Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
Identifikasi masalah dan cara penanganannya
c) Pengarahan
Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
Askep pasien
Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya
Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
d) Pengawasan
Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana
mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
Melalui supervisi
Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri,
atau melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi
kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga
Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim.
Membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
14
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan
tugas.
Evaluasi
Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim
Audit keperawatan
3. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksana.Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Bersifat kontinuitas dan komprehensif
Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri
Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies,
1989)
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya
kebutuhan secara individu.Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi.
Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan
informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan:
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan
yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil
keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai displin ilmu.
15
Konsep dasar metode primer:
Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
Ada otonomi
Ketertiban pasien dan keluarga
Tugas perawat primer:
Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
Membuat tujuan dan rencana keperawatan
Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh displin
lain maupun perawat lain
Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
Menerima dan menyesuaikan rencana
Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial di
masyarakat
Membuat jadwal perjanjian klinis
Mengadakan kunjungan rumah
Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:
Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
Orientasi dan merencanakan kerjawan baru
Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
Evaluasi kerja
Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi
Ketenangan metode primer:
Setiap perawat primer adalah perawat “bed side”
Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
16
Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonprofessional
sebagai perawat asisten
Tabel. Peran masing-masing komponen kepala ruangan; perawat primer; dan perawat associate
Kepala Ruang (KARU) Perawat Primer (PP) Perawat Associate (PA)
Menerima pasien baru Memimpin rapat Mengevaluasi kinerja
perawat Membuat daftar dinas Menyediakan material Perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
Melaksanakan program orientasi kepada tenaga perawatan baru atau tenaga lain yang akan bekerja diruang rawat.
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang perawatan antara lain melalui pertemuan ilmiah.
Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat dan bahan lain yang diperlukan diruang rawat.
Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya, meliputi penjelasan tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada cara penggunaannya serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan.
Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
Membuat perencanaan ASKEP Mengadakan tindakan kolaborasi Memimpin timbang terima Mendelegasikan tugas Memimpin ronde keperawatan Mengevaluasi pemberian ASKEP Bertanggung jawab terhadap pasien Memberi petunjuk jika pasien akan
pulang Mengisi resume keperawatan Mendampingi visite. Melaksanakan ronde keperawatan
bersama dengan kepala ruangan dan perawat associate.
Melaporkan perkembangan pasien kepada kepala ruangan.
Memberikan ASKEP Mengikuti timbang terima Melaksanakan tugas yang
didelegasikan Mendokumentasikan
tindakan keperawatan Membuat laporan harian. Mengikuti timbang terima. Mengikuti kegiatan ronde
keperawatan. Melaksanakan rencana
keperawatan yang dibuat oleh perawat primer
Melaporkan segala perubahan yang terjadi atas pasien kepada perawat primer.
17
Mendampingi dokter selama kunjungan keliling (visite dokter) untuk pemeriksaan pasien dan mencatat program pengobatan, serta menyampikan kepada staf untuk melaksanakannya
Mengelompokan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat menurut tingkat kegawatannya, infeksi dan non infeksi untuk memudahkan pemberian asuhan keperawatan.
Mengawasi pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.
4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan
bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi,
intensive care.
Kelebihannya:
Perawat lebih memahami kasus per kasus
Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangannya:
Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
18
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
5. Modifikasi MAKP Tim-Primer
Pada metode MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut
Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa
alasan:
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer
harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau setara
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer. Di
samping itu, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah
lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim
tentang asuhan keperawatan.
Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002):
Untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat.Dengan menggunakan model
modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4 orang perawat primer (PP) dengan
kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat, juga Ners.Perawat associate
(PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi terdiri atas lulusan D3
keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokkan tim pada setiap shift juga
terlihat pada gambar di bawah ini.
Rusdi (2008) mengatakan terdapat 6 model asuhan keperawatan yang telah dikenal dan
sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu sebagai berikut:
a) Model kasus
Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan.
Sampai Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan
keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung
19
kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan
pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang
mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini
perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh,
sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga
pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang
bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga
keperawatan mempunyai kualitas profesional dan membutuhkan jumlah tenaga
keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang
perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.
b) Model fungsional
Model Fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah
pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari
berbagai jenis program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi
tenaga keperawatan tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan ide untuk
mengembangkan model fungsional dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau
beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu
ruangan. Seorang perawat mungkin bertanggung jaawb dalam pemberian obat,
mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan
adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang
menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga dalam
penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemberian
asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga
tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin Kepala Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas
dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak
20
mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan
adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi.
Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah pasien. Perawat
terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau
mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang diberikan.
Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap
perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang
dikerjakan kepada Kepala Ruangan. Dan Kepala Ruangan lah yang bertanggung
jawab dalam membuat laporan pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga
seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua
petugas yang datang kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap
kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal,
yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh
staf lain yang memberikan asuhan keperawatan.
Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu
untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi
kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan
keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model
ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik
sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah
staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan
yang diberikan.
c) Model tim
Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional, beberapa pimpinan
keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam
pemberian asuhan keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga
21
dalam keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950
dikembangkan Model Tim dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 1984).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga
keperawatan bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif
sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada setiap pasien.
Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga
setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu.
Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan yang dapat
meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap
upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat menghasilkan sikap moral yang
tinggi.
Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung
dua konsep utama yang harus ada, yaitu:
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional
(Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung
jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan,
merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan supervisi dan
evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan
asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien
secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses
22
komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau
post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam
merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil
yang telah dicapai.
Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang
merupakan bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan
anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang
terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua Tim membantu
semua anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang
dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman
praktek melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan
membina anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana
mempertahankan hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana
mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan dengan beberapa
anggota tim secara bersama-sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang
efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip dasar administrasi,
supervisi, bimbingan dan teknik mengajar agar dapat dilakukannya dalam
bekerjasama dengan anggota tim. Ketua Tim juga harus mampu
mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.
Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim:
1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan,
yang berperan sebagai manager di ruangan tersebut, yang bertanggung
jawab dalam:
a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.
b. Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan.
23
c. Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
d. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model
tim dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
e. Menjadi narasumber bagi ketua tim
f. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan.
g. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
2. Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.
b) Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melaui pre atau post conference.
d) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang
diharapkan serta mendokumentasikannya.
3. Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang
telah disusun.
b) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah
diberikan berdasarkan respon pasien.
c) Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan.
d) Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model
tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2
atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga
keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk
10-20 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984),
menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model
24
asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga
keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan
keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada
kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara
menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien
dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.
d) Model primer
Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang
kesehatan, serta meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan
yang bermutu tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan keperawatan model
tim masih mempunyai beberapa kekurangan, maka berdasarkan studi, para pakar
keperawatan mengembangkan model pemberian asuhan keperawatan yang terbaru yaitu
Model Primer (Primary Nursing). Dan perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan
disebut sebagai “Primary Nurse”.
Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang
diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke
rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang
disesuaikan dengan kemampuan Primary Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6
pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse
akanmelakukan pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan.
Selama bertugas ia akan melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia
bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan
asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan
bila diperlukan.
25
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan
kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse bertanggung jawab
terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan tentang
keadaan pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala
Ruangan tidak perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara
menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan
asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan
kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikannya
kewenangan tersebut, maka dituntut akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan
yang diberikan. Primary Nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi
rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh Primary
Nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan
supervisi. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena
senantiasa informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien
komprehensif, sedangkan pada model Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari
beberapa perawat.Untuk pihak rumah sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah
rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga
yang ada harus berkualitas tinggi.
Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik,
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seorang
Clinical Specialist yang mempunyai kualifikasi Master.
26
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena:
1. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan.
2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-
20 orang pada setiap tim.
3. Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.
4. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.
5. Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
e) Model modular
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing
yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non
professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional
dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat profesional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak
pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit.
Agar model ini efektif maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga
profesional dan non profesional serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut
saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan. Dalam
menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa bekerjasama dalam tim, serta
diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8-12 kasus. Seperti pada model primer,
tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-malam dan
pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat profesional.
Perawat profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat non
profesional dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat
profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat primer.
Model modular merupakan gabungan dari model tim dan primary model.
27
Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) diarahkan dalam hal membuat
jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerjasama, dan
berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivasi.
f) Model manajemen kasus
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing.
Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk
penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang
ada.Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus
dapat mengurangi pelayanan yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain, metode kasus
keperawatan ini akan memberikan kesempatan untuk komunikasi di antara perawat,
dokter, dan tim kesehatan lain, efisien dalam manajemen perawatan melalui monitoring,
koordinasi dan intervensi. Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk
pemberian asuhan keperawatan dan manajemen sumber-sumber terkait yang
memungkinkan adanya manajemen yang strategis dari cost dan quality oleh seorang
perawat untuk suatu episode penyakit hingga perawatan lanjut. Menurut American
Nurses Association (1988), manajemen kasus adalah suatu sistem pemberian pelayanan
kesehatan yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pasien yang diharapkan
dalam kurun waktu perawatan di rumah sakit.
Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case
manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke rumah sakit hingga
pasien tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager,
perawat memiliki tanggung jawab dan kebebasan untuk perencanaan, pelaksanaan,
koordinasi, dan evaluasi. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam memberikan
asuhan keperawatan dengan metode manajemen kasus, case manager senantiasa
mempertimbangkan dua rangkaian dari quality-cost-access dan consumers-providers-
funders.
Tujuan dari manajemen kasus adalah:
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan
standar.
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin.
28
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
4. Efisiensi biaya
5. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi
dengan tim kesehatan lainnya.
6. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
7. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan
Kerangka kerja dari model Manajemen Kasus adalah:
1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu
tanpa membedakan pasien itu berasal dari unit mana.
2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:
a) Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari
masing-masing profesi kesehatan
b) Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada
target waktunya.
3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu pada
tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari
manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik tatanan asuhan keperawatan.
.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Model Praktik KeperawatanProfesional sebagai sebuah sistem yang meliputi
struktur, proses, dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional
mengatur pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untukmenunjang
asuhan keperawatan.
29
Sebagai suatu model berarti sebuahruang rawat dapat menjadi contoh dalam praktik
keperawatanprofessional di Rumah Sakit.
Manfaat MPKP terdiri dari :
• Dapat meningkatkan mutu askep
• Untuk menata tenaga keperawatan dlm upaya menuju layanan yg professional
• Untuk proses belajar bagi mahasiswa keperawatan
• Untuk menunjang program pendidikan ners spesialis keperawatan.
• Untuk tempat penelitian keperawatan
B. SARAN
Di dalam era globalisasi ini menuntut para pembaharu di bidang keperawatan untuk
mengembangkan suatu metode pemberian asuhan keperawatan untuk dapat
diimplementasikan dalam pengorganisasian ruang keperawatan sehingga dapat menjamin
dan meningkatkan mutu pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan.
Sehinggga dalam pemberian asuhan keperawatan pada setiap pasien haruslah
memperhatikan dan menerapkan sesuai model asuhan keperawatan professional.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M, Pembelajaran model praktek keperawatan profesional pendekatan modifikasi keperawatan primer, PSIK FK UMY, diakses pada 2 April 2011,
Arwani & Supriyatno, H 2006, Manejemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC.Nursalam, 2007, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional, ed.2, Jakarta: Salemba Medika.Rusdi, I 2008, Model pemberian asuhan keperawatan (nursing care delivery models),
diakses 2 April 2011, < http://ibnurusdi.wordpress.com/2008/04/06/model-pemberian-asuhan-keperawatan/ >
Sain, I, Model praktik keperawatan professional, diakses pada, Somantri, I, Konsep model asuhan keperawatan profesional, FIK-UNPAD, diakses
pada 25 Maret 2011,
30
Wahyuni, S 2007, Analisis kompetensi kepala ruang dalam pelaksanaan standar manajemen pelayanan keperawatan dan pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam mengimplementasikan model praktik keperawatan profesional di instalasi rawat inap BRSUD Banjarnegara, Pasca Sarjana UNDIP, diakses 25 Maret 2011,
31