Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi...

44
i Perempuan dan Rekonsiliasi Peran Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria-Porto, MalukuOleh, Mauren Priscilla Agatha Latupeirissa 712014016 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2018

Transcript of Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi...

Page 1: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

i

Perempuan dan Rekonsiliasi

“Peran Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria-Porto, Maluku”

Oleh,

Mauren Priscilla Agatha Latupeirissa

712014016

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2018

Page 2: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

iii

Page 3: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

iv

Page 4: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda

tangan di bawah ini:

Nama : Mauren Priscilla Agatha Latupeirissa

NIM : 712014016

Program Studi : Teologi

Fakultas : Teologi

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW Hak

bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

Perempuan dan Rekonsiliasi

(Peran Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria-Porto, Maluku)

beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak

menyimpan, mengalihmedia/ mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/ pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Salatiga, 27 Agustus 2018

Yang menyatakan,

Mauren Priscilla Agatha Latupeirissa

Mengetahui,

Pembimbing Utama,

Pdt. Izak Lattu, Ph.D

Page 5: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Perempuan dan Rekonsiliasi

“Peran Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria-Porto, Maluku”

Oleh:

MAUREN PRISCILLA AGATHA LATUPEIRISSA

(712014016)

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing Utama

Pdt. Izak Lattu, Ph.D

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoanmu Dr. David Samiyono, MTS, MSLS

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2018

Page 6: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

penyertaan dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

segala baik. Penulis juga bersyukur karena selalu dilimpahkan hikmat dan pengetahuan

selama menempuh pendidikan Starta Satu di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya

Wacana.

Tugas Akhir yang dibuat ini merupakan wujud dari campur tangan Tuhan dan

merupakan hasil akhir dari setiap jerih payah yang penulis lakukan selama menjalankan tugas

dan tanggung jawab di Fakultas Teologi. Tugas Akhir ini sebagai wujud dari pencapaian

terhadap gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si-Teol) sehingga penulis pun berharap

bahwa Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca karena

proses rekonsiliasi yang dibangun merupakan tugas seluruh pihak baik itu laki-laki maupun

perempuan.

Penulis

Page 7: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus sumber segala hikmat yang telah menuntun dan memampukan penulis

semenjak awal berproses dalam pendidikan bersama Fakultas Teologi, Universitas

Kristen Satya Wacana (Juli 2014-Juli 2018) sampai penulis sudah menyelesaikan studi

S1 dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol).

2. Bagi kedua orang tua, “Papa Marthin Agustinus Latupeirissa dan Mama Renny

Florensia” Hattu/Latupeirissa, kedua saudara laki-laki, “Feliks dan Kevin” yang selalu

mendukung, memotivasi dan mendoakan penulis sehingga proses perkuliahan dan

penyelesaian Tugas Akhir dapat diselesaikan dengan segala baik.

3. Bagi Tante Ien, Om Ely, Nuel, Opa Minggus Hattu, Oma Susana Souhoka/Latupeirissa,

Papa Meky Lohy-Alm. Mama Tels, Mama Eva-Papa Bui, Tante Mey-Om Paet, Papa

Jemmy-Mama Ayu, Papa Jhony-Mama Deice, Om Max-Tante Dwi, Papa Sammy-Mama

Os, Kakak Lusi, Kakak Ruben, Om Angki, serta seluruh keluarga besar Latupeirissa-

Hattu atas segala dukungan moril maupun materil, motivasi dan doa kepada penulis

selama menempuh pendidikan di UKSW.

4. Bagi Aven, Esy, Bella dan semua saudara sepupu yang sudah memberikan motivasi dan

dukungan kepada penulis.

5. Untuk kedua dosen wali, Pdt. Irene Ludji dan Pdt. Yusak Setyawan yang telah menjadi

orang tua selama penulis menjadi mahasiswa di kampus dan selalu mendukung penulis

dalam melaksanakan setiap proses perkuliahan dengan baik.

6. Kepada Bapak Izak Lattu (Kak Chak) dan Ibu Astrid Lusi (Kak Astrid) yang dengan

penuh kasih dan kesabaran sudah boleh membimbing penulis dalam proses penulisan

Tugas Akhir sehingga penulis juga boleh menyelesaikannya dengan segala baik.

7. Seluruh dosen, pegawai dan staff Tata Usaha Fakultas Teologi atas seluruh pelayanan,

kerja sama dan dukungan bagi kami selaku mahasiswa/i Fakultas Teologi.

8. Untuk Bapak Nur Purwono selaku supervisior lapangan dalam menjalani PPL I-IV,

Bapak Condrat L. Piga selaku supervisior lapangan untuk PPL V, Pdt. Cindy

Tumbelaka-van Munster selaku supervisior lapangan untuk PPL X, Ibu Mariyani selaku

penanggung jawab sewaktu penulis melakukan praktek Homelitika atas segala dukungan,

pelajaran, serta pengalaman selama penulis melakukan praktek lapangan ini.

9. Kepada seluruh Majelis Jemaat dan warga jemaat GPIB Immanuel, Lampung yang

merupakan lokasi dimana penulis melaksanakan PPL X, (Pdt. Cindy dan keluarga, Kak

Page 8: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

viii

Ina, Kak Mince, Memi dan keluarga, Ibu Yuli dan keluarga, Mbak Pres dan keluarga,

Pak Waluyo dan keluarga, Ibu Andri dan keluarga, Tante Eles dan keluarga, Opung

Purba, rekan-rekan pemuda/i: Irene, Defis, Pram, Sarah, Tasya). Terima kasih atas untuk

setiap cinta kasih, kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, dukungan baik secara moril

maupun materil, maupun doa yang sudah diberikan kepada penulis.

10. Bagi Sinode GPM (GPM Jemaat Nehemia) dan GPIB (GPIB Jemaat Tiberias) yang

sudah menjadi wadah bagi penulis dalam menempuh pendidikan serta melakukan PPL X.

11. Kepada seluruh jajaran pemerintahan di negeri Haria dan negeri Porto, Saparua,

masyarakat serta mama-mama papalele di negeri Haria-Porto yang telah berpartisipasi

dan mendukung penulis dalam melakukan penelitian bagi Tugas Akhir ini sampai

selesai.

12. Kepada sahabat dan juga saudara “Rosdiana Ferdinandus dan Chrisno Latumahina” yang

selalu bersama, mendukung, mendoakan penulis dari awal penulis merantau di kota

Salatiga sampai selesai dalam pendidikan S1 dengan baik.

13. Kepada orang terdekat, “Harly Nanulaitta” atas setiap kasih sayang, pengertian, motivasi,

semangat, doa dan selalu menemani penulis sehingga penulis boleh menyelesaikan

pendidikan dengan segala baik.

14. Kepada sahabat dan juga saudara selama di rantau “Jeany Cristianty Lake” yang selalu

setia menemani penulis ketika penulis melakukan bimbingan sampai menyelesaikan

Tugas Akhir ini dengan baik.

15. Kepada KBM Mandala yang sudah boleh menjadi wadah bagi penulis selama berkuliah

dan yang sudah memberikan banyak pelajaran serta pengalaman bagi penulis dalam

pelayanan bersama.

16. Saudara-saudara yang menjadi keluarga di rantau yang sudah boleh mendukung dan

membantu penulis: “UTIMENA” (Kak Ona, Denis, Kak Egie, Nata, Ayu, Putry, Omi,

Eman, Lyly, Upan), Erik Hallatu, Ashley, Thirsa, SAGERU’14, Kak Eliz, Kak Fem, Kak

Ako, Kak Icha, Kak Opa, Evan dan seluruh teman-teman kost Cungkup 400.

17. Teman-teman Teologi 2014 yang sudah berjuang sama-sama dalam suka dan duka serta

kebersamaannya selama berada di Fakultas Teologi.

18. Terima kasih untuk semua orang-orang terdekat yang sudah hadir memberikan motivasi,

dukungan dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

dengan baik.

Page 9: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT........................................................................................iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES.............................................................................iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI........................................................v

KATA PENGANTAR..............................................................................................................vi

UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................................vii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ix

MOTTO.....................................................................................................................................x

ABSTRAK................................................................................................................................xi

1. Pendahuluan.......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Metode Penulisan.........................................................................................................6

2. Landasan Teori : Perempuan dan Rekonsiliasi..................................................................7

2.1 Rekonsiliasi : Penyelesaian Konflik Secara Damai.....................................................7

2.2 Perempuan dalam Rekonsiliasi...................................................................................11

3. Hasil Penelitian.................................................................................................................16

3.1 Gambaran Tempat Penelitian......................................................................................16

3.2 Latar Belakang Konflik dan Proses Rekonsiliasi Konflik Haria- Porto......................17

3.3 Mama-Mama Papalele dalam Proses Rekonsiliasi.....................................................21

4. Analisa...............................................................................................................................24

Peran Mama-Mama Papalele Melalui Aktivitas Ekonomi Lokal dalam Rekonsiliasi

Haria-Porto........................................................................................................................24

5. Kesimpulan........................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..………………..32

Page 10: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

x

MOTTO

“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu,

dan tidak ada rencana-Mu yangg gagal.”

Ayub 42:2

Tekun dalam doa. Tuhan Yesus pasti memberikan hikmat dan

menyertai dalam setiap langkah perjuangan.

Papa-Mama

Page 11: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

xi

Abstrak

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam tulisan ini yaitu

mengidentifikasi dan menganalisis peran mama-mama papalele dalam

rekonsiliasi Haria-Porto melalui aktivitas ekonomi lokal. Peran mama-mama

melalui aktivitas ekonomi lokal yakni papalele mampu untuk menciptakan

rekonsiliasi bagi Haria-Porto. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu

dengan pengumpulan data untuk dapat membantu memberikan gambaran terhadap

obyek yang hendak diteliti. Pendekatan yang akan di lakukan yaitu pendekatan

kualitatif dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Ini dilakukan

agar penulis dapat mengamati secara langsung transaksi jual-beli yang terjadi di

pasar Haria-Porto dan mendapat gambaran mengenai peran mama-mama papalele

dalam proses rekonsiliasi. Peran mama-mama papalele ini juga dapat menjadi

suatu upaya bagi rekonsiliasi Haria-Porto. Kesimpulan dari penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah mama-mama papalele mampu menciptakan

rekonsiliasi bagi Haria-Porto dengan menggunakan cara mereka sendiri yaitu

melalui aktivitas ekonomi lokal.

Kata Kunci : Konflik, Rekonsiliasi, Perempuan, Mama-Mama Papalele

Page 12: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

1

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Rekonsiliasi merupakan salah satu topik yang sudah seringkali dibicarakan,

terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita

Orang Basudara” yang ditulis oleh sekitar 26 penulis yang berdarah

Maluku.1Meskipun demikian pembicaraan ini lebih banyak berfokus pada Kota

Ambon, sedangkan rekonsiliasi di tempat lain seperti di Pulau Saparua, belum banyak

dibicarakan secara terperinci. Karena itu penulis merasa tertarik untuk menulis

mengenai rekonsiliasi konflik yang terjadi di Pulau Saparua yaitu desa Haria dan

Porto yang belum banyak dibahas dalam studi-studi sebelumnya. Beberapa tulisan

telah membahas mengenai rekonsiliasi dari kedua desa tersebut dengan topik yang

diteliti yaitu mengenai peran sosiologis GPM terhadap proses rekonsiliasi yang

terjadi di dua desa ini,2 tetapi tidak membahas mengenai peran perempuan. Maka dari

itu saya juga ingin melihat bagaimana peran perempuan dalam rekonsiliasi tersebut.

Rekonsiliasi merupakan suatu hal yang paling dibutuhkan untuk dapat

mengatasi konflik yang sementara terjadi. Rekonsiliasi dapat terjadi yaitu ketika

adanya sikap hidup yang penuh dengan perdamaian dalam hal ini yaitu sikap toleransi

serta juga menolak adanya berbagai diskriminasi dalam bentuk apapun.3 Rekonsiliasi

juga merupakan suatu proses yang dilakukan untuk dapat mencapai sebuah tujuan

akhir didalam konflik, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu sarana yang dipakai

untuk dapat meluruskan atau mencari benang merah terhadap situasi yang sementara

kacau. Pemikiran terhadap rekonsiliasi yaitu dengan mengutamakan proses

penyembuhan dan juga pembaharuan. Gagasan ini bukan hanya dipakai yang bersifat

perorangan maupun keluarga saja tapi juga dipakai untuk kelompok-kelompok sosial

1 Abidin Wakano, dkk, Cerita Orang Basudara. (Jakarta Selatan: Paramida Pusad, 2014)

2 Hedy M. Tamaela, Tesis: Gereja dan Rekonsiliasi: Memahami Peran Sosiologis GPM

dalam Proses Rekonsiliasi Konflik di Negeri Porto-Haria, Saparua-Maluku. (Salatiga: UKSW

Fakultas Teologi-Magister Sosiologi Agama, 2015)

3

Theofransus Litaay, dkk, Mengelola Konflik dalam Konteks Human Security dan

Pengetahuan Lokal, dalam Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian. (Salatiga: Griya Media. 2011), 91.

Page 13: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

2

dan etnis dan kepada semua kalangan karena istilah ini sudah menjadi bagian dari

retorika publik.

Rekonsiliasi dapat berdampak pada sikap yang mencakup perdamaian,

keselarasan dan relasi yang baik dengan sesama. Rekonsiliasi bukan hanya persoalan

bagi orang yang secara langsung terlibat saja, melainkan juga kepada orang dimana

peristiwa tersebut sementara terjadi sehingga dapat mengakibatkan dampak besar

bagi orang-orang tersebut. Proses rekonsiliasi juga merupakan sebuah proses untuk

membangun perdamaian yang tidak dapat dikatakan sebagai pekerjaan dari seseorang

atau sekelompok orang saja, karena untuk menciptakan perdamaian dibutuhkan

banyak pihak untuk menyelesaikan konflik yang sementara terjadi. Oleh karena itu,

rekonsiliasi merupakan suatu proses yang ingin melangkah ke tempat tertentu tanpa

perlu menunjukkan syarat-syarat yang dituntut dari proses tersebut dan bagaimana

sehingga semuanya itu dapat diwujudkan dengan baik. Dilain sisi, istilah rekonsiliasi

dianggap tidak cukup untuk menggambarkan apa yang dibutuhkan pada saat

menyelesaikan konflik maka dari itu perlu ditambahkan suatu kebenaran di dalam

proses rekonsiliasi.4

Dalam kehidupan manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa akan selalu ada

konflik yang terjadi. Istilah konflik menurut Webster jika dilihat dari bahasa aslinya,

memiliki pengertian yaitu “suatu bentuk dari perkelahian, peperangan maupun

perjuangan yang bisa berdampak pada fisik antara beberapa pihak.”5 Dalam hal ini

konflik juga terjadi antara kedua Negeri (desa) di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku

Tengah, Provinsi Maluku yaitu negeri Haria dan Porto. Kedua negeri ini merupakan

negeri yang saling berdekatan. Konflik yang terjadi antara kedua negeri ini memiliki

banyak versi. Ada berbagai alat pemicu yang dipakai untuk melanggengkan konflik,

seperti contohnya yaitu mengenai sengketa mata air yaitu Air Raja. Contoh lainnya

yaitu kenakalan anak remaja yang dapat memicu terjadinya konfik individu menjadi

4 Geiko Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi: Upaya Memecahkan Spiral Kekerasan dalam

Masyarakat. (Yogyakarta:Ledalero Maumere, 2005), 4-6

5 Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2011), 9

Page 14: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

3

konflik umum dan berimbas ke negeri. Berbagai kepentingan ada didalam konflik

yang terjadi ini, baik itu kepentingan politik, kekuasaan dan lain sebagainya.6

Konflik tersebut sudah berlangsung kurang lebih selama tiga tahun dan telah

menimbulkan berbagai kerugian bagi kedua negeri, bukan hanya kerugian secara

materil, melainkan juga sudah banyak korban jiwa (luka-luka maupun meninggal

dunia) akibat konflik tersebut. Kerugian-kerugian tersebut dipicu karena adanya

tindakan kekerasan dari kedua negeri ini. Kekerasan merupakan bagian dari adanya

pola hubungan-hubungan masyarakat yang rentan terhadap konflik, kekerasan juga

merupakan suatu sarana yang pakai untuk bisa mencapai suatu tujuan tertentu oleh

kelompok-kelompok sosial yang dipenuhi dengan berbagai macam persaingan.7

Konflik yang terjadi ini mengakibatkan hubungan sosial yang dulunya baik antar

kedua negeri dan sebagai orang basudara (keluarga) juga menjadi retak akibat

konflik ini. Kemudian juga, dapat menjadi luka batin yang dirasakan oleh kedua

negeri ini dikarenakan kehilangan tempat tinggal maupun kehilangan sanak keluarga.

Sudah banyak hal yang dilakukan untuk dapat melakukan rekonsiliasi terhadap

konflik ini, antara lain dengan pemusnahan senjata tajam, maupun diturunkan lebih

banyak lagi aparat keamanan untuk menjaga agar kondisi kedua negeri ini tetap

stabil. Namun hal yang dilakukan ternyata belum membuat kedua negeri ini kebal dan

masih saja melakukan serangan. Oleh karena itu, ketika konflik terjadi dan

menimbulkan kekerasan serta adanya berbagai macam kerugian, maka haruslah

disadari bahwa hal tersebut tindakan mampu memecahkan masalah tetapi akan

memperkeruh masalah.8

Melihat perkembangan dari konflik ini tentunya banyak pihak yang sudah

turut mengambil bagian di dalamnya, bukan hanya kaum laki-laki saja melainkan

kaum perempuan juga mengambil bagian di dalamnya. Akan tetapi hingga saat ini

6 Wawancara melalui telepon dengan Bpk. Acu Loupatty, pada tanggal 20 Juni 2017

7 Novri Susan, Negara Gagal Mengelola Konflik (Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di

Indonesia). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 22-23, 105

8 Margaretha Ririmase, Perempuan, Kekerasan dan Perdamaian: Sebuah Refleksi Teologis

Feminis. (Jakarta: Yakoma-PGI, Persetia, Dept. Perempuan dan Anak, Mission 21, 2009), 115-116

Page 15: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

4

dapat dilihat dan disadari bahwa budaya patriakat yang masih kental bagi kalangan

masyarakat didalam kedua negeri ini, sehingga ruang gerak bagi perempuan juga

masih terlihat terbatas. Perihal gender, yang merupakan sesuatu yang sudah sangat

melekat dan merupakan bentukan dari budaya sehingga dapat melahirkan berbagai

anggapan mengenai kaum laki-laki dan perempuan.9 Sistem dan struktur kebudayaan

yang patriakat tersebut dapat menimbulkan pembagian ruang yang didasarkan pada

gender laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itulah maka sistem sosial yang ada dalam

masyarakat lebih dominan kepada laki-laki dibandingkan perempuan. Proses ini juga

dapat berdampak pada penyelesaian konflik yang hanya dilakukan oleh laki-laki,

tetapi perempuan hanya dapat berdiam diri untuk mendengar keputusan yang diambil

oleh laki-laki.10

Ada berbagai pandangan mengenai posisi perempuan, beban ganda

dari perempuan, marginalisasi serta kekerasan terhadap perempuan. Dapat dilihat

jelas bahwa adanya ketimpangan gender, dalam hal ini korban ketidak-adilan

sebagian besar berada di pihak perempuan.11

Selain dari segi sosial, dapat dicermati

juga melalui segi keagamaan bahwa perempuan sudah diberikan pengarahan

mengenai berbagai peran-peran mereka berdasarkan tradisi. Karena peran-peran itu

ditentukan oleh tradisi budaya, maka banyak peran yang diwarisi. Ada batasan-

batasan yang berbeda mengenai perempuan dan juga peran-perannya sehingga

perempuan harus lebih bertingkah laku yang bervariasi, dapat dimulai dari variasi

tradisional bahkan sampai yang radikal.12

Konflik antara kedua negeri ini sudah coba diatasi dengan berbagai langkah

atau cara guna menciptakan kembali kedamaian bagi kedua negeri, akan tetapi

langkah-langkah atau cara-cara yang dilakukan tersebut sepertinya belum memadai

sehingga konflik masih terus terjadi. Perbaikan hubungan dibutuhkan untuk dapat

mencapai kepada kedamaian tersebut, namun jika diperhatikan dalam hubungan

9 Mianto N. Agung, dkk (editor), Perjuangan Perempuan Indonesia: Belajar dari Sejarah.

(Salatiga: Yayasan Bina Darma, 2007), 89

10

Basilica Dyah Putranti, Asnath Niwa Natar (editor), Perempuan, Konflik, dan Rekonsiliasi

Perspektif Teologi dan Praksis. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2016), 111-112

11

A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender. (Magelang: Yayasan Indonesiatera, 2004), 78-79

12

Brunetta R. Wolfman, Peran Kaum Wanita Bagaimana Menjadi Cakap dan Seimbang

dalam Aneka Peran. (Yogyakarta:Kanisius, 1989), 14-19

Page 16: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

5

sosial ketika terjadinya konflik banyak yang lebih memilih untuk menyakiti,

membenci, bahkan mendendam, hal-hal inilah yang dapat menjadi menjadi pemicu

terhadap terjadinya konflik dan juga tidak berjalannya proses rekonsiliasi dengan

baik.13

Melihat dari sisi lain dari konflik yang terjadi ini yaitu ada hal menarik yang

terjadi yaitu terdapat beberapa perempuan yang mencoba untuk menjadi agen

rekonsiliasi, perempuan-perempuan tersebut biasa disebut mama-mama dan

rekonsiliasi yang dilakukan yaitu dengan cara Papalele.14

Mama-mama merupakan

sebutan akrab yang melekat bagi mereka yang melakukan papalele dan sudah

menjadi ciri khas bagi perempuan papalele. Jika ingin terlihat akrab sebagai suatu

bentuk hubungan sosial dengan mereka, maka kita dapat memanggil mereka dengan

sebutan mama terlebih dahulu kemudian baru disusul dengan nama mereka.15

Sehingga jika dilihat disini, proses rekonsiliasi juga dapat dilakukan oleh kaum

perempuan karena perempuan juga dapat menjadi asal mulanya kehidupan bahkan

sampai kepada memelihara kehidupan tersebut sehingga perempuan dapat menjadi

sosok yang mampu memahami harga dari konflik tersebut dengan baik. Perempuan

juga mampu mengetahui bagaimana mencegah dan menyelesaikan konflik yang

sementara terjadi.16

Maka dari itu, peran dari mama-mama dalam hal ini sangat

membantu terjadinya proses rekonsiliasi.

Mama-mama dari negeri Haria dengan berani untuk mengambil tindakan dan

pergi berjualan ke negeri Porto, begitu pula sebaliknya. Meskipun kondisi pada saat

itu sudah dikatakan aman, akan tetapi dari kedua negeri ini belum berani untuk saling

mengunjungi seperti biasanya, misalnya, orang dari negeri Porto belum berani untuk

13 Afthonul Afif, Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restorative Justice: Diskursus Perihal

Pelanggaran Di Masa Lalu dan Upaya-Upaya Melampauinya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),

132-133

14

Papalele yaitu istilah lokal yang telah dikenal untuk mereka yang berusaha dengan cara

menjajakan barang dagangan. Suatu bentuk perjumpaan antara penjual yang menjual barang-barang

kebutuhan keseharian dan pembeli dengan berkeliling. Papalele juga dapat berarti orang-orang yang

melakukan aktivitas ekonomi jual-beli kebutuhan tertentu bagi masyarakat. Papa artinya ‘membawa

atau memikul’ dan lele artinya ‘keliling’. (Simon Pieter Soegijono, Papalele, (Salatiga:Fakultas

Ekonomika dan Bisnis UKSW, 2011), 91-93)

15

Soegijono, Papalele, 95

16

Putranti, Perempuan, Konflik dan Rekonsiliasi, 112

Page 17: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

6

datang berbelanja di pasar yang terletak di negeri Haria, begitu pula sebaliknya

dilakukan oleh orang dari negeri Haria.17

Perempuan, mama-mama papalele, bukan hanya berdiam diri melainkan

mereka juga mempunyai peran dalam melakukan rekonsiliasi konflik. Walaupun

hanya beberapa orang saja yang berani untuk melakukannya, ini berarti bahwa

perempuan juga mampu menjadi agen perdamaian. Mereka mampu menjalankan

peran-peran mereka dengan baik. Mereka juga mampu menunjukkan bahwa melalui

peran atau profesi mereka, mereka dapat menyumbangkannya untuk sebuah

perdamaian.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah

penelitiannya yaitu bagaimana peluang dan kontribusi dari mama-mama papalele

dalam rekonsiliasi Haria-Porto melalui aktivitas ekonomi lokal. Dengan adanya

rumusan masalah tersebut maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam

tulisan ini yaitu mengidentifikasi dan menganalisis peran mama-mama papalele

dalam rekonsiliasi Haria-Porto melalui aktivitas ekonomi lokal.

1.2 Metode Penulisan

Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pengumpulan data untuk

dapat membantu memberikan gambaran terhadap obyek yang hendak diteliti.

Pendekatan yang akan dilakukan yaitu pendekatan kualitatif dengan menggunakan

metode observasi dan wawancara. Metode observasi atau pengamatan yaitu deskripsi

mengenai suatu kejadian secara sistematis dalam lingkungan sosial yang dipilih untuk

diteliti.18

Observasi yang dimaksudkan yaitu dengan mengamati proses jual beli di

pasar negeri Haria dan Porto. Metode wawancara yaitu merupakan metode yang

digunakan untuk mengumpulkan suatu keterangan lisan dari responden melalui

percakapan yang bersifat sistematis dan terorganisir. Oleh sebab itu, wawancara yang

berlangsung secara sistematis serta terorganisir tersebut dilakukan oleh peneliti

17 Wawancara melalui telepon dengan Ibu Nico Kaya, pada tanggal 23 September 2017

18

Bagong Suyanto dan Sutinah (ed.), Metode Penelitian Sosial. (Jakarta: Kencana, 2007), 172

Page 18: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

7

sebagai pewawancara dengan sejumlah orang yang diwawancarai sebagai responden

sehingga dapat menghasilkan sejumlah informasi yang berhubungan dengan masalah

yang hendak diteliti. Hasil percakapan tersebut kemudian direkam atau dicatat oleh

pewawancara.19

Penelitian ini akan dilakukan di Maluku, tepatnya di negeri Haria dan Porto,

Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Pengambilan data melalui

wawancara dilakukan dengan : Bapa Raja (Kepala Desa) Haria dan Porto, mama-

mama papalele dari negeri Haria yang pada saat itu pergi berjualan di negeri Porto,

mama-mama papalele dari negeri Porto yang pada saat itu pergi berjualan di negeri

Haria dan beberapa orang dari masyarakat.

2. Landasan Teori

Perempuan dan Rekonsiliasi

2.1 Rekonsiliasi : Penyelesaian Konflik Secara Damai

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural dengan berbagai suku,

bangsa, budaya. Pluralisme yang dimiliki oleh bangsa Indonesia seringkali dapat

menimbulkan berbagai ancaman yang dapat memicu terjadinya konflik yang sudah

membuat mengerasnya konflik-konflik dalam masyarakat dan merupakan produk dari

sistem kekuasaan.20

Konflik dan kekerasan yang terjadi di Indonesia dapat

membuktikan bahwa sebagian besar terjadinya konflik yaitu diawali dari ketidak-

puasan sebagian kelompok terhadap kebijakan negara dan juga berbagai ketimpangan

sosial, ekonomi, serta politik dari berbagai komunitas masyarakat. Upaya untuk

mencegah pecahnya konflik yang merupakan akibat dari beberapa faktor di atas,

maka perlu dilakukan regulasi yang berbasis budaya untuk dapat menjembatani

berbagai komunitas yang berbeda sehingga potensi konflik dapat dikenali dari

sekarang. Konflik dapat dilatar-belakangi oleh berbagai perbedaan ciri yang

dihadirkan oleh individu dalam sebuah interaksi. Dengan dibawanya ciri-ciri

19

Uber Silalahi, Metode Penelitian Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), 312

20

Andi Muh. Darlis, Konflik Komunal Studi dan Rekonsiliasi Konflik Poso. (Yogyakarta:

Buku Litera, 2012), 1

Page 19: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

8

individual tersebut, maka konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap

masyarakat dan tidak dapat dipungkiri bahwa setiap masyarakat itu pun pernah

mengalami konflik antar anggotanya atau kelompok masyarakat lainnya. “Robert E.

Park dan E. W. Durgess mengatakan bahwa persengketaan (conflict) merupakan

interaksi dengan kontak nyata sedangkan persaingan (competition) merupakan

interaksi tanpa kontak.” Konflik yaitu interaksi antar pihak yang akan menjadi suatu

niscaya dalam pola hubungan sosial.21

Dalam hal mengatasi konflik, proses rekonsiliasi sangat diperlukan,

rekonsiliasi merupakan proses yang berkaitan dengan proses untuk meluruskan

situasi yang tidak adil atau situasi yang sementara kacau. Gagasan rekonsiliasi ini

lebih mengutamakan proses penyembuhan dan juga pembaharuan yang dipakai atau

digunakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Akan tetapi seiring penggunaan istilah

rekonsiliasi ini semakin meluas maka itu dapat mengakibatkan istilah ini menjadi

kehilangan kekhasannya.22

Dalam proses rekonsiliasi dibutuhkan suatu proses

pengampunan yang merupakan proses bagi seseorang untuk dapat disembuhkan dari

masa lalunya. Bukan berarti juga bahwa masa lalu yang menyakitkan itu dapat

dilupakan melainkan luka itu tetap menjadi bagian dari masa lalu orang tersebut dan

tidak dapat dihilangkan begitu saja. Pengampunan yang sejati itu sebenarnya dapat

meninggalkan jejak kerendahan hati pada semua yang pernah mengalaminya.23

Pengampunan itu membersihkan semua kenangan-kenangan dari sesuatu yang pahit

dan pernah dirasakan oleh orang tersebut. Pengampunan merupakan bagian dari

proses membebaskan orang dari rantai masa lalu dan rantai bersalah dan dapat

memulai jalan baru menuju masa depan yang lebih kondusif.24

Rekonsiliasi merupakan salah satu bagian dari sebuah perjalanan panjang

dalam menghentikan konflik dan menciptakan perdamaian. Perdamaian dapat

dikatakan sebagai kondisi akhir yang diharapkan dari sebuah konflik yang sudah

21 Darlis, Konflik Komunal Studi dan Rekonsiliasi Konflik Poso, 8-11

22

Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi, 4

23

Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi, 73-75

24

Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi,77-78

Page 20: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

9

berhasil diselesaikan.25

Dalam upaya menuju perdamaian maka harus memperhatikan

sebab-sebab dari penderitaan yang dialami sebelum berjalan kearah perdamaian

tersebut. Penderitaan kemungkinan besar akan berlangsung terus menerus, roda dari

kekerasan akan terus berputar sehingga perlahan-lahan masyarakat pun dapat hancur.

Rekonsiliasi sebagai bagian yang akan dicermati, ini merupakan proses yang tidak

dapat dipercepat melainkan harus terus berlangsung menurut iramanya sendiri.

Rekonsiliasi bukanlah proses yang tergesa-gesa melainkan proses yang saling

menghormati dan memperbaharui martabat kemanusiaan korban kekerasan.

Rekonsiliasi bukan saja membutuhkan sesuatu yang hanya sekedar menghentikan

kekerasan tetapi juga menyangkut perbaikan kehidupan manusia khususnya bagi

mereka yang menderita.26

Dalam proses mencari jalan damai, sangat sulit dibayangkan untuk bisa

menciptakan hubungan damai jika pihak-pihak yang berkonflik belum melakukan

perdamaian. Maka dari itu, sangat penting bahwa resolusi konflik akan selalu

membutuhkan proses untuk penghentian konflik. Penyelesaian konflik merupakan

suatu proses untuk mencapai kesepakatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

berkonflik dengan cara memposisikan diri pada kekuatan dan juga sumber-daya yang

dimiliki sehingga titik kesepahaman dapat ditemukan sehingga tidak ada lagi

perdebatan dan pertentangan bagi pihak yang sementara berkonflik tersebut. Ketika

konflik tersebut masih dalam skala yang kecil maka kedua pihak akan

menyelesaikannya sendiri. Akan tetapi, jika koflik dalam skala yang besar maka

diperlukan pihak ketiga untuk menjadi dan mengupayakan mediasi serta penyelesaian

konflik.27

“Kriesberg mengatakan paling tidak ada empat kondisi yang menandai bahwa

keberhasilan dua pihak yang sebelumnya berkonflik dalam menempuh rekonsiliasi

mempunyai indikator-indikator keberhasilan dari penyelesaian serta resolusi konflik

25 Afif, Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restorative Justice, 258-259

26

Robert J. Schreiter, C.PP.S, Rekonsiliasi Membangun Tatanan Masyarakat Baru. (Flores,

NTT: Nusa Indah, 2000), 25-27

27

Afif, Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restorative Justice, 260-261

Page 21: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

10

yaitu, (1) pihak yang berkonflik sudah sama-sama mengakui akan adanya tindak

kejahatan yang pernah dilakukan di masa lalu. Syarat ini sangat penting bagi

keduanya, baik itu korban maupun pelaku karena tanpanya mereka tidak akan

menentukan posisi moral mereka sehingga hal-hal yang menyangkut dengan hak dan

tanggung jawab mereka juga menjadi kabur; (2) perjumpaan secara mutualistik dari

suatu hubungan yang sebelumnya bermusuhan. Syarat ini juga masih terkait dengan

hak dan tanggung jawab kedua pihak karena rekonsiliasi tidak mungkin berlaku bagi

kedua belah pihak yang sebelumnya tidak terlibat permusuhan; (3) kedua belah pihak

saling memberi welas asih. Dalam proses ini menjadi bukti bahwa sudah ada iktikad

kuat dari mereka untuk saling menyembuhkan penderitaan dan memulihkan tanggung

jawab, kedua belah pihak juga harus membuat kesepakatan dalam rangka menjamin

keamanan serta kesejahteraan bersama; (4) rekonsiliasi dijalankan dengan sungguh-

sungguh, akan disertai dengan tumbuhnya harapan, kepercayaan dan juga rasa hormat

pada pihak-pihak yang terlibat.”28

Rekonsiliasi merupakan suatu proses yang harus menghormati bahkan

memperbaharui martabat kemanusiaan korban kekerasan. Rekonsiliasi menyangkut

perbaikan kehidupan manusia yang mendasar, khususnya bagi mereka yang

menderita. Perbaikan tersebut membutuhkan waktu yang dapat membuat orang-orang

dalam proses tersebut merasa tidak aman namun waktu yang sangat dibutuhkan dapat

memulai suatu kehidupan baru. Rekonsiliasi jelas tidak dapat dijadikan sebagai suatu

alternatif bagi pembebasan karena pembebasan merupakan sebuah pra-syarat mutlak

dalam rekonsiliasi. Akibatnya, tuntutan-tuntutan terhadap rekonsiliasi dapat menjadi

tujuan bagi pembebasan tetapi tuntutan-tuntutan itu tidak dapat menggantikan

pembebasan sehingga bagi mereka yang diperdamaikan, rekonsiliasi merupakan suatu

bentuk panggilan.

28 Afif, Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restorative Justice, 265-266

Page 22: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

11

2.2 Perempuan dalam Rekonsiliasi

Perempuan dalam pemahaman untuk dapat memahami arti menjadi

perempuan dalam pelbagai konteks kultural maupun sosial maka kaum feminis

menolak bahwa kesetaraan antara laki-laki dan perempuan bersifat alamiah yang

tidak perlu lagi untuk dipertanyakan. Melihat kehidupan historis dalam masyarakat

tidak dapat dipungkiri bahwa laki-laki yang terlihat mendominasi sementara

perempuan hanya dijadikan sebagai objek. Perempuan bukanlah merupakan

sekelompok yang bersifat homogen walaupun tidak dapat disangkal bahwa kita

semua sama namun dapat menggarisbawahi makna sosial perbedaan yang ada

diantara kita. Sebagai perempuan, tentunya berada juga dalam konteks global maupun

lokal yang ditampilkan dalam berbagai model yang berbeda.29

Dengan begitu pesatnya globalisasi yang terjadi maka globalisasi merupakan

hal penting yang dapat memicu segala kemungkinan bisa terjadi. Dialog antar agama

sangat diperlukan untuk dipakai sebagai alat yang dapat melihat kedepan dalam

membangun hubungan yang baik dengan berbagai pluralitas agama yang ada. Dalam

melakukan dialog antar agama perlu juga dilibatkan perempuan karena perempuan

pun mempunyai peranan penting. Bagi kaum perempuan Muslim, mereka

berpendapat bahwa harus memperlihatkan bagaimana perempuan dalam dialog antar-

agama harus merekonstruksi makna kerudung dan tidak memiliki sikap spontan serta

tidak selalu harus tunduk pada ajaran patriakal Islam. Bukan hanya dilihat dari kaum

perempuan Muslim saja tetapi juga, jika dilihat dalam lingkaran Kristen, Elizabeth

Schussler Fiorenza dan Phyllis Trible mereka telah mempelopori interpretasi feminis

yang ada dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa Alkitab juga dapat dibaca untuk

melawan dan untuk membebaskan perempuan. Di Islam, ada seorang tokoh bernama

Amina Wadud yang menerbitkan Al-Quran dan perempuan pada tahun 1992. Amina

mengikuti interpretasi tradisional dan patriakal yang dilihat melalui teks-teks yang

29Stevi Jackson dan Jackie Jones, Pengantar Teori-teori Feminis Kontemporer.

(Yogyakarta&Bandung: Jalasutra, 2009), 1-2

Page 23: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

12

spesifik serta kata-kata kunci yang digunakan untuk membatasi kebebasan perempuan

bahkan tidak membenarkan kekerasan terhadap kaum perempuan.30

Konflik dan kekerasan merupakan bentuk dari upaya manusia untuk memecah

belah suatu keadaan. Konflik dapat membuat semua orang merasa terancam,

terancam karena selalu berujung dengan kekerasan. Kekerasan ini membuat banyak

hal berjalan tidak baik, segala akses yang ingin dilalui pun menjadi terhambat dalam

bentuk ekonomi dan kehidupan sosial bermasyarakat. Akan tetapi, kekerasan tidak

dapat dilihat hanya sebatas masalah kriminal karena itu tidak pernah dapat

diselesaikan secara tuntas melalui pendekatan-pendekatan yang hanya bersifat

keamanan dan represif.31

Dampak dari kekerasan tersebut seringkali dirasakan oleh

kaum perempuan yang menjadi korban karena sistem budaya patriakal yang sudah

mendarah daging dalam masyarakat. Perempuan hanya dipandang sebagai korban

yang tidak bisa untuk melakukan suatu tindakan dan hanya bisa berdiam diri saja

sehingga dari berbagai kenyataan ini, mereka harus mampu untuk menerimanya.32

Jika dilihat dari data yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi non-

pemerintah dan organisasi yang peduli kekerasan terhadap perempuan dapat

memperlihatkan grafik yang sangat meningkat dari tahun ke tahun. Budayalah yang

membuat perempuan hanya bisa berdiam diri dari kasus-kasus kekerasan yang

mereka hadapi. Banyak sekali bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang

sangat variatif, diawali dari kekerasan dalam rumah tangga dan juga kekerasan

terhadap buruh migran perempuan yang berada di luar negeri. Fakta yang

menunjukkan bahwa budaya dominan juga bisa membuat perempuan menjadi

terjebak dalam kekerasan tersebut bahkan kekerasan terhadap sesama perempuan.

Memang, laki-laki pun dapat menjadi korban dari budaya yang dominan tersebut

30 Kwok Pui-Lan, Globalization, Gender, and Peacebuilding. The future of Interfaith

Dialogue. (New York/Mahwah, New Jersey: Paulist Press, 2012), 41-42

31

Ririmase, Perempuan, Kekerasan dan Perdamaian, 4

32

Putranti, Perempuan, Konflik dan Rekonsiliasi, 111

Page 24: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

13

namun kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki lebih tinggi dan perempuan juga

menjadi korban terparah.33

Praktik ketidak-adilan seringkali terlihat dalam masyarakat, ketidak-adilan ini

bisa terjadi kepada siapa saja dan dapat terjadi dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat. Ketidak-adilan yang menimbulkan masalah dapat berdampak buruk

bagi yang mengalaminya. Ada banyak masyarakat yang mengalami ketidak-adilan

sehingga mereka tidak berdaya untuk dapat keluar dari situasi yang merugikan

tersebut. Mereka yang di kategorikan dalam kaum marginal atau masyarakat kalangan

bawah atau yang kurang mampu dalam taraf ekonomi, merekalah yang menjadi

korban ketidak-adilan, hak-hak dan kepentingan mereka seringkali dianggap tidak

penting.34

Perempuan juga menjadi korban dari ketidak-adilan yang terjadi di

masyarakat karena sistem patriakal yang sangat kental. Sistem inilah yang membuat

masyarakat menjadi terikat sehingga laki-laki dianggap sudah dengan tugasnya

sendiri dan perempuan dengan tugasnya sendiri.

Perempuan melalui potret korban konflik yang terjadi bagi anak-anak dan

perempuan di Maluku juga mampu merekam respons kritis dan kreatif perempuan

Maluku dalam menghadapi konflik, dalam memperkuat daya tawar dan memengaruhi

kualitas ruang publik bahkan opini publik. Keterlibatan perempuan Maluku di arena

konflik menjadi lokus berteologi kontekstual, di mana saat situasi yang sementara

berada dalam perang, kekerasan dan dendam yang mendalam, perempuan Maluku

terus mentransformasikan nilai-nilai kasih, keadilan, pembebesan dan persaudaraan

padahal Maluku sendiri masih berada dalam tatanan rezim patriakal. Respons yang

ditunjukkan perempuan Maluku ditengah konflik telah membuka sebuah ruang baru

untuk mengkomunikasikan hakikat dan makna dari Injil sendiri, bahkan memberi

tantangan baru bagi perumusan ulang teologi tradisional yang bercorak patriakal,

eksklusif dan tertutup tersebut. Melihat dari perempuan Maluku, perempuan

sebenarnya bukan semata-mata korban yang harus dikasihani dan ditolong namun

33 Ririmase, Perempuan, Kekerasan dan Perdamaian, 10-12

34

Yusak B. Setyawan, dkk, Perdamaian dan Ketidakadilan, Dalam Konteks Indonesia yang

Multikultural dan Beragam Tradisi Iman. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 281-282

Page 25: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

14

perempuan juga bisa menjadi pelaku dan saksi konflik sekaligus rekonsiliator

menggunakan perannya dengan cara yang beragam. Pandangan mengenai laki-laki

selalu digambarkan sebagai panglima perang yang sukses, pemberani, pejuang dan

pemenang sedangkan perempuan seakan menjadi tabu yang digambarkan sebagai

pejuang, pendobrak apalagi pembunuh, mereka sering lupa bahwa perempuan juga

memiliki gaya perlawanan dengan caranya masing-masing. Konflik di Maluku

merupakan konflik yang telah memberi kesempatan bagi perempuan Maluku untuk

mendemonstrasikan kediriannya secara blak-blakan, berani vulgar dan

mencengangkan.35

Ketika perempuan sering diasumsikan sebagai korban dalam konflik namun

ternyata asumsi tersebut dapat dipatahkan dengan peran aktif perempuan dalam

aktivitas ekonomi mereka, mengurus keluarga dan anak, mencegah disintegrasi sosial

yang terjadi ditengah-tengah kekerasan dan ketidakamanan. Perempuan malah

memainkan perannya sebagai seseorang yang keras tetapi dalam hal pejuang,

komando bahkan provokator. Dalam konteks konflik di Ambon, Poso dan Aceh,

perempuan justru yang memegang banyak proses dalam hal dialog antar-agama dan

perdamaian, walaupun perempuan hanya dapat memainkan perannya dengan aktif

ditingkat masyarakat luas namun pada tingkat politik guna untuk menyelesaikan

masalah, masih sangat kecil. Melalui peran perempuan yang terbatas dalam hal

penyelesaian konflik ini juga, diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi tantangan

gender yang ada di Indonesia.36

Kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi dari budaya kematian.

Perempuan di sini, dipanggil untuk menghapus budaya tersebut, menggantinya

dengan tindakan menolak aktif budaya kematian dan membangun budaya baru yang

bebas dari kekerasan serta mendemontrasikan perdamaian.37

Penderitaan dunia dan

35 Putranti, Perempuan, Konflik dan Rekonsiliasi, 89-90

36

Pengelolaan Konflik di Indonesia – Sebuah Analisis Konflik di Maluku, Papua dan Poso,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Current Asia dan the Centre for Humanitarian

Dialoguehttps://www.files.ethz.ch/isn/131222/Bahasa%20Indonesia%20version.pdf, diunduh, 19 Mei,

2018

37

Ririmase, Perempuan, Kekerasan dan Perdamaian, 99

Page 26: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

15

penderitaan perempuan harus diubah menjadi sukacita dan tawa, serta penindasan

diubah menjadi pembebasan. Strategi yang harus dilakukan yaitu harus di

kembangkan penyadaran kesetaraan gender untuk dapat mendidik hak-hak asasi

manusia bagi perempuan dan laki-laki. Perempuan juga perlu dididik, karena

pendidikan adalah kekuasaan, dari situlah pemberdayaan perempuan dapat di

tingkatkan. Dalam hal mengembangkan spiritual, perempuan juga harus terus

berkembang seiring dengan proses globalisasi yang semakin berkembang pesat.

Orang-orang semakin takut kehilangan identitasnya dalam proses globalisasi. Oleh

sebab itu, perlu untuk mengembankan spiritualitas persaudaraan yang memampukan

orang untuk mengklaim kembali kemanusiaan mereka supaya memiliki sikap lebih

terbuka, bersahabat dan peduli terhadap dunia sebagai satu kesatuan keluarga Allah.38

Menyuarakan kekerasan sangat penting bagi korban karena dapat membantu

menyembuhkan luka-luka psikis. Perempuan dalam hal ini selalu memiliki perasaan

trauma yang sangat besar. Dalam hal ini, untuk bisa mengatasi trauma yaitu melalui

proses pemulihan. Proses pemulihan trauma harus memiliki dinamika yang membuat

proses tersebut tidak kaku sehingga dapat mengalami kemajuan dalam pemulihan dan

bukan kemunduran. Kalau diumpamakan, trauma sama seperti luka yang walaupun

sudah kering tetapi akan tetap meninggalkan bekasnya maka dari itu dibutuhkan juga

keterampilan untuk mengatasi berbagai reaksi negatif yang muncul kapan saja akibat

pengalaman trauma tersebut.39

Perempuan untuk dapat menyembuhkan trauma

mereka salah satunya yaitu dengan mereka bersuara, mengeluarkan segala beban

penderitaan mereka karena mereka selalu dianggap sebagai korban sehingga

penderitaan tersebut bisa menjadi ringan, mereka juga dapat merasakan bahwa ada

telinga-telinga yang sudah lebih peka dan peduli untuk berusaha menolong dan

meringankan beban. Sehingga, bukan saja menjadi korban dalam konflik tetapi

perempuan juga mampu untuk menyuarakan anti kekerasan bagi kehidupan manusia.

38 Ririmase, Perempuan, Kekerasan dan Perdamaian, 104

39

Tirza T Laluyan, M.Psi, dkk, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma

Akibat Bencana Alaam. (Jawa Barat: LPSP3 UI, 2007), 36-45

Page 27: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

16

3. Hasil Penelitian

3.1 Gambaran Tempat Penelitian

Haria dan Porto merupakan sebuah Desa atau Negeri yang merupakan 2

negeri yang letaknya bersebelahan atau bertetangga di Pulau Saparua, Kabupaten

Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Melihat dari letak geografis, negeri Haria

merupakan negeri yang terletak disebelah barat kecamatan Saparua dengan jarak 5

km dariibu kota kecamatan. Batas wilayah negeri Haria yaitu belahan utara terdapat

jalan raya dari negeri Haria menuju Saparua, belahan selatan yaitu negeri Booi dan

laut Banda, belahan timur yaitu negeri Tiouw, Paperu, Booi dan belahan barat yaitu

selat Pulau Haruku.Negeri Haria memiliki struktur pemerintahan yang diawali

dengan kepala pemerintahan yaitu Raja (kepala desa), sekretaris desa, Badan

Permusayawaratan Desa (BPD) atau Saniri40

Negeri dan Lembaga Adat. Kemudian

ada 3 seksi dalam pengorganisasian yaitu seksi pemerintahan, seksi pembangunan,

seksi pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Sekretaris desa dibantu oleh 2 Kaur

(Kepala Urusan) yaitu dalam bidang tata usaha dan umum, bidang tata usaha dan

keuangan. Negeri Haria memiliki 6 Soa41

yang dipimpin oleh kepala-kepala Soa dan

6 Soa tersebut terdiri dari 3 Soa Uku Toru dan 3 Soa Ruhu Toru. 3 Soa Uku Toru

terdiri dari; (1) Titasomi, (2) Lounussa, (3) Tanarissa) sedangkan 3 Soa Ruhu Toru

terdiri dari; (1)Louhattu, (2) Peinimua, (3) Samalohy. Masyarakat negeri Haria

memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan namun mata pencaharian yang

lebih dominan yaitu nelayan.42

Melihat letak geografis, negeri Porto juga memiliki batas wilayah negeri yaitu

pada belahan barat yaitu negeri Haria dan Tiouw, belahan selatan yaitu dusun Pia dan

40 Saniri negeri yaitu lembaga adat yang berperan mengayomi adat-istiadat dan hukum adat.

Saniri berperan membantu Raja dalam menyelesaikan setiap perselisihan di lingkup negeri atau

dusun.Saniri negeri beranggotakan sekelompok orang yang terdiri dari kepala-kepala soa, pemuda dan

keamanan yang kerap berfungsi sebagai pihak yang dimintai nasehat atau masukan dalam penyelesaian

suatu kasus atau sengketa

41

Soa yaitu kepala dari beberapa marga atau fam (sebutan bagi sistem kekeluargaan di

Maluku yang pada umumnya berdasarkan garis keturunan ayah) yang merupakan yang telah

ditentukan secara turun temurun

42

Wawancara dengan Bapak Yoseph Souhoka (Saniri Negeri Haria), Haria, 12 Desember

2017, Pukul 17.00 WIT

Page 28: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

17

negeri Kulur dan belahan utara yaitu laut. Negeri Porto memiliki struktur

pemerintahan yang diawali dengan kepala pemerintahan yaitu Raja (kepala desa)

kemudian sekretaris desa dan dibantu oleh 3 Kaur (Kepala Urusan), 3 Kaur tersebut

masing-masing memiliki bidang yaitu pembangunan, pemerintahan dan umum,

setelah Kaur, ada bendahara negeri. Negeri Porto juga memiliki 8 Soa yang dipimpin

oleh kepala-kepala Soa dan 8 Soa tersebut terdiri dari 3 Soa Ukutoru dan 5 Soa

Ukurima. 3 Soa Ukutoru terdiri dari; (1) Latarisa, (2) Moalea, (3) Nikirisa.

Sedangkan 5 Soa Ukurima terdiri dari; (1) Muahatalea, (2) Moatoa, (3) Namasuma,

(4) Lohinusa, (5) Beinusa. Kemudian setelah kepala Soa, struktur pemerintahan

selanjutnya yaitu Saniri negeri yang dipilih oleh Wyk.43

Masyarakat negeri Porto

memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan namun mata pencaharian yang

lebih dominan banyak yaitu petani.44

3.2 Latar Belakang Konflik dan Proses Rekonsiliasi Konflik Haria- Porto

Haria dan Porto adalah dua negeri yang dari dulu dikenal sebagai negeri

bersaudara karena letak kedua negeri ini bertetangga. Akan tetapi kedua negeri ini

sering mengalami konflik bahkan konflik juga sudah terjadi sejak dahulu (tahun

1958, 1977, 1983, 2002 sampai yang tahun 2011). Banyak pemicu konflik sehingga

konflik tersebut dapat terjadi yaitu permasalahan mengenai sengketa Air Raja yang

membuat kedua negeri ini ingin memiliki Air Raja tersebut. Letak Air Raja ini tepat

berada di perbatasan kedua negeri dan Air Raja juga sering dipakai bersama oleh

kedua negeri.45

Namun dapat dilihat juga bahwa pemicu terjadinya konflik yaitu

karena kenakalan anak-anak remaja yang kemudian melibatkan orang-tua mereka dan

akhirnya merambat ke negeri.46

Kenakalan anak-anak remaja dengan berkelahi seusai

sekolah berhasil menciptakan dendam yang berkepanjangan antar kedua negeri

sehingga walaupun kondisi sudah mulai kondusif, alasan dendam inilah yang mampu

43 Wyk yaitu struktur pemerintahan paling bawah, di daerah perkotaan digunakan istilah RT

44

Wawancara dengan Bapak M. A. Nanlohy (Raja Negeri Porto), Porto, 11 Desember 2017,

Pukul 10.00 WIT

45

Wawancara dengan Bapak Yoseph Souhoka (Saniri Negeri Haria)

46

Wawancara dengan Bapak Empi Manuhuttu, (Saniri Negeri Haria), Ambon, 15 Desember

2017, Pukul 16.30 WIT

Page 29: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

18

menaikkan kembali amarah dari kedua negeri. Bagi kedua negeri Haria maupun Porto

juga beranggapan bahwa konflik yang terjadi ini tidak terlepas dari adanya campur

tangan pihak ketiga yang terus bermain untuk melanggengkan konflik tersebut

sehingga masyarakat pun terpancing untuk terus menerus melakukan konflik.

Masyarakat kedua negeri kemudian menjadi lupa begitu saja dengan apa kehidupan

mereka bahwa mereka adalah Orang Basudara. Konflik yang berkepanjangan ini

melibatkan banyak pihak didalamnya, dimulai dari anak-anak sampai orang dewasa,

laki-laki bahkan perempuan dan juga pihak luar pun mengambil kesempatan untuk

berkonflik.

Pada akhirnya melalui konflik ini diupayakan berbagai cara untuk dapat

mencari jalan damai sehingga pertikaian kedua negeri ini tidak terjadi lagi karena

sudah banyak sekali kehilangan banyak jiwa, harta benda bahkan berbagai mata

pencarian masyarakat juga tidak berjalan karena konflik tersebut. Melalui cara-cara

mencari jalan damai, banyak pihak juga sudah terlibat didalamnya, baik itu dari

masyarakat sendiri, pemerintah dan juga gereja dari kedua negeri yang mengambil

bagian dalam proses rekonsiliasi. Namun bukan hal mudah membangun rekonsiliasi

terhadap kedua negeri ini karena masyarakat masih berada dalam lingkaran bahwa

negeri mereka yang harus menang serta masih kurangnya kesadaran dalam

masyarakat, sebagaimana dinyatakan oleh Bapak Empi Manuhuttu:

“Konflik bisa saja selesai kalau semua pihak turut campur tangan tetapi

yang paling penting yaitu kesadaran dari masyarakat untuk berdamai

karena konflik yang terus menerus terjadi ini merupakan bentuk dari

kurang kesadaran dalam diri masing-masing masyarakat yang hanya

mau menyelesaikan konflik dengan cara main hakim sendiri padahal

ada jalur hukum yang dapat menyelesaikannya”.47

Maka dari itulah dibutuhkan kerja keras dari semua pihak untuk dapat mendamaikan

kembali kedua negeri ini sehingga ketika negeri mengganti pemimpin negeri yang

baru tidak ada lagi dendam atau trauma dan dapat memicu kembali terjadinya konflik

tersebut.

47 Wawancara dengan Bapak Empi Manuhuttu (Saniri Negeri Haria)

Page 30: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

19

Pihak yang berperan didalamnya yaitu pemerintah kedua negeri, dari

pemerintah negeri Porto mengupayakan dengan melakukan pawai keliling negeri

Haria pada tahun 2012, pawai ini dipimpin langsung oleh Raja Negeri Porto (M. A.

Nanlohy) dengan mengelilingi negeri Haria. Kemudian juga pada tahun 2013 dengan

upaya mendatangkan Tentara dari Kesatuan 732 “Kabaresi”48

Maluku Tengah yang

bertempat di Masohi untuk membuat pos keamanan di kedua negeri dengan nama Pos

Tentara Yonif 731 Kabaresi. Pada tanggal 31 Oktober 2013 dilakukan perdamaian

kembali oleh kedua negeri dengan difasilitasi oleh Danrem Provinsi.49

Selanjutnya

dilakukan upaya melalui jalur hukum dengan pokok permasalahan yang dipakai yaitu

permasalahan batas tanah mengenai kepemilikan Air Raja dan Gubernur Maluku juga

sudah menangani hal tersebut,50

pertemuan tersebut dilaksanakan di Kantor Gubernur

Maluku bersama dengan tim-tim dari pusat. Dari pemerintah desa dengan dibantu

oleh pemerintah Provinsi dan Kabupaten mengadakan Workshop Maluku Ambasador

Peace, Ceramah Pemuda Pasca Konflik.51

Selanjutnya dibangun Prasasti Perdamaian

yang letaknya di Gereja Getsemani, Haria dan Gereja Irene, Porto (gambar 1.1, 1.2).

Prasasti ini diletakan dengan memakai ritual upacara adat, disaksikan oleh semua

masyarakat dari kedua negeri dan dihimpunkan semua perangkat negeri dan gereja

sehingga prasasti ini menjadi suatu pengakuan dan kesediaan bagi masyarakat Haria

dan Porto untuk berdamai dan untuk menciptakan kembali hubungan sebagai orang

basudara.52

48 Kabaresi merupakan sebutan atau gelar bagi Thomas Matulessy “laki-laki kabaresi” yang

artinya adalah gagah perkasa dan pemberani.

49

Wawancara dengan Bapak M. A. Nanlohy (Raja Negeri Porto)

50

Wawancara dengan Bapak Leo Manuhuttu (Sekertaris Negeri Haria), Haria, 12 Desember

2017, Pukul 11.00 WIT

51

Wawancara dengan Bapak Otovianus Leuwol (Saniri Negeri Haria), Haria, 12 Desember

2017, Pukul 13.00 WIT

52

Wawancara dengan Bapak Empi Manuhuttu (Saniri Negeri Haria)

Page 31: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

20

Gambar 1.1 Prasasti Perdamaian Haria-Porto

Negeri Haria-Porto merupakan negeri yang keseluruhannya beragama Kristen

sehingga bukan hanya pemerintah saja yang turut mengambil bagian dalam proses

rekonsiliasi melainkan dari pihak gereja juga mengambil bagian didalamnya. Gereja

berjalan bersama-sama dengan pemerintah untuk menciptakan suasana damai

tersebut. Peran gereja yaitu dengan merangkul semua komponen masyarakat,

melakukan pembinaaan khusus secara terus menerus dan melakukan pastoral bagi

masyarakat sehingga dapat menumbuhkan kembali rasa kepercayaan antar orang

basudara dan tidak ada lagi dendam dari kedua negeri.53

Gereja mengawalinya

dengan mempertemukan anak dengan anak dengan tujuan mensosialisasikan diri

supaya dapat menghilangkan trauma dalam diri mereka karena mereka merupakan

generasi baru yang akan menjadi penerus bagi kedua negeri melalui kegiatan Pesta

Anak. Pesta Anak ini dilakukan dengan mengantarkan tali gandong dari Haria ke

Porto begitu-pula sebaliknya. Kemudian juga diadakan pertemuan “3 batu tungku”54

setiap tanggal 27 bulan berjalan, dengan diadakan pertemuan-pertemuan ini dapat

53 Wawancara dengan Pdt. Samuel Tahalele (Ketua Majelis Jemaat Gereja Irene, Porto),

Porto, 13 Desember 2017, Pukul 14.00 WIT

54

3 Batu Tungku merupakan istilah dalam mekanisme sosial yang dapat memberikan

kontribusi positif bagi pembangunan negeri. Sistem kerja-sama ini dikenal di semua negeri (Kristen)

di Maluku yang terdiri dari unsur Pemerintahan Negeri, Majelis Jemaat (Gereja) dan Dewan Guru

(Pendidikan). http://kutikata.blogspot.co.id/2008/01/tiga-batu-tungku.html, diunduh, Jumat, 05 Mei

2018

Page 32: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

21

berdampak pada proses rekonsiliasi.55

Melalui proses rekonsiliasi yang diupayakan

oleh berbagai pihak, baik itu bagi kedua negeri ini dapat menjadikan bukti bahwa

proses rekonsiliasi dalam upaya mencari jalan damai sebagai bentuk pengampunan

itu haruslah lebih dari sekedar perjumpaan saja melainkan lebih dari itu yaitu

pertukaran derita sehingga dengan masuk ke dalam penderitaan orang lain maka

terjadilah suatu bentuk pembebasan yang dapat merangkul seluruhnya.56

3.3 Mama-Mama Papalele dalam Proses Rekonsiliasi

Rekonsiliasi merupakan suatu proses untuk dapat mendamaikan suatu konflik,

mencari jalan keluar bersama sehingga konflik tersebut dapat diselesaikan. Dalam

melakukan proses rekonsiliasi baik itu pemerintah, gereja dan masyarakat umum

sudah boleh mengupayakan berbagai cara. Peran aktif dari berbagai pihak bahkan

masyarakat pada umumnya juga bukan hanya melibatkan laki-laki saja melainkan

perempuan juga mengambil bagian didalamnya untuk melakukan proses rekonsiliasi.

Perempuan merupakan sosok yang digambarkan sebagai yang lembut, tidak

menyimpan dendam dan mampu mencairkan suasana yang beku menjadi cair ini

dibandingkan dengan laki-laki yang pada dasarnya memiliki sikap keras dan

cenderung lebih menyimpan dendam karena sosok perempuan inilah maka

komunikasi yang baik pun dapat dibangun tanpa memerlukan kekerasan.57

Melihat kondisi konflik yang terus berlanjut bahkan berkepanjangan sudah

pasti setiap rutinitas kegiatan, misalnya, pekerjaan, sekolah dan aktifitas lainnya tidak

dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena masyarakat takut untuk

melakukan aktifitas atau pergi keluar dari negeri walaupun itu hanya untuk berbelanja

bahan pangan saja. Melihat berbagai kenyataan yang terjadi tersebut, ada beberapa

perempuan yang memberanikan diri untuk melakukan aktifitas dengan berjualan

papalele, perempuan papalele tersebut sering disebut mama-mama. Cara mereka

berdagang papalele yaitu dengan berjalan membawa dagangan mereka keliling negeri

55 Wawancara dengan Pdt. Jefri Leatemia (Ketua Majelis Jemaat Gereja Petra, Haria), Haria,

12 Desember 2017, Pukul 20.00 WIT

56

Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi, 55

57

Wawancara dengan Bapak Otovianus Leuwol (Saniri Negeri Haria)

Page 33: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

22

untuk dijual namun bukan hanya berjualan di dalam negeri masing-masing saja,

melainkan juga keluar dari negeri mereka, mama-mama dari Haria pergi berjualan ke

Porto dan begitu-pula sebaliknya. Sebelum konflik mama-mama papalele ini sudah

sering melakukan proses papalele. Proses papalele memang sempat terganggu karena

konflik yang terus berkepanjangan tersebut. Namun, ada beberapa mama-mama

papalele yang ketika konflik terjadi, mereka tetap berusaha untuk menjual dagangan

mereka ke negeri tetangga tanpa memikirkan resiko yang akan mereka alami.

Misalnya, ketika mama-mama Haria ingin berjualan ke negeri Porto, mereka

dimarahi oleh masyarakat negeri sendiri, sebagaimana yang dinyatakan oleh Mama

Au (nama samaran):

“Mereka marah ketika mereka tahu hendak berjualan ke Porto dan

tanggapan saya kepada mereka, jangan cari masalah lagi walaupun

kondisi belum kondusif sepenuhnya. Tidak ada perasaan takut atau

apapun itu, yang terpenting bisa berjualan dan mendapat

penghasilan.”58

Gambar 1.2 Transaksi Jual Beli Pasar Haria

Peran mereka dalam melakukan papalele dapat menjadi sarana mereka secara

tidak disengaja untuk melakukan rekonsiliasi, dengan perasaan tidak takut dengan

resiko yang akan dilalui baik di dalam maupun di luar negeri. Bagi mereka,

melindungi diri sendiri saja sudah cukup untuk dapat berjualan supaya dagangan

58 Wawancara dengan Mama Agustina Kaya (Papalele Haria), Haria, 12 Desember 2017,

Pukul 12.00 WIT

Page 34: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

23

mereka pun bisa cepat laku dan juga meraih untung yang besar kalau berjualan ke

negeri sebelah.59

Cara mereka dalam melakukan papalele juga dapat membantu

mereka membangun kembali komunikasi yang baik dengan negeri sebelah yaitu

mereka bukan hanya menawarkan dagangan saja tetapi juga mereka melakukan

interaksi dan interaksi yang dibangun juga bukan dengan menceritakan konflik yang

sementara terjadi melainkan berinteraksi dengan memperbincangkan hal-hal yang

umum walaupun untuk membangun interaksi saat berjualan pun bukanlah hal yang

mudah dan jika memang tidak memerlukan interaksi, mereka hanya menawarkan

dagangan mereka saja kemudian melanjutkan perjalanan mereka lagi.60

Menarik

untuk diperhatikan melalui salah satu mama yang mengatakan demikian:

“Waktu pergi berjualan, perasaannya biasa saja, tidak ada rasa marah

buat mereka, kalau mau marah juga untuk apa, kalau sudah selesai,

berarti selesai. Kalau misalnya mau dendam lalu kenapa kita dari Haria

harus pergi berjualan ke Porto.”61

Gambar 1.3 Transaksi Jual Beli di Pasar Porto

Perempuan dengan sifatnya yang tidak menyimpan dendam membuat mereka

dengan begitu saja melupakan apa yang sementara terjadi dan apa yang sementara

dialami. Buktinya, ada salah satu mama di negeri Haria yang pada waktu konflik

59 Wawancara dengan Mama Lidya Apono (Papalele Porto), Porto, 14 Desember, 2017, Pukul

16.00 WIT

60

Wawancara dengan Mama Fransina Latupeirissa (Papalele Porto), Porto, 14 Desember

2017, Pukul 18.00 WIT

61

Wawancara dengan Mama Yety Hesmus (Papalele Haria), Haria, 12 Desember 2017, Pukul

14.30 WIT

Page 35: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

24

rumahnya terbakar tetapi itu tidak membuat dirinya sangat membenci negeri Porto

tetapi dia memilih untuk berjualan papalele ke negeri Porto. Upaya-upaya yang

dilakukan ini supaya dapat menyambung kembali relasi yang terputus karena konflik

dan dapat tersambung kembali layaknya hidup orang basudara. Dari hasil wawancara,

kebanyakan perempuan dari negeri Haria dan Porto mereka tidak mengetahui

keseluruhan asal-muasal terjadinya konflik, mereka hanya mengetahui sepintas yang

mereka tahu saja. Sehingga ketika ada proses perdagangan papalele yang dilakukan

ke negeri sebelah, mereka tetap menerima dengan baik tanpa mengungkit-ungkit

konflik yang terjadi.62

Walaupun ada juga beberapa mama-mama yang sebenarnya

mereka takut namun pada akhirnya mereka pun berusaha untuk mengkesampingkan

rasa takut mereka tersebut dengan mereka tetap bertemu dan melakukan transaksi

jual-beli tetapi secara sembunyi-sembunyi.63

Peran perempuan sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam membantu

proses rekonsiliasi. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan gereja juga

melibatkan perempuan secara penuh. Upaya-upaya tersebut dapat berjalan dengan

baik juga karena perempuan mampu menjadi sosok pendamai dan melalui hasil yang

diperoleh 70% lebih banyak melibatkan perempuan dalam proses perdamaian dan

laki-laki hanya 30%. Walaupun dalam proses yang lama menuju suatu rekonsiliasi

tersebut tetapi perempuan pun dapat membuktikannya, didalamnya juga melalui

aktivitas ekonomi lokal (papalele).64

4. Analisa

Peran Mama-Mama Papalele Melalui Aktivitas Ekonomi Lokal dalam

Rekonsiliasi Haria-Porto

Berdasarkan teori yang digunakan dan hasil penilitian yang didapat oleh

penulis maka dapat dilihat bahwa proses rekonsiliasi dalam upaya mencari jalan

62 Wawancara dengan Mama Ata (Papalele Porto), Porto, 11 Desember 2017, Pukul 15.00

WIT

63

Wawancara dengan Mama Mada (Papalele Porto), Porto, 11 Desember 2014, Pukul 17.00

WIT

64

Wawancara dengan Bapak Oktovianus Leuwol (Saniri Negeri Haria)

Page 36: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

25

damai untuk bisa mencapai kesepakatan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk dapat

menemukan titik kesepahaman sehingga tidak ada lagi perdebatan dan pertentangan

yang dapat memicu dalam hal melanggengkan konflik. Banyak hal dapat menjadi

kemungkinan untuk dapat menimbulkan kembali konflik tersebut sehingga proses

rekonsiliasi pun harus mampu diupayakan sedemikian baik supaya tidak ada

kemungkinan untuk konflik tersebut terjadi lagi. Dalam proses rekonsiliasi yang

terjadi di kedua negeri Haria dan Porto, sudah banyak pihak yang terlibat dalam

mengupayakan menciptakan rekosiliasi, seperti yang sudah dipaparkan pada hasil

penelitian bahwa dalam upaya rekonsiliasi maka dibuat prasasti perdamaian yang

diletakan di kedua negeri. Prasasti ini merupakan simbol perdamaian yang akan

mengingatkan kedua negeri bahwa konflik sudah berakhir. Sangat penting menerima

benda, tempat atau hal yang lain sejenisnya sebagai simbol untuk mengingatkan

bahwa pernah terjadi suatu konflik yang menimbulkan berbagai jenis kekerasan

terjadi bahkan mengakibatkan banyak kehilangan nyawa dan harta benda. Simbol ini

harus mampu untuk melampaui segala bentuk kenangan yang bersifat etnosentris.

Dalam mengatasi berbagai kesulitan untuk melupakan kenangan dari konflik tersebut

diperlukan juga kesadaran untuk saling menguatkan bahkan harus bisa melampaui

perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan konflik.65

Proses rekonsiliasi yang dilakukan tidak hanya berlaku sekali saja tetapi

berulang-ulang kali karena disebabkan oleh masyarakat dari kedua negeri yang masih

belum bisa berdamai secara utuh karena memendam rasa marah, emosi, kecewa,

dendam dan lain sebagainya. Namun ada saatnya juga mereka beranggapan bahwa

konflik harus segera berakhir, bagaimana-pun caranya itu. Rekonsiliasi merupakan

sebuah perjalanan yang panjang untuk dapat menghentikan konflik sehingga seluruh

pihak (pemerintah, gereja, masyarakat) juga harus bekerja keras dalam menciptakan

perdamaian yang merupakan titik akhir yang diharapkan sehingga dapat dikatakan

bahwa konflik tersebut berhasil untuk diselesaikan.66

65 Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi, 143-145

66

Afif, Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restorative Justice, 259

Page 37: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

26

Pihak-pihak yang berupaya bukan hanya melibatkan laki-laki saja tetapi juga

harus bisa melibatkan perempuan juga. Konteks negeri Haria dan Porto yang masih

sangat kental dengan budaya patriakal, membuat perempuan-perempuan di kedua

negeri ini selalu tidak dapat memainkan peran mereka dengan baik untuk

menciptakan suasana perdamaian. Setiap upaya yang dilakukan membutuhkan

persetujuan dari pihak pemerintah dan bahkan ketika sudah mendapat izin dari

pemerintah, perempuan-perempuan masih belum dipercayakan untuk tampil paling

depan, mereka hanya bisa tampil di belakang yakni di dapur untuk menyiapkan

hidangan. Namun, tanpa partisipasi dari perempuan maka setiap keputusan,

kebutuhan dan juga kontribusi dapat beresiko diabaikan. Perempuan sebenarnya

bukan semata-mata korban yang harus dikasihani dan ditolong namun perempuan

juga bisa menjadi pelaku dan saksi konflik sekaligus rekonsiliator menggunakan

perannya dengan cara yang beragam.

Walaupun dalam proses rekonsiliasi perempuan kurang dan bahkan tidak

dilibatkan namun proses perdamaian dan rekonsiliasi lokal antar perempuan dimulai

di pasar yaitu melalui aktivitas ekonomi lokal (papalele). Kehadiran perempuan

sebagai sosok yang tidak pendendam dan tidak mudah emosi membuat mereka lebih

mudah untuk masuk dan melakukan perjalanan ke negeri tetangga. Papalele

dilakukan hanya oleh beberapa perempuan yang disebut mama-mama papalele.

Melalui penelitian yang sudah dilakukan, terdapat 4 peran dari mama-mama papalele

melalui aktivitas ekonomi lokal dalam membangun rekonsiliasi Haria-Porto, yaitu:

1) Menginisiasi pertemuan informal melalui aktivitas ekonomi lokal

Konflik yang terjadi di Haria-Porto membuat masyarakat negeri tidak berani

untuk melakukan aktifitas, banyak hal yang dipertimbangkan untuk tidak melakukan

aktifitas. Banyak alasan yang mengakibatkan masyarakat dari kedua negeri ini

enggan untuk saling bersapa. Namun dibalik semuanya itu, beberapa mama-mama

papalele mereka memberanikan diri untuk berjualan walaupun kondisi pada saat itu

masih kurang kondusif untuk melakukan berbagai kegiatan. Dengan keberanian

Page 38: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

27

mereka, dengan ketangguhan mereka dan dengan melindungi diri mereka sendiri,

mereka melangkah untuk melakukan aktivitas papalele. Walaupun, upaya yang

mereka lakukan mungkin lebih didorong oleh kebutuhan hidup untuk mencari nafkah

dibandingkan upaya sadar akan rekonsiliasi konflik yang mereka sudah lakukan.

Mereka lebih memposisikan diri mereka dengan baik untuk menghilangkan rumor

yang mampu menciptakan konflik dan mencegah berbagai provokasi.67

Dengan

berkaca dari wawancara yang dilakukan dengan mama-mama papalele, mereka

mengambil tindakan dengan melakukan papalele tanpa memikirkan resiko yang akan

mereka alami. Maka dari itu, walaupun masyarakat dari kedua negeri terlihat belum

mau untuk saling mengunjungi dan membangun inisiasi, mama-mama papalele,

merekalah yang sudah mampu membangun inisiasi melalui aktivitas ekonomi lokal.

2) Membangun komunikasi dalam proses transaksi

Jika berkaca dari konflik yang terjadi di Ambon, proses interaksi pada saat

konflik berhenti sehingga papalele juga secara otomatis berhenti namun kelompok

papalele merupakan bagian dari masyarakat yang dapat membuka kebuntuan

komunikasi antar kelompok.68

Sama halnya dengan mama-mama papalele yang

berada di Haria dan Porto, merekalah yang berani maju untuk mencairkan suasana

yang beku menjadi cair melalui proses interaksi ketika mereka melakukan papalele.

Interaksi yang mereka bangun tidak menyangkut hal-hal yang memicu konflik terjadi

namun interaksi yang umum untuk dapat diperbicangkan. Perempuan yang

digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut mampu untuk memanfaatkan situasi

walaupun mereka beranggapan bahwa mereka hanya berjualan dan tidak melakukan

rekonsiliasi. Dari kedua negeri Haria dan Porto, hanya ada beberapa di antara mereka

yang memberanikan diri untuk berinteraksi dengan berjualan masuk ke dalam negeri.

Mama-mama negeri Haria lebih memilih untuk berjualan ikan ke negeri Porto

maupun mama-mama negeri Porto lebih memilih untuk berjualan ubi ke negeri Haria

karena kelangkaan bahan-bahan untuk dijual. Papalele dengan masuk ke negeri yang

67 http://www.peacewomen.org/sites/default/files/pp_womenattheindonesianpeacetable_0.pdf,

diunduh, 29 Mei 2018

68

Soegijono, Papalele, 239

Page 39: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

28

sementara berkonflik dengan negeri kediaman sendiri kadang mengancam nyawa

mereka. Faktor mendesak akan kebutuhan ekonomi membuat mereka mengambil

resiko untuk berdagang. Bagi mereka, berjuang untuk mempertahankan kehidupan

keluarga lebih utama dibandingkan dengan konflik yang sementara terjadi.

Kebutuhan ekonomi seperti inilah yang menjadi titk masuk dalam melakukan

rekonsiliasi yang spontan

Melihat peran aktif dari mama-mama papalele menimbulkan suatu kesadaran

bahwa perempuan sebenarnya bukan semata-mata dijadikan sebagai korban dalam

konflik, yang harus terus dikasihani dan ditolong. Melainkan perempuan juga dapat

menjadi agen rekonsiliasi dengan memakai perannya yang beragam,69

salah satunya

yaitu melalui aktivitas ekonomi lokal, papalele.

3) Pengampunan lewat aktivitas ekonomi lokal

Dalam menciptakan rekonsiliasi dibutuhkan proses pengampunan yang

merupakan proses bagi seseorang untuk dapat disembuhkan dari masa lalunya. Akan

tetapi, bukan berarti bahwa masa lalu yang menyakitkan itu dapat dilupakan

melainkan luka itu tetap menjadi bagian dari masa lalu orang tersebut dan tidak dapat

dihilangkan begitu saja. Pengampunan itu membersihkan semua kenangan-kenangan

dari sesuatu yang pahit dan pernah di rasakan oleh orang tersebut. Pengampunan

merupakan bagian dari proses membebaskan orang dari rantai masa lalu dan rantai

bersalah dan dapat memulai jalan baru menuju masa depan yang lebih kondusif.70

Melalui rekonsiliasi yang diciptakan oleh mama-mama maka dengan sendirinya

mereka sudah mempunyai sikap pengampunan. Walaupun terlihat sederhana karena

melalui proses aktivitas ekonomi lokal namun mama-mama mampu menyuarakan

bahwa mereka juga mampu untuk menyembuhkan luka-luka psikis yang dialami

ketika terjadinya konflik. Ada diantara mereka yang melakukan papalele, mereka

adalah orang-orang yang kehilangan keluarga, harta benda ketika konflik terjadi

namun dengan kebesaran hati mereka, mereka tidak menyimpan dendam melainkan

69 Putranti, Perempuan, Konflik dan Kekerasan, 89

70

Muller-Fahrenholz, Rekonsiliasi,77-78

Page 40: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

29

mereka tetap berupaya untuk membangun interaksi yang baik untuk bisa

menyembuhkan luka-luka psikis yang mereka alami dan yang mereka rasakan.

4) Trauma healing melalui aktivitas ekonomi lokal

Menyembuhkan atau menghilangkan rasa trauma memang tidak semudah yang

dibayangkan. Pengalaman trauma yang dialami juga tidak mempengaruhi orang yang

mengalaminya dengan cara yang sama karena mereka akan mengalami hal yang

berbeda-beda untuk menghilangkan rasa traumanya. Dalam proses ini dibutuhkan

dukungan atau bantuan yang tepat dari orang lain untuk dapat mengatasi trauma yang

dialami sehingga trauma dapat berangsur-angsur hilang dan orang yang mengalami

trauma akan bangkit kembali.71

Melalui pemulihan secara bertahap dapat membantu

orang untuk menghilangkan rasa traumanya, pemulihan yang dilakukan tidak bisa

berjalan kaku melainkan harus memiliki dinamika sehingga pemulihan secara

bertahap akan terus mengalami kemajuan dan bukan kemunduran. Mama-mama

papalele Haria-Porto mengupayakan penyembuhan trauma dengan melakukan

transaksi jual-beli padahal sebenarnya mereka takut tetapi mereka harus

memberanikan diri untuk melakukan papalele. Perasaan takut tersebut tidak

sebanding dengan perasaan berani yang ada dalam diri mereka. Keadaan yang belum

sepenuhnya kondusif mengharuskan mereka hadir dengan melindungi diri sendiri

ketika melakukan transaksi. Proses menghilangkan rasa trauma karena konflik

apalagi banyak yang kehilangan tempat berlindung ketika panas hujan, kehilangan

sanak keluarga dan kehilangan lainnya membuat rasa trauma akan konflik sangat

besar. Peran dari mama-mama yang tidak menyimpan dendam dan berani

menghadapi perasaan trauma mereka, membuat mereka semakin tangguh memikul

tanggung-jawab ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai pedagang

papalele.

Melalui hasil wawancara, mama-mama papalele Haria dan Porto yang

memberanikan diri untuk berdagang ikan (ciri khas Haria) dan patatas atau ubi (ciri

71 Laluyan, Pemulihan Trauma, 25

Page 41: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

30

khas Porto) membuktikan bahwa perempuan juga memiliki peran aktif dalam konflik.

Ketika perempuan berani untuk melakukan proses rekonsiliasi maka dapat

menghilangkan sedikit demi sedikit budaya patriakal yang sangat melekat dan kental

di kedua negeri Haria dan Porto dan ketika perempuan-perempuan hendak melakukan

sesuatu proses rekonsiliasi, mereka tetap dihargai keberadaannya dan tetap diterima

sebagai sosok yang mampu menciptakan perdamaian.

5. Kesimpulan

Penulis menyimpulkan bahwa konflik yang terjadi di Haria dan Porto yang

didasari oleh berbagai kepentingan, sudah diupayakan berbagai bentuk proses

rekonsiliasi. Upaya dalam membangun perdamaian antara kedua negeri dilakukan

oleh seluruh pihak, yaitu pemerintah, gereja dan masyarakat. Namun, upaya

rekonsiliasi tersebut masih dominan melibatkan laki-laki dibandingkan perempuan.

Budaya patriakal yang membentuk pola pikir masyarakat dan berimbas pada tindakan

mereka didalam lingkup universal. Perempuan jangan hanya dilihat sebagai sosok

yang lemah dan tidak dapat mengupayakan rekonsiliasi tetapi perempuan harus

dilihat sebagai sosok yang berani yang dapat menciptakan rekonsiliasi.

Melalui aktivitas ekonomi lokal yaitu papalele, beberapa perempuan yakni

mama-mama papalele mampu untuk membangun interaksi dan komunikasi yang baik

dalam proses papalele. Mereka dengan berani melakukan papalele padahal kondisi

pada saat itu belum kondusif. Dengan bermodalkan ketangguhan mereka tanpa

memikirkan berbagai resiko yang akan mengancam nyawa mereka, mereka berani

untuk berdagang. Tujuan utama mereka melakukan papalele yaitu untuk kebutuhan

ekonomi keluarga mereka bahkan mereka tidak menyadari bahwa yang mereka

lakukan adalah upaya menciptakan rekonsiliasi secara spontan. Interaksi yang mereka

bangun ketika berdagang membuat mereka sukses untuk menciptakan komunikasi

yang baik bahkan mereka pun tetap berusaha untuk menghilangkan trauma dari dalam

pikiran mereka akibat konflik. Perempuan yang selama ini dianggap sebagai sosok

yang lemah, sebenarnya mereka mampu untuk menciptakan proses rekonsiliasi

Page 42: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

31

dengan cara mereka sendiri. Proses rekonsiliasi yang terjadi di negeri Haria dan Porto

bukan hanya laki-laki saja yang dominan untuk menciptakan tetapi perempuan juga

mampu menciptakan hal baru dan tidak biasa dalam proses rekonsiliasi.

Page 43: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

32

Daftar Pustaka

Buku :

Wacano, Abidin, dkk. Cerita Orang Basudara.Jakarta Selatan: Paramida Pusad, 2014

Litaay, Theofranus, dkk, disunting. Mengelola Konflik dalam Konteks Human

Security dan Pengetahuan Lokal dalam Buku Bacaan Pendidikan

Perdamaian.Salatiga: Griya Media, 2011

Fahrenholz, Geiko Muller. Rekonsiliasi: Upaya Memecahkan Spiral Kekerasan

dalam Masyarakat. Yogyakarta: Ledalero Maumere, 2005

Murniati, A. Nunuk P. Getar Gender. Magelang: Yayasan Indonesiatera, 2004

Wolfman, Brunetta R. Peran Kaum Wanita Bagaimana Menjadi Cakap dan

Seimbang dalam Aneka Peran. Yogyakarta: Kanisius, 1989

Soegijon, Simon Pieter. Papalele.Salatiga: Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW,

2011

Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana, 2007

Silalahi, Uber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2009

Putranti, Basilica Dyah dan Asnath Niwa Natar, editor.Perempuan, Konflik, dan

Rekonsiliasi Perspektif Teologi dan Praksis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016

Ririmase, Margaretha. Perempuan, Kekerasan dan Perdamaian Sebuah Refleksi

Teologis Feminis. Jakarta: Yakoma-PGI, Persetia, Dept. Perempuan dan Anak,

Mission 21, 2009

Agung, Mianto N., dkk, editor. Perjuangan Perempuan Indonesia: Belajar dari

Sejarah. Salatiga: Yayasan Bina Darma, 2007

Susan, Novri. Negara Gagal Mengelola Konflik: Demokrasi dan Tata Kelola Konflik

di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Afif, Afthonul. Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restorative Justice: Diskursus Perihal

Pelanggaran Di Masa Lalu dan Upaya-Upaya Melampauinya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2015

Setyawan, Yusak B, dkk, penyunting. Perdamaian dan Keadilan Dalam Konteks

Indonesia yang Multikultural dan Beragam Tradisi Iman. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2017

Schreiter, Robert J. Schreiter, Rekonsiliasi Membangun Tatanan Masyarakat Baru.

Flores, NTT: Nusa Indah, 2000

Page 44: Mama-Mama Papalele Dalam Membangun Rekonsiliasi Haria ... · terkhususnya rekonsiliasi yang terjadi di Maluku, salah satu topiknya yaitu “Carita Orang Basudara” yang ditulis oleh

33

Darlis, Andi Muh, Konflik Komunal Studi dan Rekonsiliasi Konflik Poso.

Yogyakarta: Buku Litera, 2012

Jeckson, Stevi dan Jackie Jones, editor. Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer.

Yogyakarta: Jalasutra, 2009

Pui-Lan, Kwok. Globalization, Gender, and Peacebuilding. The future of Interfaith

Dialogue. New York/Mahwah, New Jersey: Paulist Press, 2012

Tirza T Laluyan, M.Psi, dkk, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan

Trauma Akibat Bencana Alaam. Jawa Barat: LPSP3 UI, 2007

Website :

https://www.files.ethz.ch/isn/131222/Bahasa%20Indonesia%20version.pdf, diunduh,

19 Mei, 2018

http://www.peacewomen.org/sites/default/files/pp_womenattheindonesianpeacetable_

0.pdf, diunduh, 29 Mei 2018

http://kutikata.blogspot.co.id/2008/01/tiga-batu-tungku.html, diunduh, Jumat, 05 Mei

2018

Wawancara :

Pra wawancara dengan Bapak Acu Loupatty dan Ibu Nico Kaya

Hasil wawancara dengan Bapak Raja Negeri Porto dan Sekretaris Negeri Haria

Hasil wawancara dengan Saniri Negeri Haria-Porto

Hasil wawancara dengan Mama-Mama Papalele Haria-Porto

Tesis :

Tamaela. Hedy M, Gereja dan Rekonsiliasi: Memahami Peran Sosiologis GPM

dalam Proses Rekonsiliasi Konflik di Negeri Porto-Haria, Saparua-Maluku.

Salatiga: UKSW Fakultas Teologi-Magister Sosiologi Agama, 2015