malpraktik

26

Click here to load reader

Transcript of malpraktik

Page 1: malpraktik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan selalu mendapat

sorotan yang tajam dari masyarakat. Terutama jika ada berbagai kasus yang

menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Hal itu akan menimbulkan berbagai isu adanaya dugaan malpraktik medis

yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan

kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh

adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Untuk menghindari terjadinya malpraktik ini, perlu adanya kajian hukum

dan etika yang menyangkut dan membahasnya. Hal ini sangat diperlukan agar

setiap tenaga medis mengetahui implikasi hukum terhadap setiap kasus

malpraktik yang telah terjadi, sehingga sebagai seorang tenaga medis mampu

untuk menjalankan praktik keperawatan yang sesuai dengan aspek hukum dan

etika.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari malpraktik?

b. Bagaimana tinjauan malpraktik secara hukum?

c. Apa saja dasar hukum dalam malpraktik?

d. Bagaimana pembuktian malpraktik?

e. Bagaimana tanggung jawab hukum terhadap malpraktik?

f. Bagaimana upaya untuk mencegah dan menhadapi tuntutan malpraktik?

Page 2: malpraktik

2

1.3 Tujuan

a. Mengetahui serta mampu menjelaskan definisi malpraktik, tinjauan

malpraktek secara hukum, dasar hukum malpraktik, pembuktian

malpraktik, tanggung jawab hukum terhadap malpraktik, upaya

pencegahan dan menghadapi tuntutan malpraktik.

b. Mengetahui dan memahami implikasi hukum terhadap kasus malpraktik

yang terjadi dalam bidang keperawatan.

Page 3: malpraktik

3

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Malpraktik

Malpraktek adalah suatu istilah yang mempunyai kondisi buruk, bersifat

stigmatis, menyatakan. Praktek buruk dari seseorang yang memegang suatu

profesi dalam arti umum. Tidak hanya profesi medis saja, sehingga juga ditujukan

kepada profesi lainnya. Jika ditujukan kepada profesi medis, seharusnya juga

disebut sebagai "malpraktik medis".

Malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk

mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan

merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka

menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de

Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari

seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu

pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan

terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan

dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak

memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus

menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen,

baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.

Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang

memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian

keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan

tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat

diuraikan sebagai berikut :

a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau

informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi

informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium,

Page 4: malpraktik

4

tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.

Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan

diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan

atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini,

perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif

dan mendasar.

b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :

1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya

dalam rencana keperawatan.

2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan

yang telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana

keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.

3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang

disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana

keperawatan.

4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.

Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan

perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa

mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan

harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien.

Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru

yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah

ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.

Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.

Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati

instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan

melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan

keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan

dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang

sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order,

mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,

Page 5: malpraktik

5

memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh

kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian

obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di antara

anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.

2.2 Tinjauan Malpraktik Secara Hukum

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3

kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,

Civil malpractice dan Administrative malpractice.

a. Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal

malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik

pidana yakni :

1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan

perbuatan tercela.

2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa

kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan

(negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya

melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia

jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal

263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299

KUHP).

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness)

misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien

informed consent.

Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya

kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya

pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan

operasi. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal

malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu

Page 6: malpraktik

6

tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah

sakit/sarana kesehatan.

b. Civil malpractice

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice

apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya

sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga

kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:

1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

2.  Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

terlambat melakukannya.

3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

tidak sempurna.

4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat

individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain

berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka

rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan

yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga

kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

c. Administrative malpractice

Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice

manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi.

Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah

mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang

kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk

menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas

kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut

dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan

melanggar hukum administrasi.

Page 7: malpraktik

7

2.3 Dasar Hukum Malpraktik

Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dan perawat dengan

dakwaan melakukan malpraktik makin meningkat dimana-mana, termasuk di

negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat,

dimana masyarakat lebih menyadari kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih

hati-hati dan penuh tanggung jawab. Di negara- negara maju tiga besar dokter

spesialis menjadi sasaran utama tuntutan ketidaklayakan dalam praktik, yaitu

spesialis bedah, anastesi dan kebidanan dan penyakit kandungan.

Walaupun UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan sudah dicabut

oleh UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, namun perumusan

malpraktik/kelalaian medik tercanutm pada pasal 11b masih dapat dipergunakan

yaitu :

dengan tidak mengurangi ketentuan–ketentuan di dalam KUHP dan peraturan

perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan

tindakan-tindakan administratif dalam hal sebagai berikut :

1. melalaikan kewajiban.

Melakukan suatu hal yang tidak seharusnya tidak boleh dilakukan oleh

seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya, maupun

sumpah sebagai tenaga kesehatannya.

2.4 Pembuktian Malpraktik

Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat

untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam

mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau

orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La

Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi

tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian

tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut.

Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan

merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of

treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenaga kesehatan

Page 8: malpraktik

8

dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning

verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat verbintenis).

Sebagai contoh adanya komplain terhadap tenaga perawatan dari pasien yang

menderita radang uretra setelah pemasangan kateter. Apakah hal ini dapat

dimintakan tanggung jawab hukum kepada tenaga perawatan? Yang perlu

dipahami semua pihak adalah apakah ureteritis bukan merupakan resiko yang

melekat terhadap pemasangan kateter? Apakah tenagaperawatan dalam memasang

kateter telah sesuai dengan prosedur profesional ?. Hal-hal inilah yang menjadi

pegangan untuk menentukan ada dan tidaknya malpraktek.

Apabila tenaga perawatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini

bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami

profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan. Dalam hal

tenaga perawatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan

apakah perbuatan tenaga perawatan tersebut telah memenuhi unsur tidak

pidananya yakni :

a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang

tercela

b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang

salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).

Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga

mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus

dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan

sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan

dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4D

yakni :

a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga

perawatan haruslah bertindak berdasarkan:

Page 9: malpraktik

9

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

3) Bekerja sesuai standar profesi

4) Sudah ada informed consent.

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan

menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang

seharusnya dilakukan menurut  standard profesinya, maka tenaga

perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

c. Direct Causation (penyebab langsung)

d. Damage (kerugian)

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan

kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang

diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela

diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.

Hasil(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar  menyalahkan tenaga

perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka

pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh

si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien,

yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil

layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur

dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:

a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga

perawatan

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain

tidak ada contributory negligence. Misalnya ada kasus saat tenaga

perawatan akan mengganti/ memperbaiki kedudukan jarum infus

pasien bayi, saat menggunting perban ikut terpotong jari pasien

Page 10: malpraktik

10

tersebut . Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang

secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan tenaga perawatan,

karena:

1) Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga

perawatan.

2) Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung

jawab perawat.

3) Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian

tersebut.

2.5 Tanggung Jawab Hukum

Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu

dapat memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan

kematian. Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang

perlu dikaji apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan perawat atau

merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat

apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian tenaga perawatan. Di dalam

transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:

a. Contractual liability

Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban

dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan

pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya

maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga

kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan

kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.

b. Vicarius liability

Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang

timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam

tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan

bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian

perawat sebagai karyawannya.

Page 11: malpraktik

11

c. Liability in tort

Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya

perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri

sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang

berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang

patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda

orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).

2.6 Upaya Pencegahan dan Menghadapi Tuntutan Malpraktik

a. Upaya pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan Dengan adanya

kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga perawatan karena

adanya mal praktek diharapkan para perawat dalam menjalankan tugasnya

selalu bertindak hati-hati, yakni:

1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,

karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan

perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).

2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

4. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior.

5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan

segala kebutuhannya.

6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan

masyarakat sekitarnya.

b. Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang

dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi

tuntutan hukum, maka tenaga perawatan seharusnyalah bersifat pasif dan

pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian perawat.

Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal malpractice, maka

tenaga perawatan dapat melakukan :

Page 12: malpraktik

12

1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/

menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak

menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat

mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi

merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan

bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana

disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan

mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan

menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung

jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari

pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang

dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai

pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,

sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada

perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat

digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah

mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata,

pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan

perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil

sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab

atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan

adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak

diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur),

apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan

kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara

menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan

(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang

awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga

perawatan.

Page 13: malpraktik

13

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus

(VIVAnews, Jumat 25 November 2011) - Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah

yang dialami bayi berusia lima minggu asal kampung Nanu, Desa Buar,

Kecamatan Rahong Utara, Manggarai-NTT, yang dirawat di ruang Teratai Rumah

Sakit Umum Daerah Ruteng, lantaran menderita sakit jantung bawaan sejak lahir.

Tapi baru tiga hari dirawat. Buah hati pasangan Yofita Ubut dan Bosko Raka itu

harus menanggung derita baru. Jari kelingking tangan kirinya putus. Diduga

terpotong gunting seorang perawat yang akan memperbaiki selang infus.

Insiden itu terjadi pada Rabu sore, 23 November sekitar pukul 17.00 Wita.

Seorang perawat senior, tidak sengaja memotong jari kelingking bayi itu dengan

gunting. "Sedang menggunting plester pada tangan kiri si bayi. Saat siap

menggunting, tangan bayi spontan bergerak, dan kelingking kirinya putus tepat

diruas ke dua,".

Tidak lama setelah insiden itu, dokter ahli bedah langsung melakukan operasi

penyambungan jari kelingking si bayi. Jari itu dipastikan sudah tersambung

kembali, dan tinggal menunggu perkembangan.

3.2 Pembahasan Kasus

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah

dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat

Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29

Nopember 1989 khususnya pada Bab I,  pasal 1, yang menjelaskan tanggung

jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat

tersebut tidak hati-hati dalam melaksanakan tindakan, dalam hal ini memperbaiki

infus. Sehingga mengakibatkan terjadinya hal yang membahayakan pasien.

Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya

Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas,

serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau

mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan

Page 14: malpraktik

14

dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan

kliennya terluka. Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya

sebagai perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar

profesi/batas kewenangan.

Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang

mengakibatkan kerugian seperti putusnya jari kelingkingg bayi tersebut sehingga

bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam criminal

malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara lain :

1.      Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai

menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian

menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan

mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau kurungan paling lama satu tahun.

2.      Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1)

Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-

luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya

menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan

penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian

selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama

sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3.      Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau

pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain)

apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga

mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih

berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan

dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau

pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah

dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana

dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-

umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice

Page 15: malpraktik

15

adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan

kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

1.      Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam

melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

2.      Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang

dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Page 16: malpraktik

16

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Malpraktik bersifat sangat kompleks

2. Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.

3. Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.

Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang,

misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum

4. Untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat

menunujukkan hal-hal dibawah ini :

a) Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,

kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk

menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan

pasiennya berdasarkan standar profesi.

b) Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan

kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya

dilalaikan menurut standar profesinya.

c) Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan

(damage) yang dapat dituntut secara hokum

d) Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan

atau terk dengan cedera yang dialami pasien.

e) Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu

tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan

keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan

(intervention errors).

f) yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum

yang dilanggar, yaitu : Criminal malpractice, Civil malpractice,

Administrative malpractice.

Page 17: malpraktik

17

B. SARAN

1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman

pada kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek

keperawatan

2. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang

memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap

pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan

keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan

(intervention errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan

yang dapat terjad

3. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa

meningkatkan kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek