Malaria
-
Upload
nichole-cook -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of Malaria
Karakteristik Demam dan Malaria
Tutor:
dr. Susanti
Kelompok :
E6
Anggota:
Cristomi Thenager 102011449
Eliza 102012026
Theresia 102012165
Maulidin Tubagus Adriansyah 102012136
Ajeng Aryuningtyas 102012259
Elizabeth Angelina 102012354
Andry Susanto 102012371
Karinda Lado 102012434
Kasoki Sifa Justine 102013478
Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510.
No. Telp (021) 5694-2061
Pendahuluan
Penyakit merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Selama kita
hidup tentunya pernah terserang oleh suatu penyakit, apakah itu penyakit yang ringan atau
yang berat. Salah satu penyakit yang sering atau banyak orang yang mengalaminya adalah
demam. Demam ini juga banyak jenisnya, seperti demam malaria, demam tifoid, demam
berdarah dengue (DBD) dan masih banyak jenis lainnya. Dalam makalah ini, akan dibahas
hal-hal yang berkaitan dengan demam, baik itu penyebabnya, jenis nyamuknya, proses
penularannya, pencegahan, hingga mengetahui jenis demam apa yang dialami oleh pasien
(pada skenario) dari gejala-gejala klinik yang didapatkan.
Anamnesis
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan utama demam sejak 2 hari
yang lalu. Pada kasus ini dapat ditanyakan bagaimana sifat demam, apakah ada faktor
pencetus, apakah ada gangguan dalam beraktivitas, apakah ada keluhan penyerta, seperti
menggigil, pusing dan mual, apa pasien sebelumnya berpergian keluar kota, apa pasien telah
melakukan perbaikan pada penyakitnya seperti minum obat. Dari pertanyaan yang diajukan
pasien menjawab bahwa demam sempat menghilang lalu kemudian naik lagi. Pasien juga
mengeluh mengalami menggigil, berkeringat, sakit kepala dan mual-mual. Sebelumnya
pasien telah berobat dan diberi minum obat panas namun gejalanya tidak berkurang. Pasien
sebelumnya tinggal di Jakarta dan baru sebulan pindah ke Papua.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data
tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat
pasien, mengindentifikasi masalah pasien, menilai perubahan satatus pasien, dan
mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan
fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, diantaranya :1
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan proses pengamatan atau observasi untuk mendeteksi masalah
kesehatan pasien. Cara efektif melakukan inspeksi adalah sebagai berikut :
a. Atur posisi pasien sehingga bagian tubuhnya dapat diamati secara setail
b. Berikan pencahayaan yang cukup
c. Lakukan inspeksi pada area tubuh tertentu untuk ukuran, bentuk, warna,
keimetrisan, posisi, dan abnormalitasnya
d. Bandingkan suatu area sisi tubuh dengan bagian tubuh lainnya
e. Jangan melakukan inspeksi secara terburu – buru
2. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan indra peraba, yaitu tangan, untuk menentukan
ketahanan, kekenyalan, kekerasan, tekstur, dan mobilitas. Palpasi membutuhkan
kelembutan dan sensivitas. Untuk itu, hendaknya menggunakan permukaan palmar
jari, yang dapat digunakan utuk mengkaji posisi, tekstur, konsistensi, bentuk massa,
dan pulsasi. Pada telapak tangan dan permukan ulnar tangan lebih sensitive pada
getaran. Sedangkan untuk mengkaji temperature, hendaknya menggunakan bagian
belakang tangan dan jari.
3. Perkusi
Perkusi merupakan pemeriksaan dengan melakukan pengetukan yang menggunakan
ujung – ujung jari pada bagian tubuh untuk mengetahui ukuran, batasan, konsistensi
organ – organ tubuh, dan menentukan adanya cairan dalam rongga tubuh. Ada dua
cara dalam perkusi yaitu cara langsung dan cara tidak langsung. Cara langsung
dilakukan dengan mengetuk secara langsung menggunakan satu atau dua jari.
Sedangkan cara tidak langsung dilakukan dengan menempatkan jari tengah diatas
permukaan tubuh dan jari tangan lain, telapak tidak pada permukaan kulit. Setelah
mengetuk, jari tangan ditarik ke belakang.
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh
tubuh melalui stetoskop.
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali
untuk mendapatkan suhu badan pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan
denyut nadi.2
Dalam kasus ini, pasien ini diduga menderita malaria, di dukung pula karena di Papua
merupakan daerah endemik yang tinggi penyebab malaria. Diperoleh dari pemeriksaan fisik
tanda-tanda vital yaitu: S= 390C, RR= 18x/menit, HR= 98x/menit, TD=120/80mmHg.
Setelah itu diperlukan adanya inspeksi pada kulit, ada tidaknya konjungtiva dan
telapak tangan yang tampak pucat. Pada malaria yang khas dalam pemeriksaan fisik adalah
ketika palpasi ditemukannya pembesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati
(hepatomegali).2
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisik yang utama, kita dapat melakukan pemeriksaan penunjang
sebagai langkah memperkuat diagnosa. Contoh pemeriksaan penunjang untuk diagnosa
penyakit malaria adalah, sebagai berikut :3
1. Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif, maka
bukan berarti pasien bebas dari malaria, tetapi pemeriksaan 3 kali darah tepi dengan hasil
negatif maka diagnosa malaria dapat ditiadakan. Pemeriksaan pada saat penderita demam
dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan melalui:
-Tetesan Preparat Darah Tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di
lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk indetifikasi parasit. Pemeriksaan
parasit dilakukan selama 5 menit. Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200
lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.
-Tetesan Darah Tepi
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium karena bila dilakukan dengan preparat
darah tebal, sulit untuk mengidentifikasi. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung
parasit, dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit. Bila jumlah
parasit >100.000 per mikro liter darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit
penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat
timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa,
Leishman’s, Field’s, atau Romanowsk. Tetapi, yang biasa digunakan adalah pengecatan
Giemsa karena mudah dipakai dengan hasil yang cukup baik.
2. Tes Antigen/Rapid Test
Tes antigen yaitu mendeteksi antigen dari Plasmodium Falciparum. Deteksi ini sangat
cepat, hanya 3-5 menit. Deteksi ini tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik
(sensivitas sampai 95%), dan tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks
juga sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic, telah
dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit per
mikro liter darah dan dapat membedakan apakah infeksi Plasmodium Falciparum atau
Plasmodium Vivax.
3. Tes Serologi
Mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect fluorescent
antibody test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria
atau keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnosti, sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi
terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Metode-metode tes
serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay.
4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologoi amplikasi DNA, waktu yang
dipakai cukup cepat dan sensitivitasnya cukup tinggi. Keunggulan dari tes ini walaupun
jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tetapi, tes ini baru dipakai
sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.4
Working Diagnosis
Working diagnosis yang dipilih adalah malaria. Malaria adalah penyakit infeksi
parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.4
Differensial Diagnosis
Differensial diagnosis yang dipilih adalah demam berdarah dengue (DBD) dan
demam tifoid. Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati dan trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh.1 Pada DBD, masa inkubasi berlangsung selama 2 minggu. Gejala awal DBD
adalah demam tinggi yang muncul tiba-tiba dan berlangsung selama 2-7 hari. Penderita juga
sering merasa mual, muntah, sakit kepala, nyeri otot, nyeri persendian, nyeri tulang, tidak
nafsu makan dan perut terasa kembung. Selain itu, gejala khas dapat terlihat dari tampilan
wajah yang cenderung memerah, terjadi pembesaran hati, dan tinja yang berwarna hitam atau
mengandung darah. Pada penderita DBD selalu terjadi trombositopenia yang mulai
ditemukan pada hari ketiga dan berakhir pada hari kedelapan sakit. Umumnya jumlah
trombosit <100.000/mm3. Selain itu, terjadi peningkatan hematokrit yang dikarenakan
kebocoran pembuluh darah.3 Sedangkan demam tifoid merupakan infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh bakteri.4 Pada demam tifoid, terjadi demam dengan titik
puncak pada sore dan malam hari, malaise (lemas), sakit kepala, timbul bintik kemerahan,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali dan gangguan pada sistem pencernaan.
Seringkali pada kasus demam tifoid penderita merasa nyeri tekan pada abdomennya. Selain
itu, terjadi gejala lain seperti anoreksia, muntah, diare, konstipasi dan perasaan tidak nyaman
pada abdomen.5
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada
hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,
bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia,
infeksi saluran kencing, dan tuberkulosis. Pada daerah hiperendemik sering dijumpai
penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak
menunjukkan gejala klinis malaria.4
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat.
Malaria tanpa komplikasi atau masih dalam tahap ringan harus dapat dibedakan dengan
penyakit infeksi lain, yaitu: 4
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare/
obstipasi), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
serta tremor), bradikardi relative (peningkatan suhu 10C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), leukopenia, batuk, epistaksis,
dan gangguan mental.
b. DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah.
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, myalgia, nyeri perut, mual, muntah,
konjungtiva merah, dan nyeri pada betis yang mencolok.
Pada malaria berat diagnosis banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada
malaria dengan ikterus, diagnosis bandingnya adalah demam tifoid dengan hepatitis,
kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak
dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak
lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan
kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan
serebrovaskular (stroke), eklampsia, dan tumor otak.4
Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium memiliki empat macam
spesies yaitu plasmodium falciparum, plasmodium ovale, plasmodium malarie, dan
plasmodium vivax. Namun sekarang juga ditemukan adanya malaria yang disebabkan oleh
plasmodium knowlesi (serupa dengan plasmodium palcifarum dan plasmodium malariae)
yang hospesnya adalah kera. Spesies ini pertama kali dilaporkan pertama kali di Malaysia dan
dapat menginfeksi manusia dan akan menyebabkan gejala klinis. Spesies plasmodium lainnya
yang ditemukan di kera adalah palsmodium cynomologi (serupa dengan plasmodium vivax).
Plasmodium rodhaini pada simpase di Afrika dan plasmodium brasilianum pada kera di
amerika Tengah yang menyerupai plasmodium malariae. Vektor dari plasmodium adalah
nyamuk Anopheles. Kematian yang paling sering terjadi karena infeksi dari plasmodium
falciparum. Nyamuk yang aktivitasnya menginfeksi manusia adalah nyamuk Anopheles
betina dengan cara menusuk manusia. Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di
seluruh kepulauan, terutama kawasan Indonesia Timur. 6,7,8
Patogenesis
Siklus hidup keempat spesies Plasmodium pada manusia umumnya sama. Proses tersebut
terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles betina sebagai
vektor atau hospes definitf dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes perantara.
Fase aseksual mempunyai dua daur, yaitu: (1) daur eritrosit dalam darah (skizogoni
eritrosit) dan (2) daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan
dengan a) skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk
dalam sel hati dan b) skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati.9
Parasit dalam hospes vertebrata (hospes perantara) melalui beberapa fase. Fase
jaringan terjadi bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam
kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada di dalam air liurnya masuk melalui
proboscis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah
dan setelah ½ jam sampai 1 jam masuk ke dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh
fagosit, tetapi sebagian masuk ke dalam sel hati (hepatosit) menjadi tropozoit hati dan
berkembangbiak. Proses in disebut skizogoni praeritrosit atau eksoeritrositer primer. Inti
parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau
lonjong, menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai pembelahan
sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu
dengan ukuran 1,0 sampai 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi tidak ada reaksi di
sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa waktu, tergantung dari spesies parasit
malaria.9
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk peredaran
darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa
difagositosis. Pada P.vivax dan P.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit (sporozoit
yang tetap “tidur” atau dormant selama periode tertentu) setelah beberapa waktu (beberapa
bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit
sekunder. Proses tersebut dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps yaitu parasit
ditemukan kembali dalam darah setelah pemberian obat skizontisida darah yang adekuat.
P.falciparum dan P.malariae tidak mempunyai fase eksoeritrosit sekunder, sehingga
kekambuhannya disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik dan dikenal sebagai
rekrudesensi. Hal ini dapat disebabkan skizontisida darah tidak seluruhnya mengeliminasi
stadium parasit yang ada di sel darah merah, berkurangnya imunitas alami atau adanya varian
parasit baru yang tidak dikenali hospes. Rekrudesensi yang panjang terkadang dijumpai pada
P.malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi
mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut ini menunjang bahwa relaps tidak ada pada infeksi
P.malariae: (1) infeksi P.malariae dapat disembuhkan dengan obat skiontosida darah saja; (2)
tidak pernah ditemukan skizon eksoeritrositik dalam hati manusia atau simpanse setelah
siklus praeritrositik; (3) parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat
dibuktikan pada beberapa kasus malaria transfusi.9
Fase aseksual dalam darah. Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria
ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa
tunas/inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria. Merozoit
yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit bergantung
pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin, dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit
melekat pada membran eritrozit, kemudian membran merozoit menebal dan bergabung
dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi, membentuk vakuol dengan
parasit berada di dalamnya. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga
lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam
darah berbentuk bulat, kecil; beberapa di antaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma
terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk
lingkaran, maka parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya
berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda ini disebut trofozoit.9
Parasit mencernakan hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa
pigmen malaria (hemozoin dan hematin). Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat
dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam yang makin
jelas pada stadium lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara
aseksual melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri
menjadi sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma
untuk membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri atas
inti dan sitoplasma yang disebut merozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah
dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian merozoit memasuki
eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan cara yang sama. Pada daur eritrosit,
skizogoni berlangsung secara berulang-ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitmia
yang meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respons imun hospes.9
Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit,
misalnya sitoplasma bertitik-titik pada P.vivax. Perubahan ini khas untuk spesies parasit.
Periodisitas skizogoni berbeda-beda, tergantung spesiesnya. Daur skizogoni (fase eritrosit)
berlangsung 48 jam pada P.vivax dan P.ovale, kurang dari 48 jam pada P.falciparum dan 72
jam pada P.malariae. Pada stadium permulaan infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok
(broods) parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda sehingga gejala demam tidak
menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan
gejala demamnya memberi gambaran tersian atau kuartan.9
Fase seksual dalam darah. Setelah 2 atau 3 generasi (3-15 hari) merozoit dibentuk, sebagian
merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Proses ini disebut gametogoni
(gametositogenesis). Stadium seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Gametosit
mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada P.falciparum bentuknya seperti
sabit/pisang bila sudah matang, pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies
Plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai
sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat dan pada gametosit jantan (mikrogametosit)
sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus. Kedua macam
gametosit mengandung banyak butir pigmen.9
Parasit dalam hospes invertebrata (hospes definitf) juga mengalami beberapa fase.
Eksflagelasi terjadi bila Anopheles mengisap darah manusia yang mengandung parasit
malaria, parasit aseksual dicernakan bersama eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh terus.
Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk
panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar dari sel induk,
bergerak-gerak sebentar kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya
berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada
sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut
mikrogamet; makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) dan menjadi gamet
betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik oleh makrogamet
yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat
berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot.9
Sporogoni. Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi
dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti cacing
ini berukuran panjang 8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus
dinding lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat,
disebut ookista. Jumlah ookista pada lambung Anopheles berkisar anatara beberapa buah
sampai beberapa ratus. Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan semi
transparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan besar
butir pigmen serta warnanya khas untuk tiap spesies Plasmodium. Bila ookista makin
membesar hingga berdiameter 500 mikron dan intinya membelah, pigmen tidak tampak lagi.
Inti yang sudah membelah dikelilingi protoplasma yang merupakan bentuk memanjang pada
bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar bentuk-bentuk yang kedua ujungnya runcing
dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. Kemudian ookista pecah,
ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai
kelenjar liur. Nyamuk sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk menghisap darah setelah
menusuk kulit manusia, sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah.
Sporogoni dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit infektif, berlangsung
8-35 hari, bergantung pada suhu lingkungan dan spesies parasit.9
Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit sampai
mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit
adalah bentuk infektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu: (1) secara alami melalui
vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk dan (2)
secara induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk dalam badan
manusia melalui darah, misalnya lewat transfuse, suntikan atau kongenital (bayi baru lahir
mendapat infeksi dari ibu yang menderita melalui darah plasenta).9
Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium
Epidemiologi
Penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia
Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya. Seperti
kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara
berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah
yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-
lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan
kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut. Masalah malaria
terpusat di wilayah Indonesia bagian Timur. Malaria masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama, mempengaruhi amgka kesehatan bayi, balita, dan ibu
melahirkan.8
Gejala Klinis
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang
penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain plasmodium,
imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadi infeksi sampai
timbulnya gejala klinis dikenal sebagai masa inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya
infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prapaten. Baik masa
inkubasi maupun periode prapaten dipengaruhi oleh strain plasmodium. Infeksi yang terjadi
melalui transfusi darah biasanya lebih pendek, tetapi tetap dipengaruhi oleh endemisitas
tempat infeksi dan pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak
adekuat. Pada beberapa daerah seperti Irian banyak terjadi gejala non spesifik berupa diare
dan ternyata merupakan gejala malaria. Pada anak-anak lebih banyak dijumpai batuk
dibandingkan orang dewasa. Gejala P.falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut
dibandingkan jenis lain. Sedangkan gejala P.malariae dan P.ovale paling ringan. Akhir-akhir
ini dilaporkan adanya infeksi Plasmodium knowlesi yang menginfeksi malaria secara
alamiah.3
Penderita malaria secara umum diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi klinis dan
parasitologik. Klasifikasi klinis didasarkan pada ada atau tidak adanya komplikasi dan
keadaan umum penderita. Klasifikasi tersebut penting untuk mengetahui cara yang tepat
dalam pemberian pengobatan (misalnya pada penderita yang muntah-muntah sebaiknya
diberikan obat parenteral). Infeksi yang didapat dari daerah yang resisten malaria
memerlukan pengobatan berbeda. Klasifikasi parasitologik diperlukan untuk menentukan
spesies dan derajat parasitmianya.3
Manifestasi Klinis Penyakit Malaria
Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejala utama demam. Diduga terjadinya demam berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit/skizon). Akhir-akhir ini demam dihubungkan dengan pengaruh GPI
(Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin dan/atau toksin lain. Pada beberapa
penderita demam tidak terjadi seperti di daerah hiperendemik, banyak orang dengan
parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik malaria ialah demam periodik, anemia, dan
splenohepatomegali. Berat-ringan manifestasi malaria bergantung pada Plasmodium yang
menyebabkan infeksi.4
Masa inkubasi bervariasi pada setiap Plasmodium. Plasmodium vivax sub-spesies
P.vivax multinucleatum (Cheson Strain), sering dijumpai di Cina Tengah, mempunyai masa
inkubasi yang lebih panjang (312-323 hari) dan sering relaps setelah infeksi primer. Inkubasi
terpendek pernah dilaporkan di Afrika, yaitu 3 hari.4
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan antara lain lesu,
malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri pada tulang atau otot,
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada P. falciparum
dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala mendadak.3
Malaria memiliki gejala klasik berupa “Trias Malaria” (Malaria proxysm) secara
berurutan sebagai berikut:3
Periode dingin
Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau saarung dan saat mengigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap tinggi, dapat
sampai 400C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retro-orbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), dapat
delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
Periode berkeringat
Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, penderita merasa kelelahan dan sering tertidur. Jika penderita bangun
akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan seperti biasa.
Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam, lebih sering terjadi
pada infeksi P.vivax. Pada P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada.
Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36 jam pada P.vivax dan P.ovale,
60 jam pada P.malariae.3
Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
Anemia lebih sering dijumpai pada penderita di daerah endemis, anak-anak, dan ibu hamil.
Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah sebagai berikut:3
1. Pengerusakan eritrosit oleh parasit
2. Hambatan eritropoiesis yang sementara
3. Hemolisis karena proses complement mediated immune complex
4. Eritrofagositosis
5. Penghambatan pengeluaran retikulosit
Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada malaria. Limpa akan teraba 3
hari setelah serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis. Limpa
merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pada penelitian dengan
hewan percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan
metabolisme, antigenik, dan rheological eritrosit yang terinfeksi.3
Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M.Vivax/ M.Benigna
Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari pertama
panas irregular, kadang-kafang remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin
atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik
setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksimal biasanya terjadi waktu
sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalm waktu 7-14 hari.3,9
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitmia mulai menurun setelah 14 hari,
limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima panas mulai
turun secara krisis. Pada malaria vivax manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tapi
kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett).
Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia.
Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relaps. Pada
penderita yang semi-immune perlangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja,
parasitmia hanya rendah, serangan demam pendek dan penyembuhannya lebih cepat.
Resistensi terhadap kloroquin pada malaria vivax juga dilaporkan di Irian Jaya dan daerah
lainnya. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada
saat status imun tubuh menurun.3,9
Manifestasi Klinis Malaria Tropika/ M. Falciparum
Malaria tropika merupakan bentuk paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler,
anemia, splenomegali, parasitmia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitmia
yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai
adalah sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare.
Parasit sulit ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan
tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperature di atas 400C. Gejala lain
berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal.
Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat, dan diikuti
kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada
perabaan. Hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa
albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan
monositosis.3
Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering
disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya,
dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan
kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan
20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai
infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:3
Malaria serebral (coma): tidak disebabkan penyakit lain atau lkebih dari 30 menit
setelah serangan kejang
Acidemia/acidosis: pH darah <7,25
Anemia berat
Gagal ginjal akut
Hipoglikemi: gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70mmHg) disertai keringat
dingin. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
Gangguan kesadaran ringan (GCS <15)
Kelemahan otot (tidak bisa duduk ataupun berjalan)
Hiperparasitemia >5%
Ikterik (bilirubin > 3mg/dl)
Hiperpireksia (temperature rektal > 400C) pada orang dewasa dan anak.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pengobatan penderita malaria dapat dengan memakai ACT (Artemisinin base
Combination Therapy), dengan obat-obat non-ACT atau dengan penggunaan obat kombinasi
Non-ACT. Berikut penjelasannya:10,11
- WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT.
Golongan artemisinin telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi
plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja dalam
membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit juga efektif terhadap
spesies (plasmodium-plasmodium pada malaria). Obat ini dapat diberi dengan cara oral,
parenteral/injeksi dan suppositoria. Catatan: Untuk pemakaian obat golongan artemisinin,
harus disertai bukti dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes
cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik,
tetap menggunakan obat non-ACT.
- Obat non-ACT
Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT telah dilaporkan
dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif terhadap
klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa
daerah pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-
pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.
Jenis-jenis obat non-ACT adalah klorokuin difosfat/sulfat, sulfadoksin-pirimetamin (SP),
kina sulfat, dan primakuin.
- Penggunaan obat kombinasi non-ACT
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum tejadi multiresistensi dan belum
tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yang
dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut:12
Kombinasi klorokuin + sulfadoksin pirimetamin.
Kombinasi SP + kina.
Kombinasi klotokuin + doksisiklin/tetrasiklin.
Kombinasi kina + doksisiklin/tetrasiklin.
Kombinasi kina + klindasimin.
Non-Medikamentosa
Penatalaksanaan untuk non medika mentosa adalah istirahat yang cukup, mandi atau
membersihkan badan secara teratur.
Kesimpulan
Jadi, dari gejala klinik keempat penyakit yang dapat menyebabkan demam di atas,
disimpulkan bahwa, laki-laki 30 tahun yang mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu dengan
sifat demam yang sempat menghilang kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat,
sakit kepala dan mual, menderita penyakit malaria yang banyak terjadi di daerah endemis
terutama di wilayah Timur Indonesia. Untuk jenis dari malaria dapat ditentukan secara pasti
dengan pemeriksaan penunjang.
Daftar Pustaka
1. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan ed.2 Oleh A. Aziz Alimul hal 140-141
2. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1.
Jakarta. Interna Publishing, 2009.h. 25-7.
3. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria dari molekuler ke kilinis. Ed.2. Jakarta:
EGC; 2010.h.1-9, 103-14, 325-36.
4. Harijanto PN. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Malaria. Ed.5.Vol.3. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.2813-25.
5. Khosla SN. Typhoid fever: it’s cause, transmission and prevention. New Delhi: Atlantic;
2008.
6. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Ed.4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h.212-35, 254-6.
7. Syarif A, Zunilda DS. Siklus hidup plasmodium dan obat malaria. Dalam: Farmakologi
dan Terapi. Ed.5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.h.556-67.
8. Widoyono. Penyakit tropis epidemologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan.
Ed.2. Jakarta: Erlangga; 2011.h.157-73.
9. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi
ke-4. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ; 2011.h.189-241.
10. Suhendro, Nainggolan L, Pohan HT, Widodo J, Zein U, Harijanto PN. Demam berdarah
dengue, demam tifoid, leptospirosis, malaria, malaria berat. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam.
Ed.4.Vol.3. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.2775.2798.2809.2813-25.2826.
11. Syarif A, Zunilda DS. Farmakologi dan terapi: Obat malaria. Ed.5. Jakarta: Gaya Baru;
2007.h. 556-69.