MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand...

22
MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA DI KECAMATAN TALIWANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Oleh HIDAYAT FIRMANSYAH NIM. E1C114036 PROGRAM STUDI BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNVERSITAS MATARAM 2018

Transcript of MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand...

Page 1: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA

DI KECAMATAN TALIWANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT

JURNAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Strata Satu (S-1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh

HIDAYAT FIRMANSYAH

NIM. E1C114036

PROGRAM STUDI BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNVERSITAS MATARAM

2018

Page 2: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has
Page 3: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

1

MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA

DI KECAMATAN TALIWANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Oleh:

Hidayat Firmansyah

E1C 114 036

Universitas Mataram

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia Dan Daerah

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Jl. Majapahit No. 62 Mataram NTB 83125 Telp. (0370) 623873

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan makna penanda dalam kesenian

masyarakat di Sumbawa Kecamatan Taliwang Sumbawa Barat. Penelitian ini menggunakan

jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan

fakta-fakta yang ada di dalam fenomena yang secara empiris di dalam hidup penuturnya.

Dalam pengumpulan data menggunakan metode simak dan teknik catat. Dalam mengalisis

data, penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil analisis data

penelitian ini disajikan menggunakan metode formal dan nonformal. Hasil penelitian ini

menunjukkan beberapa bentuk dan makna penanda di dalam kesenian yang berada di

Kecamatan Taliwang Sumbawa Barat, yakni (1) bentuk penanda (a) bangkat (sawah) di

dalam barapan kebo : memiliki bentuk penanda berbentuk persegi dengan panjang petak

sawah 50 meter dan kondisi sawahnya digenangi air keruh dan berlumpur; (b) gerak nyema di

dalam tari nguri : memiliki bentuk penanda, yaitu penari wanita yang duduk dengan rapi

sambil melakukan gerakan menyatukan kedua tangan dan menggerakkannya ke depan; (c)

dua orang petarung di dalam berampok : memiliki bentuk penanda dua orang laki-laki yang

saling berhadapan mengangkat dan mengepalkan bulir padi pada kedua tangannya yang

menunjukan sifat saling menantang. (2) Makna penanda dalam kesenian yang berada di

kecamatan Taliwang Sumbawa Barat, yakni (a) noga di dalam barapan kebo memiliki

makna, yaitu „sebuah alat‟ untuk menyatukan pasangan kerbau dan penghubung kareng di

dalam barapan kebo; (b) nyema di dalam tari nguri : memiliki makna, yaitu „gerakan tari‟

sebagai bentuk penghormatan dan pemberian persembahan; (c) padi di dalam berampok :

memiliki makna, yaitu „sebuah alat’ untuk pelapis atau pembalut pada kedua tangan petarung

sebagai pengaman untuk memukul.

Kata Kunci: kesenian Sumbawa, bentuk penanda, makna penanda

Page 4: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

2

THE MEANING OF MARKER ART IN THE PEOPLE IN THE

TALIWANG DISTRICT OF WEST SUMBAWA DISTRICT

By:

Hidayat Firmanyah

E1C 114 036

ABSTRACT

This study aims to describe the markers in the arts in the Taliwang Sumbawa Barat sub-

district which are related to: (1) the shape of the marker, and (2) the meaning of the marker.

This study uses a descriptive qualitative research type, which is research based solely on facts

that are in a phenomenon that empirically lives on the speaker. The data in this study are data

in the form of symbols or symbols obtained from videos and photos then collected using the

note and technique of note taking. Data analysis methods and techniques in this study use

qualitative analysis methods. The results of data analysis in this study are presented using

formal and non-formal methods. The results of this study indicate several forms and

meanings of markers in art in Taliwang West Sumbawa sub-district, namely (1) (a) noga

marker form in barapan kebo: has a wooden marker shaped instrument resembling a stick

and tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has a marker

form, that is a female dancer who sits neatly while doing movements to unite both hands and

move them forward; (c) rice in a berampok: has a marker of a plant that grows in the rice

field. (2) The meaning of the markers in art in the Taliwang Sumbawa Barat sub-district,

namely (a) noga in the barapan kebo: has meaning, namely as a tool to unite buffalo pairs and

chain linkages in the kebo barracks; (b) the motion of nyema in nguri dance: has meaning,

namely a form of respect and giving offerings; (c) rice in a berampok: meaning that is a

coating or bandage on both fighter's hands as a safety to hit.

Keywords: Sumbawa art, form signifier, mean signifier

Page 5: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesenian merupakan salah satu

unsur budaya universal yang menjadi

cerminan dari peradaban manusia.

Macaryus (2008:105-106) mengatakan

bahwa dalam komunitas masyarakat

sederhana, seni cenderung dipandang

sebagai ekspresi dan produk budaya

yang berkaitan dengan sistem sosial

masyarakat. Pendapat ini sesungguhnya

terkait dengan seni yang mengandung

nilai-nilai dan pengalaman estetika

yang diwujudkan dalam perilaku atau

aktivitas berkesenian yang

dikembangkan oleh masyarakat di

Kecamatan Taliwang Sumbawa Barat.

Budaya kesenian Sumbawa

merupakan salah satu bagian budaya

nasional yang keberadaannya masih

bertahan sesuai dengan perkembangan

zaman. Budaya kesenian yang ada di

Sumbawa dibangun oleh solidaritas,

filsafat, estetika, dan religius. Budaya

kesenian masyarakat Sumbawa terus

turun-temurun melekat di dalam

masyarakat dan berkembang hingga

masih bertahan di salah satu kecamatan

yang ada di Sumbawa, yaitu Kecamatan

Taliwang.

Makna budaya kesenian yang

digunakan oleh masyarakat Sumbawa

dalam berinteraksi merupakan ide,

gagasan, dan konsep hasil nilai dan

norma budaya yang dimiliki masyarakat

Sumbawa. Penanda tersebut

direalisasikan dengan tujuan

mengetahui suatu tanda dari kegiatan

yang akan dirayakan atau dilaksanakan.

Dengan kata lain, masyarakat di

Kecamatan Taliwang akan tahu tentang

penanda sehingga dapat diketahui

bentuk dan makna yang terkandung di

dalam suatu kegiatan budaya kesenian.

Adapun segala kegiatan kesenian

yang terjadi di dalam masyarakat

Sumbawa selalu ditandai oleh kebiasan

masyarakat yang membudaya, seperti

(a) kerapan menandakan masyarakat

akan menyambut musim tanam padi,

(b) berampok (tinju) menandakan

musim panen tiba dan ajang

pembuktian jawarah atau terhebat, (c)

ngumang menandakan awal dimulainya

sebuah pertunjukan , (d) gong genang

menandakan bahwa ada acara syukuran

baik acara syukuran pernikahan atau

sunatan, (e) sakeco menandakan bahwa

adanya kegiatan seni pertunjukan.

Biasanya sakeco ini sebagai

penghiburan dalam suatu kegiatan

acara, (f) lawas sama juga dengan

sakeco, lawas ini menandakan adanya

kegiatan seni pertunjukan dalam suatu

acara, (g) tari nguri sebuah kegiatan

seni tari dalam pembukaan menyambut

tamu, (h) tari tanjung menangis sama

dengan tari nguri, tar tanjung menangis

sebuah kegiatan seni tari yang berasal

dari cerita rakyat masyarakat Sumbawa.

Berdasarkan beberapa kesenian di

atas, penulis memutuskan memilih tiga

kesenian yaitu (1) barapan kebo, (2)

berampok, dan (3) tari nguri, ketiga

kesenian ini sangat menarik untuk

dikaji. Dalam ketiga kesenian ini

terdapat berbagi alat dan perlengkapan

yang digunakan saat kegiatan akan

berlangsung serta gerakan indah yang

memiliki makna dalam setiap

gerakannya.

Page 6: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

4

Penulis menyimpulkan bahwa

dalam kesenian di kecamatan Taliwang

Kabupaten Sumbawa barat ini

menggunakan berbagai alat

perlengkanpan guna melengkapi

kegiatan kesenian tersebut serta gerakan

indah yang diiringi dengan musik khas

Sumbawa. Oleh karena itu peneliti

tertarik untuk mengangkat kesenian di

kecamatan Taliwang Kabupaten

Sumbawa Barat yang berjudul, Makna

Penanda Dalam Kesenian Yang Berada

di Kecamatan Taliwang Sumbawa

Barat. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan teori semiotika dari

Ferdinand de Saussure, karena peuluis

ingin mengkaji tentang makna penanda

dalam kesenian. Teori Ferdinand de

Sausure ini mengkaji tentang pennda

sebagai bentuk dan petanda sebagai

makna.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka permasalahan yang akan dikaji

yaitu:

1. Bagaimanakah bentuk penanda

dalam kesenian masyarakat

Sumbawa di Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat ?

2. Bagaimanakah makna penanda

dalam kesenian masyarakat

Sumbawa di Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut

, tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini yaitu ;

1. Mendeskripsikan bentuk penanda

dalam kesenian masyarakat

Sumbawa di Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat.

2. Mendeskripsikan makna penanda

dalam kesenian masyarakat

Sumbawa Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini adalah

diharapkan dapat menambah pengetahuan

tentang budaya kesenian di Taliwang dan

menjadi referensi penelitian dalam bidang

semantik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Dapat dijadikan bahan referensi

dalam rangka mempertahankan

budaya kesenian di Taliwang, dan

menumbuhkan rasa cinta kepada

kebudayaan;

2) Dapat menjadikan upaya dalam

mempertahankan adat dan budaya

kesenian yang mengalami

kemunduran.

1.5 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian

ini adalah kesenian barapan kebo,

berampok, dan tari nguri. Dalam penelitian

ini konsep penanda mengacu pada

nonverbal.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Relevan

Penelitian mengenai Makna

Penanda Dalam Kesenian Masyarakat

Sumbawa di Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat pernah dilakukan oleh

penelitian lain. Namun, sebagai rujukan

penulis mengacu pada penelitian terdahulu

yang objek pembahasannya tentang makna

penanda, seperti penelitian yang dilakukan

oleh Kasadana (2016) dengan judul

“Makna Budaya dalam Ungkapan Bahasa

Page 7: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

5

Sumbawa Besar Sebuah Kajian

Etnolinguistik”. Kemudian, Melati (2016)

dengan judul “Makna Simbol-Simbol

Budaya dalam Prosesi Adat Pernikahan

di Kabupaten Dompu Kajian Semiotika

(Roland Barthes)”. Penelitian ini

menaruh perhatian pada masalah makna

penanda dalam kesenian masyarakat

Sumbawa di Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Makna dalam Sistem Tanda

1) Teori-teori makna

Ada beberapa yang menjelaskan

ihwal teori atau konsep makna. Model

proses makna Wendell Johnson 1951

(dalam Sobur, 2003:158) menawarkan

sejumlah implikasi bagi komunikasi

antarmanusi:

a. makna ada dalam diri manusi.

b. Makna berubah. Kata-kata relatif

statis.

c. Makna membutuhkan acuan.

d. Penyingkatan yang berlebihan akan

mengubah makna.

e. Makna tidak terbatas jumlahnya.

f. Makna dikomunikasikan hanya

sebagian.

2) Makna dalam sistem tanda

Dalam keseluruhan sistem tanda,

keberadaan makna sangat ditentukan

oleh karakteristik setiap unsur

pendukung sistem yang membangun

sistem tanda itu sendiri. Perubahan

abstraksi buni p-e-p-o-h-o-n-a-n

menjadi p-e-r-m-o-h-o-n-a-n

menyebabkan perbedaan signifie,

perbedaan abstraksi bunyi h-u-j-a-n

dari pemakai yang berbeda-beda dapat

menimbulkan asosiasi dunia luar yang

berbeda-beda pula, seperti „air yang

jatuh dari langit‟, dimaknai sebagai

„rahmat‟, „hambatan‟ dan sebagainya.

Pengubahan pola struktur kalimat

sebagai bagian dari sistem

kebahasaan, pengunaan sistem kode

maupun wujud ujaran, juga sangat

menentukan aspek makna maupun isi

pesan yang akan disampaikan. Dalam

hal demikian itulah sebenarnya

seseorang perlu menggunakan bahasa

secara cermat agar pesan yang ingin

disampaikan juga terpaparkan secara

tepat (dalam Aminuddin, 2015:79).

3) Ragam makna dalam pemakaian

Makna kata yang masih

menunjuk pada acuan dasarnya sesuai

dengan konvensi yang telah disepakati

bersama disebut makna denotatif atau

makna dasar. Sesdangkan makna kata

yang telah mengalami penambahan

terhadap makna dasarnya disebut

makna konotatif atau makna

tambahan. J.S. Mill (1843) dalam hal

ini memberikan contoh, kata putih,

misalnya memiliki warna dasar

„warna‟ seperti yang dimiliki salju,

kertas, atau mungkin kemilauannya

air. Akan tetapi, kata putih ternyata

juga dapat diacukan pada makna yang

lain, misalnya „kesucian‟. Acuan

makna kata yang pertama merupakan

contoh dari makna dasar, sedangkan

yang kedua contoh dari makna

tambahan.

Pemberian mankna referensial

suatu kata pada sisi lain tidak dapat

dilepaskan dari pemahaman pemberi

makna itu sendiri terhadap ciri referen

Page 8: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

6

yang diacu. Referen yang dinamai

kambing, misalnya dapat diberi ciri

“hewan berkaki empat”, “hewan

berbulu”, “hewan yang berbau tidak

sedap”, dan sebagainya. Pada sisi lain,

kata kambing secara subjektif dapat

juga diacukan pada makna tertentu.

kalimat dalam bahasa Jawa dialek

Malang misalnya, Wedhus iku

laoporene „kambing itu kenapa ke

sini‟, kata Wedhus „kambing‟ di situ

mungkin mengandung makna “anak

yang berbau tidak sedap”, bandot tua”,

“anak yang tidak disenangi”, dan

sebagainya (dalam Aminuddin,

2015:89).

Karena sifatnya subjektif, maka

pemberian makna itu sangat

ditentukan oleh motivasi, minat,

maksud, maupun tujuan pemakainya.

Makna yang ditentukan oleh unsur-

unsur tersebut diistilahkan makna

intensional. Lyons mengungkapkan

adanya aspek semantis yang telah

berada dalam suatu satuan gagasan,

yakni (1) makna deskriptif, yaitu

apabila makna itu memberikan suatu

fakta, misalnya bandung hampir setiap

hari beerkabut, (2) makna sosial,

misalnya makna dalam ujaran, silakan

mampir, serta (3) makna ekspresif,

yakni makna yang ditentukan oleh

unsur-unsur subjektif pemakainya

(Lyons, 1979, dalam Aminuddin,

2015:90).

2.2.2 Semiotika

Semiotika mengeksplorasi

bagaimana makna yang terbangun oleh

teks telah diperoleh melalui penataan

tanda dengan cara tertentu dan melalui

penggunaan kode-kode budaya

(Barker, 2004, dalam Vera, 2014:2).

Menurut Culler (1981), semiotika

adalah instrumen pembuka rahasia teks

penandaan, karena semiotika adalah

puncak logis dari apa yang disebut

Derrida sebagai “logosentrisme”

(dalam Vera, 2014:2)

Semiotika memeiliki daya tarik

tersendiri dalam sebuah penelitian

karena semiotika memiliki jangkauan

yang cukup luas dalam wilayah kajian

yang aplikatif, dan tersebar pada

beberapa disiplin ilmu. Semiotika

dapat diterapkan pada bidang ilmu

komunikasi, arsitektur, kedokteran,

sastra dan budaya, biologi, seni dan

desain,sosiologi, antropologi,

linguistik, psikologi, dan lain-lain

(dalam Vera, 2014: 10).

Kajian semiotika sampai sekarang

telah membedakan dua jenis semiotika,

yakni semiotika komunikasi dan

semiotika signifikasi. Yang pertama

menekankan pada teori tentang

produksi tanda yang salah satu di

antaranya mengasumsikan adanya

enam faktor dalam komunikasi, yaitu

pengirim, penerima kode (sistem

tanda), pesan, saluran komunikasi, dan

acuan (hal yang dibicarakan). Pada

jenis kedua, tidak dipersoalkan adanya

tujuan berkomunikasi. Sebaliknya,

yang diutamakan adalah segi

pemahaman suatu tanda sehingga

proses kognisinya pada penerima tanda

lebih diperhatikan dari pada proses

komunikasinya (dalam Sobur,

2003:15).

Tradisi semiotika tidak pernah

menganggap terdapatnya kegagalan

pemaknaan, karena setiap pembaca

mempunyai pengalaman budaya yang

relatif berbeda, sehingga pemaknaan

Page 9: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

7

diserahkan kepada pembaca. Dengan

demikian, istilah kegagalan

komunikasi tidak peernah berlaku

dalam tradisi ini karena setiap orang

berhak memaknai teks dengan cara

yang berbeda. Maka makna menjadi

sebuah pengertian cair, tergantung

pada frame budaya pembacanya (John

Fiske, dalam Vera, 20014:8)

Tanda-tanda (signs) adalah basis

dari seluruh komunikasi (Littlejohn,

1996, dalam Sobur, 2003:15). Manusia

dengan perantaraan tanda-tanda, dapat

melakukan komunikasi dengan

sesamanya.

Menurut Ferdinand de Saussure,

tanda/simbol bersifat arbitari, yaitu

tergantung impuls (rangsangan)

maupun pengalaman personal

pemakainya. Berdasarkan pandangan

Saussure, dalam satu sistem

penandaan, tanda merupakan bagian

tak terpisahkan dari sistem konvensi.

Sifat arbitari ini, menurut Saussure

artinya tidak ada hubungan alamiah

antara bentuk (penanda) dengan makna

(pertanda). Namun, penggunaan

bahasa tidak sepenuhnya arbitari,

karena itu tergantung pada kesepakatan

antar pengguna bahasa (dalam Vera,

2014:18)

Prinsip dari teori Saussure ini

mengatakan bahwa bahasa adalah

sebuah sistem tanda, dan setiap tanda

itu tersusun dari dua bagian, yakni

signifier (penanda) dan signified

(pertanda) (Kelan, 2009, dalam Vera,

2014:19).

Penanda adalah bentuk-bentuk

medium yang diambil oleh suatu tanda,

seperti sebuah bunyi, gambar, atau

coretan yang membentuk kata disuatu

halaman, sedangkan pertanda adalah

konsep dan makna-makna. Hubungan

antara bunyi danb bentuk-bentuk

bahasa atau penanda, dengan makna

yang disandangya atau pertanda, bukan

merupakan hubungan yang pasti harus

selalu demikian. Penanda dan pertanda

merupakan kesatuan, seperti dua sisi

dari sehalai kertas. Jadi, meskipun

antara penanda dan pertanda tampak

sebagai entitas yang terpisah, namun

keduanya hanya ada ebagai komponen

tanda (dalam Vera, 2014:20).

2.2.3 Seni Sebagai Unsur

Kebudayaan

Berbicara kesenian, tidak dapat

dilepaskan dari konteks kebudayaan

yang menjadi kesatuannya. Keterkaitan

ini disebabkan karena kesenian

merupakan salah satu di antara unsur

kebudayaan yang bersifat universal.

Jadi sekecil apapun kebudayaan suatu

suku bangsa unsur kesenian ada di

dalamnya.

Seni merupakan unsur yang sangat

penting yang memberi wajah

manusiawi, unsur-unsur keindahan,

kelarasan, keseimbangan, perspektif,

irama, harmoni, proporsi, dan

sublimasi pengalaman manusia pada

kebudayaan dan tanpa nilai-nilai itu

manusia akan jatuh ke kekuasaan saja

(Lubis, 1992:83).

Kesenian adalah konsep gaya seni

atau style of art. Bagaimanapun yang

akan dilihat perkembangannya adalah

pada pertamanya gaya seni itu.

Sesudah itu dalam rangka mencari

penjelasan atau memilih aspek untuk

Page 10: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

8

menjelaskan mengenai gaya seni

(Sedyawati, 2006:124)

Kesenian sebagai salah satu aspek

kebudayaan memiliki arti penting

dalam kehidupan masyarakat. Seni dan

masyarakat tidak dapat dipisahkan,

masyarakat dan seni bersumber dari

hubungan antara manuia dengan

lingkungannya. Oleh sebab itu, sejarah

telah membuktikan bahwa tidak ada

masyarakat tanpa seni, karena seni

selalu hadir dalam kehidupan manusia

dan mempunyai peranan yang sangat

penting (dalam Koentjaraningrat,

2002: 200).

Koentjaraningrat (2002)

mengatakan bahwa kebudayaan itu

hanya dimiliki oleh manusia dan

tumbuh dengan berkembangnya

masyarakat. Dalam rangka

memahaminya, Koentjaraningrat

menggunakan sesuatu yang disebut

“kerangka kebudayaan”. Kerangka

kebudayaan ini memiiki dua aspek

tolak. Kedua aspek tolak tersebut, yaitu

wujud kebudayaan dan isi kebudayaan.

Yang disebut dengan wujud

kebudayaan berupa: (a) wujud

gagasan, (b) perilaku, dan (c) fisik atau

benda. Ketiga wujud itu secara

berurutan disebut juga (a) sistem

budaya, yang bersifat lumayan abstrak;

(b) sistem sosial, yang bersifat konkret;

dan (c) kebudayaan fisik, yang bersifat

sangat konkret. Adapun isi kebudayaan

itu terdiri atas tujuh unsur yang bersifat

universal. Artinya, ketujuh unsur

tersebut terdapat di dalam setiap

masyarakat yang ada di dunia ini.

Ketujuh unsur tersebut, yaitu (1)

bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem

mata pencaharian hidup atau ekonomi,

(4) organisasi sosial, (5) sistem

pengetahuan, (6) sistem religi, dan (7)

kesenian. Kesenian terdiri dari (a) seni

patung, (b) seni relief, (c) seni lukis

dan gambar, (d) seni seni rias, (e) seni

vokal (f) seni instrumental, (g) seni

kesusastraan, (h) seni drama (dalam

Chaer & Leonie, 2010: 154-156).

Dalam bukunya Koentjaraningrat

(2002:380-381) menjelaskan bahwa

kesenian terbagi menjadi dua; seni

rupa dan seni suara. Seni rupa adalah

kesenian tentang menggambar, lukis,

atau kesenian yang dinikmati

menggunakan mata. Sedangkan seni

suara jelas dinikmati melalui indra

pendengaran.

2.2.4 Hubungan Bahasa dan Kebudayaa

Bahasa dan kebudayaan

merupakan dua sistem yang “melekat”

pada manusia. Dengan kata lain,

hubungan yang erat itu berlaku bahwa

kebudayaan merupakan sistem di

dalam mengatur interaksi manusia,

sedangkan kebahasaan merupakan

sistem yang berfungsi sebagai sarana

keberlangsungan sarana tersebut.

Pendapat yang mengatakan

bahasa dan kebudayaan suatu sistem

yang tidak dapat dipisahkan

ditegaskan lagi oleh Silzer di dalam

Chaer & Agustina (2010: 166), yaitu

bahasa dan kebudayaan merupakan

dua fenomena yang terikat, bagai dua

anak kembar siam, atau sekeping mata

uang yang pada satu sisi berupa sistem

bahasa dan pada sistem yang lain

berupa sistem budaya. Dengan

demikian, sesuatu yang tampak di

dalam budaya akan tercermin di dalam

bahasa. Begitu pula sebaliknya.

Di sisi lain, Edward Sapir dan

Benjamin Lee Whorf (di dalam Chaer

Page 11: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

9

& Agustina, 1995:219) yang begitu

kontroversial dari hipotesisnya

menyatakan bahwa bahasa

mempengaruhi kebudayaan. Di dalam

hipotesis ini dikemukakan bahwa

bahasa bukan hanya menentukan

corak budaya, melainkan juga

menentukan cara dan jalan pikiran

manusia. Dengan kata lain, suatu

bangsa yang berbeda bahasanya dari

bangsa lain, akan mempunyai corak

budaya dan jalan pikiran yang berbeda

pula. Jadi, perbedaan-perbedaan

budaya dan jalan pikiran manusia itu

bersumber dari perbedaan bahasa.

Apabila bahasa itu mempengaruhi

kebudayaan dan jalan pikiran

manusia, maka ciri-ciri yang ada di

dalam suatu bahasa akan tercermin di

dalam sikap dan budaya penuturnya.

2.2.5 Konsep-konsep Kajian Budaya

Dalam kebudayaan meliputi

praktek-praktek budaya, representasi,

bahasa dan kebiasaan-kebiasaan suatu

masyarakat tertentu. Konsep-konsep

kunci di dalam kajian budaya menurut

Barker (2012: 7-10) sebagai berikut.

1) Praktek-praktek budaya (sinifying

practices) dalam masyarakat yang

menghasilkan makna. Budaya yang

dimaksudkan adalah makna sosial

yang dibagi, yakni bagaimana

dunia (dan kehidupannya)

dimaknai.

2) Representasi. Pertanyaan dasar

studi-studi budaya adalah pada

representasai-representasi, yakni

„bagaimana dunia dikonstruksi

secara sosial dan direpresentasikan

kepada kita di dalam cara-cara

yang bermakna‟.

3) Materialismedan Nonreductionism.

Kajian budaya mengembangkan

kajian-kajian yang mengarah

kepada bentuk-bentuk materialisme

budaya yang menekankan kajian

„bagaimana dan mengapa makna-

makna dihasilkan seperti itu di

dalam kondisi atau pada saat

diproduksi‟.

4) Artikulasi. Kajian budaya juga

memilih menggunakan konsep

„artikulasi‟. Konsep artikulasi

adalah konsep yang mengupayakan

melakukan representasi/ekspresi

dan membawa bersama atau

„putting together‟.

5) Kekuasaan (power). Konsep

„kekuasaan‟ bagi kajian budaya

merupakan sentral pertanyaan di

dalam studi-studinya. Kekuasaan

selalu berada pada setiap tingkatan

hubungan sosial.

6) Budaya populer. Kajian budaya

melihat budaya popular sering

dijadikan dasar kajiannya. Budaya

pop yang diproduksi

mengahasilkan banyak praktek

proses produksi makna yang

beragam.

7) Teks dan pembaca/penonton. Teks

merupakan bentuk representasi

yang polysemic atau mempunyai

makna yang lebih dari satu atau

tidak tunggal. Sehingga kajian

budaya perlu memperhatikan

pembaca atau audiens sebagai

bagian penting yang menyebabkan

„teks itu bekerja‟ (texts work).

Audiens menjadi penting, karena ia

melihat proses makna diproduksi

dan cara makna diproduksi dalam

Page 12: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

10

hubungan antara teks itu sendiri

dan audiens. Momen konsumsi teks

lalu menjadi penting sebagai

momen produksi yang sangat

bermakna.

8) Subjektivitas dan identitas. Momen

konsumsi teks yang dilakukan oleh

audiens (pembaca maupun

penonton) merupakan proses yang

dibentuk oleh subjektivitas dan

identitas lalu menjadi isu sentral

kajian budaya pada tahun 1990-an.

2.2.6 Simbol

Menurut Depdikbud (1984) (dalam

Nurul, 2015:29) simbol atau lambang

adalah sebagai sesuatu hal yang atau

keadaan yang merupakan pengantar

pemahaman terhadap obyek. Dengan

demikian simbol merupakan

penggambaran suatu obyek. Lambang atau

simbol mempunyai suatu fungsi sebagai

media untuk berkomunikasi dengan

sesamanya. Sesungguhnya lambang-

lambang yang dikembangkan oleh

manusia tidak hanya mempunyai arti

sebagaimana terkandung di dalamnys,

akan tetapi yang lebih penting adalah

dayanya. Lambang tidak sekedar

menunjukan ide tetapi juga mempunyai

kekuatan sebagai perangsang. Jadi

lambang bagi manusia pendukungnya

tidak sekedar mengandung makna, akan

tetapi ia mengandung arti apa yang

dilaksanakan orang dengan makna

tersebut.

Secara etimologis, simbol (symbol) berasal

dari kata Yunani “sym-ballein” yang

berarti melemparkan suatu (benda atau

perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide.

Biasanya simbol tetjadi berdasarkan

metonimi, yakni nama untuk benda lain

yang berasosiasi atau yang menjadi

atributnya, misalnya Si kaca mata untuk

seseorang yang berkaca mata. Dan

metafora, yaitu pemakaian kata atau

ungkapan lain untuk objek atau konsep

lain berdasarkan kias atau persamaan,

misalnya kaki gunung, kaki meja,

berdasarkan kias pada kaki manusia

(Kridalaksana, 2001 dalam Sobur,

2003:155).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kualitatif. Menurut

Sudaryono di dalam Muhammad (2011:

180) penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang semata-mata hanya

berdasarkan fakta-fakta yang ada di

dalam fenomena yang secara empiris

hidup pada penuturnya. Sehingga yang

dihasilkan atau yang dicatat berupa

varian bahasa yang bisa dikatakan

sifatnya seperti potret atau paparan

seperti apa adanya.

3.2 Jenis Data dan Sumber Data

3.2.1 Jenis Data

Adapun jenis data yang akan

dianalisis di dalam penelitian ini berupa

simbol atau lambang dalam kesenian

masyarakat di Kecamatan Taliwang

Sumbawa Barat.

3.2.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini

diperoleh dari video dan foto atau

gambar tentang kesenian di Kecamatan

Taliwang Sumbawa Barat.

Page 13: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

11

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan

Data

Pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode

simak, Metode penyediaan data ini

diberi nama metode simak karena cara

yang digunakan untuk memperoleh

data dilakukan dengan menyimak

penggunaan bahasa. Istilah menyimak

di sini tidak hanya berkaitan dengan

penggunaan bahasa secara lisan, tetapi

juga penggunaan bahasa secara

tertulis (dalam Mahsun, 2013: 92).

Metode simak adalah metode yang

digunakan untuk memperoleh data

dengan melakukan penyimakan

terhadap penggunaan bahasa.

Di dalam pemakaian metode ini

lebih ditekankan pada teknik

menyimak simbol atau lambang pada

kesenian di Sumbawa Barat dalam

video yang telah dijadikan sumber

data. Dalam menyimak, peneliti

menggunakan teknik lanjutan yaitu

teknik catat. Teknik catat dalam

penelitian ini, yaitu mencatat data

yang relevan dengan data yang

diinginkan dalam penelitian, berupa

simbol-simbol dalam budaya

kesenian masyarakat Sumbawa Barat.

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah pengumpulan data tentang

kesenian di Kecamatan Taliwang, lalu

akan dianalisis menggunakan metode

analissis deskriptif kualitatif. Analisis

kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu

analisis berdasarkan data yang di

peroleh, selanjutnya dikembangkan

menjadi hipotesis (dalam Sugiyono,

2014:89). Dalam menganalisis penanda

pada kesenian akan digunakan model

dalam bidang semiotik.

3.5 Teknik Penyajian Data

Hasil analisis data penelitian ini

akan disajikan dengan dua cara, yaitu

menggunakan metode formal dan

metode informal. Metode formal adalah

metode penyajian hasil analisis data

menggunakan rumusan tanda dan

lambang (Mahsun, 2012:279). Tanda

yang dimaksud adalah tanda kurung

biasa ( ), tanda kurung siku [ ], dan

lain-lain. Adapun metode informal,

yaitu rumusan dengan kata-kata biasa,

termasuk terminologi yang bersifat

teknis.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Makna Penanda dalam Kesenian

Masyarakat di Kecamatan

Taliwang Sumbawa Barat

Analisis tentang makna penanda

kesenian barapan kebo, tari nguri, dan

berampok tersebut akan dijelaskan di

bawah ini.

4.1.1 Makna Penanda Barapan Kebo

Dengan menggunakan teori

semiotika dari Ferdinand de Saussure,

dapat disimpulkan makna yang

terkandung dalam permainan barapan

kebo ini menghasilkan sebuah makna

konseptual, yaitu merupakan makna

yang sesuai dengan konsep ataupun

pikiran pamakainya.

Dalam permainan barapan kebo ini

ada sepasang kerbau yang merupakan

simbol hewan pacuan. Sepasang kerbau

ini nantinya akan dihiasi dengan

perhiasan pada kepala dan tanduknya,

perhiasan ini merupakan simbol

ketangguhan. Dalam permainan ini

membutuhkan bangkat (sawah) yang

Page 14: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

12

merupakan simbol suatu arena dalam

barapan kebo. Setelah sepasang kerbau

telah terpilih dan bangkat (sawah) telah

siap, permainan ini selanjutnya

memerlukan noga, kareng, dan mangkar

yang merupakan simbol sebuah alat yang

harus ada pada barapan kebo. Tidak

hanya alat-alat tersebut saja yang perlu

dipersiapkan, ada juga peralatan lainnya

yang harus ada dalam permainan

barapan kebo. Peralatan tersebut adalah

bendera yang merupakan simbol pemberi

aba-aba atau pemberi tanda dalam

barapan kebo. Selain bendera ada juga

saka yang merupakan simbol tujuan

yang harus dituju oleh kerbau. Saat

barapan kebo telah dimulai akan ada

sandro (dukun) yang akan menggangu

joki (pengendara) dan kerbaunya.

Makna yang terkandung di sini

adalah bahwa dalam mensyukuri nikmat

Tuhan terhadap sektor pertanian karena

musim tanam akan segera datang,

masyarakat Sumbawa Kecamatan

Taliwang mengadakan permainan

barapan kebo sebagai hiburan dalam

menyambut musim tanam. Pada

permaianan ini ada sepasang kerbau

yang akan dijadikan hewan pacuan.

Kerbau yang awalnya digunakan untuk

membajak sawah, kini dijadikan hewan

pacuan yang akan diadu kecepatannya

dalam berlari. Kerbau yang digunakan

bukanlah sembarang kerbau, kerbau

harus diseleksi terlebih dahulu. Dalam

memilih kerbau untuk dijadikan hewan

pacuan harus memiliki ciri-ciri khusus

berupa pusaran pada bulunya itu berada

pada bagian tengkuk. Kepala kerbau

selalu memandang tegak ke depan, dan

tanduknya tumbuh sempurna

melengkung ke atas. Setelah kerbau

terpilih, selanjutnya akan dihiasi dengan

perhiasan pada kepala dan tanduknya,

hal ini bertujuan agar kerbau yang

terpilih terlihat tangguh dan gagah.

Pada saat mengadakan suatu acara

pasti terlebih dahulu menentukan tempat

atau lokasi. Sama seperti permainan

barapan kebo ini memerlukan arena

untuk mengadakannya. Bangkat (sawah)

yang awalnya dijadikan lahan pertanian

kini berganti menjadi tempat atau arena

dilaksanakannya pacuan kerbau.

Dipilihnya bangkat (sawah) menjadi

tempat atau arena barapan kebo karena

berniat untuk mengelolah tanah pada

bangkat agar dapat diupayakan sebaik-

baiknya.

Dalam melaksanakan permainan

barapan kebo memerlukan bantuan dari

alat-alat untuk membantu kerbau agar

dapat berlari dengan cepat dan

bersamaan. Alat-alat tersebut adalah

noga, kareng, dan mangkar atau uwe.

Ketiga alat tersebut akan membantu

kerbau agar berlari dengan cepat secara

bersamaan. Noga ini akan menyatukan

sepasang kerbau dengan cara

mengikatnya pada bagian atas leher

kerbau. Tujuan noga ini adalah supaya

ketika sepasang kerbau ini berlari

mereka tidak akan terpisah melainkan

berlari secara beriringan. Kareng ini

digunakan sebagai tempat berdirinya

joki, kareng disediakan agar ada tempat

joki berdiri dan berpijak dalam

mengendarai kerbau. Kareng juga

digunakan dengan tujuan agar tanah

pada sawah menjadi gembur dan dapat

diupayakan dalam menanam padi.

Selanjutnya ada mangkar atau uwe, alat

ini bertujuan untuk memicu sepasang

kerbau agar berlari dengan cepat.

Dengan adanya alat ini kerbau akan

Page 15: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

13

berpacu dengan cepat karena terus

dipukul.

Dalam mengawali barapan kebo

diperlukan aba-aba atau tanda

memulainya, agar permainan

berlangsung dengan aman, sesuai aturan

dan tertib. Dalam memberi aba-aba

untuk memulai balapan digunakan

bendera, panitia akan menggerakkan

bendera agar kerbau pacuan mulai

berlari dan akan menggerakkannya lagi

saat kerbau berhasil megenai atau

menabrak saka. Saka ini merupakan

tujuan akhir dari barapan kebo, saka

merupakan tujuan yang harus dituju oleh

kerbau. Dalam menuju saka, kerbau dan

joki akan di ganggu oleh sandro, ia akan

menggunakan segala cara agar

menggangu kerbau dan joki agar tidak

dapat mengenai saka walaupun

menggunakan ilmu hitam. Akan tetapi

pada pihak joki juga memiliki sandro,

sehingga akan saling adu ilmu antara

sandro saka dan sandro joki.

Makna yang dapat diambil pada

seni permainan barapan kebo ini adalah

bahwa proses mencapai tujuan yang baik

itu tidak mudah, kadang kita akan terus

berhadapan dengan berbagai masalah

yang menghadang. Tetapi dengan

berbagai masalah yang menghadang itu,

kita tidak boleh menyerah dan bekerja

keras dalam berusaha berusaha, karena

dalam mencapai tujuan yang baik akan

diberi bantuan dari Tuhan atau dari

makhluk lainnya. Sama seperti pada

permainan barapan kebo ini, denagan

bertujuan untuk menjadikan tanah pada

sawah agar bagus dan dapat diupayakan

dengan baik memerlukan bantuan dari

kerbau dan sebuah alat untuk menggarap

sawah. Dalam mencapai tujuan musim

panen dengan menghasilkan kualitas

padi yang bagus tidaklah mudah, kadang

akan datang berbagai masalah, seperti

gangguan dari hama-hama tikus dan

kekurangan air irigasi. Maka dari itu kita

harus busahadan terus kerja keras dalam

mengatasi malasah-masalah tersebut.

4.1.2 Makna Penanda Tari Nguri

Dengan menggunakan teori semiotika

dari Ferdinand de Saussure, dapat

disimpulkan makna yang terkandung

dalam kesenian tari nguri ini

menghasilkan sebuah makna

konseptual, yaitu merupakan makna

yang sesuai dengan konsep ataupun

pikiran pamakainya.

Tari nguri adalah seni pertumjukan

yang wajib di Sumbawa. Dalam tari

nguri ini terdiri dari beberapa gerakan,

yaitu gerak nyema‟ merupakan simbol

penghormatan. Dan gerakan tabe, lunte,

dan jempit tope. Keempat gerakan

tersebut merupakan simbol sopan

santun dan ramah. Dalam kegiatan tari

ini, penari memakai pakaian berwarna

terang khas Sumbawa dan dihiasi

dengan berbagai perhiasan merupakan

simbol keanggunan pada penari wanita.

Semua penari membawa dalang (tempat

persembahan) sebagai persembahan

kepada raja.

Makna yang terkandung di sini adalah

bahwa seni tari nguri adalah „tarian

persembahan dan penghormatan‟.

Tradisi seni pertunjukan tari nguri ini

adalah bentuk penghormatan serta

pengabdian kepada raja yang

menciptakan kemakmuran untuk

masyarakat Sumbawa. Penghormatan

dan pengabdian tersebut dikemas ke

dalam sebuah tarian. Pada zaman

sekarang raja di kerajaan Sumbawa

sudah tidak ada. Oleh karena itu,

Page 16: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

14

penghormatan dan persembahan

tersebut ditujukan kepada para tamu

yang datang di sebuah acara. Bentuk

penghormatan dan persembahan ini

dituangkan ke dalam gerak nyema‟

yang menunjukan penari menyatukan

kedua tangannya dan mengankatnya ke

atas. Gerak tari ini seolah menunjukan

ingin memberi penghormatan dan

persembahan kepada rajanya.

Dalam tari nguri ini penari wanita juga

menunjukkan sikap sopan dan ramah

kepada tamu dalam beberapa gerakan,

seperti gerak tabe, lunte, dan jempit

tope. Keempat gerakan ini menunjukan

kesopanan dan keramahtamahan

dengan melakukan gerakan duduk rapih

dan tangannya dilentikkan seolah

menunjukan sifat ramah tamah dan

sopan kepada tamu atau penonton. Dan

ada juga gerak tabe, gerakan ini

memperlihatkan penari yang berada

dalam satu barisan rapih melalukan

gerakan mengangkat setengah kain

yang ia gunakan seolah menunjukan

sifat sopan dan anggun.

Pakaian adat dalam tarian ini berwarna

kuning terang menunjukkan identitas

perempuan Sumbawa yang memang

menyukai warna terang. Selain

pakaiannya penari juga menggunakan

perhiasan agar tampak anggun dan

cantik menunjukkan bahwa perempuan

Sumbawa menyukai keanggunan

dengan memakai perhiasan yang cantik.

Makna yang dapat diambil dalam

kesenian tari nguri adalah sifat sopan

santun kepada sesama dan bersikap

ramah. Bila ingin hidup dengan damai

tanpa ada masalah dan tidak ada yang

mengganggu kehidupan kita sebaiknya

bersikap sopan santun dan ramah

kepada sesama dan berprilaku baik agar

orang lain juga berprilaku baik pula.

4.1.3 Makna Penanda berampok

Dengan menggunakan teori

semiotika dari Ferdinand de Saussure,

dapat disimpulkan makna yang terkandung

dalam seni permainan berampok ini

menghasilkan sebuah makna konseptual,

yaitu merupakan makna yang sesuai

dengan konsep ataupun pikiran

pamakainya.

Makna kesenian berampok adalah

permainan rakyat sebagai hiburan di pulau

Sumbawa. Permainan barampok

bermaksud untuk mengisi waktu istirahat

petani pada masa panen dengan

menjadikannya sebagai hiburan.

Dalam seni berampok ini terdapat

dua orang pria yang merupakan simbol

dua orang petarung. Untuk bertarung, dua

orang petarung ini menggunakan bulir padi

yaitu merupakan simbol alat memukul,

pelapis, dan pelindung. Pada saat

berampok dimulai ada tau basangela‟ yang

merupakan simbol seorang pengatur.

Makna yang terkandung di sini

adalah bahwa seni permainan berampok

adalah hiburan dimana dua orang petarung

yang akan saling memukul satu sama lain.

Meskipun permainannya dilakukan dengan

cara saling memukul, tetapi acara itu tetap

dalam suasana kegembiraan, bukan suatu

perkelahian.

Dalam bertarung membutuhkan alat

penganman, alat yang digunakan adalah

bulir padi yaitu „alat memukul‟ yang

digunakan sebagai pelapis atau pelindung

pada kedua tangan petarung sebagai

pengaman untuk memukul. Seperti yang

kita ketahui padi merupakan sejenis

tanaman yang menjadi bahan pangan

sebagai makanan dan menjadi sumber

Page 17: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

15

kehidupan umat manusia. Akan tetapi,

dalam berampok padi bermakna „sebuah

alat‟ yang digunakan sebagai pelapis

pengamanan pada saat memukul

lawannya.

Untuk dapat bermain aman tanpa da

yang luka berat, permainan berampok

membutuhkan seseorang yang bisa

mengatur permaianan dengan tertib. Yakni

tau basangela‟ seseorang pengatur

berjalannya permainan berampok ini. Tau

besengela‟ adalah nama yang diberikan

oleh masyarakat Sumbawa yang berarti

„juri‟. Tau basengela‟ akan memberi aba-

aba untuk memulai pertarungan dan akan

berakhir jika dikatakan berhenti. Dia akan

mengatur permainan berampok agar tidak

ada pelanggaran yang dilakukan oleh

petarung. Apabila ada yang melakukan

pelanggaran, maka permainan akan

langsung dihentikan dan poin petarung

yang melakukan pelanggaran dikurangi.

4.2 Bentuk Penanda dalam Kesenian

Masyarakat Sumbawa di

Kecamatan Taliwang Sumbawa

Barat

Kesenian yang akan dibicarakan ada

tiga. Ketiga kesenian tersebut, yaitu

barapan kebo,tari nguri, dan berampok.

Analisis pembahasan bentuk penanda

ketiga kesenian tersebut akan dijelaskan

dibawah ini.

4.2.1 Bentuk Penanda Barapan Kebo

a) Bangkat (sawah)

Bangkat adalah tanah atau lahan

yang digarap dan diairi untuk tempat

menanam padi. Untuk keperluan ini,

bangkat harus mampu menyangga

genangan air karena padi memerlukan

penggenangan pada periode tertentu dalam

pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah

digunakan sistem irigasi dari mata air.

Bangkat tidak hanya sebuah lahan yang

berfungsi sebagai lahan untuk menanam

padi. Pada budaya kesenian masyarakat

Sumbawa, bangkat adalah arena untuk

melaksanakan pacuan kerbau. Tinggi

permukaan air dan ketebalan lumpur

bangkat dalam pacuan kerbau ini

tergantung dari panjang areal bangkat tepat

kompetisi diadakan. Jika panjang petak

bangkat adalah 50 meter, maka debit air

bangkat harus banyak agar lumpur di

sawah lebih dalam.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda sawah yang

terdapat dalam kesenian barapan kebo.

Bentuk penanda sawah dalam kesenian

barapan kebo, yaitu berbentuk persegi

dengan panjang petak sawah 50 meter dan

kondisi sawahnya digenangi air keruh dan

berlumpur.

b) Sepasang kerbau

Kerbau adalah salah satu binatang

jinak yang sudah banyak ditemukan dan

diternakan di berbagai daerah khususnya

Indonesia. Di Indonesia kerbau adalah

hewan ternak yang digunakan oleh petani

untuk membajak sawahnya. Dalam suatu

budaya kesenian masyarakat di Taliwang

Sumbawa Barat, kerbau adalah hewan

yang dikendarai untuk pacuan adu lari.

Kerbau balap tidaklah sembarangan,

namun biasanya memiliki ciri khusus

berupa pusaran pada bulunya yang berada

tepat dibagian tengkuk kerbau dan di

antara kedua mata kerbau. Kepalanya

selalu memandang tegak ke depan dan

tanduknya tumbuh sempurna melengkung

ke atas.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda sepasang kerbau

yang terdapat dalam kesenian barapan

kebo. Bentuk penanda sepasang kerbau

adalah berpostur besar, berkaki empat,

Page 18: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

16

memiliki tanduk kuat, dan berkulit hitam.

Kerbau yang digunakan kepalanya selalu

memandang tegak ke depan, dan

tanduknya tumbuh sempurna melengkung

ke atas.

c) Noga

Noga adalah salah satu peralatan yang

wajib digunakan dalam barapan kebo.

Noga ini adalah alat dari kayu dengan

panjang 2,5 meter yang digunakan untuk

menyatukan sepasang kerbau dengan

mengikatnya pada kedua pundak kerbau.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda noga yang terdapat

dalam kesenian barapan kebo. Bentuk

penanda noga, yaitu terbuat dari kayu

menyerupai tongkat dengan panjang 2.5

meter.

d) Kareng

Kareng peralatan wajib yang

digunakan dalam barapan kebo. Kareng

adalah tempat berpijak atau tempat

berdirinya joki saat mengendarai kerbau.

Kareng ini terbuat dari kayu atau bambu,

ujung kareng diikatkan pada bagian tengah

noga.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda kareng yang

terdapat dalam kesenian barapan kebo.

Bentuk penanda kareng, yaitu menyerupai

huruf A yang terbuat dari beberapa

potongan kayu atau bambu.

e) Mangkar atau Uwe

Mankar atau uwe juga salah satu

peralatan wajib dalam barapan kebo.

Mangkar adalah alat berupa cambuk yang

terbuat dari kayu atau rotan yang memiliki

struktur keras, lentur, dan tidak mudah

patah. Mangkar digunakan untuk memukul

punggung kerbau agar berlari dengan

kencang.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk penanda pada mangkar yang

terdapat dalam kesenian barapan kebo.

Bentuk penanda mangkar atau uwe, yaitu

sebuah kayu atau rotan yang memiliki

panjang sekitar 1 meter dengan struktur

keras, lentur, dan kuat.

f) Saka

Saka terbuat dari kayu yang memiliki

panjang 120 centimeter, ujung tiang saka

dibaluti dengan kain atau daun-daunan dan

ada pula yang dibiarkan polos tanpa ada

balutan. Saka dipancang ke dalam lumpur

tidak terlalu kuat agar saat ditabrak noga

mudah. Saka, biasanya telah dijampi oleh

para sandro dengan perlakuan khusus

mistis ala mereka, beberapa hari sebelum

barapan kebo dimulai. Saka digunakan

sebagai finis atau sebagai akhir dari

barapan kebo, jadi permaian ini akan

berakhir bila berhasil mengenai atau

menabrak saka.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda saka yang terdapat

dalam kesenian barapan kebo. Bentuk

penanda saka, yaitu berupa tiang kayu

setinggi 120 centimeter. Saka dibaluti

dengan kain atau daun-daunan dan ada

pula yang dibiarkan polos tanpa ada

balutan.

g) Bendera

Bendera yang digunakan dalam

permainan ini sebanyak dua buah, yaitu

satu buah dipakai oleh juri di garis star

(palepas) dan satu buah lagi dipakai oleh

juri di dekat saka (garis finish). Fungsi

bendera untuk memberi tanda atau aba-aba

bahwa pasangan kerbau mulai berlari dan

untuk memberi tanda bahwa kerbau telah

melanggar saka atau tidak melanggar saka.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda bendera yang

terdapat dalam kesenian barapan kebo.

Bentuk penanda bendera ini, yaitu berupa

potongan kain yang terbuat dari benang,

strukturnya ringan hingga pada saat tertiup

angin bendera akan berkibar.

Page 19: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

17

h) Sandro

Sandro adalah seoarang laki-laki yang

dianggap sebagai orang pintar atau orang

berilmu dan dituakan di tengah-tengah

masyarakat. Fungsi sandro adalah

mengurus saka, baik menancapkan saka

atau mencabut saka. Sandro juga akan

mengganggu kerbau dan joki agar tidak

dapat mengenai atau menabrak saka.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda sandro yang

terdapat dalam kesenian barapan kebo.

Bentuk penanda sandro, yaitu

menunjukkan seorang pria yang memiliki

ilmu hitam dan selalu berdiri di dekat saka.

i) Joki

Joki adalah seorang laki-laki yang

memiliki keahlian atau kemampuan untuk

mengendarai kerbau. Peran joki ini adalah

mengendarai kerbau agar dapat mengenai

saka.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda joki yang terdapat

dalam kesenian barapan kebo. Bentuk

penanda joki ini, yaitu seorang pria yang

berdiri di atas kareng dan memegang

mangkar atau uwe.

4.2.2 Bentuk Penanda Tari Nguri

a) Gerak nyema

Gerak nyema adalah gerakan dalam

tari nguri yang menunjukan penghormatan

dan memberikan persembahan kepada

tamu.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk penanda gerak nyema, yaitu

menunjukkan penari wanita yang duduk

dengan rapi sambil melakukan gerakan

menyatukan kedua tangan dan

menggerakannya ke depan.

b) Gerak tanak

Gerak tanak gerakan dalam tari nguri

yang menunjukan keramahtamahan

masyarakat Sumbawa dalam menyambut

tamu di sebuah acara.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk penanda gerak tanak yaitu

menunjukkan penari wanita dalam satu

barisan melakukan gerakan duduk

setengah dan satu tangan dilentikkan di

depan dada.

c) Gerak tabe

Gerak tabe adalah gerakan dalam tari

nguri yang menunjukan kesopanan

masyarakat Sumbawa dalam menyambut

tamu di sebuah acara.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk penanda gerak tabe, yaitu

menunjukan penari wanita dalam satu

barisan yang rapih melakukan gerakan

tangan kanannya mengangkat setengah

kain panjang dan tangan kirinya

memegang sesembahan yang diangkat

sampai bagian antara perunt dan dada.

d) Gerak jempit tope

Gerak jempi tope adalah gerakan

dalam tari nguri yang menunjukan

keramahtamahan masyarakat Sumbawa

dalam menyambut tamu di sebuah acara.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk penanda gerak jempit tope, yaitu

penari wanita dalam satu barisan yang

menuju ke depan penonton lalu

menebarkan bunga di hadapan penonton.

4.2.3 Bentuk Penanda berampok

a) Dua orang petarung

Dua orang petarung ini adalah

peserta dalam seni permainan berampok.

Dua orang petarung ini memiliki badan

yang kekar dan kuat, mereka akan masuk

ke dalam lapangan diawali dengan

ngumang yaitu berteriak dengan kata-kata

menantang, ini bertujuan untuk menantang

para petarung yang ingin bertarung.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda dua orang

Page 20: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

18

petarung yang terdapat dalan kesenian

berampok. Bentuk penanda dua orang laki-

laki ini, yaitu dua orang laki-laki yang

saling berhadapan mengangkat dan

mengepalkan bulir padi pada kedua

tangannya yang menunjukan sifat saling

menantang.

b) Bulir padi

Bulir padi adalah satu-satunya alat

yang digunakan dalam seni permainan

berampok, yaitu hanya butir padi dan

tangkainya yang baru saja dipotong

sebanyak segenggam yang dipegang oleh

kedua tangan petarung. Bulir padi ini

berfungsi sebagai pelapis atau pembalut

tangan serta sebagai alat pemukul.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda bulir padi tang

terdapat dalam kesenian berampok. Bentuk

penanda bulir padi ini menunjukkan

beberapa bulir padi sejenis tanaman yang

tumbuh di sawah yang telah matang.

c) Tau basangela‟

Tau basangela‟ adalah seorang yang

mengatur berjalannya seni permainan

berampok ini. Tau basangela‟lah yang

akan memulai dan mengakhiri seni

permainan berampok.

Dari penjelasan di atas, terdapat

bentuk-bentuk penanda tau basangela‟

yang terdapat dalam kesenian berampok.

Bentuk penanda tau basangela‟, yaitu

seorang pria yang selalu berada di antara

dua orang petarung yang akan berampok.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Didalam penelitian ini dibicarakan

bentuk dan makna penanda dalam

kesenian yang berada di Kecamatan

Taliwang Sumbawa Barat. Adapun hasil

penelitian bentuk penanda dalam ketiga

kesenian, yaitu (1) noga di dalam barapan

kebo : memiliki bentuk penanda alat yang

terbuat dari kayu menyerupai tongkat dan

diikat di atas kedua leher kerbau; (2) gerak

nyema di dalam tari nguri : memiliki

bentuk penanda, yaitu penari wanita yang

duduk dengan rapi sambil melakukan

gerakan menyatukan kedua tangan dan

menggerakkannya ke depan; (3) padi di

dalam berampok : memiliki bentuk

penanda sebuah tanaman yang tumbuh di

sawah.

Selain bentuk, ketiga kesenian

tersebut juga menghasilkan makna

konseptual. Adapun hasil penelitian makna

konseptual penanda dalam ketiga kesenian,

yaitu (1) noga di dalam barapan kebo

memiliki makna, yaitu „sebuah alat‟ untuk

menyatukan pasangan kerbau dan

penghubung kareng di dalam barapan

kebo; (2) nyema di dalam tari nguri :

memiliki makna, yaitu „gerakan tari‟

sebagai bentuk penghormatan dan

pemberian persembahan; (c) padi di dalam

berampok : memiliki makna, yaitu „sebuah

alat‟ untuk pelapis atau pembalut pada

kedua tangan petarung sebagai pengaman

untuk memukul.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas penulis

memberi empat saran. Keempat saran

tersebut sebagai berikut.

1. Bagi masyarakat di kecamatan Taliwang

diharap dapat melestarikan tradisi

kesenian barapan kebo, berampok, dan

tari nguri. Hal tersebut disebabkan oleh

ketiga kesenian itu merupakan aset

budaya yang berharga.

2. Untuk pemerintah dan instansi terkait

diharap dapat ikut serta melestarikan

kesenian ini yang dapat dimasukkan ke

Page 21: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

19

dalam salah satu aset budaya dengan

tujuan menghindari kepunahan.

3. Perlu diterbitkan buku tentang ketiga

kesenian ini sehingga dapat dijadikan

referensi yang cukup bagi pembaca dan

peneliti selanjutnya.

4. Penelitian tentang ketiga kesenian ini

jarang dilakukan sehingga sangat perlu

diadakan penelitian lebih lanjut agar

diperoleh gambaran yang lebih jelas

dan lengkap bagi peneliti selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2015. Semantik Pengantar

Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar

Baru Algensindo.

Barker, Chris. 2004. Cultural Studies.

Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik

Bahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010.

Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Ida, Rachmah. 2014. Studi Media dan

Kajian Budaya. Jakarta: Prenada

Media Group.

Kasadana, Satria. 2016. “Makna Budaya

dalam Ungkapan Bahasa Sumbawa

Besar; Sebuah Kajian Etnolinguistik.”

Skripsi. Mataram: FKIP Univeritas

Mataram.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu

Antropologi. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Kountur, Ronny. 2009. Metode Penelitian.

Jakarta: PPM.

Lubis, Mochtar. 1993. Budaya Masyarakat

dan Manusia Indonesia. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia

Macaryus, Sudartomo. 2008. Aneka

Problem Pembelajaran Bahasa

Daerah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa

(Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya). Jakarta: PT. Raja

Grapindo Persada.

Melati, Tily Putri. 2016. “Makna Simbol-

simbol Budaya dalam Prosesi Adat

Pernikahan di Kabupaten Dompu

Kajian Semiotika Roland Barthes.”

Skripsi. Mataram: FKIP Universitas

Mataram.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Muhammad. 2011. Paradigma Kualitatif

Penelitian Bahasa. Yogyakarta:

Liebe Book Press.

Nuri, Nasir Yuniar. 2015. Analisis

Kesalahan Dalam Penulisan Karya

Ilmiah. Mataram: FKIP Unram.

Nazir, Yuniar Nuri. 2015. Fonologi

Sebuah Kajian Deskriptif. Mataram:

Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Mataram.

Sakban. 2014. “Penanda Lingual

Bermakna Sangat Bahasa Sasak

Dialek A-E di Desa Ranggagata

Lombok Tengah.” Skripsi. Mataram:

FKIP Universitas Mataram.

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia:

Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.

Page 22: MAKNA PENANDA DALAM KESENIAN MASYARAKAT SUMBAWA …eprints.unram.ac.id/11557/1/JURNAL SKRIPSI.pdfand tied over both buffalo necks ; (b) the motion of the echo in the nguri dance: has

20

Jakarta: Divisi Buku Perguruan

Tinggi, Raja Grafindo Persada.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suciani. 2015. “Penanda Kesantunan

Imperatif dalam Bahasa Sasak Dialek

Meno-Mene di Desa Penegadang

Lombok Tengah.” Skripsi. Mataram:

FKIP Unicersitas Mataram.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian

Kualitatif. Bandung: CV Alvabeta.

Sunan, Kalimati Wahyu. 2005. Pilar-Pilar

Budaya Sumbawa. Disbudpar

Kabupaten Sumbawa Barat.

Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam

Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia

Indonesia.