makna iqra

11
Sumber 1 Al Alaq 1 – 5 “Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.” (ayat 1). Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta. Yaitu “Menciptakan manusia dari segumpal darah.” (ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu

Transcript of makna iqra

Page 1: makna iqra

Sumber 1Al Alaq 1 – 5

“Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.” (ayat 1). Dalam waktu

pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam

perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan

diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.

Yaitu “Menciptakan manusia dari segumpal darah.” (ayat 2). Yaitu peringkat yang

kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki

dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma

jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah

melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).

Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh

diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang

tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya dia membaca.

Page 2: makna iqra

Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh

Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di luar kepala,

dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan

semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak

membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-wahyu

itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu pun artinya

ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-

Ku.”

Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Ammanya menerangkan: “Yaitu

Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah

segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan

kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai

membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan bahwa

tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa

beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat

meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada

padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi

yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa

dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.”

“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” (ayat 3). Setelah di ayat yang

pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari

segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan.

Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah

Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya.

“Dia yang mengajarkan dengan qalam.” (ayat 4). Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi.

Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada manusia berbagai

ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka

perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk

membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan

dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh

pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari

manusia apa-apa yang dia tidak tahu.” (ayat 5).

Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia

pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah

Page 3: makna iqra

kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu

dengan qalam yang telah ada dalam tangannya:

“Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan

itu. Oleh sebab itu ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh.”

Maka di dalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita

menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian

seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang

berasal dari segumpal mani.

Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan manusia yang diambil

dari bumi. Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai zat yang lain, yang semua

diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran, buah-buahan makanan pokok

dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan dewasa. Yang terpenting

alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia sekitarnya ialah kesanggupan

berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari apa yang terasa di dalam

hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan pulalah

kepandaian menulis.

Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada

kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam

tafsirnya: “Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih

sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan

menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagianya. Dengan itu mula

dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.”

Maka kalau kaum Muslimin tidak mendapat petunjuk ayat ini dan tidak mereka

perhatikan jalan-jalan buat maju, merobek segala selubung pembungkus yang

menutup penglihatan mereka selama ini terhadap ilmu pengetahuan, atau

merampalkan pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka terkurung dalam bilik

gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka sampai mereka

meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak

menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi selama-

lamanya.

Page 4: makna iqra

Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh

membaca di atas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat,

dan hikmat dan ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat

yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau

pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang

tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua

ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga

ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu

tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu

sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Tuhan.

Sumber 2

Kata Iqra (اقرا( yang dalam bahasa Indonesia berarti bacalah, merupakan suatu bentuk kata kerja, yang dalam

bahasa Arab disebut fi’il amr merupakan kata dasar atau fi’il mudhori’ dari Qara a – yaqrou ( قرا – yang) يقرا

artinya membaca.

Surat al Alaq ini merupakan wahyu pertama Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lewat malaikat

Jibril di Gua Hira, wahyu pertama ini tidak secara keseluruhan satu surat langsung dari surat al Alaq, wahyu

pertama yang Allah turunkan adalah hanya ayat 1 – 5 dari surat al Alaq.

Kata pertama dari surat al Alaq adalah berbunyi Iqra yang artinya bacalah. Bacalah, perintah Allah kepada nabi

Muhammad SAW juga termasuk kepada ummatnya adalah diperintahkan untuk membaca. Tetapi, makna dari

kata bacalah atau membaca ini tidak hanya sekedar diterjemahkan dalam makna membaca, tetapi membaca

disini tidak hanya membaca.

Membaca, betul betul membaca, dalam artian tidak hanya sekedar seperti kita hanya membaca buku saja, itu

masih merupakan makna yang sederhana sekali. Padahal,maksud Allah memerintahkan untuk membaca adalah

agar umat manusia benar benar membaca, nah bagaimana artian membaca yang sebenarnya?

Disini, saya jelaskan beberapa makna dari kata membaca dalam surat al Alaq, yakni:

Iqra yang artinya bacalah, berarti ummat manusia diperintahkan untuk membaca, membaca bisa juga

dimaknai dengan memahami atau fahamilah yang serupa dengan bacalah.

Bisa juga berarti telitilah

Bacalah juga bermakna analisalah, sintesakanlah

Dan bisa juga dengan artian yang lebih luas yaitu temukan teori, temukan ilmu. Karena membaca

merupakan salah satu gerbang dari ilmu pengetahuan maka ia jug bermakna temukan ilmu.

Implikasi dari Iqro, ummat Islam itu bisa memproduk sesuatu dengan ilmu atau menciptakan suatu penemuan

baru dalam ilmu pengetahuan.

Page 5: makna iqra

Allah memerintahkan untuk membaca, namun obyek yang dibaca tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Allah tidak

menentukan apa yang harus dibaca. Artinya, bacalah:

1. Fenomena, ayat kauliyah dan ayat kauniyah Allah yang terdapat di alam semesta ini.

Ayat kauniyah merupakan ayat ayat berupa alam, seperti adanya ala mini, kita diperintahkan untuk membaca,

mempelajari apa yang ada di ala mini, dalam dunia pendidikan seperti kita belajar ilmu eksakta dan ilmu social,

itu semua merupakan ayat kauniyah Allah.

1. Nomena (makhluk gaib/benda gaib/sesuatu yang tidak nampak yang tidak bisa dirasakan oleh indra).

fenomena dan nomena tersebut adalah merupakan obyek ilmu pengetahuan, dimana obyek ilmu pengetahuan

yaitu seluruh ilmu ilmu yang berasal dari satu sumber yaitu Allah.

Itulah, sekilas makna Iqra dalam surat al Alaq yang saya dapat dari bangku perkuliahan pada mata pelajaran

Tafsir Hadits di semester 3 PAI. Semoga pembaca semua bisa mengambil manfaatnya, dan dapat

mengimplementasikan dari makna kata Iqra yang sesungguhnya.

Jadi, kita sebagai ummat Islam sudah mengetahui dan memahami bahwa Allah menyuruh kita semua untuk

membaca yang tidak hanya sekedar membaca, maka ummat Islam harus menjadi ummat yang cerdas, tidak

boleh bodoh dan mudah dibodohin oleh kaum barat. Yang sejatinya ummat Islam adalah lebih unggul dari

ummat lain, maka berbanggalah ummat Islam dengan ilmunya jangan malah mengekor budaya barat. Ummat

Islam harus mampu seperti ummat Islam terdahulu yang telah berhasil dan sukses membangun peradaban

dunia dengan ilmu pengetahuan.

Lebih penting, sebagai kaum intelektual seperti mahasiswa terlebih mahasiswa muslim harus lebih cerdas dan

unggul, harus bisa membaca dengan makna membaca yang sesungguhynya. Semoga, ummat Islam akan selalu

sukses dan berhail dengan selalu membaca ayat kauniyah dan kauliyah Allah.

http://blog.umy.ac.id/antikanurunimah/2012/11/14/makna-kata-iqra-bacalah-dalam-surat-al-alaq/

Sumber 3

Membedah Kedahsyatan Iqra`SHARE ON:FacebookTwitter Google +

Page 6: makna iqra

Oleh: Sholih Hasyim

(Anggota Dewan Syura Hidayatullah)

Kata iqra’ terambil dari kata kerja qa-ra-`a yang awalnya berarti “menghimpun”

huruf -huruf dan kata-kata. Arti kata ini kemudian berkembang menjadi “merangkai”

serta “mengucapkan” rangkaian huruf dan kata-kata tersebut.

Apa yang dihimpun dan dirangkai? Tentu saja informasi sebanyak mungkin, dari

segala sumber, baik lewat pendengaran, penglihatan, maupun hati.

Makna ini menunjukkan bahwa iqra` tidak mengharuskan adanya teks tertulis yang

dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar orang lain. Kata iqra` bisa

bermakna membaca yang tersurat (malfuzh) dan sesuatu yang tersirat (malhuzh).

Dalam kamus bahasa Arab ditemukan aneka ragam arti kata iqra`, antara lain

menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, dan mengetahui ciri-

cirinya. Kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakikat menghimpun (informasi).

Multi Obyek

Perintah membaca pada iqra` tidak disebutkan obyeknya. Kaidah bahasa Arab

mengatakan bahwa suatu kata dalam susunan redaksi yang tidak disebutkan

obyeknya (maf’ul), maka obyek yang dimaksud bersifat umum. Artinya, mencakup

segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut.

Oleh karena itu obyek dari perintah membaca (iqra`) menjangkau bacaan suci yang

bersumber dari Tuhan, yakni ayat tanziliyah (wahyu) dan kauniyah (segala ciptaan-

Nya), baik di alam makro maupun mikro, termasuk dimensi nafsiyyah (kejiwaan),

masyarakat, dan sejarah.

Page 7: makna iqra

Muhammad Abduh mengatakan, iqra` bukan perintah yang membebani (amr taklifi)

atau membutuhkan obyek, tetapi suruhan untuk aktif (amr takwiny).

Sejalan dengan pendapat itu, Buya Malik Ahmad mengatakan, membaca

menghendaki gerakan yang dinamis, produktif, dan kreatif. Bukan sebatas mengeja.

Jadi, orang yang sedang membaca sesungguhnya sedang menggali secara aktif

potensi intelektual, spiritual, dan emosional dalam dirinya secara sinergis. Agaknya,

pendapat inilah yang selaras dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT)

pada Surat al-‘Alaq.

Membaca dengan beragam artinya adalah syarat pertama dan utama bagi

pengembangan ilmu dan teknologi, serta syarat utama dalam membangun

peradaban. Ilmu, baik yang diperoleh dengan usaha manusia (ilmu kasbi, acquired

knowledge), maupun yang diberikan atas kemurahan Allah SWT ketika hati yang

membacanya dalam keadaan suci (ilmu ladunni, perennial), pada hakikatnya adalah

milik Allah SWT.

Pilar Peradaban

Semua peradaban yang bisa bertahan lama dimulai dari satu bacaan. Peradaban

Yunani dimulai dengan Iliad karya Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi, dan

berakhir dengan hadirnya kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan

karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan Filsafat Hegel (1770–1831).

Sementara peradaban Islam yang gemilang dipicu oleh daya kekuatan yang tumbuh

dari al-Qur`an yang berarti bacaan yang sempurna.

Kegiatan membaca al-Qur`an melahirkan penafsiran-penafsiran baru atau

pengembangan dari pendapat-pendapat yang telah ada. Demikian juga, kegiatan

“membaca” alam raya menimbulkan penemuan-penemuan baru yang membuka

rahasia-rahasia alam, walaupun obyek bacaannya sama.

Sungguh, perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga yang pernah

dan yang dapat diberikan kepada umat manusia. Sebab, perintah ini mengantar

manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna (yarfa’ul insana ilaa

arqaa madaarijihaa). Sangat beralasan bila dikatakan membaca adalah syarat utama

membangun peradaban.

Page 8: makna iqra

Semakin luas bacaan, makin tinggi peradaban. Begitu juga sebaliknya. Tidak

berlebihan juga pada suatu ketika manusia akan didefinisikan sebagai ‘makhluk

membaca’. Definisi ini tak kurang nilai kebenarannya sebagaimana definisi manusia

sebagai “makhluk sosial” atau “makhluk berfikir”.

Fitrah “Membaca”

Membaca pada hakekatnya langkah esensial menyalurkan fitrah manusia. Sekalipun

manusia tidak diperintah untuk membaca, dengan sendirinya memiliki bawaan

selalu ingin membaca. Sebab, rasa ingin tahu selalu melekat pada diri manusia.

Anak kecil yang masih duduk di bangku TK sering mengajukakan berbagai

pertanyaan yang membuat kita terpojok. Pertanyaan itu muncul sebagai wujud

respons dari apa yang dilihat, diraba, diamati, dibaca, dan disaksikannya.

Allah SWT telah menyediakan alam semesta untuk manusia agar tugas kehambaan

dan kekhalifahan bisa terlaksana dengan baik. Demikian pula sebelum menyuruh

membaca, Allah SWT telah melengkapi manusia dengan pendengaran, penglihatan,

dan hati. Perintah membaca adalah usaha mengaktifkan instrumen pendengaran,

penglihatan dan hati, agar berfungsi secara proporsional. Firman Allah SWT:

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) roh (ciptaan-

Nya) dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (as-Sajdah

[32] : 9)

Jadi, dari ayat di atas dapat dipahami bahwa aktivitas mendengar, melihat, dan hati,

adalah kegiatan ruhani. Jika manusia secara fisik berwujud, dan ketiga potensi tadi

tidak diaktifkan, maka ia bagaikan bangkai yang berjalan.

Berikut ini adalah seruan Allah SWT agar manusia selalu membaca dengan kata ra-

aa:

Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang

menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya. (al-Waqiah [56] : 58-59)

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang

menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau kamu kehendaki

niscaya Kami jadikan ia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur. (al-Waqiah

[56] : 68-70)

Page 9: makna iqra

Berkali-kali manusia diperintahkan untuk senantiasa “membaca” seperti na-zha-ra,

fak-ka-ra, dab-ba-ra.

Manusia yang enggan mengaktifkan indra pendengarannya, penglihatannya, dan

hatinya, laksana binatang ternak, bahkan lebih sesat. Ibnu Taimiyah mengatakan,

manusia yang pasif laksana mati sebelum meninggal. Sebab, hatinya tertutup dari

hidayah, sehingga lemah dalam merespon perubahan (dhu’ful istijabah lil

mutaghayyirat).

Berdimensi Aksi

Membaca tidak sekadar memadati otak dengan informasi sehingga hanya menjadi

pengetahuan (daya tahu) yang bersifat teoritis. Membaca menuntut adanya aksi dan

iradah (daya mau). Keluasan ilmu pengetahuan tanpa disertai kemauan

mengamalkan akan menjadi saksi yang memberatkan pemiliknya (hujjatun ‘alaihi)

kelak di depan Mahkamah Ilahi.

Kualitas bacaan berbanding lurus dengan mutu amal. Kebenaran membaca sangat

mempengaruhi kebenaran dan keabsahan amal. Perbedaan kesimpulan bacaan

mempengaruhi perbedaan kesempurnaan amal. Amal yang tidak berdasarkan ilmu

termasuk sikap taqlid (membebek), atau dikatagorikan bid’ah (membuat amal

ibadah tanpa contoh sebelumnya).

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Bacalah dan beramallah!” Dalam ilmu hukum seseorang

yang melihat bahaya kemudian tidak bergerak untuk menanggulangi bahaya itu

(diam), sekadar sebagai penonton dan tidak segera bereaksi, maka ia bisa menjadi

tertuduh. Di sini korelasi yang menunjukkan makna “iqra`” yang menuntut adanya

gerakan (aksi).

Berbingkai Ilahiyyah

Abdul Halim Mahmud (mantan Syaikh Al Azhar) dalam bukunya Al Qur`an fi Syahri

al-Qur`an mengatakan: Kalimat iqra` bismi rabbik, al-Qur`an tidak sekadar

memerintahkan membaca, tetapi menegaskan bahwa membaca adalah simbol dari

segala yang dilakukan manusia, baik yang sifatnya aktif maupun yang pasif. Kalimat

tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan ‘bacalah demi Tuhanmu’,

‘bergeraklah demi Tuhanmu’, ‘bekerjalah demi Tuhanmu’.

Page 10: makna iqra

Demikian pula apabila Anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan aktivitas,

hendaklah hal tersebut didasarkan pada bismi rabbik.

Ayat tersebut akhirnya berarti jadikanlah seluruh kehidupanmu (duduk, berdiri, dan

berbaring), wujudmu, dan cara dan tujuanmu, hanya demi Allah.

Pada Surat al-‘Alaq, Allah SWT memperkenalkan perbuatan-Nya dengan kata rabb

(mencipta, memelihara, mendidik). Ini berarti perintah membaca bersifat mendi-dik,

memelihara, mengembangkan, meningkatkan, dan memperbaiki makhluk-Nya.

Wallahu a’lam bish shawab.*** SUARA HIDAYATULLAH, JUNI 2009