makalah+kelompok+4+apem+FIX

45
PERAN PARTISIPASI DAN PENGAWASAN MASYARAKAT DALAM RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN Studi Kasus : Bentrok antara Masyarakat Koja dan Satpol PP dalam “Penertiban” Lokasi Makam Mbah Priok Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas akhir semester Mata Kuliah “Administrasi Pembangunan” oleh : 1. Abimanyu Hilmawan (0806463460) 2. Fitria Diah Sari (0806468625) 3. Furi Andriyana (0806463486) 4. Intias Maresta Buditami (0806347095) 5. Rahmi Khairun Nisa (0806347164) Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 0

description

sdgrgr

Transcript of makalah+kelompok+4+apem+FIX

Page 1: makalah+kelompok+4+apem+FIX

PERAN PARTISIPASI DAN PENGAWASAN MASYARAKAT DALAM

RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Studi Kasus : Bentrok antara Masyarakat Koja dan Satpol PP dalam

“Penertiban” Lokasi Makam Mbah Priok

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas akhir semester Mata Kuliah “Administrasi

Pembangunan”

oleh :

1. Abimanyu Hilmawan (0806463460)

2. Fitria Diah Sari (0806468625)

3. Furi Andriyana (0806463486)

4. Intias Maresta Buditami (0806347095)

5. Rahmi Khairun Nisa (0806347164)

Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, 2010

KATA PENGANTAR

0

Page 2: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Makalah kelompok yang berjudul “Partisipasi dan Pengawasan Masyarakat dalam

Kasus Penggusuran Makam Mbah Priok” berisikan studi kasus yang menyangkut pokok –

pokok bahasan mengenai hal – hal yang menjadi faktor penyebab terjadi kerusuhan yang

dilakukan masyarakat atas rencana penggusuran makam Mbah Priok, bentuk partisipasi

masyarakat dalam rencana penggusuran makam Mbah Priok, dan bentuk pengawasan yang

dilakukan oleh masyarakat terhadap rencana penggusuran makam Mbah Priok. Pokok –

pokok bahasan tersebut dikaitkan kepada teori partisipasi, pengawasan, good governance,

dan administrasi pembangunan supaya pembahasan studi kasus lebih terarah dan

komprehensif.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein dan Prof.

Dr. Irfan Ridwan Maksum, M. Si selaku dosen dan fasilitator yang telah memberikan ilmu

dan bantuan, baik materil dan nonmateril, kepada penulis sehingga penulis memiliki bekal

guna menyusun makalah ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman –

teman Departemen Ilmu Administrasi Negara kelas B mata kuliah Administrasi

Pembangunan yang telah menciptakan suasana yang kondusif sehingga mempermudah

penulis mendapatkan ilmu guna menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa penulis ucapkan

kepada kedua orang tua atas dukungan, baik materi maupun non materi dan seluruh

pihak ,seperti penulis buku, jurnal, dan artikel yang telah memberikan bahan materi untuk

penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna maka penulis mengharapkan

adanya kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kesalahan di dalam makalah ini

dan selanjutnya di mata kuliah ini atau di mata kuliah lain.

Depok, Mei 2010

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar 1

1

Page 3: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Daftar Isi 2

Bab 1 Pendahuluan 3

1.1 Latar Belakang Masalah 5

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penulisan 5

1.4 Metode Penulisan 5

1.5 Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Kerangka Teori 7

2.1 Partisipasi Masyarakat 7

2.2 Good Governance 11

2.3 Administrasi Pembangunan 14

2.3.1 Ciri –Ciri Administrasi Pembangunan 15

2.3.2 Ruang Lingkup 16

2.3.3 Fungsi dan Peran Pemerintah dalam Pembangunan 17

2.4 Pengawasan 18

2.4.1 Konteks-konteks dalam pengawasan 19

2.4.2 Jenis-jenis Pengawasan 20

2.4.3 Tujuan Pengawasan 22

Bab 3 Analisis Masalah 23

3.1 Studi Kasus: Bentrok antara Masyarakat Koja

dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) 23

3.2 Analisis Kasus 24

Bab 4 Penutup 29

4.1 Kesimpulan 29

4.2 Saran 29

Daftar Pustaka 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

2

Page 4: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Pemerintahan di era Presiden Soeharto yang cenderung otoriter menimbulkan rasa

tidak puas kepada masyarakat Indonesia. Sistem sentralistik yang dianut saat itu, menjadikan

pemerintah menjadi pihak penyelenggara negara yang kebal dari pengawasan, khususnya dari

masyarakat. Pemerintahan yang top down membuat kreatifitas dan inovasi masyarakat

menjadi mati karena kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah sangat dibatasi.

Padahal di satu sisi, kebebasan berpendapat dan mengkritik merupakan sebuah hal yang

sangat penting agar evaluasi dan akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan fungsi

pembangunan dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Konsekuensi logis dari matinya mekanisme pemberian pendapat dan kritik terhadap

pemerintah adalah ketidakmerataan pembangunan yang berjalan selama 32 tahun saat itu di

Indonesia. Muncullah kesenjangan antara orang-orang yang tinggal di daerah dan ibukota.

Pada akhirnya, kemarahan masyarakat memuncak saat kerusuhan Mei tahun 1998 yang

ditandai dengan tumbangnya rezim Soeharto.

Secara garis besar, masyarakat menginginkan adanya reformasi dalam sistem

pemerintahan di Indonesia. Masyarakat menginginkan adanya keterbukaan dalam

berpendapat dan penghapusan terhadap sistem sentralistik yang dianggap mematikan

pembangunan dan menghambat pemerataan kesejahteraan. Akhirnya dibentuklah undang-

undang tentang otonomi daerah yang menandai dimulainya sistem desentralisasi di Indonesia.

Desentralisasi dianggap dapat menjawab masalah-masalah pembangunan seperti tidak

transparannya penggunaan keuangan, serta memaksimalkan persebaran pembangunan

berdasarkan kebutuhan masyarakat. Fungsi pengawasan masyarakat yang belum berkembang

saat pemerintahan Soeharto diharapkan dapat muncul dan memberi andil dalam

pembangunan negara.

Namun demikian, pemerintahan dan pembangunan yang terdesentralisasi tidak akan

berjalan dengan efektif tanpa adanya partisipasi masyarakatnya. Partisipasi masyarakat sangat

penting peranannya dalam proses pembangunan di wilayahnya sendiri. Partisipasi masyarakat

bisa berbentuk partisipasi dalam pembangunan infrastruktur atau maintenance-nya;

partisipasi dalam proses politik; melakukan pengawasan saat pemerintah merumuskan dan

melaksanakan kebijakan publik. Penyertaan peran masyarakat dalam sistem pemerintahan

akan menimbulkan sinergisitas yang sempurna untuk menciptakan good governance yang

menginginkan adanya kerjasama dan partisipasi sempurna dari 3 aktor utama di negara, yaitu

pemerintah atau government, pihak swasta atau privat, dan masyarakat atau civil society.

3

Page 5: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Sinergitas ketiga elemen ini sangat penting agar terjadi proses pembuatan kebijakan publik

yang berkeadilan dan pembangunan nasional yang merata.

Pelibatan masyarakat sebagai shareholder dan stakeholder dalam proses perumusan

kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasinya adalah hal mutlak yang harus terjadi agar good

governance dapat benar-benar ditegakkan. Jika dalam pelakasanaannya pemerintah tidak

menerapkan nilai dasar good governance yaitu melibatkan partisipasi masyarakat dalam

proses kenegaraan, maka yang akan terjadi adalah proses pembangunan yang tidak

berkeadilan dan akan menumbuhkan konflik.

Salah satu dampak dari pemerintah tidak menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam

membuat, memutuskan, dan melaksanakan kebijakan publik ialah banyak terjadinya konflik-

konflik sosial. Salah satu contohnya adalah bentrokan di Makam Mbah Priok pada tanggal 14

April 2010 kemarin yang melibatkan Satpol PP dan masyarakat sekitar makam. Disinyalir

bentrokan ini terjadi karena tidak adanya pelibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan

penggusuran makam. Pemerintah hanya melibatkan PT Pelindo yang dalam hal ini adalah

sebagai pihak swasta dalam membuat kebijakan tersebut. Masyarakat merasa tidak terima

karena tidak pernah dicapai keputusan yang final antara pihak masyarakat, pemerintah dan

pihak Pelindo sendiri. Akibatnya adalah terjadi bentrokan berdarah yang membuat ratusan

korban luka dan beberapa orang meninggal. Tidak adanya sinergisitas yang seharusnya

dilakukan dalam sebuah good governance dalam pemutusan kebijakan penggusuran ini

adalah pemicu terjadinya konflik yang tidak seharusnya terjadi.

Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis bermaksud untuk mengkaji lebih jauh

bagaimana sebenarnya proses pelibatan masyarakat dalam rencana penggusuran Makam

Mbah Priok serta mekanisme pengawasannya dalam pelaksanaan rencana tersebut. Dengan

demikian, penulis juga berharap makalah ini bisa semakin menguatkan pernyataan bahwa

good governance perlu dibentuk sebaik-baiknya untuk mencegah terjadinya konflik

kepentingan yang berbeda satu sama lain antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta,

salah satunya seperti yang digambarkan pada kasus Makam Mbah Priok.

1.2. Rumusan Masalah

Makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa penyebab terjadi kerusuhan yang dilakukan masyarakat atas rencana

penggusuran makam Mbah Priok?

4

Page 6: makalah+kelompok+4+apem+FIX

2. Bagaimana bentuk partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam rencana

penggusuran makam Mbah Priok?

3. Bagaimana bentuk ideal partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam setiap proses

pembangunan?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu

1. Mengetahui penyebab terjadi kerusuhan yang dilakukan masyarakat atas rencana

penggusuran makam Mbah Priok.

2. Mengetahui bentuk partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam rencana

penggusuran makam Mbah Priok.

3. Mengkaji lebih jauh bagaimana bentuk ideal partisipasi dan pengawasan masyarakat

dalam setiap proses pembangunan.

1.4. Metode penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan studi literatur dari beberapa bahan bacaan

yang berasal dari buku-buku penunjang dan website-website yang memiliki korelasi terhadap

tema makalah ini.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan

Bab 2 Kerangka Teori terdiri dari Teori Partisipasi Masyarakat, Teori Good Governance,

Teori Administrasi Pembangunan, Teori Pengawasan

Bab 3 Pembahasan terdiri dari Studi Kasus Bentrok antara Masyarakat Koja dan Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam Rencana Penggusuran Makam Mbah Priok, dan

Analisis Kasus

Bab 4 Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi.

5

Page 7: makalah+kelompok+4+apem+FIX

BAB 2

KERANGKA TEORI

2.1 Partisipasi masyarakat

Istilah partisipasi berasal dari bahasa asing yang artinya mengikutsertakan pihak lain.

Beberapa definisi lain mengenai partisipasi adalah :

6

Page 8: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Santoso Sastropoetro mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan spontan dengan

kesadaran disertai tanggung-jawab tehadap kepentingan kelompok untuk mencapai

tujuan bersama.1

Alastraire White mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan komuniti setempat

secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksananaannya terhadap proyek-

proyek pembangunan.2

Allport mengemukakan bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami

keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam

pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga berarti keterlibatan

pikiran dan perasaannya.3

Keith Davis mengemukakan definisi partisipasi sebagai

“Mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages

him to contribute to group goals and share responsibility in them”.

Menurut Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang di

dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan

kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut.4

Selain itu, Keith Davis juga melengkapi definisinya mengenai partisipasi dengan

mengemukakan gagasan lain tentang partisipasi.

There are three ideas in this definition which are important to managers who will

practice the art of participation, most of them do agree on the importance of these

three ideas”.

Di dalamnya terdapat tiga buah gagasan yang penting artinya bagi para manajer atau

pemimpin yang hendak menerapkan seni partisipasi dan kebanyakan dari mereka sependapat

dengan tiga buah gagasan tersebut.

Dari beberapa definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa partisipasi memiliki tiga

gagasan penting, yakni keterlibatan, kontribusi, dan tanggung jawab.

1 ?Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal 39 – 40.2 ? Ibid. hal. 52.3 ?Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal 12.4 ?Keith Davis & John W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Terjemahan. (Jakarta : Erlangga, 1995) hal. 179.

7

Page 9: makalah+kelompok+4+apem+FIX

1. Keterlibatan mental dan emosional/inisiatif.

Keterlibatan ini bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang dalam berpartisipasi

lebih terlibat egonya daripada terlibat tugas.5

2. Motivasi kontribusi

Unsur kedua adalah kesediaan menyalurkan sumber inisiatif dan kreatifitasnya

untuk mencapai tujuan kelompok.6

3. Tanggung jawab

Partisipasi mendorong orang-orang untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas

kelompok. Ini juga merupakan proses sosial yang melaluinya orang-orang menjadi

terlibat sendiri dalam organisasi dan ingin mewujudkan keberhasilannya. Pada saat

orang-orang ingin menerima tanggung jawab aktivitas kelompok, orang-orang

tersebut melihat adanya peluang untuk melakukan hal-hal yang diinginkan, yaitu

merasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya. Gagasan tentang upaya

menimbulkan kerja tim dalam kelompok ini merupakan langkah utama

mengembangkan kelompok untuk menjadi unit kerja yang berhasil. Jika orang ingin

melakukan sesuatu, orang tersebut akan menemukan cara melakukannya.7

Menurut Keith Davis, partisipasi memiliki beberapa bentuk dan jenis, antara lain :

1. Bentuk Partisipasi

Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.

Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari

sumbangan individu atau instansi yang berada di luar lingkungan tertentu.

Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli

setempat.

Aksi massa.

Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa sendiri.

Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.

5 ?Loc Cit.6 ?Keith Davis & John W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Ketujuh.

Terjemahan. (Jakarta : Erlangga, 1995) hal. 180.7 ?Ibid., hal. 181.

8

Page 10: makalah+kelompok+4+apem+FIX

2. Jenis-jenis partisipasi

Pikiran (psychological participation).

Tenaga (physical participation).

Pikiran dan tenaga (psychological dan physical participation).

Keahlian ( participation with skill).

Barang (material participation).

Uang (money participation).

Selain Keith Davis, Hamijoyo juga mengemukakan beberapa bentuk dari partisipasi,

antara lain8:

1. Partisipasi buah pikiran

Partisipasi ini diwujudkan dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna

mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Sumbangan pemikiran yang diarahkan

pada penataan cara pelayanan dari lembaga/badan yang ada, sehingga mampu

berfungsi sosial secara aktif dalam penentuan kebutuhan anggota masyarakat.

2. Partisipasi tenaga

Partisipasi jenis ini diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha

yang dapat menunjang keberhasilan dari suatu kegiatan.

3. Partisipasi keterampilan

Jenis keterampilan ini adalah memberikan dorongan melalui keterampilan yang

dimilikinya pada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini

biasanya diadakan dalam bentuk latihan bagi anggota masyarakat. Partisipasi ini

umumnya bersifat membina masyarakat agar dapat memiliki kemampuan

memenuhi kebutuhannya.

4. Partisipasi uang (materi)

Partisipasi ini adalah untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan

masyarakat yang memerlukan bantuan.

4. Partisipasi harta benda

8 ?Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal 32.

9

Page 11: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Diberikan dalam bentuk menyumbangkan harta benda, biasanya berupa perkakas,

alat-alat kerja bagi yang dijangkau oleh badan pelayanan tersebut.

Terdapat beberapa pakar yang mendefinisikan partisipasi masyarakat. Beberapa

definisi tersebut adalah sebagai berikut:

Canter mendefinisikan partispasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah

yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara

penuh atas suatu proses kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan

sedang dianalisis oleh badan yang berwenang.9

Goulet mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi

antara dua kelompok, yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam

pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan

pengambilan keputusan (elite).10

Wingert merinci partisipasi atau peran serta masyarakat menjadi beberapa paham

sebagai berikut:

a. Partisipasi masyarakat sebagai suatu kebijakan

Penganut paham ini berpendapat bahwa partisipasi masyarakat merupakan suatu

kebijakan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu

pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan dan terkorbankan oleh

suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan.

b. Partisipasi masyarakat sebagai strategi

Penganut paham ini mengendalikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan

strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Pendapat ini didasarkan kepada

suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memilki akses terhadap pengambilan

keputusan dan kepedulian masyarakat kepada tiap tingkatan pengambilan keputusan

didomentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memilki kredibilitas.

c. Partisipasi masyarakat sebagai alat komunikasi

Partisipasi masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan

masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini

dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani

masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah

masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsive.

9 Sirajudin, dkk. Hak Rakyat Mengontrol Negara. (Jakarta: Yappika, 2006) hal 12-1310 Ibid, hal 13

10

Page 12: makalah+kelompok+4+apem+FIX

d. Partispasi masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa

Partisipasi masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi

konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat yang ada. Asumsi yang

melandasi paham ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat meningkatkan

pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan.

e. Partisipasi masyarakat sebagai terapi

Menurut paham ini, peran masyarakat dilakukan untuk mengatasi masalah-

masalah psikologis masyarakat seperti halnya ketidakberdayaan, tidak percaya diri,

dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting di dalam masyarakat.11

Perlunya partisipasi masyarakat juga diungkapkan oleh Koeshadi Hardjasoemantri,

bahwa selain untuk memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan,

partisipasi masyrakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima

keputusan. Selanjutnya, partisipasi masyarakat akan membantu perlindungan hukum.12

2.2 Teori Good Governance

Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsep

yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik.

Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil,

partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan.

Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam

reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini

dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma

baru ini menekankan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang

berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama

mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi,

akuntabilitas publik, dan menciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi

(Thoha, 2004: 78).

Sejumlah perspektif muncul dari paradigma baru ini dan mendorong ramainya diskusi

dan perdebatan di arena politik dan akademisi. Di antara perspektif yang berkaitan dengan

struktur pemerintahan yang timbul antara lain (Thoha, 2004: 78):

11 Ibid. hal 14-1612 Ibid. hal 20

11

Page 13: makalah+kelompok+4+apem+FIX

a. Hubungan antara pemerintah dengan pasar.

b. Hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

c. Hubungan antara pemerintah dengan organisasi vo¬luntary dan sektor privat.

d. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat-pejabat yang diangkat

(pejabat birokrat).

e. Hubungan antara lembaga pemerintahan daerah dengan penduduk perkotaan dan

pedesaan.

f. Hubungan antara legislatif dan eksekutif.

g. Hubungan pemerintah nasional dengan lembaga-lembaga internasional.

Dalam menganalisis perspektif ini banyak para praktisi dan teoretisi dalam bidang

administrasi publik merumuskan berbagai prosedur dan proses yang bisa dipergunakan untuk

mencapai dan mengidentifikasikan prinsip-prinsip dan asumsi-asumsi dari tata

kepemerintahan yang baik. Sementara itu negara donor dan lembaga-lembaga multilateral

telah mengambil peran yang mengemuka (a leading role) dalam merumuskan good

governance. Salah satunya ialah United Nations Development Programme (UNDP).

UNDP merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise dari kewenangan

politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah-masalah

sosialnya (UNDP, 1997) Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa

mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya

dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan

untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian jelas sekali, kemampuan suatu negara

mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kelola

intahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi komersial

dan civil society.

Karim (2003: 45) menyatakan ada 5 prinsip good governance, yaitu transparansi,

kesetaraan, daya tanggap, akuntabilitas, dan pengawasan.

Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi

Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari

12

Page 14: makalah+kelompok+4+apem+FIX

prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut

meliputi:

a. Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan

keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembagalembaga perwakilan yang sah yang

mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan

kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi

secara konstruktif.

b. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang

bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

c. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses

pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang

berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan

dipantau.

d. Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha

melayani semua pihak yang berkepentingan.

e. Berorientas pada konsensus: tata kelola pemerintahan yang baik menjembatani

kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh

dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin,

konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

f. Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau

mempertahankan kesejahteraan mereka.

g. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan

hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya

yang ada seoptimal mungkin.

h. Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi

masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga

yang berkepentingan.

i. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke

depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa

13

Page 15: makalah+kelompok+4+apem+FIX

saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga

harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi

dasar bagi perspektif tersebut.

2.3 Teori Administrasi Pembangunan

Administrasi pembangunan mencangkup dua pengertian, yaitu administrasi dan

pembangunan. Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan keputusan – keputusan

yang telah diambil dan diselenggarakan oleh dua atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya, sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha

mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh

suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation-building).13

Ada beberapa pengertian administrasi pembangunan menurut para ahli.

Hiram S. Phillips mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai rather than the

traditional term of public administration to indicate the need for a dynamic process designed

particularly to meet requirements of social and economic changes.14 Pernyataan ini diartikan

sebagai lebih baik dari pada masa tradisional administrasi publik untuk menunjukkan

kebutuhan untuk suatu proses dinamis yang didesain secara khusus untuk mendapatkan syarat

perubahan sosial dan ekonomi.

Paul Meadows mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai development

administration can be regarded as the public management of economic and social change in

term of deliberate public policy. The development administrator is concerned with guiding

change.15 Pernyataan ini diartikan sebagai administrasi pembangunan dapat dipandang

sebagai manajemen publik perubahan ekonomi dan sosial yang disengaja dalam masa

kebijakan publik. Administrator pembangunan dapat memfokuskan pada perubahan terarah.

2.3.1 Ciri – Ciri Administrasi Pembangunan

Ada beberapa ciri administrasi pembangunan menurut Irving Swerdlow16 dan Saul M.

Katz17. Pertama, adanya suatu orientasi administrasi untuk mendukung pembangunan.

13 Sondang P. Siagian. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi, dan Strateginya. (Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara, 2007.14 H.S. Phillips, “Development Administration and The Alliance of Progress”, International Review of the Administrative Science, Vol. XXIX, 1968.15 Paul Meadows, “Motivation for Change and Development Administration”, dalam ibid., hal. 86.16 Irving Swerdlow (ed.), Development Administration, Concepts and Problems, (New York: Syracuse University Press, 1963).17 Saul M. Katz, op. Cit.

14

Page 16: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Administrasi bagi perubahan – perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik.

Keadaan yang lebih baik ini bagi negara – negara baru berkembang dinyatakan dengan usaha

ke arah modernisasi, atau pembangunan bangsa atau pembangunan sosial ekonomi. Di dalam

administrasi pembangunan, diberikan uraian mengenai saling kait – berkaitnya administrasi

dengan aspek – aspek pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, dan lain –

lain. Kedua, adanya peran administrator sebagai unsur pembangunan. Peranan serta fungsi

pemerintah sangat erat kaitannya dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Administrator juga dapat menciptakan suatu sistem dan praktek administrasi yang membina

partisipasi dalam pembangunan. Ketiga, perkembangan, baik dalam ilmu maupun

pelaksanaan perencana pembangunan terdapat orientasi yang semakin besar memberikan

perhatian terhadap aspek pelaksanaan rencana. Suatu perencanaan yang berorientasi pada

pelaksanaannya akan lebih banyak memperhatikan aspek administrasi dalam aspek

pembangunannya. Keempat, administrasi pembangunan masih berdasarkan pada prinsip –

prinsip administrasi negara. Namun, administrasi pembangunan memiliki ciri – ciri yang

lebih maju daripada administrasi negara.

Sondang P. Siagian juga merumuskan ciri – ciri administrasi pembangunan18.

Pertama, Administasi pembangunan lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan

masyarakat yang berbeda – beda, terutama bagi lingkungan masyarakat negara – negara baru

berkembang. Kedua, administrasi pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan

terhadap tujuan – tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijaksanaannya maupun

dalam pelaksanaannya yang efektif. Bahkan, administrasi ikut serta mempengaruhi tujuan –

tujuan pembangunan masyarakat dan menunjang pencapaian tujuan – tujuan sosial, ekonomi,

dan lain – lain yang dirumuskan kebijaksanaannya dalam proses politik. Ketiga, administrasi

pembangunan berorientasi kepada usaha – usaha yang mendorong perubahan ke arah keadaan

yang dianggap lebih baik untuk suatu masyarakat di masa depan atau berorientasi masa

depan. Keempat, administrasi pembangunan lebih berorientasi kepada pelaksanaan tugas –

tugas pembangunan dari pemerintah. Administrasi pembangunan lebih bersikap sebagai

”development agent”, yakni kemampuan untuk merumuskan kebijaksanaan – kebijaksanaan

pembangunan dan pelaksanaan yang efektif, serta sebagai kemampuan dan pengendalian

instrumen – instrumen bagi pencapaian tujuan – tujuan pembangunan. Kelima, administrasi

pembangunan harus mengaitkan diri dengan substansi perumusan kebijaksanaan dan

pelaksanaan tujuan – tujuan pembangunan di berbagai bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya, 18 Beberapa diambil dari Dr. S.P.Siagian, “Konsepsi dan Masalah – Masalah Administrasi Pembangunan.”, Administrasi Negara, Tahun X, No. 1, Mei 1970.

15

Page 17: makalah+kelompok+4+apem+FIX

dan lain – lain. Keenam, dalam administrasi pembangunan, administrator dalam aparatur

pemerintah juga bisa menjadi pergerak perubahan. Ketujuh, administrasi pembangunan lebih

berpendekatan lingkungan, berorientasi pada kegiatan, dan bersifat pemecahan masalah.

Ketiga unsur ini disebut mission driven.

2.3.2 Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, ada beberapa gambaran mengenai ruang lingkup

administrasi pembangunan. Pertama, administrasi pembangunan mempunyai dua fungsi,

yaitu the development of administration dan the administration of development. The

development of administration menyangkut usaha penyempurnaan organisasi, pembinaan

lembaga yang diperlukan, kepegawaian, tata kerja, dan pengurusan sarana – sarana

administrasi lainnya, sedangkan the administration of development menyangkut masalah

perumusan kebijaksanaan – kebijaksanaan dan program – program pembangunan di berbagai

bidang serta pelaksanaannya secara efektif. Kedua, administrasi untuk pembangunan dapat

dibagi menjadi dua subfungsi. Pertama, perumusan kebijaksanaan pembangunan. Formulasi

kebijaksanaan negara atau pemerintah tidak hanya dilakukan dalam proses administrasi,

tetapi juga dalam tingkat tertentu dalam proses politik. Kebijaksanaan dan program

dirumuskan dalam suatu rencana pembangunan. Mekanisme dan tata kerja dalam proses

analisa, perumusan dan pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan dan program

pembangunan tersebut dapat diupayakan untuk disempurnakan. Kedua, pelaksanaan dari

kebijaksanaan dan program tersebut dahulu secara efektif. Untuk melakukannya,

administrator memerlukan penyusunan instrumen – instrumen yang baik. Ada dua kegiatan

yang mendapat perhatian. Pertama, masalah kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan

fungsi administrator sebagai unsur pembangunan. Kedua, pengendalian atau pengurusan yang

baik dari administrasi fungsionil, seperti perlembagaan dalam arti sempit, kepegawaian,

pembiayaan pambangunan, dan lain – lain sebagai sarana pencapaian tujuan kebijaksanaan

dan program pembangunan.

2.3.3 Fungsi dan Peran Pemerintah dalam Pembangunan

Menurut Awaloedin19, ada beberapa cara pelaksanaan peranan pemerintah, antara lain:

1. Fungsi pengaturan, dibagi lagi menjadi beberapa fungsi, yaitu penentuan

kebijaksanaan, pemberian pengarahan dan bimbingan, pengaturan melalui perizinan,

19 Dr. Awaloedin Djamin, “Masalah Organisasi dalam Administrasi Pembangunan”, Prisma No. 4, Agustus 1974, hal. 14.

16

Page 18: makalah+kelompok+4+apem+FIX

dan pengawasan. Fungsi pengaturan ini akan menghasilkan output berupa berbagai

peraturan.

2. Kepemilikan sendiri dari usaha – usaha ekonomi atau sosial yang penyelenggaraannya

dapat dilakukan sendiri atau oleh swasta.

3. Penyelenggaraan sendiri dari berbagai kegiatan – kegiatan ekonomi atau sosial.

Fungsi pokok pemerintah dapat dibagi menjadi dua tugas, yakni tugas pemerintahan

rutin atau umum dan tugas pemerintahan pembangunan. Tugas pemerintahan umum dapat

dilakukan dalam rangka pemerintahan umum, pemeliharaan ketertiban, keamanan, dan

pelaksanaan hukum. Tugas ini seringkali diperluas dengan tugas – tugas pelayanan umum

yang dilakukan, baik melalui penyelenggaraan sendiri maupun melalui pelaksanaan fungsi

pengaturan. Di samping itu, tugas pembangunan dilakukan dalam rangka penyesuaian

kepentingan sosial dan ekonomi tradisional dengan kebutuhan pembangunan. Tugas

pembangunan termasuk di dalamnya tugas memajukan kesejahteraan umum yang terdiri dari

tugas mengemban mobilisasi daya dan dana untuk pembangunan dan pengalokasian sumber –

sumber daya yang rasional dan tepat.

2.4 Teori Pengawasan

Menurut Stoner dan Wankel “Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk

meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu

bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari

sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar “.20

Sementara itu menurut McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143). “Control is the

process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspondas

closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. 21(Pengawasan ialah

suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang

dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang

telah ditentukan ).

Selanjutnya Smith menyatakan bahwa:“Controlling“ sering diterjemahkan pula

dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma

yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat

20 (dalam Subardi,1992:6)21 Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 1, Maret 2000: 43 – 56 Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/management/46

17

Page 19: makalah+kelompok+4+apem+FIX

berupa kuota, target maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang

ditetapkan. 22

Pengawasan merupakan kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan

dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa

pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau

mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau

bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang

cukup memuaskan.

Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk

mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana

(planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi.

Dengandemikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan,

penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya

kecurangan,pelanggaran dan korupsi.

Menurut Winardi "Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh

pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang

direncanakan".23 Sedangkan menurut Basu Swasta "Pengawasan merupakan fungsi yang

menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan".24

Menurut Sondang P.Siagian, Pengawasan adalah Proses pengamatan pelaksanaan

seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang

dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Menurut Suyamto,

Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan

yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang

semestinya atau tidak .

Lebih lanjut menurut Komaruddin mengatakan, "Pengawasan adalah berhubungan

dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal Unk langkah perbaikan

terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti". 25

22 (dalam Soewartojo, 1995:131-132)23 Winardi (2000, hal. 585)24 Basu Swasta (1996, hal. 216)25 Komaruddin (1994, hal. 104)

18

Page 20: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Lebih lanjut menurut Kadarman”Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik

untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik

informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan,

untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk

mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber

daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan

perusahaan.”26

2.4.1 Konteks-konteks dalam Pengawasan

Pengawasan dalam Konteks Manajemen (Schermerhorn, 2001)

Proses pengukuran kinerja dan pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang

diinginkan

Merupakan peran penting dan positif dalam proses manajemen

Menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai waktunya

Pengawasan dalam Konteks Politik (Little dan Ogle, 2006)

fungsi parlemen dalam menjamin bahwa undang-undang yang telah dikeluarkan oleh

parlemen dapat diimplementasikan dan diadministrasikan secara efektif oleh pihak

eksekutif, yaitu dilakukan secara sesuai dan dengan cara yang diatur dalam undang-

undang tersebut

fungsi yang dilakukan parlemen dalam menjamin bahwa anggaran yang telah

disetujui, telah dibelanjakan oleh pihak eksekutif sesuai dengan hal yang telah

disepakati dan mampu mencapai sasaran yang diinginkan/ditetapkan

pengawasan merupakan tanggungjawab yang sangat penting dari parlemen dan harus

dilakukan secara agresif, karena hanya melalui pengawasan inilah parlemen dapat

menjamin adanya check and balances yang memadai terhadap pihak eksekutif

cenderung kurang diapresiasi dan kinerjanya paling buruk

2.4.2 Jenis-jenis Pengawasan

Menurut Schermerhorn (2001), jenis-jenis pengawasan terbagi menjadi:

1. Pengawasan Feedforward (umpan di depan)

Dilakukan sebelum aktivitas dimulai

26 Kadarman (2001, hal. 159)

19

Page 21: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Dalam rangka menjamin: kejelasan sasaran; tersedianya arahan yang

memadai;ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan

Memfokuskan pada kualitas sumberdaya

2. Pengawasan Concurrent (bersamaan)

Memfokuskan kepada apa yang terjadi selama proses berjalan

Memonitor aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin segala sesuatu

dilaksanakan sesuai rencana

Dapat mengurangi hasil yang tidak diinginkan

3. Pengawasan Feedback (umpan balik)

Terjadi setelah aktivitas selesai dilaksanakan

Memfokuskan kepada kualitas dari hasil

Menyediakan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja di masa

depan

4. Pengawasan Internal & Eksternal

Pengawasan Internal: memberikan kesempatan untuk memperbaiki sendiri

Pengawasan Eksternal: terjadi melalui supervisi dan penggunaan sistem

administrasi formal

Sementara itu, dalam birokrasi dan lembaga, pengawasan terbagi atas (Nugraha, et all,

2005):

1. Pengawasan Internal dan Eksternal

Pengawasan internal adalah pengawasan dilakukan oleh orang atau badan

yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan seperti pengawasan

atasan langsung atau pengawasan melekat.contoh:Itjen, Bawasda, BPKP

Pengawasan Eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau

badan yang ada di luar unit organisasi yang bersangkutan.contoh:BPK, KPK, dan

ORI.

2. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu

kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan sehingga dapat mencegah terjadinya

penyimpangan. Pengawasan ini lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh

atasan langsung.

Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan

setelah kegiatan itu dilakukan. laporan pelaksanaan anggaran di akhir tahun.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif

20

Page 22: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Pengawasan Aktif (dekat) adalah pengawasan yang dilaksanakan di tempat

kegiatan yang bersangkutan dan pengawasan ini bersifat melekat.

Pengawasan Pasif (jauh) adalah pengawasan dengan melakukan penerimaan

dan pengujian terhadap laporan pertanggungjawaban. Pengawasan kebenaran formil

menurut Hak (Rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai

maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

4. Pengawasan Formal dan Informal

Pengawasan formal dilakukan oleh instansi/pejabat yang berwenang, baik

yang bersifat internal maupun eksternal. Di lain pihak, pengawasan informal

dilakukan oleh masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung atau sebagai social

control.

2.4.3 Tujuan Pengawasan

Tujuan utama pengawasan adalah ikut berusaha memperlancar roda pembangunan

serta mengamankan hasil – hasil pembangunan. Pengawasan diperlukan bukan karena kurang

kepercayaan dan bukan pula ditujukan mencari – cari kesalahan atau mencari siapa yang

salah, tetapi untuk memahami apa yang salah demi perbaikan di masa datang.

Selain tujuan utama di atas, pengawasan juga memiliki peran-peran strategis, yakni

diantaranya adalah :

Memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai dengan mandat, visi, misi,

tujuan serta target-target organisasi.

Mengetahui tingkat akuntabilitas kinerja tiap instansi yang akan dijadikan para meter

penilaian keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai

tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra instansi

Dua tujuan utama yaitu akuntabilitas dan proses belajar

Dari sisi akuntabilitas, sistem pengawasan akan memastikan bahwa dana

pembangunan digunakan sesuai dengan etika dan aturan hukum dalam rangka

memenuhi rasa keadilan

Dari sisi proses belajar, sistem pengawasan akan memberikan informasi tentang

dampak dari program atau intervensi yang dilakukan, sehingga pengambil keputusan

dapat belajar tentang bagaimana menciptakan program yang lebih efektif

21

Page 23: makalah+kelompok+4+apem+FIX

BAB 3

ANALISIS MASALAH

3.1 Studi Kasus: Bentrok antara Masyarakat Koja dan Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) dalam “Penertiban” Lokasi Makam Mbah Priok

Tragedi Priok bermula dari konflik yang terjadi antara PT Pelindo dengan ahli waris

Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad atau yang lebih dikenal dengan Mbah Priok. PT

Pelindo mengklaim bahwa tanah di Makam Mbah Priok adalah miliknya, namun di sisi lain,

menurut ahli waris, tanah tersebut merupakan miliknya berdasarkan Eigendom Verponding

nomor 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5, 4 Ha. Pengadilan Negeri Jakarta Utara pernah

memutuskan bahwa tanah tersebut secara sah milik PT Pelindo pada tanggal 5 Juni 2002. Ini

didasarkan pada Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektar.

Pada dasarnya, Makam Mbah Priok yang asli sudah dipindahkan ke Tempat

Pemakaman Umum (TPU) Semper 21 Agustus 1997 dengan surat keputusan No 80/-177.11

dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Namun pada perkembangannya, ahli waris

kembali membangun kompleks makam Mbah Priok pada September tahun 1999 tanpa seizin

PT Pelindo karena ahli waris masih mengklaim bahwa sebagian tanah yang menjadi hak

pengelolaan PT Pelindo ada yang masih menjadi haknya. Di sisi lain, PT Pelindo merasa

kalau pembangunan kembali kompleks makam tersebut sepihak dan dianggap menjadi

bangunan liar.

22

Page 24: makalah+kelompok+4+apem+FIX

PT Pelindo sebenarnya masih melakukan toleransi terhadap pembangunan kembali

makam tersebut, namun munculnya bangunan-bangunan ilegal selain pembangunan makam

itulah yang menurut PT Pelindo harus ditertibkan.

Oleh karena itu, PT Pelindo meminta bantuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Utara

untuk menertibkan bangunan liar tersebut, namun ahli waris dan masyarakat yang memiliki

kepentingan dalam keberadaan Makam Mbah Priok tidak mengetahui tentang keputusan

penertiban makam. Akhirnya saat dilakukan eksekusi, masyarakat dan ahli waris yang

merasa belum mendapat kesepakatan akan penertiban bangunan liar, melawan balik Satpol

PP yang sebenarnya hanya ditugaskan untuk menertibkan bangunan liar di sekitar Makam

Mbah Priok, bukan menggusur makam itu sepenuhnya.

Perintah penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP, pada dasarnya sudah sesuai

dengan instruksi gubernur DKI nomor 132/2009 tentang penertiban bangunan. Lebih dari itu,

setelah dilakukan penertiban atas bangunan liar tersebut, pemerintah setempat memiliki

rencana untuk melakukan penataan ulang pada Makam Mbah Priok dan arealnya akan

diperluas dari 20 meter persegi menjadi 100 meter persegi. Masyarakat yang terlibat bentrok

salah paham dengan maksud penertiban yang akan dilakukan oleh Satpol PP karena ada yang

mengisukan Makam Mbah Priok akan dibongkar oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Persilangan pendapat dan saling klaim atas tanah Makam Mbah Priok yang belum

mencapai kesepakatan final, serta kurangnya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat yang

hanya bermaksud menggusur bangunan liar berubah menjadi bentrokan yang tidak bisa

dihindari. Meluasnya area konflik juga diduga muncul akibat ada provokasi orang-orang yang

tidak bertanggung jawab. Akibatnya korban luka-luka terhitung mencapai hampir 200 orang,

dan ada beberapa korban yang meninggal. Kerugian negara akibat bentrokan tersebut juga

mencapai miliaran rupiah karena aset negara seperti kendaraan dinas dirusak oleh masyarakat

yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah.

3.2 Analisis Kasus

Kasus bentrok yang terjadi antara masyarakat Koja dan Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) merupakan salah satu contoh dari kasus informasi asimetris yang didapat oleh

kedua belah pihak dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan bahwa pada

dasarnya isu penggusuran yang didapatkan masyarakat merupakan sebuah kabar burung yang

23

Page 25: makalah+kelompok+4+apem+FIX

hanya menyebabkan masyarakat tersebut menjadi sangat emosional ketika berhadapan

dengan Satpol PP. Padahal saat itu, yang akan dilakukan oleh Satpol PP tersebut hanya

menertibkan bangunan liar yang ada di sekitar bangunan Makam Mbah Priok.

Secara legal, lahan Makam Mbah Priok memang sudah menjadi hak milik PT Pelindo

II. Hal ini jelas terlihat dari putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara

pada 5 Juni 2002. Namun hal penting yang patut untuk dianalisis adalah ketidaktahuan

masyarakat terhadap rencana pemerintah untuk merenovasi bangunan tersebut dan

menambah luas lahannya menjadi 100 meter persegi, serta menertibkan banguna liar yang

ada di sekitarnya.

Jika dilihat dari konsep partisipasi masyarakat, penulis tidak melihat adanya korelasi

positif yang tercipta antara pelibatan masyarakat dan konflik yang terjadi dalam kasus ini.

Artinya, jika memang masyarakat Koja dilibatkan dalam perumusan rencana Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta dengan PT Pelindo II terkait keberadaan Makam Mbah Priok, tentu

masyarakat setempat tidak serta merta merasa “terkejut” dengan kehadiran Satpol PP, yang

pada akhirnya menjadi bentrok satu sama lain.

Dalam pembuatan sebuah kebijakan publik, seharusnya masyarakat memiliki peran

sebagai stakeholder yang memiliki hak penuh atas proses pembuatan kebijakan tersebut. Hal

ini dikarenakan kebijakan publik tersebut akan memiliki keterkaitan dalam keberlangsungan

masyarakat. Pada kasus ini, dapat dilihat bahwa perumusan kebijakan untuk menertibkan

bangunan liar di sekitar bangunan Makam Mbah Priuk sekaligus merenovasi makam tersebut

tidak disertai dengan pelibatan partisipasi masyarakat ataupun melakukan konsultasi publik.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau yang biasa dikenal dengan Musrenbang

pun tampak tidak disebut-sebut dalam tahap pembuatan kebijakan pemabangunan ini.

Padahal seharusnya, musrenbang sebagai sarana penyatuan kesepakatan antara masyarakat

dan pemerintah, bahkan juga pihak swasta, dalam hal ini ialah PT Pelindo bisa mewadahi

samua kepentingan masing-masing pihak. Koja, meskipun bukan sebuah kabupaten,

setidaknya memiliki relevansi untuk menerapkan bagan di bawah ini dalam setiap rencana

pembangunan, termasuk rencana renovasi Makam Mbah Priok.

24

Page 26: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Berdasarkan bagan di atas, dapat dilihat bahwa dalam sebuah sistem strategis dari

pembangunan, peran partisipasi masyarakat haruslah seimbang dengan peran pemerintah dan

swasta. Artinya, dalam perencanaan pembangunan, masyarakat dipandang sebagai subjek,

bukan objek pembangunan. Sama halnya dengan pemerintah melibatkan pihak swasta.

Pemaparan tersebut mencerminkan sebuah konsep tata kelola pemerintahan yang

baik (good governance), dimana pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam segala

hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan negara, akan tetapi ada aktor-aktor lain

yang memiliki peran yang sama dengan pemerintah, yaitu swasta dan masyarakat.

Manurut hemat penulis, bentrok yang terjadi antara masyarakat Koja dan Satpol PP

merupakan sebuah konsekuensi logis dari tidak diikutsertakannya masyarakat dalam rencana

prenovasi bangunan makam ini. Satpol PP yang juga tidak tahu menahu mengenai urusan

keputusan Pemprov DKI Jakarta untuk merenovasi Makam Mbah Priuk akhirnya melakukan

perlawanan terhadap respon negatif masyarakat. Hal ini diperparah oleh adanya kelompok

ketiga yang memprovokasi masing-masing pihak yang mengalami bentrok. Dengan kata lain,

tata kelola pemerintahan pada kasus ini belumlah berjalan dengan baik.

Keputusan Pemprov DKI Jakarta terkait kasus ini memang tidak melibatkan

partsisipasi masyarakat, akan tetapi pihak swasta, dalam hal ini ialah PT Pelindo, menjadi

pihak yang turut memutuskan hal tersebut. Namun kemudian, perlu dipertanyakan, apakah

kesepakatan yang dibuat tanpa partisipasi masyarakat ini memiliki kecenderungan unsur

25

Page 27: makalah+kelompok+4+apem+FIX

kongkalikong antara kedua pihak. Kecenderungan inilah yang disebabkan oleh partisipasi

masyarakat yang minim sehingga berakhir dengan aksi massa yang anarkis.

Pada dasarnya, permasalahan pembangunan bisa diatasi dengan pelaksanaan fungsi

pengawasan dalam kegiatan pembangunan itu sendiri, baik pengawasan internal, maupun

pengawasan eksternal. Pengawasan yang bisa dilakukan oleh masyarakat merupakan

pengawasan eksternal. Salah satu bentuk dari pengawasan eksternal tersebut adalah kontrol

sosial yang dilakukan oleh masyarakat, bisa dalam bentuk preventif ataupun represif.

Masyarakat tidak bisa melakukan pengawasan eksternal yang baik tanpa adanya

keterbukaan pemerintah setempat. Pada kasus yang terjadi di Koja, masyarakat tidak

mendapatkan informasi yang terbuka dari pemerintah mengenai rencana pembangunan ini.

Bahkan secara sepihak, pemerintah setempat memutuskan untuk menurunkan pasukan Satpol

PP dalam jumlah yang banyak. Konsekuensi logis dari keadaan tersebut adalah, kontrol sosial

yang dilakukan oleh masyarakat bukanlah sebagai fungsi preventif atau mencegah terjadinya

bentrok atu konflik lain, melainkan sebagai fungsi represif.

Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat Koja termasuk pengawasan represif

karena masyarakat melakukan kontrol sosial dalam bentuk yang anarkis ini setelah terjadinya

keputusan yang dibuat oleh pemerintah dan PT Pelindo II yang berujung pada bentrok

tersebut. Masyarakat tersebut melakukan aksi penolakan terhadap keputusan yang dibuat

pemerintah karena merasa keputusan tersebut merugikan mereka. Masyarakat Koja saat itu

melakukan pengawasan represif, atas ke-tidak terbuka-an pemerintah Provinsi DKI Jakarta

dan tertutupnya pembuatan kebijakan tersebut dari akses rakyat.

Namun, terlepas dari bagaimana masyarakat melakukan prosedur pengawasan yang

bisa dikatakan anarkis, setidaknya mereka sudah memberi peringatan kepada pemerintah

yang telah melakukan kesalahan karena sudah membuat kebijakan yang tidak melibatkan

pertisipasi masyarakat. Lebih dari itu, kontrol sosial ini berhasil di blow up oleh media massa

yang pada akhirnya menyebabkan fenomena minimnya partisipasi masyarakat dalam proses

pembangunan pada kasus ini menjadi begitu populis.

Hal positif lain yang bisa dianalisis dari pengawasan non legal formal ini adalah

meminimalisasi kemungkinan sistem patron-client atau nepotisme yang terjadi dalam

pengawasan internal di dalam institusi pemerintahan itu sendiri. Lagi-lagi terlepas dari

pengawasan masyarakat yang kurang sopan tersebut, kontrol sosial ini berjalan dengan

26

Page 28: makalah+kelompok+4+apem+FIX

obyektif. Tidak memandang siapa yang berada dalam pembuatan kebijakan Oleh karena itu,

dalam kasus ini pengawasan eksternal yang telah dilakukan oleh masyarakat Koja terhadap

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat membantu terciptanya kegiatan pembangunan yang

lebih baik.

Namun demikian, pada dasarnya penulis sangat menyayangkan munculnya fenomena

pelampiasan kekesalan warga dan masyarakat Indonesia lain yang mengetahui kasus ini

kepada pihak Satpol PP. Penulis beranggapan bahwa Satpol PP dalam kasus ini hanya

berperan sebagai “korban”, tidak berbeda dengan warga Koja. Satpol PP hanya memainkan

perannya sebagai front liner, tanpa mereka tahu bagaimana dan mengapa ekskusi penertiban

serta renovasi makam Mbah Priok perlu untuk dilakukan. Kesalahan terbesar terdapat pada

pemerintah yang tidak memaksimalkan partisipasi masyarakat Koja dalam rencana

pembangunan ini. Oleh karena itulah, pelimpahan sumber masalah kepada Satpol PP

merupakan sebuah kesalahan besar.

BAB 4

PENUTUP

27

Page 29: makalah+kelompok+4+apem+FIX

4.1. Kesimpulan

Kerusuhan yang terjadi antara masyarakat Koja dan Satpol PP terhadap rencana

“penertiban” Makam Mbah Priok sebenarnya disebabkan oleh sinergisitas yang buruk antara

masyarakat Koja, Wakil Gubernur Jakarta selaku pemerintah, dan PT. Pelindo II selaku pihak

swasta. Kesalahan penyerapan informasi oleh masing-masing pihak juga menjadi penyebab

terjadinya kerusuhan di Koja. Hal tersebut menimbulkan ketimpangan pemahaman oleh

masing-masing pihak, terutama masyarakat. Namun, lebih dari itu semua, penyebab utama

dari bentrok ini adalah partisipasi masyarakat yang sangat minim terhadap pembuatan

kebijakan ini. Pada kasus penataan ulang makam Mbah Priok ini, pihak pemerintah dan

swasta tidak mengikutsertakan suara masyarakat atas rencana tersebut. Konsekuensi logis

dari hal tersebut adalah aksi massa yang anarkis berbentuk kerusuhan yang dilakukan oleh

masyarakat Koja dan direspon dengan negatif oleh Satpol PP yang juga tidak tahu menahu

atas keputusan ini.

Dalam kasus ini, masyarakat Koja akhirnya melakukan fungsi pengawasan eksternal

berupa tindakan represif. Tindakan represif tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk kontrol

sosial dari masyarakat berupa bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah yang diisukan

akan menggusur Makam Mbah Priok. Bentuk pengawasan eksternal yang dilakukan

masyarakat memang tidak dapat dikatakan sebagai pengawasan yang baik, karena yang

terjadi adalah tindakan represif anarkis. Namun terlepas dari hal tersebut, Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta telah mendapatkan “teguran keras” dari masyarakat setempat dalam

proses pembangunan daerahnya

4.2. Rekomendasi

Menurut penulis, untuk menciptakan good governance dalam setiap proses

pengambilan kebijakan pembangunan, seperti dalam rencana penataan ulang makam Mbah

Priok harus melibatkan partisipasi masyarakat, karena masyarakat bukanlah objek dalam

pembangunan. Selain itu, antara pemerintah, swasta, dan masyarakat harus ada komunikasi

yang sinergis sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara masing-masing pihak.

Daftar Pustaka

Davis, Keith., dan John W. Newstrom. 1995. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Ketujuh.

Terjemahan. Jakarta : Erlangga.

28

Page 30: makalah+kelompok+4+apem+FIX

Dr. Awaloedin Djamin, “Masalah Organisasi dalam Administrasi Pembangunan”, Prisma

No. 4, Agustus 1974, hal. 14.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra. ”Jurnal

Manajemen & Kewirausahaan” http://puslit.petra.ac.id/journals/management/. Vol.

2, No. 1, Maret 2000.

Phillips, H.S. “Development Administration and The Alliance of Progress”, International

Review of the Administrative Science, Vol. XXIX, 1968.

Sastropoetro, Santoso. 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam

Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit Alumni.

Siagian, Sondang. “Konsepsi dan Masalah – Masalah Administrasi Pembangunan.”,

Administrasi Negara, Tahun X, No. 1, Mei 1970.

---------------------- 2007. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi, dan Strateginya.

Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Sirajudin, dkk. 2006. Hak Rakyat Mengontrol Negara. Jakarta: Yappika.

Suprayogi, Aribowo. ”Bentrokan di Makam Mbah Priok”

http://berita.liputan6.com/hukrim/201004/272337/Bentrokan.di.Makam.Mbah.Priok

diunduh pada 21 April 2010 pukul 11.17 WIB.

Swerdlow, Irving. 1963. Development Administration, Concepts and Problems. New York:

Syracuse University Press.

Warung informasi. ”Mbah Priok-Sejarah Makam Mbah Priok.” http://kutak-

ketik.blogspot.com/2010/04/mbah-priok-sejarah-makam-mbah-priok.html. diunduh

pada 21 April 2010 pukul 11.15 WIB.

Winarno, Hery. “Asal Mula Sengketa Makam Mbah Priok Versi Pemprov DKI.”

http://www.detiknews.com/read/2010/04/14/194712/1338476/10/asal-mula-sengketa-

makam-mbah-priok-versi-pemprov-dki. diunduh pada 21 April 2010 pukul 11.11

WIB.

29