MAKALAH+hukum ISLAM

23
MAKALAH PENGANTAR ILMU HUKUM ( Penerapan Hukum Islam Dalam Hukum Nasional ) DISUSUN OLEH : GILANG ADI P NPM. C1A.10.0016

Transcript of MAKALAH+hukum ISLAM

Page 1: MAKALAH+hukum ISLAM

MAKALAH

PENGANTAR ILMU HUKUM

( Penerapan Hukum Islam Dalam Hukum Nasional )

DISUSUN OLEH :GILANG ADI P

NPM. C1A.10.0016

FAKULTAS ILMU HUKUMUNIVERSITAS SUBANG

Page 2: MAKALAH+hukum ISLAM

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah pencipta alam semesta, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ilahi

rabbi Allah subhana wataala, karena berkat rahmat dan ridhanya kami dapat menyelesaikan

makalah tepat pada waktunya. Makalah ini digunakan untuk memenuhi salah satu penilaian

mata pelajaran Pengantar Ilmu Hukum.

Kami menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini di karenakan

masih banyak kekurangan serta kemampuan kami terbatas, tetapi berkat allah subhana

wataala dan beberapa pihak serta pengetahuan yang kami miliki dari sekolah, kami dapat

menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan kami sangat

berterimakasih apabila ada kritik dan saran untuk kami, supaya kelak kami dapat lebih baik

dalam menyusun makalah selanjutnya.

Karawang, Januari 2013

Penyusun

1

Page 3: MAKALAH+hukum ISLAM

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................................1

Daftar Isi.......................................................................................................................2

BAB I Pendahuluan....................................................................................................3

A. Latar belakang....................................................................................................3

B. Perumusan masalah............................................................................................4

BAB II Pembahasan...................................................................................................5

A. Penerapan Hukum Islam di Indonesia...................................................................5

B. Tarik Menarik Penerapan Hukum Di Indonesia....................................................7

C. Faktor-Faktor Pendukung Usaha Penerapan Syariat Islam...................................11

D. Kendala-Kendala Dalam Usaha Penerapan Syariat Islam.....................................12

BAB II Penutup...........................................................................................................13

Daftar Fustaka...............................................................................................................14

2

Page 4: MAKALAH+hukum ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Untuk dapat membuat undang-undang yang sesuai benar dengan keindonesiaan, tentunya

sangat memerlukan rentang masa yang panjang, sementara pemerintah Indonesia ketika itu

masih disibukkan dengan berbagai usaha untuk mempertahankan kemerdekaan. Berdasarkan

Keputusan Presiden No.107/1958, maka dibentuklah "Lembaga Pembinaan Hukum

Nasional" (LPHN), yang sejak tahun 1974 kemudian dirubah menjadi "Badan Pembinaan

Hukum Nasional" (BPHN).

Sesuai dengan bentuk ketatanegaraan Indonesia yang berlaku sampai akhir tahun 1958,

LPHN secara langsung berada di bawah kekuasaan Perdana Menteri. Namun sejak kembali

ke UUD-45 dan kemudian diperkuat oleh Keputusan Presiden RI No. 45/1974, kedudukan

LPHN yang kemudian berubah menjadi BPHN itu menjadi setingkat dengan Direktorat

Jenderal dalam Departemen Kehakiman.

Dalam menunjang Programn Legislatif Nasional Repelita III (1979-1984), BPHN telah

ikut aktif dalam pembuatan peta hukum nasional, yang sampai tahun 1987 tercatat telah

berhasil menerbitkan 34 buah UU. Usaha untuk mewujudkan hukum baru nasional itu tetap

berlangsung, walaupun berbagai kendala sejak semula juga terus menghadang, tidak hanya

oleh penganut teori resepsi, yang masih banyak bercokol di tengah-tengah masyarakat

Indonesia, terutama yang berasal dari kalangan perguruan tinggi hukum positif yang tidak

menginginkan dominasi hukum Islam dalam hukum nasional, tetapi juga oleh kalangan

ulama Islam sendiri yang masih memahami hukum Islam secara sepotong-potong dan

terjebak dalam kerangka fanatisme mazhab yang sempit, sehingga kemudian lebih

3

Page 5: MAKALAH+hukum ISLAM

tersibukkan dengan berbagai pertikaian antara sesamanya dengan melupakan peningkatan

kesadaran untuk melaksanakan hukum Islam itu dalam realitas kehidupan umat.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini ada tiga, adapun ketiga rumusan

tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Mengapa kita harus menerapkan hukum islam di Indonesia?

2.      Mengapa Indonesia ini hanya tarik menarik hukum islam/syariat saja?

3.      Mengapa hanya di Aceh saja yang menggunakan hukum Islam?

4

Page 6: MAKALAH+hukum ISLAM

BAB II

PEMBAHASAN

PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

A.    PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Sebenarnya istilah syari’at Islam dapat mengandung dua makna, yaitu dalam makna luas

dan makna yang sempit. Dalam makna yang luas syari’at Islam mencakup seluruh ajaran

Islam yang terkandung dalam Al Qur’an dan As Sunnah termasuk aspek aqidah, ahlak,

ibadah serta hukum-hukum mua’malah. Sedangkan dalam arti sempit Syari’ah Islam adalah

hukum-hukum ibadah maupun mu’amalah (termasuk hukum pidana) yang biasa disebut fiqh.

Istilah syari’at Islam dalam makalah ini adalah dalam pengertian yang sempit itu dan lebih

khusus lagi adalah mengenai hukum pidana Islam.

Sebelum kedatangan penjajah Belanda hukum Islam ini sudah berlaku di kerajaan-

kerajaan Islam di Nusantara ini. Akan tetapi setelah kedatangan penjajah Belanda penerapan

syari’at Islam di persempit dalam bidang keperdataan saja khsususnya bidang hukum

keluarga (pernikaran). Adapun bidang hukum pidana dan bidang hukum yang lainnya hanya

dapat diterima apabila telah diresepsi ke dalam hukum adat sehingga menjadi kewenangan

pengadilan Bumi Putera pada saat itu yaitu Landraad. Karena itulah Belanda mendirikan

berbagai peradilan agama di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda di berbagai daerah,

antara lain : Kerapatan Qadi, Mahkamah Syariyah dan lain-lain.

Pemerintah jajahan Belanda pada saat itu menerapkan adatrechtpolitik (Lihat Daniel S.

Lev, 1990) di Hindia Belanda yaitu membiarkan hukum adat tetap berlaku bagi golongan

Indonesia asli sedangkan bagi golongan Eropa berlaku hukum Belanda berdasarkan asas

konkordansi dari hukum yang berlaku di Negeri Belanda. Demikian juga bagi golongan Cina

5

Page 7: MAKALAH+hukum ISLAM

dan Timur Asing berlaku hukumnya masing-masing kecuali mereka menyatakan tunduk pada

hukum golongan Eropa. Dengan berlakunya pluralisme hukum di Indonesia pada saat itu,

pemerintah Belanda menerapakan suatu hukum untuk menjembataninya yaitu apa yang

disebut dengan hukum antar golongan yang diterapkan manakala terjadi sengketa atau

masalah antar orang yang tunduk pada hukum yang berbeda.

Setelah Indonesia merdeka, sumber pembentukan hukum nasional Indonesia adalah

bersumber dari atau memperoleh pengaruh dari hukum Eropa warisan Belanda, hukum Islam

serta hukum Adat ( baca Daniel S.Lev, 1990). Akan tetapi tetap membiarkan dan

meneguhkan berlakunya hukum Islam bagi pemeluk Agama Islam pada bidang-bidang

hukum keluarga (hukum perkawinan, hukum waris, waqaf, hibah dan wasiat) yang menjadi

kewenangan Pengadilan Agama. Usaha-usaha untuk menerapkan syariat Islam baik secara

formal dengan melakukan transplantasi syari’ah ke dalam hukum nasional Indonesia maupun

dengan proses resepsi nilai-nilai syari’ah Islam tetap dilakukan dan diperjuangkan oleh

kalangan Islam.

Terdapat perkembangan yang semakin menarik setelah 50 tahun Indonesia merdeka.

Saling pengaruh ketiga kelompok hukum ini mewarnai perdebatan politik hukum nasional

Indonesia bahkan nampak terjadi gesekan-gesekan sosial dalam pembangunan hukum

Indonesia, seperti dalam pembahasan mengenai undang-undang perkawinan, undang-undang

pengadilan agama dan pada saat ini rancangan undang-undang hukum pidana. Walaupun

harus diakui bahwa hingga saat sekarang ini pengaruh hukum Eropa bahkan hukum Anglo-

Amerika mendapat kedudukan yang semakin kuat terutama dalam bidang hukum bisnis dan

perdagangan, dan disusul oleh syari’at Islam terutama dalam bidang bisnis keuangan dan

perbankan. Sementara hukum Adat jauh tertinggal dan hanya bertahan untuk sebahagiannya

dalam hukum pertanahan.

6

Page 8: MAKALAH+hukum ISLAM

Pada bidang ibadah pemberlakuan syariat Islam tidak mendapat halangan sedikitpun. Hal

ini disebabkan oleh faham sekularisme yang memandang bahwa hal-hal yang terkait dengan

ibadah adalah urusan prinadi setiap orang dan urusan internal agama masing-masing yang

tidak bisa dicampuri oleh negara. Pada sisi lain, pemberlakuan hukum pidana atau hukum

perdata Islam dalam negara mendapatkan tantangan perdebatan yang luas dari masyarakat

karena akibat pandangan sekularisme juga, yang memandang bahwa hukum agama tidak bisa

masuk dalam ranah negara atau publik.

B.     TARIK MENARIK PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam adalah sebuah komunitas

Muslim terbesar di dunia. Ironisnya, dengan jumlah yang besar tersebut tidaklah cukup

menggambarkan bagaimana umat Islam di Indonesia  menjadi umat yang terhormat di bawah

naungan syariat Islam yang mulia tersebut. Singkatnya, kalau kita ingin melhat kemiskinan,

kebodohan, korupsi, kriminalitas tengoklah masyarakat Indonesia. Contoh di atas adalah

sebuah kondisi yang amat kontradiktif dengan apa ajaran yang dianut oleh Muslim, idealnya,

Indonesia sebagai negeri Muslim adalah negeri yang  dalam al-Qur’an dinyatakan sebagai

baldatun warobbun ghofur karena islam sebagai agama yang  syumul wa mutakamil adalah

seperangkat ajaran yang  jika diamalkan dengan baik-baik oleh umatnya maka akan

menghantarkan manusia kea rah kejayaan di dunia dan juga diakhirat.

Hal ini bukanlah isapan jempol, sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas, hal ini juga

telah diakui ilmuan barat bahwa umat islam di bawah naungan syariat pernah memimpin

paradaban baik peradaban ilmu, ekonomi, budaya, social, dan pertahanan keamanan. Kenapa

hal ini bisa terjadi? Karena syariat islam diturunkan Allah SWT sebagai pembawa misi

rahmatan lil ‘alamin. Secara umum, memiliki maksud dan tujuan untuk mendatangkan

kemaslahatan dan sekaligus menolak kemudharatan dalam kehidupan umat manusia.

7

Page 9: MAKALAH+hukum ISLAM

Selanjutnya, konsep ini dikenal dengan  maqashid syariahh. Ada lima kebutuhan kehidupan

primer manusia yang mesti ada, yang dilindungi oleh syariat yaitu:

1.      Agama

2.      Jiwa

3.      Akal

4.      Nasab

5.      Harta

Pelanggaran terhadap salah satu daripadanya dianggap sebagai suatu criminal (jarimah).

Apabila diterapkan dan ditegaskan secara benar, maka akan berdampak positif terhadap

kualitas kehidupan manusia.

Dalam system hukum Indonesia, dikenal berbagai sumber hukum nasional yang berasal

dari hukum adat, hukum islam dan hukum barat. Ketiga sumber hukum tersebut selalu

berlomba untuk menjadi hukum nasional sehingga berlakulah berbagai teori hukum.

Sesungguhnya UUD 1945 sangat akomodatif terhadap kepentingan warga Negara dalam

menjalankan ibadahnya. Dalam perspektif tata hukum Indonesia, fungsi Negara adalah

melindungi setiap agama dan pemeluknya melalui peran menjamin pelaksanaan ibadah,

memberikan dukungan fasilitas dan menjaga kerukunan antar umat beragama.  Secara

normative, menjalankan syariat islam secara kaffah merupakan perintah Allah swt dan

mengabaikannya adalah sebagai manusia kafir, zalim atau fasik.

Dalam beberapa kelompok islamis, hukum islam memiliki kesakralan yang tidak bisa

diganggu gugat. Terutama menyangkut hukum yang diatur dengan ayat-ayat yang qath’i.

Melawan atau memberikan tafsiran lain terhadap ayat-ayat tersebut bisa dianggap sebagai

kekufuran. Meski demikian, masyarakat islam secara luas nampaknya kurang begitu

bersemangat dengan isu penerapan hukum islam ini.

8

Page 10: MAKALAH+hukum ISLAM

Perubahan setting politik pasca orde baru tanpa diduga memberikan ruang bagi

berkembangnya wacana penegakan syariat islam di Indonesia. Pro dan kontra  tentu saja

bermunculan. Tiap-tiap kelompok mengajukan argumentasinya untuk meneguhkan pendirian

mereka. Sayangnya, argumentasi yang dibangun tidak lagi ditunjukan untuk berusaha

meyakinkan pihak lain, tetapi malah melakukan stigmatisasi satu sama lain. Dimata

kelompok pro pelaksanaan syariat, mereka yang menolak syariat  dianggap islamophobia.

Sementara kelompok anti pelaksanaan syariat memandang sebagian kelompok pro

pelaksanaan syariat sebagai orang-orang yang hendak melakukan politisasi agama. Tulisan

ini mencoba mengamati wacana pro dan kontra penerapan syariat dari sudut pandang proses

demokratisasi.

Dua model demokrasi. Penjelasan yang diberikan oleh Robert Pinkney (1994) tentang

model demokrasi barangkali berguna untuk mengamati pro dan kontra  penerapan syariat di

Indonesia. Setidaknya ada dua model demokrasi yang relevan untuk dikemukakan di sini,

yaitu demokrasi berwawasan radikal (radical democracy) dan demokrasi berwawasan liberal

(liberal democracy).

Menurut Pinkney, demokrasi radikal ditandai dengan kuatnya pandangan bahwa hak-hak 

setiap warga Negara dilindungi dengan prinsip persamaan di depan hukum, tetapi perhatian

yang diberikan tidaklah sama besar dengan perlindungan hak individu di bawah demokrasi

liberal berhadapan dengan Negara. Hal itu karena kehendak mayoritas dalam demokrasi

radikal adalah yang terpenting, sedangkan Negara tidak lebih dalam posisi melaksanakan

kehendak mayoritas itu. Wawasan demokrasi semacam ini, bagi Douglas M. Brown (11988),

terlihat cenderung lebih menekankan makna formal demokrasi (The Radicalization of Formal

Democracy).

Adapun demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak

warganegara, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Dan karenanya lebih

9

Page 11: MAKALAH+hukum ISLAM

bertujuan menjaga tingkat representasi warganegara dan melindunginya dari tindakan

kelompok lain ataupun dari Negara. Negara dalam hal ini tidak berposisi sebagai operator

kehendak mayoritas, karena mungkin saja akan bertabrakan dengan kepentingan minoritas.

Negara lebih berfungsi sebagai wasit untuk menjamin terpeliharanya tingkat representasi dan

perlindungan bagi segenap warga negaranya.

Kelompok yang berwawasan demokrasi radikal adalah mereka yang  pro syariat. Dengan

argument utama bahwa karena mayoritas warga Negara beragama islam maka sudah

sewajarnya pula jika hukum yang diimplementasikan bersumber dari syariat. Namun karena

menyadari bahwa implementasi syariat hanya bisa dilakukan melalui mekanisme

konstitusional, maka mereka percaya bahwa usaha tersebut baru dapat tercapai jika mereka

mampu mendominasi panggung  politik. Titik tolak upaya kelompok ini adalah Negara.

Karena Negara dengan otoritas yang dimilikinya dipercayai akan mampu

mengimplementasikan syariat secara efektif di kalangan umat Islam. kata kunci demokrasi

bagi kelompok  ini jelas sekali, yaitu kehendak mayoritas yang diimplementasikan oleh

Negara. Demokrasi semacam ini, dimata Judith Miller (1993), tampaknya merupakan tren

umum di hampir semua kalangan islam politik di dunia muslim.

Sedangkan kelompok demokrasi liberal kurang berminat mendukung perjuangan

penerapan hukum islam. hal itu karena mereka melihat perjuangan semacam itu akan

melanggar prinsip kesetaraan semua warganegara di depan hukum sebagai slaah satu pilar

demokratisasi. Karena itu, Negara tidak boleh mengabulkan tuntutan penegakan syariat

dalam sebuah Negara yang multi varian seperti Indonesia ini. Sebab jika tidak,

pemberlakukan syariat akan berakibat uniformasi dan hal itu akan melanggar kebebasan

beragama sebagai bagian dari hak-hak harus didistribusikan secara setara dan universal atas

basis keanggotaan territorial politik dan bukan atas dasar keanggotaan dalam suatu komunitas

keagamaan.

10

Page 12: MAKALAH+hukum ISLAM

Lahirnya beberapa undang-undang yang bernuansa Islam, atau mengakomodasi

kepentingan umat Islam seperti undang-undang zakat, haji, perbankan syariah, anti

pornografi, dan lain-lain. Juga perda-perda di banyak  daerah yang bernuansa syariah adalah

seperti perda  miras dan larangan prostitusi. Lebih hebatnya pemberian hak-hak khusus

kepada provinsi aceh untuk menerapkan syariat Islam disana melalui undang-undang qonun,

sesungguhnya memberikan angin sejuk untuk umat islam memperjuangkan penerapan syariat

islam di negeri ini. Upaya positifisasi syariat islam (penerapan syariat menjadi hukum public)

yang berhubungan dengan pidana islam (jinayah/uqubat) sampai saat ini masih dalam bentuk

wacana atau masih menjadi hukum yang dicita-citakan. Pemikiran kearah itu banyak

disampaikan oleh berbagai kalangan, seperti para ulama’, praktisi dan ahli hukum,

cendekiawan muslim dan masyarakat lain yang concern terhadap hukum pidana islam.

Syariat islam selama ini masih dipahami oleh sebagian orang sebagai hukum normative

yang tidak mempunyai sanksi yuridis atau kekuatan mengikat bagi masyarakat. Hukum yang

bersifat normative hanya dianggap sebagai patokan perilaku bagi seseorang dengan sanksi

moral dari masyarakat. Oleh karena itu, keberlakuan syariat islam sebagai hukum islam

diserahkan kepada tingkat akidah seseorang. Hal itu menjadi kontra produktif ketika bangsa

ini hendak memberikan syariat islam secara kaffah. Kesalah pahaman tersebut membuat

syariat islam hanya menjadi kekuatan moral ketimbang daya ikat hukum yang harus

ditegakan atau diberlakukan sebagai tuntutan akidah.

C.    FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG USAHA PENERAPAN SYARIAT ISLAM

Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi modal atau kekuatan dalam usaha menuju

penerapan syariat islam, yaitu:

1.      Jumlah umat islam cukup signifikan

2.      Maraknya gerakan-gerakan islam yang senantiasa menyuarakan diterapkannya syariat islam

11

Page 13: MAKALAH+hukum ISLAM

3.      Gagalnya beberapa system hukum dan bernegara yang bukan islam telah memunculkan rasa

frustasi umat manusia, sehingga mereka membutuhkan alternative-alternatif yang lain,

diantara alternative tersebut adalah agama islam

4.      Keberhasilan usaha-usaha politik dari kalangan islam dan partai-partai politik islam di

beberapa negeri Muslim

5.      Sejarah umat islam yang cemerlang di masa lampau ketika mereka menerapkan syariat islam.

sejarah cemerlang ini setidak-tidaknya bisa memunculkan kerinduan-kerinduan pada benak

umat islam atas kembalinya masa kejayaan mereka.

D.    KENDALA-KENDALA DALAM USAHA PENERAPAN SYARIAT ISLAM

Secara umum, hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang ada dalam penerapan

syariat islam adalah sebagai berikut:

1.      Hambatan eksternal berupa pihak-pihak yang memang sejak awal memiliki antisipasi

terhadap islam dan syariat islam. mereka adalah para pengusung agama dawn ideology

tertentu diluar islam, terutama yang memiliki pengalaman pahit melawan Islam. mereka

senantiasa menyebar luaskan imej yang negative tentang Islam dan syariat islam, misalnya

dengan menjelek-jelekan islam dengan slogan “Harem dan Pedang” (sebagai symbol bagi

pengungkapan kaum wanita dan kekerasan”.

2.      Hambatan dari pihak-pihak yang sebetulnya tidak terlalu ideologis kecuali bahwa mereka

menolak penerapan syariat islam karena akan mengekang kesenangan mereka. Mereka itulah

yang sering disebut sebagai para hedonis, atau yang dalam bahasa islam disebut sebagai ahlul

ma’ashiy.

3.      Hambatan dari pihak-pihak yang menolak islam karena belum memahami syariat islam, atau

memahaminya dengan pemahaman yang salah. Mereka inilah yang dalam bahasa islam

disebut sebagai ahlul jahl.

12

Page 14: MAKALAH+hukum ISLAM

4.      Disamping itu, usaha-usaha untuk menuju penerapan syariat islam juga berkaitan dengan

masalah strategi. Hambatan-hambatan bisa pula muncul dari pihak-pihak yang sudah sepakat

dengan syariat islam dan penerapanya, akan tetapi memiliki strategi yang berbeda-beda.

13

Page 15: MAKALAH+hukum ISLAM

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas, maka kami dapat mengatakan bahwa syariat

islam bukan hanya simbolisme ajaran moral yang dilaksanakan secara ritual saja. Tetapi

merupakan pragmatism ajaran yang mesti diaplikasikan dalam kehidupan manusia sehari-

hari. Oleh karena itu, bila syariat islam tidak dapats dilaksanakan secara kolektif melalui

formalisasi atau otoritas Negara, maka ia harus dilaksanakan secara individual sebagai

tuntutan akidah. Pelaksanaan syariat  islam secara individual memang hanya bisa pada tataran

normative yang berkaitan dengan ubudiah dan muamalah, sedangkan penegakan hukum

islam yang  berhubungan dengan hukum public, memang tetap mesti ada campur tangan

Negara, tentunya dengan mempertimbangkan segala aspek-aspek sosiologis sehingga dapat

mendukung proses implementasinya.

Perjuangan penerapan syariat islam adalah sebuah jalan yang panjang yang harus

dilakukan oleh seluruh elemen umat. Edukasi dan dakwah, tekanan politik, penyebarlausan

wacana dan juga perumusan lebih jauh hukum islam dalam bentuk hukum positif haruslah

terus dilaksanakan. Insya Allah penerapan syariat islam adalah sebuah keniscayaan yang

tinggal menunggu waktu saja hal itu akan diterapkan.

14

Page 16: MAKALAH+hukum ISLAM

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gani Abdullah, Peradilan Agama Dalam Pemerintahan Islam di Kesultanan Bima (1947-1957), Yayasan Lengge, Mataram, 2004.

Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES, Jakarta, 1990.

Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Universitas Yarsi, Jakarta, 1999.

15