Makalah Hukum dan Penegakan Hukum

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk pribadi, tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak, dan kepentingan masing-masing. Kehendak dan kepentingan inividu mungkin sejalan atau mungkin berbeda bahkan bertentangan dengan kehendak dan kepentingan individu lainnya. Pertentangan kepentingan antarindividu ini mengakibatkan terganggunya pemenuhan kepentingan para individu itu sendiri. Perbedaan kepentingan antarindividu tersebut menumbuhkan kesadaran akan suatu kebutuhan bersama, yaitu kebutuhan agar kepentingan para individu terjamin dari gangguan individu lainnya. Kebutuhan inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama yang dikenal dengan tata kehidupan bermasyarakat. Kenyataan tersebut, diperkuat lagi oleh hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain, sehingga manusia melakukan berbagai bentuk pola-pola kerjasama yang menjadi substansi dari tata pergaulan hidup manusia dalam upaya melindungi dan mewujudkan kepentingan bersama. 1

Transcript of Makalah Hukum dan Penegakan Hukum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai makhluk pribadi, tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak,

kehendak, dan kepentingan masing-masing. Kehendak dan kepentingan

inividu mungkin sejalan atau mungkin berbeda bahkan bertentangan dengan

kehendak dan kepentingan individu lainnya. Pertentangan kepentingan

antarindividu ini mengakibatkan terganggunya pemenuhan kepentingan para

individu itu sendiri.

Perbedaan kepentingan antarindividu tersebut menumbuhkan

kesadaran akan suatu kebutuhan bersama, yaitu kebutuhan agar kepentingan

para individu terjamin dari gangguan individu lainnya. Kebutuhan inilah

yang menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama yang dikenal

dengan tata kehidupan bermasyarakat. Kenyataan tersebut, diperkuat lagi

oleh hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan dalam

keadaan tidak berdaya, memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain,

sehingga manusia melakukan berbagai bentuk pola-pola kerjasama yang

menjadi substansi dari tata pergaulan hidup manusia dalam upaya

melindungi dan mewujudkan kepentingan bersama.

Di dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari, terdapat berbagai

macam kaidah atau norma yang mengatur peri kehidupannya. Kaidah atau

norma merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah

laku yang diharapkan (Winataputra, 2006:8.4). Berkenaan dengan kaidah-

kaidah atau norma tersebut, kita mengenal berbagai kaidah atau norma yang

meliputi norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat,

dan norma hukum. Diantara keempat norma tersebut, norma hukum

merupakan norma yang paling tegas. Norma hukum dapat melahirkan

sistem hukum dan penegakan hukum yang berlaku di masyarakat suatu

bangsa dan negara.

Kemampuan memahami materi hukum dan penegakan hukum sangat

penting bagi guru, sebab pendidikan hukum merupakan salah satu

1

komponen dari Pendidikan Kewarganegaraan. Mengenali norma-norma

hukum, aparat penegak hukum, serta penegakan hukum di masyarakat

merupakan salah satu bagian penting yang dijalani setiap individu dalam

proses sosialisasinya. Warga masyarakat yang baik adalah warga yang

mampu menjunjung tinggi dan mentaati norma-norma yang berlaku dalam

masyarakatnya.

Dengan demikian, sebagai seorang guru kita harus bisa

membelajarkan materi hukum dan penegakan hukum kepada anak didik,

agar anak didik kita kelak bisa menjadi warga masyarakat yang baik dalam

mentaati hukum yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana pengertian hukum?

2. Bagaimana tujuan hukum?

3. Bagaimana klasifikasi atau penggolongan hukum?

4. Bagaimana fungsi hukum dalam masyarakat?

5. Bagaimana pengertian penegakan hukum?

6. Apa saja lembaga penegak hukum?

7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum?

8. Bagaimana pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian hukum.

2. Untuk mengetahui bagaimana tujuan hukum.

3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi atau penggolongan hukum.

4. Untuk mengetahui bagaimana fungsi hukum dalam masyarakat.

5. Untuk mengetahui bagaimana pengertian penegakan hukum.

6. Untuk mengetahui apa saja lembaga penegak hukum.

2

7. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum.

8. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran materi hukum dan

penegakan hukum.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hukum

2.2.1 Pengertian Hukum

Menurut Kelsen (1995) hukum adalah suatu tata yang bersifat

memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para

individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-

tindakan paksaan (Winataputra, 2006:8.6).

Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang

berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai

peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu yang mengikat bagi

sebagian atau seluruh  tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

Adapun pengertian hukum menurut para ahli adalah sebagai berikut.

1. Van Kan

Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa

untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Peraturan

dalam menjalankan kehidupan diperlukan untuk melindungi kepentingan

dengan tertib.

2. Utrecht

Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun

larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan

seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh

karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan

tindakan dari pihak pemerintah.

3. Wiryono Kusumo

Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun

tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap

pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum

4

adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban

dalam masyarakat.

4. Mochtar Kusumaatmadja

Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang

mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi

lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (processes) yang

mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.

5. Soetandyo Wigjosoebroto

Bahwa tidak ada yang konsep tunggal mengenai apa yang disebut

hukum itu. Karena sebenarnya hukum terdiri dari 3 konsep: hukum

sebagai asas moralitas, hukum sebagai kaidah-kaidah positif yang

berlaku pada waktu dan tempat tertentu, dan  yang ketiga, hukum

dikonsepkan sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam sistem

kehidupan bermasyarakat.

6. Austin

Hukum adalah tiap-tiap undang-undang positif yang ditentukan

secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau

sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggota-

anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang

membentuk hukum adalah yang tertinggi.

7. Hans Kelsen

Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku

mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian

peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti

sebuah sistem norma. Jadi hukum itu sendiri adalah ketentuan.

2.2.2 Tujuan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto (1993), norma atau kaidah hukum

bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bersama. Kedamaian

tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara

5

ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketenteraman (yang bersifat

batiniah).

Tujuan dari hukum adalah mencapai suatu kedamaian di dalam

masyarakat. Kedamaian berarti adanya tingkat keserasian tertentu antara

ketertiban dan ketentraman. Ketertiban diperlukan bagi kepentingan umum,

sehingga merupakan suatu prinsip yang diperlukan, sedangkan ketentraman

diperlukan bagi kepentingan pribadi yang mempunyai prinsip kenikmatan.

Apabila ketertiban mencerminkan keterikatan atau disiplin, maka

ketentraman merupakan pencerminan dari kebebasan, sehingga di dalam

kehidupan bersama kedua nilai tersebut berpasangan dan selalu harus

diserasikan, supaya tidak mengganggu masyarakat maupun pribadi-pribadi

yang menjadi bagiannya (Soekanto, 1986:13).

Schuyt memberikan perincian mengenai adanya ketertiban atau

keadaan tertib dengan mengetengahkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Voorspelbaarheid (dapat diperkirakan)

2. Cooperatie (kerjasama)

3. Controle can geweld (pengendalian kekerasan)

4. Consistentie (berpegang pada asas)

5. Duurzaamheid (langgeng)

6. Stabiliteit (kemantapan)

7. Hierarchie (berjenjang)

8. Comformatie (ketaatan atau kepatuhan)

9. Afwezigheid van conflict (tanpa sengketa)

10. Uniformiteit (keseragaman)

11. Gameenschappelijkheid (kebersamaan)

12. Regelmaat (keajegan)

13. Bavel (suruhan; perintah)

14. Volgorde (keberurutan)

15. Uiterlijke stijl (corak lahiriah)

16. Rangschikking (tersusun)

Ketentraman akan terjadi apabila warga masyarakat tidak mengalami

kekhawatiran. Juga tidak ada perasaan terjadinya ancaman dari luar serta

6

tidak adanya konflik batiniah di dalam diri pribadi. Hal itu hanya mungkin

terwujud apabila tidak ada hambatan dari pihak lain, yaitu bahwa pribadi

dipaksa oleh pihak lain tersebut. Disamping itu, maka pribadi perlu

diberikan pilihan-pilihan tertentu, sehingga dia tidak di dalam keadaan

terpaksa.

Ketertiban akan dapat dicapai apabila hukum menerapkan tugass

kepastian (hukum), sedangkan ketentraman akan dapat dicapai kalau hukum

menerapkan tugas kesebandingan (hukum). Landasan dari kepastian hukum

adalah kesamaan; artinya, untuk siapa saja, kapan dan di mana saja. Kalau

yang dikehendaki adalah kepastian hukum yang bermanfaat, maka kepastian

hukum harus senantiasa diserasikan dengan kesebandingan hukum yang

dasarnya atau landasannya adalah kebedaan. Apabila tidak, maka kepastian

hukum hanyalah berarti kepastian undang-undang belaka yang biasanya

akan menjurus kearah kepastian dari ketidaksesuaian hukum (Soekanto,

1986:14).

Dengan demikian dapat disebutkna tujuan hukum adalah sebagai

berikut :

1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat yang mempunyai tujuan

2. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai

3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat

4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang

5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin

6. Sebagai sarana penggerak pembangunan

2.2.3 Penggolongan atau Klasifikasi Hukum

Menurut Winataputra (2006), hukum dapat digolongkan menurut

hal-hal berikut.

1. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya

Di tinjau dari sumber-sumbernya, hukum dapat kita golongkan ke

dalam klasifikasi berikut.

a. Hukum undang-undang

b. Hukum persetujuan

7

c. Hukum traktat (perjanjian antarnegara)

d. Hukum kebiasaan dan hukum adat

e. Hukum yurisprudensi

Mengingat sumber hukum itu ada yang berbentuk naskah (tertulis)

dan ada yang tidak berbentuk naskah (tidak tertulis) maka

penggolongannya dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam berikut ini.

a. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian,

hukum traktat.

b. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat

2. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya

Ditinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat

digolongkan ke dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat

adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan orang

perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan negara dalam

kedudukannya bukan sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum

yang mengatur atau melindungi kepentingan-kepentingan negara sebagai

penguasa. Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum

sebagai berikut.

I. Hukum Privat : a. Hukum Perdata

b. Hukum Dagang

c. Hukum Privat Internasional

II. Hukum Publik : a. Hukum Tata Negara

b. Hukum Tata Usaha Negara

c. Hukum Antarnegara

d. Hukum Pidana

e. Hukum Acara Pidana

f. Hukum Acara Perdata

g. Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha

Negara

3. Hubungan aturan-aturan hukum satu sama lain

8

Dilihat dari hubungan antara aturan-aturan hukum satu sama lain,

hukum dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu hukum seragam dan

hukum beraneka ragam. Hukum seragam dimaksudkan sebagai hukum

kesatuan dan hukum beraneka ragam dimaksudkan sebagai hukum antar

tata hukum. Dengan kata lain, hukum seragam mengandung pengertian

bahwa hanya ada dan berlaku satu macam hukum, baik dilihat dari faktor

waktunya, tempat atau wilayah berlakunya, dan orang-orang terhadap

siapa aturan hukum itu berlaku. Sementara itu, dengan hukum beraneka

ragam mengandung pengertian terdapat lebih dari satu macam aturan,

mungkin yang berlaku secara susul-menyusul, mungkin karena

perbedaan tempat dan orang. Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain

sebagai berikut.

a. Hukum antarwaktu

b. Hukum antartempat

c. Hukum antargolongan

d. Hukum antaragama

e. Hukum privat internasional

Satu hubungan hukum antarwaktu terdapat apabila lebih dari satu

aturan hukum yang selama suatu jangka waktu tertentu secara berurutan

menguasai sesuatu acara tertentu.

Hubungan hukum antartempat ada apabila dalam satu negara,

mengenai satu hal pada waktu yang sama terdapat lebih dari satu aturan,

yang berlaku pada masing-masing daerahnya, tetapi terdapat hal-hal yang

mempertemukan aturan-aturan hukum tersebut.

Hubungan hukum antargolongan terdapat apabila dalam satu

negara dan satu waktu yang sama terdapat lebih dari satu golongan

masyarakat yang masing-masing mengenai sesuatu acara yang sama

mempunyai aturan-aturan hukumnya sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang

mempertemukan aturan-aturan itu satu sama lain. Apabila perbedaan

aturan-aturan hukum itu karena perbedaan agama yang dipeluk oleh

golongan-golongan masyarakat hukum yang bersangkutan maka kita

bicara tentang hukum antaragama.

9

Hubungan hukum privat internasional terdapat apabila aturan-

aturan hukum yang berbeda itu disebabkan oleh perbedaan negara dan

oleh sebab itu pula perbedaan hukum privat yang berlaku bagi masing-

masing warga negara yang bersangkutan. Hukum antar waktu,

antartempat, antargolongan, antaragama dan privat internasional

memberi jawaban aturan hukum mana yang berlaku atau apakah

hukumnya apabila terjadi hubungan-hubungan hukum, seperti yang

dimaksudkan di atas.

4. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum

Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan antara

hukum formal dengan hukum materiel. Hukum formal sering

dipersamakan dengan hukum acara, yakni hukum yang mengatur tentang

tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum (materiel) dipertahankan atau

dilaksanakan. Yang dimaksud dengan hukum materiel ialah ketentuan-

ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum

itu sendiri. Dengan kata lain hukum materiel adalah hukum yang

mengatur tentang isi dari hubungan-hubungan hukum.

5. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya

Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan

tentang keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka dapat

dibedakan menjadi:

a. Hukum kaidah (normenrecht)

Hukum kaidah ialah ketentuan-ketentuan hukum, baik publik maupun

privat, di mana dinyatakan ada perintah atau larangan atau perkenaan

tentang sesuatu. Juga apabila ternyata ada persetujuan, perintah,

larangan, perkenaan atau janji itu timbul kewajiban dan pada pihak

lain hak; jadi diketahuilah hal-hal apa yang diharuskan, diperbolehkan

atau dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang.

b. Hukum sanksi (sanctienrecht)

10

Hukum sanksi ialah ketentuan-ketentuan hukum yang menetapkan

apakah hukuman yang akan (dapat) dikenakan kepada seseorang, yang

melanggar kaidah-kaidah undang-undang atau kaidah-kaidah hukum

lainnya. Yang terakhir ini umpamanya dalam hukum pidana, yang

kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama, kesusilaan. Jadi

hukum sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum.

2.2.4 Fungsi Hukum dalam Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto (1986:15) hukum berfungsi sebagai

sarana pengendalian sosial (social control) yang berarti bahwa sistem

hukum menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku yang benar atau

pantas. Setiap masyarakat mempunyai tolak ukur tertentu mengenai perilaku

yang dianggap menyimpang yang dibedakanya dari perilaku yang pantas

atau benar.

Adanya pengendalian sosial di dalam masyarakat bertujuan untuk

mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar

mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Biasanya hukum

dianggap sebagai suatu sarana pengendalian sosial formal, oleh karena

didukung oleh kekuasaan dan wewenng yang bersifat resmi. Hal ini tidaklah

sepenuhnya benar, oleh karena di samping hukum tertulis, di dalam setiap

masyarakat juga dapat dijumpai hukum tidak tertulis yang mustahil

didukung oleh kekuasaan atau wewenang yang tidak resmi sifatnya. Dengan

demikian dapatlah dikatakan bahwa di dalam fungsinya sebagai sarana

pengendalian sosial, hukum berfungsi dalam penyelesaian persengketaan.

Penyelesaian persengketaan (dispute settlement) merupakan fungsi

kedua dari hukum. Di dalam masyarakat atau bagian masyarakat terdapat

berbagai mekanisme untuk menyelesaikan masalah. Persengketaan tersebut,

yang pada umumnya dilaksanakan oleh berbagai lembaga sosial yang

mempunyai bentuk dan cara tertentu. Pada masyarakat-masyarakat

bersahaja, persengketaan tersebut mungkin diselesaikan oleh pemuka-

pemuka masyarakat yang diakui wewenangnya secara resmi. Di Indonesia,

misalnya diakui wewenang dari kepala desa sebagai hakim perdamaian yang

11

sebagian di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa. Di dalam masyarakat yang taraf struktur sosial dan

kebudayaannya semakin kompleks akan dapat ditemui badan-badan

peradilan ataupun badan-badanar arbitrase yang diakui fungsinya. Dengan

mempergunakan hukum sebagai sarana, maka diharapkan bahwa

penyelesaian sengketa akan berlangsung.

Di dalam kenyataannya, maka hukum mungkin mempunyai fungsi

inovatif atau redistributive, yang sebenarnya berkaitan erat dengan proses

perubahan sosial budaya yang terencana dan dikehendaki. Dalam hal ini

hukum berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan social engineering.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi sebagai sarana

untuk merubah masyarakat secara terencana, biasanya berasal dari golongan

yang secara resmi memegang kekuasaan dan wewenang. Lazimnya social

engineering dengan mempergunakan hukum sebagai sarannya akan lebih

berhasil apabila berkaitan dengan bidang-bidang kehidupan yang bersifat

netral, yakni tidak menyangkut masalah pribadi yang bersifat sensitive

(Soekanto, 1986:17).

2.2 Penegakan Hukum

2.2.1 Pengertian Penegakan Hukum

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak

pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai

rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1993:3). Konsepsi

yang mempunyai dasar filosofis tersebut memerlukan penjelasan lebih

lanjut, sehingga akan tampak lebih konkrit.

Manusia dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai

pandangan tertentu mengenai apa yang baik dana pa yang buruk.

Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-

pasangan tertentu, sehingga misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan

nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai

12

kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan inovatisme, dan

seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai perlu

diserasikan; misalnya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai

ketenteraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan,

sedangkan nilai ketenteraman titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam

kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan

di dalam wujud yang serasi.

Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan

penjabaran secara lebih konkrit lagi, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat

abstrak. Penjabaran secara lebih konkrit terjadi di dalam bentuk kaidah-

kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisikan

suruhan, larangan atau kebolehan. Di dalam bidang hukum tata negara

Indonesia, misalnya, terdapat kaidah-kaidah tersebut yang berisikan suruhan

atau perintah untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, atau tidak

melakukannya. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum

larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu,

sedangkan di dalam bidang hukum perdata ada kaidah-kaidah yang

berisikan kebolehan-kebolehan. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi

pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas,

atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah

konkretisasi dari pada penegakan hukum secara konsepsional.

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara

ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian

pribadi (Soekanto, 1993:4). Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound,

maka Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa pada hakikat-nya diskresi

berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit).

Atas dasar uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan, bahwa

gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada

ketidakserasian antara "tritunggal" nilai, kaidah dan pola perilaku.

Gangguan tersebut terjadi, apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai

13

yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang

siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan

hidup.

Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum

bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun

di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian,

sehingga pengertian "law enforcement" begitu populer. Selain dari itu, maka

ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai

pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.

2.2.2 Penegak Hukum

Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk

lembaga penegakan hukum (law enforces), antara lain adalah sebagai

berikut (Winataputra, 2006:8.20).

1. Kepolisian

Kepolisian negara ialah alat penegak hukum yang terutama

bertugas memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya

dengan hukum, khususnya Hukum acara Pidana, Kepolisian negara

bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 U-U nomor

8 tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik

mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak Pidana

b. Mencari keterangan dan barang bukti

c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri

d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

14

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan

dan penyitaan

b. Pemeriksaan dan penyitaan surat

c. Mengambil sidikjari dan memotret seseorang

d. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik

Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan

laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik.

Selain penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik.

Menurut Pasal 6 UU No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik,

yaitu:

a. Pejabat Polisi negara Republik Indonesia

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang

Pejabat polisi yang dapat bertindak sebagai penyidik harus

memenuhi persyaratan kepangkatan tertentu, yaitu sekurang-kurangnya

berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda). Sedangkan bagi pejabat

pegawai negeri sipil sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda

Tingkat I (Golongan II b) atau yang disamakan dengan itu.

Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai

berikut.

a. Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak Pidana

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

f. Mengambil sidikjari dan memotret seseorang

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi

15

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara

i. Mengadakan penghentian penyidikan

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab

2. Kejaksaan

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak

sebagai penuntut umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi, Kejaksaan adalah

lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan

penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang

berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum

Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

hakim di sidang Pengadilan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka Jaksa (penuntut umum)

berwewenang, antara lain untuk:

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan;

b. Membuat surat dakwaan

c. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan

yang berlaku

d. Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan

hukuman tertentu

e. Melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain. Yang dimaksud

penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh

hakim tunggal maupun tidak tunggal (Majelis Hakim) dalam suatu

putusan pengadilan. Putusan tersebut dapat berbentuk penjatuhan

pidana, pembebasan dari segala tuntutan atau pembebasan bersyarat.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum,

Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan

16

Pasal 3 UU No. 5 tahun 1991 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia"

pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut

diselenggarakan oleh berikut ini.

a. Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di

kotamadya atau di kota administratif dan daerah hukumnya yang

meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya dan atau kota

administratif. Misalnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung;

Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

b. Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan

daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Misalnya, Kejaksaan

Tinggi DK1 Jakarta; Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

c. Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota negara RI dan

daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik

Indonesia.

Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang

Pidana, tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang

ketertiban dan kepentingan umum, serta dapat memberikan

pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Khusus dalam bidang Pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan

wewenang untuk:

a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas

bersyarat (yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh menteri

kehakiman)

d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik

3. Kehakiman

Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan

untuk mengadili. Sedangkan Hakim adalah pejabat peradilan negara

17

yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut

Pasal 1 UU nomor 8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan

hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana

berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran,

hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-

kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat

pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara maka cenderung

keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan

masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar. Oleh karena itu,

daiam Pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa pengadilan

mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

Demikian pula dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman

adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila,

demi terselenggaranya negara Hukum RI. Dalam Penjelasan Pasal 1

tersebut ditegaskan bahwa "kekuasaan kehakiman yang merdeka ini

mengandung pengertian bahwa Kekuasaan kehakiman itu bebas dari

campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari

paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra

yudisial, kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang".

Kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki kekuasaan kehakiman

tersebut tidak bersifat mutlak atau sewenang-wenang dalam

memutuskan suatu perkara karena hakim bertugas untuk menegakkan

hukum dan keadilan sehingga keputusan-keputusannya wajib

menjunjung hukum dan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.

Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, dapat

dilakukan dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan rhasalah dan

pelakunya. Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahiin 1970

tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa

18

kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam 4

lingkungan, yaitu (1) Peradilan Umum; (2) Peradilan Agama; (3)

Peradilan Militer; dan (4) Peradilan Tata Usaha Negara.

Keempat lingkungan peradilan tersebut, masing-masing

mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi

badan peradilan secara bertingkat.

Peradilan Militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha

Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara

tertentu atau mengadili golongan rakyat tertentu. Sedangkan peradilan

umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya baik mengenai

perkara Perdata maupun perkara Pidana.

a. Peradilan Agama

Peradilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas

dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam di bidang (a) perkawinan;

(b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum

Islam; (c) wakaf dan sedekah.

b. Peradilan Militer

Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat

No. 16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan

perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan

oleh:

1) Seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI

2) Seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden

dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan

Perang RI

3) Seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang

dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh

atau berdasarkan Undang-undang

19

4) Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (a, b, dan c),

tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh

Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.

c. Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara

yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.

Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara

atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata

usaha negara.

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat

bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha

Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang

ada padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak

penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata.

Misalnya, beberapa waktu yang lalu, Penerbit Tempo menggugat

Menteri Penerangan atas pencabutan SIUP majalah Tempo.

d. Peradilan Umum

Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat

(pada umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau

kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam

lingkungan peradilan Umum.

Saat ini, Peradilan umum diatur dalam Undang-undang No. 2

Tahun 1986, yang dituangkan dalam Lembaran Negara nomor 30

tahun 1986. Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara

sipil (bukan militer) mengenai penyimpangan-penyimpangan dari

aturan hukum Perdata material dan hukum Pidana materiel. Untuk

menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan

20

umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan yaitu

berikut.ini.

1) Pengadilan negeri

Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan

tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah

Kabupaten/kota. Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena

pengadilan negeri merupakan badan pengadilan yang pertama

(permulaan) dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum. Oleh

karena itu, pada dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan

terlebih dahulu oleh pengadilan negeri sebelum menempuh

pengadilan tingkat Banding. Untuk memperlancar proses

pengadilan, di pengadilan negeri terdapat beberapa unsur yaitu:

Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, sekretaris, dan juru sita.

Adapun Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan

memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama

dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua

golongan penduduk.

2) Pengadilan tinggi

Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah

satu pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat

diajukan Banding. Proses Banding tersebut ditangani oleh

Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di setiap ibu kota provinsi.

Dengan demikian, pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding

yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu

perkara perdata atau perkara Pidana, yang telah diadili/diputuskan

oleh pengadilan negeri. Dalam pengadilan tinggi, hanya

memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali

bila pengadilan Tinggi merasa perlu untuk langsung

mendengarkan para pihak yang berperkara.

Daerah hukum pengadilan tinggi pada asasnya adalah

meliputi satu daerah provinsi. Menurut Undang-undang No. 2

21

tahun 1986, tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi adalah

sebagai berikut.

a) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara Pidana dan

Perdata di tingkat banding

b) Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa

kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah

hukumnya.

Pengadilan Tinggi mempunyai susunan sebagai berikut:

Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Sedangkan

pembentukan Pengadilan Tinggi dilakukan melalui undang-

undang.

3) Pengadilan tingkat kasasi

Apabila putusan hakim Pengadilan Tinggi dianggap belum

memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak

maka pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada

Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat Kasasi dikenal pula

dengan sebutan pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita,

Mahkamah Agung merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi,

dengan berkedudukan di Ibu kota negara RI. Oleh karena itu,

daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia.

Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan jika

permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya

hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Sedangkan permohonan kasasi itu sendiri hanya dapat diajukan 1

kali.

Kewajiban pengadilan Mahkamah Agung terutama adalah

melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala

pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga agar hukum

dilaksanakan dan ditegakkan dengan sepatutnya.

Dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan lain-lain badan kehakiman menurut Undang-undang. Untuk

22

mengatur lebih lanjut pasal tersebut, telah dikeluarkan Undang-

undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan

Kehakiman. Dalam Undang-undang tersebut dikemukan 4

lingkungan Peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman,

seperti telah diungkapkan di atas. Mengenai "Mahkamah Agung"

diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 (Lembaran

Negara Nomor 73 Tahun 1985). Dalam kaitannya dengan

masalah pengadilan, dalam undang-undang tersebut dijelaskan

bahwa Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa

dan memutuskan:

a) permohonan kasasi

b) sengketa tentang kewenangan mengadili

c) permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam kaitannya dengan pengujian terhadap produk hukum,

Mahkamah Agung mempunyai wewenang:

a) untuk menguji secara materi hanya terhadap peraturan

perundang-.undangan di bawah undang-undang

b) untuk menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan

dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi. Pernyataan tentang tidak sahnya peraturan

perundangan-undangan tersebut dapat diambil berhubung

dengan pemeriksaan tingkat Kasasi.

Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban

untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh

karena itu, hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk

memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alasan

hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan

untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran

23

hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan

kebenaran.

4. Penasihat hukum

Penasihat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada

pihak atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud

Penasihat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi

syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk

memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan

penasihat hukum bagi tertuduh/terdakwa merupakan realisasi dari

salah satu asas yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana, yang

menyatakan bahwa "Setiap orang yang tersangkut perkara wajib

diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-

mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas

dirinya.

Berdasarkan Pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa "Penasihat

hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau

ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang

ditentukan dalam undang-undang". Penasihat hukum tersebut berhak

menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat

pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan

terhadap perkara. Hak lain yang dimiliki penasihat hukum

sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya (tersangka) adalah

mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki

olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip

yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu:

a. Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib

memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperole bantuan

hukum.

b. Bantuan hukumn tersebut merupakan usaha untuk membela diri.

c. Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri

penasihat hukummnya.

24

Penasihat hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang

berhimpun dalam organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum

(LBH), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat

Hukum Indonesia (IPHI).

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan

perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia

kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian "law enforcement"

begitu populer. Selain dari itu, maka ada kecenderungan yang kuat untuk

mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan

hakim. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

menurut Soerjono Soekanto (1993:5) adalah sebagai berikut.

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Undang-Undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Selanjutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

lebih diperjelas sebagai berikut.

1. Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas

tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan

terampil, organisasi yang baik, peralatan memadai, keuangan yang

cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka

mustahil penegakan hkum akan mencapai tujuannya. Agar masalah

tersebut dapat dipahami dengan mudah.

25

Adanya hambatan penyelesaian perkara bukanlah semata-mata

disebabkan karena banyaknya perkara yang harus diselesaikan,

sedangkan waktu untuk mengadili atau menyelesaikannya sangat

terbatas. Para pencari keadilan harus antri menunggu penyelesaian

perkaranya.

Kalau yang dilakukan hanyalah menambah jumlah hakim untuk

menyelesaikan perkara, maka hal itu hanya mempunyai dampak yang

sangat kecil di dalam usaha untuk mengatasi hambatan-hambatan pada

penyelesaian perkara, terutama dalam jangka panjang. Oleh karena itu

yang perlu diperhitungkan tidaklah hanya biaya yang harus dikeluarkan

apabila terjadi hambatan di dalam penyelesaian perkara, akan tetapi yang

juga perlu diperhitungkan adalah biaya yang harus ada kalau hambatan

penyelesaian perkara itu tidak terjadi lagi, sehingga dimanfaatkan secara

maksimal oleh para pencari keadilan.

Salah satu masalah lain yang erat hubunganya dengan penyelesaian

perkara dan sarana atau fasilitasnya, adalah soal efektivitas dari sanksi

negatif yang diancamkan terhadap peristiwa-peristiwa pidana tertentu.

Tujuan daripada adanya sanksi-sanksi tersebut adalah agar dapat

mempunyai efek yang menakutkan terhadap pelanggaran-pelanggaran

potensial, maupun yang telah dijatuhi hukuman karena pernah

melanggar. Dengan demikian diharapkan, bahwa kejahatan akan

berkurang secara semaksimal mungkin. Sanksi negatif yang relatif berat

atau diperberat saja, bukan merupakan sarana yang efektif untuk

mengendalikan kejahatan maupun penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Dari penjelasan tersebut nyata pula, bahwa sarana ekonomis

ataupun biaya daripada pelaksanaan sanksi-sanksi negatif

diperhitungkan, dengan berpegangan pada cara yang lebih efektif dan

efisien, sehingga biaya dapat ditekan dalam program-program

pemberantas kejahatan jangka panjang. Kepastian di dalam penanganan

perkara maupun kecepatannya, mempunyai dampak yang lebih nyata,

apabila dibandingkan dengan peningkatan sanksi negatif belaka. Kalau

tingkat kepastian dan kecepatan penanganan perkara ditingkatkan maka

26

sanksi-sanksi negatif akan mempunyai efek menakuti yang lebih tinggi

pula, swhingga akan dapat mencegah peningkatan kejahatan maupun

residivisme.

Kepastian dan kecepatan penanganan perkara senatiasa bergantung

pada masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program

pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Peningkatan teknologi deteksi

kriminalitas, umpamanya, mempunyai peranan yang sangat penting bagi

kepastian dan kecepatan penanganan perkara-perkara pidana.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas

mempunyai peranan sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa

adanya saran atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penega hukum

menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang actual.

Khusunya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianuti jalan

pikiran.

2. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang

dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan

hukum tersebut.

Masyarakat Indonesia pada khusunya, mempunyai pendapat-

pendapat tertentu mengenai hukum. Pertama-tama ada berbagai

pengertian atau arti yang diberikan pada hukum, yang variasinya adalah

sebagai berikut:

a. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan.

b. Huku diartikna sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang

kenyataan.

c. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku

pantas yang diharapkan.

d. Hukum diartikan sebagai tata hukum (yakni hukum positif tertuli ).

e. Hukum diartikan sebagai petugas ataupun pejabat.

f. Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa.

27

g. Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan.

h. Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik.

i. Hukum diartikan sebagai jalinan nilai.

j. Hukum diartikan sebagai seni.

Dari sekian banyaknya pengertian yang diberikan pada hukum,

terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan

hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas ( dalam hal

ini penegak hukum sebagai pribadi ). Salah satu akibatnya adalah, bahwa

baik-buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak

hukum tersebut, yang menurut pendapatnya merupakan pencerminan dari

hukum sebagai sebagai struktur maupun proses. Untuk jelasnya, akan

dikemukakan suatu contoh yang diambil dari suatu unsur kalangan

penegak hukum, yakni polisi yang dianggap sebagai hukum oleh

masyarakat luas (di samping unsur-unsur lainnya, seperti misalnya,

hakim, jaksa, dan seterusnya ).

Didalam kehidupan sehari-hari, maka begitu menyelesaikan

pendidikan kepolisian, maka seorang anggota polisi akan terjun langsung

ke dalam masyarakat, di mana dia akan menghadapi berbagai masalah,

yang mungkin pernah dipelajarinya di sekolah, atau mungkin sama sekali

belum pernah diajarkan. Masalah-masalah tersebut ada yang ditindak

dengan segera, akan tetapi ada juga persoalan-persoalan yang baru

kemudian memerlukan penindakan, apabila tidak tercegah. Hasilnya akan

dinilai secara langsung oleh masyarakat tanpa pertimbangan bahwa

anggota polisi tersebut baru saja menyelesaikan pendidikan, atau baru

saja ditempatkan di daerah yang bersangkutan. Warga msyarakat

mempunyai persepsi bahwa setiap anggota polisi dapat menyelesaikan

gangguan-gangguan yang dialami oleh warga masyarakat, dengan hasil

yang sebaik-baiknya.

Masalah lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat

sebagaimana yang telah dijelaskan. Adalah mengenai segi penerapan

perundang-undangan. Kalau penegak hukum menyadari bahwa dirinya

28

dianggap hukum oleh masyarakat, maka tidak mustahil bahwa

perundang-undangan ditafsirkan terlalu luas atau terlalu sempit. Selain

dari itu, maka mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaah bahwa

perundang-undangan kadangkala tertinggal dengan perkembangan di

dalam masyarakat.

3. Faktor Kebudayaan

Faktor Kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor

masyarakat sengaja dibedakan oleh karena di dalam pembahasannya

akan diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari

kebudayaan spiritual atau non-material. Sebagai suatu sistem atau

subsistem dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup struktur

substansi dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah ataupun bentuk

dari sistem tersebut yang misalnya, mencakup tatanan lembaga-lembaga

hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan

kewajiban-kewajiban, dan seterusnya. Substansi mencakup isi norma-

norma hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakkannya

yang berlaku bagi pelaksanaan hukum maupun pencari keadilan.

Secara psikologis keadaan tenteram ada, bila seseorang tidak

merasa khawatir, tidak merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi

konflik batiniah. Pasangan nilai-nilai tersebut diatas yaitu ketertiban dan

ketentraman, sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan

kepentingan pribadi. Di dalam bidang tata hukum, maka bidang hukum

publik harus menmgutamakan nilai ketertiban dan dengan sendirinya

nilai kepentingan umum. Akan tetapi dalam bidang hukum perdata, maka

nilai ketentraman lebih di utamakan. Hal ini bukanlah berarti bahwa di

dalam hukum publik nilai ketentraman boleh diabaikan, sedangkan dalam

hukum perdata nilai ketertiban yang sama sekali tidak diperhatikan.

Pasangan nilai ketertiban dan nilai ketentraman, merupakan pasangan

nilai yang bersifat universal.

Hukum adat merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di

kalangan rakyat terbanyak. Akan tetapi di samping itu berlaku pula

29

hukum tertulis yang timbul dari golongan tertentu dalam masyarakat

yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang resmi. Hukum

perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang

menjadi dasar hukum adat agar supaya hukum perundang-undangan

tersebut dapat berlaku secara efektif.

Pasangan nilai konservatisme dan nilai inovatisme, senantiasa

berperan di dalam perkembangan hukum, oleh karena di satu pihak ada

yang menyatakan bahwa hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi

dan bertujuan untuk mempertahankan “status-quo”. Di lain pihak ada

anggapan-anggapan yang kuat pula, bahwa hukum juga dapat berfungsi

sebagai sarana untuk mengadakan perubahan dan menciptakan hal-hal

yang baru. Keserasian antara kedua nilai tersebut akan menempatkan

hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya.

2.3 Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum

Kehidupan yang tertib aman, dan damai merupakan bentuk

kehidupan yang dicita-citakan oleh umat manusia. Untuk mewujudkan

bentuk kehidupan tersebut, dibuatlah norma-norma perilaku yang disepakati

bersama sebagai panduan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Salah satu norma yang dibuat untuk mengatur perilaku individu

dalam masyarakat adalah norma hukum, yakni hukum negara.

Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku individu

dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk ditanamkan kepada

setiap individu sejak usia dini. Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai

salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku

dalam masyarakat dipandang sangat strategis untuk diberikan pada seluruh

jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Tanpa adanya upaya yang sadar

dan terencana melalui proses pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun

pendidikan luar sekolah akan mustahil dapat menumbuhkan kesadaran dan

kepatuhan hukum dari setiap individu warga negara. Penanaman nilai-nilai

dan norma-norma sosial kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang

30

tak terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang

sesungguhnya di masyarakat.

Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan

hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan

keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara

efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan

hukum adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya

secara maksimum dalam masyarakat (Winataputra, 2006). Di samping itu,

setiap warga negara memikul tanggung jawab atas terciptanya sistem hukum

yang bekerja secara efektif dan adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan

untuk memperoleh kemampuan mengkaji persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan kesenjangan-kesenjangan yang seringkali terjadi antara

cita-cita hukum dengan kenyataan, dan bagaimana kesenjangan tersebut

dapat diatasi.

Program pendidikan hukum di persekolahan bukan merupakan

program yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari mata

pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan (PPKn). Demikian

pula halnya di Amerika, program pendidikan hukum merupakan bagian dari

program pendidikan IPS, yang secara lebih khusus lagi merupakan bagian

dari program pendidikan politik. Seperti dikutip oleh Winataputra

(2006:8.39), pendidikan hukum memuat tujuan-tujuan yang mengharapkan

siswa untuk:

1. Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan tanggung jawabnya

yang ditegaskan dalam konstitusi.

2. Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan hukum, sumber-

sumber hukum, perubahan hukum, dan sanksi hukum.

3. Memahami berbagai aspek hukum sipil yang mempengaruhi

kehidupannya, hukum perkawinan dan perceraian, perjanjian/kontrak,

asuransi, kesejahteraan sosial, pajak, dan lembaga bantuan hukum.

4. Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan fungsi lembaga

penegak hukum.

31

5. Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan dengan hukum

dan sistem peradilan pidana jadi mempersiapkan siswa untuk

berpartisipasi dalam sistem hukum masyarakat kontemporer.

Sementara itu, Center for Civic Education (CCE) mengembangkan

sejumlah bahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum, antara lain

sebagai berikut.

1. Fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum

2. Kedudukan hukum dalam sistem pemerintahana konstitusional

3. Perlindungan hukum terhadap hak-hak individu

4. Kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum

5. Hak warga negara

6. Tanggung jawab warga negara

Dengan demikian, pendidikan hukum hendaknya diarahkan pada

pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum. Pembelajaran tentang

materi hukum bertujuan untuk membekali siswa dengan sejumlah

pengetahuan tentang norma-norma hukum yang mempengaruhi

kehidupannya sehingga tumbuh kesadaran hukum pada diri mereka yang

gilirannya mereka dapat menampilkan kepatuhan secara sukarela dan sikap

menghormati terhadap norma-norma hukum yang berlaku (Winataputra,

2006:8.40). Di pihak lain, pembelajaran tentang sistem peradilan dan

lembaga-lembaga penegakan hukum diharapkan dapat membekali siswa

dengan mekanisme, kelembagaan dan sistem peradilan dalam menegakkan

norma-norma hukum.

Tiap usaha mengajar (dalam arti membelajarkan siswa) sebenarnya

ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri

peserta didik. Pola laku ialah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan, yang

lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki

mutu hidupnya dalam situasi konkret. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan

rohani seperti mengamati, menganalisis dan menilai keadaan dengan daya

nalar. Dapat juga berupa kegiatan jasmani, yang dilakukan dengan tenaga

dan keterampilan fisik. Umumnya manusia bertindak secara manusiawi

32

apabila kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara terjalin. Kegiatan

jasmani didukung oleh kegiatan rohani, demikian juga sebaliknya.

Di samping menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku,

pembelajaran bertujuan pula untuk menimbulkan kebiasaan. Kebiasaan

dapat dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan dalam diri manusia

untuk melakukan kegiatan yang sama atau serupa dengan cara yang lebih

mudah, tanpa memeras dan menguras tenaga. Kebiasaan akan timbul

apabila kegiatan manusia dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh

perhitungan. Dengan demikian, tujuan tiap pembelajaran ialah menimbulkan

atau menyempurnakan pola tingkah laku dan membina kebiasaan sehingga

peserta didik terampil menjawab tantangan situasi kehidupan secara

manusiawi. Dengan kata lain, pembelajaran ingin menekankan kemampuan

berpikir dan kemampuan bertindak pada peserta didik sehingga menghadapi

keadaan apa pun ia akan sanggup mengamati keadaan, menilai keadaan, dan

menentukan sikap serta tindakannya dalam keadaan tersebut (Winataputra,

2006:8.40).

Keadaan hidup manusia dalam masyarakat modern dewasa ini

berubah sangat pesat. Oleh sebab itu, pembelajaran di abad sekarang ini

hendaknya memperhatikan arus dan laju perubahan yang terjadi.

Pembelajaran perlu membina pola pikir, keterampilan dan kebiasaan yang

terbuka dan tanggap, yang mampu menyesuaikan diri secara manusiawi

dengan perubahan. Kalau tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan dan

menyempurnakan pola laku, membina kebiasaan dan kemahiran

menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah-ubah maka metode

pembelajaran harus mampu mendorong proses pertumbuhan dan

penyempurnaan pola laku, membina kebiasaan, dan mengembangkan

kemahiran untuk menyesuaikan diri. Pembelajaran harus mampu membina

kemahiran pada peserta didik untuk kreatif dalam menghadapi situasi

sejenis, atau situasi yang baru dengan cara yang memuaskan. Pemikiran

kreatif dapat menjadikan tindakan kreatif dan hal tersebut wajib dibina

dalam tiap pembelajaran, terutama pada zaman sekarang ini yang penuh

dengan perubahan.

33

Hal lain yang perlu diperhatikan sebagai prinsip pembelajaran

menurut Winataputra (2006:8.41) adalah sebagai berikut.

1. Tingkat kesulitan

Tingkat kesulitan berkenaan dengan beban belajar (learning task).

2. Tingkat kemampuan berpikir

Tingkat kemampuan berpikir berkenaan dengan kemampuan kogintif

siswa.

Kemampuan berpikir, meurut sejumlah hasil riset adalah bertahap

dan berjenjang mulai dari yang sederhana/mudah kepada yang

kompleks/rumit. Dengan merujuk pada taksonomi Bloom (1956),

Winataputra (2006:8.41) menyusun tingkat-tingkat kemampuan berpikir

sebagai berikut.

Tabel 1. Tingkat kemampuan berpikir merujuk pada taksonomi Bloom

Taraf Nama Taraf Berpikir Macam Kerja Pikir yang Dibelajarkan

5

4

32

1

Evaluasi

Analisis dan sintesis

AplikasiKomprehensif/Pemahaman

Pengetahuan

Berpikir kreatif atau berpikir untuk memecahkan masalahBerpikir menguraikan dan menggabungkanBerpikir menerapkanBerpikir dalam konsep dan belajar pengertianBelajar resesif atau menerima

Erat kaitannya dengan pembelajaran hukum adalah pertimbangan

tentang tingkat penalaran moral. Atas dasar karya Piaget dalam

penelitiannya tentang perkembangan moral, Kohlberg mengembangkan

teori perkembangan moral kognitif. Dari hasil penelitiannya yang

menggunakan dilemma moral hipotetik, Kohlberg menyusun tingkat

perkembangan moral ke dalam 6 tingkatan sebagai berikut (Winataputra,

2006:8.41).

Taraf Tingkat Perkembangan MoralPrakonvensional 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan. Konsepsi

tentang baik dan buruk ditentukan oleh konsekuensi fisik tanpa memperhatikan makna atau nilai dari konsekuensi ini bagi individu.

34

2. Orientasi instrumental. Konsep tentang “baik” lebih ditentukan oleh kepuasan sendiri.

Konvensional

3. Orientasi keserasian antarpesonal. Apa yang menyenangkan atau membantu orang lain adalah “baik”.

4. Orientasi terhadap peraturan hukum dan ketertiban. Memelihara ketetriban sosial, menghormati kekuasaan, dan melaksanakan kewajiban sendiri adalah “baik”. Orang dihargaikarena menaati peraturan, hukum, dan kekuasaan yang berlaku.

Pasca-konvensional

5. Orientasi legalistik kontrak sosial. Apa yang “benar” ditentukan oleh nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat, termasuk hak-hak individu dan aturan-aturan consensus. Namun demikian, tekanannya diletakkan pada pertimbangan rasional dan kemanfaatan sosial.

6. Orientasi terhadap prinsip-prinsip etika universal. Yang “benar” merupakan masalah nurani sesuai dengan prinsip-prinsip pilihan sendiri yang dipandang logis, ajeg, dan universal. Prinsip-prinsip yang universal ini pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip keadilan, persamaan hak asasi manusia, dan rasa hormat terhadap martabat manusia sebagai makhluk individu.

Untuk anak-anak SD pada kelas-kelas rendah (kelas 1 – kelas 3)

pembelajaran materi hukum dapat diawali dengan memperkenalkan mereka

kepada adanya sejumlah aturan-aturan hidup yang berlaku dalam

kehidupannya sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitar. Pengenalan terhadap

keberadaan aturan-aturan tersebut hendaknya diarahkan kepada tumbuhnya

kesadaran pada diri anak tentang perlunya aturan dalam kehidupan kita.

Media pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan

memanfaatkan pengalaman langnsung yang diperoleh anak-anak dalam

keluarga, kelompok, permainan, dan dalam kehidupan di sekolah.

Hukum dibuat pada hakekatnya adalah untuk memenuhi rasa

keadilan, ketertiban, dan keamanan di dalam lingkungan masyarakat.

Center for Civic Education (CCE) Amerika Serikat menjadikan konsep

keadilan (justice) sebagai salah satu fondasi demokrasi (Foundations of

Democracy) di samping fondasi demokrasi lainnya, yakni otoritas

35

(authority), tanggung jawab (responsibility), dan privasi (privacy). Dengan

hal tersebut, dapat disimpulkan betapa pentingnya konsep “keadilan” bagi

masyarakat sehingga setiap warga masyarakat perlu mengetahui,

memahami, menghayati bahkan mengamalkannya.

Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu

memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas.

Konsep materi tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi

hukum dan penegakan hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang

digunakan adalah model pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran

inkuiri dapat merangsang peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif,

induktif, dan deduktif melalui mencari/mengamati dan menanya. Berikut

adalah model pembelajaran inkuiri sederhana tentang keadilan untuk siswa

sekolah dasar (Winataputra, 2006:8.44).

1. Pokok Bahasan : Arti Keadilan

Dalam pembelajaran ini akan dibahas mengenai arti atau istilah

keadilan. Ada 3 jenis masalah keadilan. Dalam pembelajaran ini akan

dibahas mengapa masalah keadilan dibagi menjadi 3 dan juga bagaimana

cara mengambil keputusan untuk mmecahkan masalah secara adil.

Kata-kata yang perlu dipelajari adalah keadilan, mengambil

keptusan, bersikap adil, pemungutan suara.

Cerita singkat (dibacakan oleh guru atau dibaca oleh siswa)

Wayan mempunyai 3 sahabat karib, yaitu Made, Ayu, dan Devi.

Oleh karena kedekatannya itu mereka yang menamakan diri

“empat sekawan” selalu saling membantu dan menolong diantara

mereka yang mendapat kesulitan. Mereka pun selalu berbagi rasa

dalam suka maupun duka. Suatu waktu Wayan punya dua buah

coklat yang ingin dibagi secara adil dengan temannya.

Ajukan pertanyaan kepada anak, seperti:

a. Masalah apa yang dihadapi oleh Wayan?

b. Apakah yang mungkin dilakukan oleh Wayan?

c. Apakah Wayan akan berbuat adil? Mengapa?

d. Bagaimana seharusnya sikap Wayan agar dia dapat berbuat adil?

36

Pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru atau guru

dapat menanyakan kepada siswa. Siapa diantara kalian yang punya

pengalaman atau cerita serupa? Apabila siswa telah bercerita tentang

pengalamannya, untuk memperkuat pemahaman siswa tentang konsep

“adil”, guru dapat melontarkan lagi suatu kasus, misalnya berikut ini.

Empat sekawan ingin bermain. Mereka harus memutuskan jenis

permainannya. Membuat keputusan berarti mengambil suatu

kesepakatan terhadap masalah yang dihadapi. Wayan mengusulkan

untuk bermain sepak bola. Made menyatakan tidak setuju karena empat

orang terlalu sedikit. Ayu mengusulkan agar kita adakan pemungutan

suara saja dengan cara mengangkat tangan bagi siapa yang setuju.

Ajukan pertanyana kepada anak, seperti:

a. Apakah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut?

b. Apakah itu adil?

c. Mengapa?

d. Coba kalian kemukakan cara yang adil untuk mengambil suatu

keputusan!

2. Ide-ide yang Harus Dipahami : 3 Jenis Masalah Keadilan

Apabila diperhatikan maka ada 3 jenis keadilan dalam masalah

empat sekawan tersebut, yaitu sebagai berikut.

a. Wayan punya masalah bagaimana membagi coklat terhadap temannya

secara adil.

b. Mereka punya masalah bagaimana bersikap adil terhadap suatu

tindakan.

c. Mereka punya masalah bagaimana membuat keputusan secara adil.

Kita perlu mengetahui 3 jenis masalah keadilan tersebut karena

kita akan berhadapan dan berusaha memecahkan masalah keadilan dalam

kehidupan sehari-hari. Kita mempertanyakan untuk mencari solusinya.

Kita mempertanyakan kasus lainnya untuk mencoba menyelesaikannya.

Untuk melatih agar para siswa dapat memahami bertul tentang

makna keadilan, kita sebagai guru dapat menyusun pertanyaan, kasus,

37

atau masalah, kemudian siswa diminta untuk menjawab pertanyaan,

kasus atau masalah tersebut pada bagian beirkutnya. Contoh masalahnya

adalah sebagai berikut.

a. Semua siswa berangkat berwisata ke pantai. Dua perempuan

memungut sampah yang berserakan di tempat tersebut.

b. Sebuah tim bola voli memilih seorang ketua. Hanya pemain terbaik

yang mendapat suara terbanyak.

c. Seorang siswa kelas 3 memukul siswa kelas 6. Ia tidak sengaja

melakukannya. Siswa kelas 6 itu membalas dengan memukul siswa

kelas 3 itu sekeras-kerasnya.

d. Dua siswa laki-laki mencoret dinding rumah tetangganya. Ibunya

yang membersihkan dinding rumah tetangga.

e. Siswa perempuan menuduh bahwa siswa laki-laki memecahkan

jendela.

f. Untuk menjadi Kapten kesebelasan sepak bola ia membagikan

makanan kepada anggota tim kesebelasan.

Berbagai permasalahan tersebut dapat diberikan kepada siswa agar

mereka bisa menemukan solusi yang tepat untuk bersikap adil. Dalam

menemukan solusi tersebut, siswa dibimbing guru agar pikiran mereka

bisa lebih terarah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut.

38

1. Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang

berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai

peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu mengikat bagi

sebagian atau seluruh  tata yang dikehendaki. Tujuan dari hukum adalah

mencapai suatu kedamaian di dalam masyarakat. Kedamaian berarti

adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentraman.

Hukum dapat digolongkan menurut sumber-sumber dan bentuk sumber

keberlakuannya, kepentingan yang diatur atau dilindunginya, hubungan

aturan-aturan hukum itu satu sama lain, pertaliannya dengan hubungan-

hubungan hukum, dan hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya.

Hukum berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control)

yang berarti bahwa sistem hukum menerapkan aturan-aturan mengenai

perilaku yang benar atau pantas.

2. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak

secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur

penilaian pribadi. Aparat penegak hukum di Indonesia antara lain

Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman yang dilaksanakan oleh Peradilan

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha

Negara, dan apparat penegak hukum selanjutnya adalah Peneasihat

Hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah

faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Undang-Undang saja, faktor penegak hukum, yakni fihak-fihak yang

membentuk maupun menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang

mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni lingkungan

dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, dan faktor kebudayaan,

yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa

manusia di dalam pergaulan hidup.

3. Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan

hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan

dan keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi

secara efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari

39

pendidikan hukum adalah untuk membantu siswa mengembangkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk

memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat.

Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu

memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas.

Konsep materi tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang

materi hukum dan penegakan hukum di sekolah dasar. Model

pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran inkuiri karena

model pembelajaran inkuiri dapat merangsang peserta didik untuk

berpikir kritis, kreatif, induktif, dan deduktif melalui mencari/mengamati

dan menanya.

3.2 Saran

Adapun saran yang disampaikan penulis, sebagai calon guru kita harus

mengetahui konsep hukum dan penegakan hukum agar nantinya kita

mempunyai dasar serta pedoman dalam mengajar materi ini kepada peserta

didik. Selain itu dengan mempelajari materi hukum dan penegakan hukum

ini, kita juga diharapkan mampu menguasai materi dengan baik untuk

meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam mengajar.

DAFTAR RUJUKAN

Loudoe, John Z. 1985. Menemukan Hukum Melalui Tafsir dan Fakta. Jakarta: PT

Bina Aksara

40

Soekanto, Soerjono. 1986. Beberapa Cara dan Mekanisme dalam Penyuluhan

Hukum. Jakarta: PT Pradnya Paramita

Soekanto, Soerjono. 1993.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Winataputra, Udin S. 2006. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta:

Universitas Terbuka

41