MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

32
MAKALAH AGAMA ISLAM HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM Dosen Pembimbing : Nur Chanifah MPd.I Disusun oleh: Getty Amura Lafali ( 125130101111019 ) 2012 Upakarti Dwi Mentari ( 125130101111031 ) 2012 Sandra Rini Sulistyaningtyas ( 125130101111034 ) 2012 Balqis Arum Amalia ( 125130101111036 ) 2012 Sulthon Nurur Rizki (125130100111034 ) 2012 Ahya Nur Afida Alfa ( 125130107111012 ) 2012

description

makalah

Transcript of MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Page 1: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

MAKALAH AGAMA ISLAM

HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM

Dosen Pembimbing : Nur Chanifah MPd.I

Disusun oleh:

Getty Amura Lafali ( 125130101111019 ) 2012

Upakarti Dwi Mentari ( 125130101111031 ) 2012

Sandra Rini Sulistyaningtyas ( 125130101111034 ) 2012

Balqis Arum Amalia ( 125130101111036 ) 2012

Sulthon Nurur Rizki (125130100111034 ) 2012

Ahya Nur Afida Alfa ( 125130107111012 ) 2012

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Page 2: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

BAB I

PENDAHULUAN

Kata politik berasal dari bahasa Latin politicos atau politicus yang berarti relating to

citizen (hubungan warga Negara ) , keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota . Dalam

bahasa arab , politik biasa diterjemahkan dengan kata siyasah , kata ini diambil dari kata

saasa-yasuusu yang diartikan mengemudi, mengendalikan dan mengatur (M. Quraish Shihab ,

2000).

Istilah politik pertama kali dikenal melalui buku Plato yang berjudul Politeia yang

dikenal juga dengan “Republik” . Karya itulah yang kemudian dianggap sebagai pangkal

pemikiran politik yang sampai saat ini terus berkembang . Dari karya itu pula dapat diketahui

bahwa politik merupakan istilah yang digunakan untuk konse p pengaturan masyarakat ,

sebab yang dibahas dalam buku tersebut adalah mengenai hal-hal yang berkenaan dengan

masalah bagaimana pemerintahan dijalankan agar terwujud sebuah masyarakat Negara yang

baik. Jadi kata politik diartikan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan mengurus ,

mengatur kepentingan masyarakat. Pemikiran itu sendiri dapat berupa pedoman , keyakinan ,

hukum .

Sedikitnya ada lima kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk memahami

poltik. Ynag pertama , politik dimaknai sebagai usaha warga Negara dalam membicarakan

dan mewujudkan kebauikan bersama . Kedua , politik sebagai segala hal yang berkaitan

dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintah . Ketiga , politik sebagai segala kegiatan

yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam maasyarakat. Keempat,

politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.

Kelima, politk sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-

sumber yang dianggap penting (Tobroni. 1994).

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama Agam Islam mengandung ajaran

tentang prinsip-prinsip dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan system politik

Islam . Prinsip – prinsip dasar tersebut adalah :

1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat .

2. Keharusan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadnya . Seperti

dalm surat As-Syura : 38 dan Ali Imran : 159 terkandung prinsip :

a. Segala urusan diselesaikan dan diputuskan dengan jalan musyawarh di antara

umat .

b. Selalu bermusyawarah dalam setiap urusan itu .

Page 3: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Dalam kata al-Amr (urusan) tercakup urusan ekonomi , politik, social ,

budaya , dan sebagainya.

3. Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum sacara adil.

Prinsip ini mengandung kewajiban setiap orang yang beriman agar menunaikan

amanat yang menjadi tanggung jawabnya , termasuk pertanggungjuawaban kekuasaan

politik.

Prinsip ini juga bermaksan bahwa setiap orang yang mepunyai kedudukan fungsional

dalam kehidupan politik dituntut agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-

baiknya dan kelalaian itu akan mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri.

Di dalam Islam sendiri , kepemimpinan dipandang sebagai perjanjian ilahi yang

melahirkan suatu tanggung jawab menentang kezaliman dan menegakkan keadilan .

4. Kemestian menaati Allah dan Rasulullah dan ulil Amr .

5. Kemestian mendamaikan konflik antar keolmpok dalam masyarakat Islam .

6. Kemestian mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan

invasi

7. Kemestian mementingkan perdamaian dalam permusuhan .

8. Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.

9. Keharusan menepati janji.

10. Keharusan mengutamakan perdamaian di antara bangsa-bangsa .

11. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat .

12. Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum , dalam hal :

a. Menyidikitkan beban ( taqlil al-takalif )

b. Berangsur-angsur ( al-tadarruj )

c. Tidak menyulitkan (‘adam al-haraj )

Salah satu aspek terpenting dari politik adalah , politik luar negeri . Politik ini

merupakan bagian yang dianggap sebagai komponen penting dari perpolitikan .Politik luar

negeri adalah bagian yang tidak terpisahkan dari politik , karena politik merupakn pemikiran

tentang pemeliharaan urusan dan kepentingan masyarakat di negeri sendiri serta kepentingan

masyarakatdi negeri sendiri serta kepentingan Negara dan bangsa lain.

Politik luar negeri bermakna mengatur hubungan Negara dan rakyatnya serta instansi-

instansi yang ada di bawahnya , dengan Negara-negara lain dan organisasi-organisasi

kenegaraan lainnya , yang secara umum politik luar negeri memiliki tujuan untuk menjaga

kedaulatann Negara , keamanannya , serta menjaga kepentingan ekonominya.

Page 4: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Secara global , politik luar negeri memiliki beberapa prinsip-prinsip terpenting yaitu

yang pertama adalah pokok dalam hubungan antara Negara adalah perdamaian, dengan

adanya perdamaian , maka akan memungkinkan Negara-negara untuk saling bertukar manfaat

dan saling menolong. Kedua , tidak memutuskan hubunagn damai antara satu Negara dengan

Negara lain , kecuali dalam keadaaan darurat yang paling tinggi . Ketiga , membuat kaidah-

kaidah hubungan luar negeri yang menjamin seluruh Negara dengan Negara lainnya berada

dalam keadaan damai , dengan tujuan untuk mengembangkan kondisi damai ini. Keempat ,

membuat kaidah-kaidah yang menjamin seluruh Negara yang berada dalam kondisi perang ,

dengan tujuan untuk mengurangi derita perang atau menghilangkan seluruh perselisihan .

Kelima , membuat syarat-syarat bagi Negara yang ingin diakui oleh Negara-negara lain . Dan

yang terakhir adalah ketika mengumumkan perang kepada Negara lain agar ridak melakukan

khianat , tiak menggunakan senjata pemusnahan masal yang menambah derita manusia , serta

memperlakukan orang yang terluka dan tawanan dengan baik.

Dan jika berbicara tentang kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional ,umat

Islam cukup memberikan kontribusi yang signifikan dalam perpolitikan di Indonesia.

Meskipun demikian tentang Islam dan tata Negara belum sempat berklembang jauh . Sejak

awal 1930-an sampai akhir 1960-an sebasgian pembicaraan politik di Indonesia berkenaan

dengan pertentangan antara golongan agama dengan golongan nasionlis/sekuler, atau

setidaknya golongan yang netral agama. Golongan agama sering dilihat sebagia golongan

yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar Negara , sementara golongan nasionalis adalah

mereka yang ingin membedakan antara persoalan agama dan Negara dengan Pancasila

sebagai dasar Negara.

Namun demikian , Soekarno yang dianggap sebagai salah seorang pemimpin golongan

nasionalis ternyata tidak sepenuhnya menghilangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan politik

kenegaraannya. Seperti diketahui , Soekarno diketahui , Soekarno merupakan kepala Negara

yang pertama kali melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam forum internasional seperti PBB .

Demikian pula , ia yang memulai penyelenggaraan perayaan hari-hari besar Islam di Istana

Negara. Dia pula yang mendirikan masjid di komplek Istana Negara (Effendy , 1999).

Hal itu pula dikembangkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan mendirikan banyak

masjid di beberapa daerah Indonesia melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Lebih

dari itu , ditahun-tahun terakhir Orde Baru terdapat sikap akomodatif Negara terhadap

aspirasi-aspirasi Islam. Kenyataan itu dapat dilihat dari eksistensi umat Islam Indonesia ini

sebagai umat yang mayoritas , sehingga wajar bila nilai-nilai Islam turut membentuk dan

mempengaruhi kehidupan politik nasional.

Page 5: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Namun, kenyataannya sejarah juga membuktikan bahwa tahun 1973 pemerintah orde

baru mengharuskan PPP yang merupakan basis Islamm saat itu , untuk megganti symbol

Ka’bah dan asanya dengan symbol Bintang dan asas Pancasila . Walaupun demikian ,

kebijakan tersebut tidak menutup ruang gerak dan kegiatan politik Islam pada umumnya dan

politik Islam tetap turut mewarnai kehidupan politik meliputi Golkar , birokrat dan bahkan

dari organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan NU serta ICMI . Melalui institusi-institusi

seperti itu , antara lain politik Islam bisa hidup.

Sekarang pada masa reformasi , tepatnya sejak Mei 1998 , pemerintah orde baru

runtuh . Keadaan demikian mendorong umat Islam untuk mengembangkan peran politiknya

setelah selama orde baru terpuruk. Hal ini ditandai dengan semangat luar biasa dari para

cendikiawan , tokoh-tokoh islam dan ulama dalam mendirikan partai-partai politik atau

sekedar bergabung dengan suatu partai tertentu .

Namun , menjamurnya partai-partai Islam atau partai yang berbasdis umat Islam

dengan gelanggang perpolitikan nasional belum bisa dikatakan sebagai indicator kebangkitan

peran politik umat Islam . Dibidik dari segi manapun politik umat islam masih lemah .

Ditengah gejala perkembangan politik Islam terjebak oleh kekeliruan-kekeliruan lama.

Mereka juga lebih suka marah dari pada melakukan politisasi , mereka masih terpesona pada

ketokohan atau figure bukan pada nilai-nilai dan wacana yang diproduksinya, perilaku umat

Islam banyak dilakukan sebagai reaksi daripada sebagai sebuah proaksi , kalangan umat Islam

masih suka membuat kerumunan daripada sebuah barisan yang kokoh (Ridwan , 2000)

Masing-masing kelompok umat Islam mengidolakan seorang tokoh yang kebetulan

menjadi tokoh partainya . Mereka rela mati bukan semata-mata tentang politik , ideology , dan

program partainya , melainkan karena melihat sosok , figure seseorang tadi . Kecintaan

mereka pada sang tokoh jauh lebih melekat dari pada kecintaan mereka terhadap partai . Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian umat islam masih tertuju pada sosok/figure , bukan kepada

nilai-nilai Islam itu sendiri .

Kontribusi umat islam tidak bisa diukur hanya dengan banyaknya partai Islam , tetapiu

yang lebih penting adalah rasa saling percaya yang dilakukan umat Islam , sehingga

kebangkitan umat Islam melalui partai-partai politik bukan merupakan ancaman bagi

golongan lain . Kemenangan politik Islam adalah kemenangan politik Universal . Karena itu ,

pemberdayaan umat Islam harus tetap berpijak pada prinsip social yang bercorak pruralitas.

Page 6: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna

busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, dan menyogok. Secara harfiah sendiri korupsi

adalah perilaku pejabat publik, baik politikus-politisi maupun pegawai negeri, yang secara

tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,

dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Bahkan

secara harfiah lainnya korupsi diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran,

dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang

menghina atau memfitnah.

Korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah usaha

memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Kartini Kartono mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku individu yang

menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan

kepentingan umum dan negara.

Dalam surat Ali Imran ayat 161 lebih spesifik disebutkan tentang ghulul yang

bermakna khianat, maksudnya mengkhianati kepercayaan Allah Swt dan manusia terutama

dalam pengurusan dan pemanfaatan harta ghanimah. Lebih jelas Ibnu Katsir menyebutkan

dari Aufy dari Ibnu Abbas bahwa ghulul adalah membagi sebagian hasil rampasan perang

kepada sebagian orang sedangkan sebagian lagi tidak diberikan. Asbabunnuzul ayat ini adalah

ketika sebuah harta rampasan perang setelah perang badar hilang, orang-orang munafiq

menuduh bahwasanya Nabi Saw menggelapkan barang tersebut, sehingga turunlah ayat ini.

Ayat ini merupakan peringatan untuk menghindarkan diri dari pengkhianatan amanat dalam

segala bentuk. Ibnu Arabi menyebutkan bahwa secara bahasa makna ghulul ada tiga, yaitu

khianat, busuk hati, dan khianat terhadap amanat ghanimah. Ayat ini secara khusus ditujukan

kepada Nabi Saw tentang keadilan di dalam pembagian harta ghanimah yang berasal dari

rampasan perang, tetapi maksud ayat ini ditujukan umum kepada seluruh umat Islam. Ketika

Muadz diutus ke Yaman, Rasulullah Saw juga memberikan nasehat untuk tidak berlaku

ghulul, sebagaimana disebutkan di dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.

Analog korupsi dengan ghulul menurut penulis adalah cukup dekat dengan alasan-

alasan sebagai berikut:

Page 7: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

1. Korupsi adalah penyalahgunaan harta negara, perusahaan, atau masyarakat. Ghulul juga

merupakan penyalahgunaan harta negara, karena memang pemasukan harta negara pada

zaman Nabi Saw. adalah ghanimah. Adapun saat ini permasalahan uang negara

berkembang tidak hanya pada ghanimah, tetapi semua bentuk uang negara.

2. Korupsi dilakukan oleh pejabat yang terkait, demikian juga ghulul merupakan

pengkhianatan.

Dalam Surat Al-Maidah ayat 33 dan 38 disebutkan secara khusus tentang hirabah dan

sariqah. Ayat pertama adalah pengambilan harta orang lain dengan terang-terangan yang bisa

disertai dengan kekerasan, atau dengan cara melakukan pengrusakan di muka bumi.

Sedangkan yang kedua adalah pengambilan harta orang lain atau pencurian dengan diam-

diam.

Abd al-Qadir ‘Awdah mendefinisikan hirabah sebagai perampokan (qath,u at-thuruq)

atau pencurian besar. Lebih lanjut beliau mengatakan pencurian (sariqah) memang tidak sama

persis dengan hirabah. Hirabah mempunyai dampak lebih besar karena dilakukan dengan

berlebihan. Hal ini karena hirabah kadang disertai dengan pembunuhan dan pengambilan

harta atau kadang pembunuhan saja tanpa pengambilan harta.

Secara khusus korupsi adalah sesuatu yang identik dengan pencurian atau sariqah,

akan tetapi pelaksanaan korupsi disertai dengan berbagai macam dalih yang lebih

membutuhkan penelitian dan pembuktian. Korupsi memberikan dampak negatif yang sangat

besar di masyarakat, tidak hanya merugikan satu dua orang akan tetapi korupsi telah menjadi

ancaman bagi kestabilan keamanan dan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.

2.2 Konsep-Konsep Korupsi Dalam Hukum Islam

a. Ghulul

Ghulul adalah penyalahgunaan jabatan. Jabatan adalah amanah, oleh sebab itu,

penyalahgunaan terhadap amanat hukumnya haram dan termasuk perbuatan tercela. Perbuatan

ghulul misalnya menerima hadiah, komisi, atau apapun namanya yang tidak halal dan tidak

semestinya dia terima. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

�ول� غ�ل ف�ه�و� �ك� ذ�ل �ع�د� ب خ�ذ�� أ ف�م�ا ق�ا ر�ز� �اه� ق�ن ز� ف�ر� �ع�م�ل ع�ل�ى �اه� �ن �ع�م�ل ت اس� م�ن�

“Barangsiapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu, dan kami

beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya,

maka itu namanya korupsi”. (HR. Abu Dawud dari Buraidah)

Ghulul juga meliputi pencurian dana (harta kekayaan) sebelum dibagikan, termasuk di

dalamnya adalah dana jaring pengaman sosial. Contohnya adalah kasus pencurian barang-

Page 8: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

barang bantuan yang seharusnya diserahkan kepada korban bencana alam. Bentuk lain dari

penyalah gunaan jabatan (ghulul) adalah perbuatan kolutif , yaitu mengangkat orang-orang

dari keluarga, teman atau sanak kerabatnya yang tidak memiliki kemampuan untuk

menduduki jabatan tertentu, padahal ada orang lain yang lebih mampu dan pantas menduduki

jabatan tersebut.

b. Sariqah

Syekh Muhammad An-Nawawi al-Bantani mendefinisikan sariqah dengan “Orang

yang mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dari tempat yang dilarang mengambil

dari tempat tersebut”. Jadi syarat sariqah harus ada unsur mengambil yang bukan haknya,

secara sembunyi-sembunyi, dan juga mengambilnya pada tempat yang semestinya. Kalau ada

barang ditaruh di tempat yang tidak semestinya untuk menaruh barang menurut beliau bukan

termasuk kategori sariqah. Menurut Syarbini al-Khatib yang disebut pencurian adalah

mengambil barang secara sembunyi-sembunyi di tempat penyimpanan dengan maksud untuk

memiliki yang dilakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi syarat-syarat

tertentu.

Islam mengakui dan membenarkan hak milik pribadi, oleh karena itu, Islam akan

melindungi hak milik tersebut dengan undang-undang. Orang yang melakukan pencurian

berarti ia tidak sempurna imannya, karena seorang yang beriman tidak mungkin akan

melakukan pencurian sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

م�ؤ�م�ن� و�ه�و� ر�ق� �س� ي ح�ين� ار�ق� الس/ ر�ق� �س� ي ال

“Pencuri tidak akan mencuri ketika dia dalam keadaan beriman” (HR al-Bukhari-Muslim

dari Abu Hurairah)

Dalam konteks Indonesia, umat Islam-lah yang paling banyak akan memanfaatkan

uang tersebut karena mereka adalah mayoritas. Namun demikian umat non-Muslim juga

berhak memanfaatkan uang negara tersebut karena Islam menyuruh supaya memenuhi hak-

hak mereka secara sempurna dengan tidak dikurangi dan supaya hidup damai berdampingan

dengan mereka serta saling menjaga jiwa dan harta mereka. Namun yang menyebabkan suatu

kondisi ekonomi suatu negara terlihat bobrok yaitu apabila pencurian tersebut dilakukan oleh

petugas atau pejabat negara yang memang bertugas untuk mengurus uang atau kekayaan

negara tersebut.

c. Khianat

Khianat adalah tidak menepati amanah, ia merupakan sifat tercela. Sifat khianat

adalah salah satu sifat orang munafik sebagaimana sabda Rasulullah SAW, bahwa tanda-

Page 9: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berkata berdusta, apabila berjanji ingkar, dan

apabila diberi amanah berkhianat. Karenanya Allah SWT melarang dengan tegas umatnya

berkhianat seperti firmannya sebagai berikut:

�م�ون� �ع�ل ت �م� نت� و�أ �م� �ك �ات م�ان

� أ � �وا �خ�ون و�ت س�ول� و�الر/ /ه� الل � �وا �خ�ون ت � ال � �وا آم�ن /ذ�ين� ال 9ه�ا ي� أ �ا ي

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan

janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui”. (QS al-Anfâl [8]: 27)

Khianat adalah sikap tidak memenuhi suatu janji atau suatu amanah yang

dipercayakan kepada seseorang. Ungkapan khianat juga digunakan bagi seseorang yang

melanggar atau mengambil hak-hak orang lain, dapat dalam bentuk pembatalan sepihak

perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam masalah mu’amalah. Jarimah khianat terhadap

amanah adalah berlaku untuk setiap harta bergerak baik jenis dan harganya sedikit maupun

banyak.

Orang-orang yang beriman mestinya menjauhi sifat tercela ini, bahkan seandainya

mereka dikhianati Rasulullah SAW melarang untuk membalasnya dengan pengkhianatan

pula, seperti sabda beliau:

�ك� ان خ� م�ن� �خ�ن� ت � و�ال �ك� �م�ن �ت ائ م�ن� �ل�ى إ �ة� م�ان� األ �د< أ

“Sampaikan amanat kepada orang yang mempercayaimu dan jangan berkhianat

kepada orang yang mengkhianatimu” (H.R. Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah).

d. Risywah

Secara harfiyah risywah atau suap adalah suatu tindakan dengan memberikan sesuatu

sebagai balasan tutup mulut untuk menutupi sesuatu hal yang buruk. Beberapa ulama

mendefinisikan suap yaitu, memberikan harta kepada seseorang sebagai kompensasi

pelaksanaan mashlahat (tugas, kewajiban) yang tugas itu harus dilaksanakan tanpa menunggu

imbalan atau uang tip. Sedangkan menurut terminologi fiqih, suap adalah segala sesuatu yang

diberikan oleh seseorang kepada seorang hakim atau yang bukan hakim agar ia memutuskan

suatu perkara untuk kepentingannya atau agar ia mengikuti kemauannya. Dasar hukum

pelanggaran suap adalah firman Allah SWT:

�ن� ف�ل �ه�م� ع�ن �ع�ر�ض� ت �ن� و�إ �ه�م� ع�ن ع�ر�ض�� أ و�� أ �ه�م� �ن �ي ب �م� ف�اح�ك اء�وك� ج� �ن� ف�إ �لس9ح�ت� ل �ون� /ال ك

� أ �ذ�ب� �ك �ل ل م/اع�ون� س�

�م�ق�س�ط�ين� ال �ح�ب9 ي /ه� الل �ن/ إ �ق�س�ط� �ال ب �ه�م� �ن �ي ب �م� ف�اح�ك �م�ت� ح�ك �ن� و�إ �ا �ئ ي ش� وك� �ض�ر9 ي

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan

yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka

Page 10: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu

berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun.

Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara

mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.“ (QS al-Mâidah

[5]: 42)

Suap bisa terjadi apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Unsur-unsur suap meliputi,

pertama yang disuap (al-Murtasyi), kedua, penyuap (al-Rasyi), dan ketiga, suap (al-Risywah).

Suap dilarang dan sangat dibenci dalam Islam karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan

yang bathil. Allah SWT berfirman:

�م� نت� و�أ � �م �ث �اإل ب /اس� الن م�و�ال�

� أ م<ن� ف�ر�يق�ا � �وا �ل ك� �أ �ت ل � /ام �ح�ك ال �ل�ى إ �ه�ا ب � �وا �د�ل و�ت �اط�ل� �ب �ال ب �م �ك �ن �ي ب �م �ك م�و�ال

� أ � �وا �ل �ك �أ ت � ال

�م�ون� �ع�ل ت

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu

dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,

supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan

berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS al-Baqarah [2]: 188)

Baik yang menyuap maupun yang disuap dua-duanya dilaknat oleh Rasulullah SAW,

sebagai bentuk kebencian beliau terhadap perbuatan keduanya. Rasulullah SAW bersabda:

ي� – – �ش� ت �م�ر� و�ال اش�ي �لر/ ا وسلم عليه الله صلى /ه� �لل ا س�ول� ر� �ع�ن� ل

“Rasulullah SAW. melaknat penyuap dan yang disuap”. Riwayat yang lain, Ahmad ibn

Hanbal dari Tsauban r.a. berkata:

�ه�م�ا �ن �ي ب �م�ش�ي ي /ذ�ي ال �ي �ع�ن ي �ش� ائ و�الر/ �ش�ي� ت �م�ر� و�ال اش�ي� الر/ /م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل /ه� الل ص�ل/ى /ه� الل س�ول� ر� �ع�ن� ل

“Rasulullah SAW. melaknat penyuap dan yang disuap dan si perantara. Artinya orang yang

menjadi perantara suap bagi keduanya”.

Suap dengan segala bentuk haram hukumnya, diantara bentuk suap adalah hadiah.

Seorang pejabat haram hukumnya menerima hadiah, bahkan termasuk hadiah yang

diharamkan bagi seorang pejabat yang meski tidak sedang terkait perkara atau urusan, telah

membiasakan saling memberi hadiah jauh sebelum menjadi pejabat, namun setelah

menduduki jabatan terjadi peningkatan volume hadiah dari kebiasaan sebelumnya. Seorang

pejabat juga haram menerima hadiah dari seseorang yang jika bukan karena jabatannya,

niscaya orang tersebut tidak akan memberikannya.

Umar bin Abdul Aziz suatu ketika diberi hadiah oleh seseorang tapi ditolaknya karena

waktu itu dia sedang menjabat sebagai khalifah. Orang yang memberi hadiah kemudian

berkata: “Rasulullah pernah menerima hadiah”. Lalu Umar menjawab, “Hal itu bagi

Page 11: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Rasulullah merupakan hadiah tapi bagi kita itu adalah risywah (suap)”. Oleh karena itu

setiap hadiah yang diberikan kepada pejabat karena posisinya sebagai seorang pejabat tidak

boleh diterima dan haram hukumnya. Karena andaikan pejabat tersebut tidak sedang menjabat

dan hanya tinggal di rumahnya niscaya tidak akan ada orang yang memberinya hadiah.

Seorang pejabat boleh menerima hadiah dengan beberapa syarat:

a. Pemberi hadiah bukan orang yang sedang terkait perkara dan urusan.

b. Sudah terjadi semacam tradisi saling tukar-menukar hadiah antara pejabat tersebut

dengan pemberi hadiah sebelum ia menduduki jabatannya, baik karena pertemanan

atau saudara.

c. Pemberian tersebut tidak melebihi kadar volume kebiasaan sebelum menjabat.

Jika seseorang kehilangan haknya dan dia hanya bisa mendapatkan hak tersebut

dengan cara menyuap seseorang tertindas, ia tidak mampu menolaknya kecuali dengan

menyuap, maka lebih baik ia bersabar sampai Allah memudahkan baginya kepada jalan

terbaik untuk menghilangkan ketertindasan tersebut dan bisa memperoleh haknya. Tetapi

apabila tetap menggunakan suap dalam kondisi seperti itu, maka dosanya ditanggung orang

yang menerima suap sedangkan orang yang menyuap tidak berdosa.

Para ulama mendasarkan pendapat tersebut kepada hadis orang-orang yang menjilat

yang meminta zakat kepada Nabi kemudian Nabi memberi kepada mereka padahal mereka

tidak berhak. Diriwayatkan dari �Abu Ya’la , Nabi bersabda:

�ع�ط�يه� , : ت �ف� �ي ك ، الله س�ول� ر� �ا ي ق�ل�ت� �ار� ن �ه� ل ه�ي� /م�ا �ن و�إ ، /ط�ه�ا ب� �أ �ت ي �د�ي ع�ن م�ن� �ه� �ص�د�ق�ت ب ج� �خ�ر� �ي ل �م� ح�د�ك

� أ �ن/ و�إ

�خ�ل� : , , �ب ال �ي� ل و�ج�ل/ ع�ز/ الله �ى ب� �أ و�ي ، �ي �ت ل

� أ م�س� / �ال إ �ون� ب� �أ ي �ع� ص�ن

� أ ف�م�ا ق�ال� ؟ �ار� ن �ه� ل /ه�ا ن� أ �م�ت� ع�ل و�ق�د�

“Apabila salah satu di antara kamu mengeluarkan zakat dari sisiku dengan cara

mengempitnya―membawa zakat tersebut di bawah ketiaknya―sesungguhnya zakat itu

baginya adalah api! Wahai Rasulullah bagaimana anda memberikan kepadanya padahal

anda tahu bahwa zakat itu baginya adalah api? Rasulullah mejawab: apa yang harus aku

lakukan? Mereka menolak kecuali masalahku dan Allah menolak kekikiran untukku”.(HR

Ahmad ibn Hanbal dari Abu Ya’la)

2.3 Hukum Korupsi Menurut Islam

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa tindak pidana korupsi menurut mayoritas

ulama Syafi’iyyah dikatagorikan dalam Al-Ghulul (pengkhianatan terhadap harta yang

diamanahkan) dan Al-Ghasysy (penipuan) maka secara substansinya korupsi dikembalikan

pada hukum Al-Ghulul dan Al-Ghasysy itu sendiri.

Page 12: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

a. Hukum Al-Ghulul

Berkaitan dengan masalah al-ghulul, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ال� و�ه�م� �ت� ب �س� ك م�ا ��ف�س ن �ل9 ك �و�ف/ى ت �م/ ث �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي غ�ل/ �م�ا ب ت�� �أ ي �ل� �غ�ل ي و�م�ن� �غ�ل/ ي ن�

� أ hي� �ب �ن ل �ان� ك و�م�ا

�م�ون� �ظ�ل ي

“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.

Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia

akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi

pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka

tidak dianiaya.” (QS. Ali Imran: 161)

Menurut para mufassirin ayat ini turun pada perang Badar, disebabkan ada sebagian

shahabat yang berkhianat dalam masalah harta perang. Dalam sebuah hadits yang shahih

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang berlaku zhalim (khianat dalam masalah harta) sejengkal tanah maka

kelak pada hari kiamat akan digantungkan tujuh lapis bumi di lehernya.” (HR. Al-Bukhari

dan Muslim).

Dan masih banyak lainnya yang menjelaskan tentang keharaman ghulul dan ancaman

yang berat bagi para pelakunya pada hari kiamat. Mengenai hukuman bagi pelaku Al-Ghulûl

(berkhianat dengan mengambil harta ghanîmah sebelum dibagikan), Imam Asy-Syâfi’î pernah

ditanyai, apakah ia disuruh turun dari tunggangannya dan berjalan kaki, dibakar pelananya

atau dibakar harta bendanya. asy-Syâfi’î menjawab: “Tidak di hukum (`Iqâb) seseorang pada

hartanya, tetapi pada badannya. Sesungguhnya Allah menjadikan Al-Hudûd pada badan,

demikian pula Al-`Uqûbât (sanksi), adapun atas harta maka tidak ada `uqûbah atasnya.”

Jenis-jenis hukum ta`zîr yang dapat diterapkan bagi pelaku korupsi adalah, penjara,

pukulan yang tidak menyebabkan luka, menampar, dipermalukan (dengan kata-kata atau

dengan mencukur rambutnya), diasingkan, dan hukuman cambuk di bawah empat puluh kali.

Khusus untuk hukuman penjara, Qulyûbî berpendapat bahwa boleh menerapkan hukuman

penjara terhadap pelaku maksiat yang banyak memudharatkan orang lain dengan penjara

sampai mati (seumur hidup).

a. Hukum Al-Ghasysy

Berkaitan dengan masalah penipuan (al-ghasysy), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang menipu maka dia bukanlah dari golongan umatku.” (HR. Muslim dan

yang lainnya).

Page 13: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

b. Hukum Koruptor.

Dibagian depan telah diuraikan tindak korupsi yang dilakukan dengan alat kekuasaan

maupun bukan , maka sangsi hukumnya juga disesuaikan dengan latar belakang tersebut .

Dengan kekuatan apa dia melakukan korupsi tersebut.

a. Dianalogikan dengan perampokan , yaitu korupsi dilakukan dengan kekuatan dan

kekuasaan dan yang telah dikorupsi telah mencapai satu nishab / batas minimal maka

dikenakan dengan hukum potong tangan secara bersilangan sebatas pergelangan tangan.

( Nishabnya seberat emas 93,6 gram, tahun 2011 emas 1 gram seharga Rp.400.000,00

maka nishabnya = Rp. 38.520.000,00). Apabila akibat perbuatan tersebut menyebabkan

korbannya meninggal dunia dia dapat dikenakan hukuman mati. Sebagaimana firman

Allah:

� �وا /ل �ق�ت ي �ن أ اد�ا ف�س� ر�ض�� �أل ا ف�ي ع�و�ن� �س� و�ي �ه� ول س� و�ر� الله� �ون� ار�ب �ح� ي /ذ�ين� ال اؤ�ا ج�ز� /م�ا �ن إ

�ك� ذ�ال ر�ض�� �أل ا م�ن� �نف�و�ا ي و�

� أ ��ف خ�ال م<ن� �ه�م ل ج� ر�� و�أ �د�يه�م� ي

� أ �ق�ط/ع� و�ت� أ �وا /ب �ص�ل ي و�

� أ

�م� ع�ظ�ي ع�ذ�اب� ة� خ�ر�� �أل ا ف�ي �ه�م� و�ل �ا �ي الد9ن ف�ي ي� خ�ز� �ه�م� ل

“ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RosulNya dan

membuat kerusakan di muka bumi , bagi pembunuh hendaknya dibunuh, bagi perampok yang

membunuh korbannya hendaknya disalibkan , bagi perampok yang hanya merampas harta

korbannya maka hukum mannya dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan sebatas

pergelangannya “.(Q.S Al Maaidah ayat 33)

b. Dianalogikan dengan pencurian, maka hukumnya adalah potong tangan sebatas

pergelangan apabila telah mencapai satu nishab ( 93,6 gram emas).

c. Hukum Munafik

Munafik sering diistilahkan orang yang bermuka dua atau ular kepala dua. Adapun arti

istilah adalh seseorang berprilaku antar ucapan dan gerak hati berbeda/ bertentangan .

Misalnya seseorang mengatakan beriman padahal hatinya menghina /mencibirkan

terhadap aspek-aspek keimanan teresebut. Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai

tanda-tanda orang munafik tersebut, yaitu ;

, , ن� : ت�م� إ�ذ�ا و� ل�ف� أخ و�ع�د� إ�ذ�ا و� ك�ذ�ب� د�ث� ح� إ�ذ�ا ث�ال�ث� ن�اف�ق� ال م� �ي�ة ا

“ Tanda-tanda orang munafik ada tiga yaitu apabila berkata dia berdusta, apabila dia

benjanji dia mwengingkari, apabila dia dipercaya dia berkhianat ”( HR. Bukhary Muslim )

Pada diri koruptor secara sempurna terdapat ciri-ciri di atas khusus masalah amanah.

Pada zaman Rosulullah seseorang yang menggelapkan rampasan perang tidak boleh disholati,

Page 14: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

lebih-lebih seorang munafik dalam Al Qur-an surat Attaubah ayat 84, jelas-jelas haram

disholati, dido’akan, yaitu:

/ه�م� �ن إ �ر�ه� ق�ب ع�ل�ى �ق�م� �ت و�ال �د�ا ب� أ م/ات� �ه�م م<ن �ح�د

� أ ع�ل�ى �ص�ل< �ت و�ال

ق�ون� ف�اس� و�ه�م� �وا و�م�ات �ه� ول س� و�ر� �الله� ب وا �ف�ر� ك

” Dan janganlah kamu sekali-kali menyolatkan jenasah seseorang mati di antara mereka

( munafik) dan janganlah berdo’ah dikuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada

Allah dan RosulNya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

2.4 Sanksi-Sanksi Korupsi Menurut Islam

Sanksi merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya dalam rangka

penegakan supremasi hokum, karena sehebat apapun sebuah produk hukum tanpa adanya

sanksi atau hukuman juga tidak memiliki kekuatan memaksa yang sangat kuat. Kadang ditaati

atau tidaknya suatu hukum atau peraturan tergantung dari berat ringannya sanksi dan

tergantung pada ditegakkannya sanksi tersebut atau tidak.

Jenis sanksi ada empat, yaitu:

Pertama, al-’Uqubah al-Asliyyah yaitu hukuman yang telah ditentukan dan merupakan

hukuman pokok seperti ketentuan qishas dan hudud.

Kedua, al-’Uqubah al-Badaliyyah yaitu hukuman pengganti. Hukuman ini bisa dikenakan

sebagai pengganti apabila hukuman primer tidak diterapkan karena ada alasan hukum

yang sah seperti diyat atau ta’zir.

Ketiga, al-’Uqubah al-Tab’iyyah yaitu hukuman tambahan yang otomatis ada yang

mengikuti hukuman pokok atau primer tanpa memerlukan keputusan tersendiri seperti

hilangnya mewarisi karena membunuh.

Keempat, al-’Uqubah al-Takmiliyyah yaitu hukuman tambahan bagi hukuman pokok

dengan keputusan hakim tersendiri seperti menambahkan hukuman kurungan atau diyat

terhadap al-’Uqubah al-Ashliyyah.

Tujuan adanya sanksi atau hukuman ada tiga, yaitu:

Pertama, al-himayah (preventif), yaitu supaya seseorang berfikir dan menyadari akibat

yang akan dialami bila suatu jarimah dilakukan.

Kedua, al-Tarbiyyah, yaitu supaya seseorang memperbaiki diri atau menjauhkan dirinya

dari jarimah dengan pertimbangan dijatuhi hukuman yang setara dengan perbuatannya.

Page 15: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Ketiga, al-‘Adalah, yaitu terciptanya rasa keadilan. Jadi hukuman harus ditegakkan tanpa

pandang bulu sebagaimana hadis Rasulullah mengenai pemberlakuan potong tangan

terhadap pencuri termasuk terhadap Fatimah sekalipun putri beliau seandainya ia mencuri.

Adapun sanksi dari jenis jarimah yang telah disebutkan di atas (ghulul, sariqah,

khianat, dan risywah) sebagai berikut:

Pertama, sanksi atau hukuman ghulul. Di dalam hadis-hadis Rasulullah disebutkan bahwa

sanksi terhadap pelaku ghulul adalah membakar harta ghululnya dan memukul pelakunya.

Hadis yang menjelaskan bentuk sanksi tersebut adalah hadis nomor 2598 dalam Kitab

Sunan Abu Daud. Lengkapnya sebagai berikut:

Dari Shalih bin Muhammad bin Zaidah dia berkata, “Aku pernah memasuki negeri

Rumawi bersama Maslamah, lalu didatangkan kepadanya seorang laki-laki yang

melakukan ghulul.” Maslamah menanyakan hal itu kepada Salim bin Abdillah bin Umar,

lalu dia berkata, Aku mendengarkan ayah menuturkan hadis dari Umar bin Khattab r.a.,

Nabi SAW bersabda: “Apabila kamu mendapatkan orang melakukan ghulul, maka

bakarlah barangnya, dan pukullah dia”kata Shalih. “Jika kami mendapatkan sebuah

mushaf di dalam barang itu”, lalu Maslamah bertanya tentang itu kepada Salim. Salim

menjawab,“Juallah barangnya, dan sedekahkanlah harganya”.

Pada hadis yang lain disebutkan bahwa sanksi ghulul adalah dengan membakar

hartanya, mengarak keliling pelakunya dan tidak memberikan bagiannya. Diriwayatkan

“dari Shalih bin Muhammad dia berkata: pernah kami berperang bersama Walid bin

Hisyam, sedang kami bersama Salim bin Abdillah bin Umar bin Abdil Aziz. Kemudian

ada seorang laki-laki melakukan ghulul, maka Walid memerintahkan, agar barangnya

dibakar. Setelah dibakar, orang itu diarak berkeliling, dan bagiannya tidak diberikan”.

Menurut Abu Dawud hadis ini yang paling sahih di antara hadis yang lainnya.

Sanksi atau hukuman bagi penyalah gunaan wewenang atau jabatan bahkan bisa

sampai hukuman mati. Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain yang

mengutip pendapat al-Muhib al-Thabary dari kitabnya Al-Tafqih menyatakan bahwa

vonis mati boleh dijatuhkan pada seorang pejabat negara yang menyalahgunakan tugas-

tugasnya untuk menindas rakyat, dan hal itu disamakan dengan lima macam kefasikan

(membunuh, zina, mencuri, memutus persaudaraan dan keluar dari Islam), karena

kerugian (korban) yang diakibatkan dari kejahatan pejabat ini jauh lebih besar. Ibn

Taimiyyah menyatakan bahwa siapapun yang kalau kejahatannya hanya bisa dihentikan

dengan vonis mati, maka ia harus divonis mati, meski itu masih bagian dari ta’zir. Ibn

Taimiyyah menganalogikan kejahatan itu dengan kejahatan al-Soil.

Page 16: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Kedua, sanksi atau hukuman sariqah adalah didasarkan pada firman Allah SWT. dalam

QS al-Maidah [5]: 3 :

ح�كيم� ع�زيز� /ه� الل و� /ه� الل م�ن� � �كاال ن با �س� ك �ما ب ج�زاء� �ه�ما �د�ي ي� أ ف�اق�ط�ع�وا ار�ق�ة� الس/ و� ار�ق� الس/ و�

“Laki-laki dan perempuan yang mencuri potonglah tangannya sebagai pembalasan

terhadap apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. dan Allah

Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana”.

Di dalam hadis disebutkan:

�ف�س�ي ن /ذ�ي و�ال ر�يف� الش/ �ون� ك �ر� �ت و�ي �و�ض�يع� ال ع�ل�ى �ح�د/ ال �ق�يم�ون� ي �وا �ان ك /ه�م� ن� أ �م� �ك �ل ق�ب �ان� ك م�ن� ه�ل�ك� /م�ا �ن إ

�د�ه�ا ي �ق�ط�ع�ت� ل �ك� ذ�ل ف�ع�ل�ت� ف�اط�م�ة� ن/� أ �و� ل �د�ه� �ي ب

“Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kamu ialah mereka

menegakkan had terhadap kaum lemah dan meninggalkan had terhadap kaum

bangsawan. Saya bersumpah demi Allah seandainya Fatimah (mencuri) niscaya akan

kupotong tangannya”.(H.R. Ahmad, Muslim, Nasai dari Aisyah)

Hukuman potong tangan bisa dilaksanakan apabila harta yang dicuri telah sampai

senisab. Adapun nisab potong tangan adalah seperempat dinar ke atas sebagaimana hadis

yang diriwayatkan dari ‘Amrah dari ‘Aisyah ra. bahwa sesungguhnya Nabi SAW. biasa

memotong tangan karena pencuriannya senilai seperempat dinar ke atas. Hadis tersebut

begitu populer karena dikeluarkan oleh Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Turmudzi,

Imam an-Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah. Hadis dengan redaksi yang hampir sama juga

diriwayatkan oleh Urwah dan ‘Amrah juga dikeluarkan oleh para Imam yang telah disebut

di atas.

Ada beberapa kasus pencurian yang tidak dipotong tangannya, yaitu pada

pencurian buah-buahan dan umbat, mencuri untuk memakannya karena suatu hajat (di

tempat itu) tanpa mengantonginya, kemudian orang gila, dan terakhir pencurian yang

dilakukan dalam peperangan. Imam Abu Hanifah mengatakan tidak dipotong tangan pada

pencurian harta dalam keluarga yang inti karena mereka diiperbolehkan keluar masuk

tanpa izin. Jadi kasus pencurian antara suami istri tidak dipotong tangan. Menurut Imam

Syafi’i dan Imam Ahmad, seorang ayah tidak dikenai hukuman potong tangan karena

mencuri harta anaknya, cucunya, dan seterusnya ke bawah. Demikian pula sebaliknya,

anak tidak dapat dikenai sanksi potong tangan, karena mencuri harta ayahnya, kakeknya,

dan seterusnya ke atas.

Sedangkan menurut Muhammad Syahrur hukuman bagi pencurian tidak harus

dipotong tangan. Hukuman tersebut bisa diganti dengan hukuman lain yang lebih rendah

Page 17: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

tetapi tidak boleh diganti dengan hukuman yang lebih tinggi. Teori Muhammad Syahrur

mengenai hal ini terkenal dengan teori limit.

Hukuman pengganti potong tangan dalam kasus pencurian menurut Ahmad Abu

al-Rus bisa diganti dengan hukuman kurungan dalam jangka waktu yang tidak lebih dari

dua tahun, tetapi barang yang dicuri hanya terbatas pada barang-barang yang ketika dicuri

tidak sangat berpengaruh terhadap korban pencurian. Namun apabila pencurian tersebut

masih diulang hakim diperbolehkan menghukum lebih dari had yang lebih tinggi yang

ditetapkan undang-undang untuk tindak pidana dengan syarat tidak melewati kelipatan

had sebelumnya.

Ketiga, sanksi atau hukuman bagi pengkhianatan. Orang yang berkhianat tidak dikenakan

potong tangan sesuai dengan hadis Nabi:

ق�ط�ع� ، ��ل�س ت م�خ� و�ال� ، ��ه�ب �ت م�ن و�ال� ��ن ائ خ� ع�ل�ى �س� �ي ل

“Tidak dikenakan hukuman potong tangan terhadap pengkhianat, orang yang merampas,

dan atau mencopet”. (HR Ahmad dari Jabir bin Abdullah)

Namun demikian pengkhianatan yang sifatnya sariqah (pencurian) hukumannya bisa

disamakan dengan sariqah (pencurian). dalam beberapa kasus, khianat dapat dijatuhi

hukuman mati. Misalnya pengkhianatan terhadap agama (murtad) dan negara

(bughat/pemberontakan), orang yang lari dari medan pertempuran melawan kaum

musyrik.

Keempat, sanksi atau hukuman terhadap pelaku tindak kejahatan risywah (suap)

bervariasi, sesuai dengan tingkat kejahatannya; mulai dari sanksi material, penjara,

pemecatan jabatan, cambuk, pembekuan hak-hak tertentu sampai hukuman mati. Hal ini

karena tidak ada nash qath’i yang berkaitan dengan tindak pidana ini. Sanksi Material (al-

Ta’zir bi al-Mal) adalah bentuk hukuman material, yaitu dengan cara menyita harta yang

dijadikan pelicin atau suap, kemudian dimasukkan ke dalam kas negara. Para ulama’

berbeda pendapat tentang kebolehan sanksi ini, namun terlepas dari pro dan kontra, sanksi

ini cukup efektif untuk membuat para pelakunya jera.

Bentuk sanksi material bisa berupa

a) Al-Itlaf, perusakan atau penghancuran sebagaimana pemusnahan minuman keras dan

penghancuran sarananya,

b) Al-Taghyir (mengubah), sebagaimana merubah tempat maksiat menjadi tempat yang

bermanfaat,

Page 18: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

c) Al-Tamlik (penguasaan/pemilikan) sebagaimana tindakan sahabat Umar ra. menyita

dan kemudian memasukkan hadiah yang diberikan kepada Abu Hurairah ke dalam

Baitul Mal.

Sanksi Penahanan dalam terminologi fiqh yuridis penahanan (al- hubs) berarti

menunda dan mencegah seseorang (terdakwa) dari kebebasan bertindak. Sanksi ini

berpijak pada al-Qur’an:

�وه�ن/ ك م�س�� ف�أ ه�د�وا ش� �ن� ف�إ �م� �ك م�ن �ع�ة� ب ر�

� أ �ه�ن/ �ي ع�ل ه�د�وا �ش� ت ف�اس� �م� �ك ائ �س� ن م�ن� ة� �ف�اح�ش� ال �ين� ت� �أ ي �ي ت و�الال/

�يال� ب س� �ه�ن/ ل /ه� الل �ج�ع�ل� ي و�� أ �م�و�ت� ال �و�ف/اه�ن/ �ت ي /ى ح�ت �وت� �ي �ب ال ف�ي

”Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji hendaknya ada empat

orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan), kemudian apabila di antara mereka

telah emmberikan persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah

sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”. (QS

an-Nisâ [4]: 15)

Dalam lintasan sejarah Islam yakni pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau

pernah membeli rumah dari Shafwan bin Umayyah seharga 4000 dirham kemudian ia

jadikan sebagai penjara. Dari sinilah mulai ada rumah tahanan dalam Islam.

Sanksi Pemecatan Jabatan. Yang dimaksud di sini adalah penghentian segala

keterikatan kerja yang berkaitan dengan jabatan. Rasulullah pernah memecat jabatan

komandan yang dipegang Sa’ad bin ‘Ubadah. Para ulama’ mazhab Hanafi dan Syafi’i

menetapkan sanksi ini kepada para pejabat yang melakukan tindak kriminal suap.

Selanjutnya adalah Sanksi Mengulangi Kejahatan. Orang yang telah pernah melakukan

kejahatan kemudian mengulanginya lagi maka dia bisa dikenakan unsur pemberatan

hukuman.

Page 19: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Korupsi adalah perbuatan yang mengandung banyak defenisi yang sesuai dengan

pemahaman dari Al-Quran, Konsepsi hukum Islam tentang korupsi khususnya di Indonesia

paling tidak ada empat, yaitu ghulul (penyalahgunaan wewenang), sariqah (pencurian atau

penggelapan), khianat, dan risywah (suap atau sogok). Apabila korupsi uang Negara

dilakukan oleh pejabat yang diberi amanat mengelola, maka termasuk pengkhianatan dan

ghulul. Apabila korupsi uang negara dilakukan oleh orang yang tidak diberi amanat

mengelola dengan cara mengambil dari tempat simpanan, maka dikategorikan pencurian dan

ghulul. Kemudian apabila korupsi uang negara dilakukan oleh orang yang diserahi uang atau

barang dan dia tidak mengakui menerima uang atau barang tersebut, maka dikategorikan

ghulul dan pengkhianatan. Terakhir apabila warga biasa memiliki prakarsa untuk

mengeluarkan dana, hadiah, jasa atau barang lainnya sebagai suap (bribery) kepada pejabat

untuk memperlancar atau untuk memenuhi tuntutan/permohonannya, atau apabila prakarsa

datangnya dari pejabat atau aparatur negara sebagai bentuk pemerasan (extortion), maka

kedua hal tersebut termasuk kategori risywah. Untuk memberantas korupsi yang sudah

merajalela, paling tidak ada empat usaha yang harus segera dilakukan, yaitu: Pertama,

Memaksimalkan Hukuman. Kedua, Penegakan Supremasi Hukum. Ketiga, Perubahan dan

Perbaikan Sistem. Keempat, Revolusi Kebudayaan (mental).

Perbuatan korupsi jelas-jelas mengarah kepada perusakan makro ekonomi dan sosial

negara, maka hal tersebut layak untuk ditetapkan sebagai kategori hirabah. Hukuman bagi

pelakunya adalah sangat berat di dalam Islam bahkan sampai hukuman mati. Sebagai para

generasi muda yang beriman kita sebagai mahasiswa muslim nantinya dituntut agar mau

berperan dalam membangun bangsa yang lebih baik, mulai dari kesadaran dan kejujuran

dalam diri yang nantinya berkembang menjadi makhluk beragama yang mampu

membangkitkan Negara bersih tanpa korupsi.

Page 20: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamid, Syekh Muhammad.1997. Rudud ‘ala Abathil. Al-Maktabah al-‘Ashriyyah: Beirut.

Al-Khatib, Syarbini. 1958. Mughni al-Muhtaj. Dar al-Bab al-Halabi wa Auladuhu: Mesir.

Al-Qaradhawi, Yusuf. 1994. Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam. Al Maktab al-Islami: Beirut.

Al-Qurtuby. 1993. Al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Jilid 1. Dar al-Kutub al-Ilmiyah: Beirut.

Al-Rus, Ahmad Abu. 1997. Jarâ’im al-Sariqât wa al-Nasbi wa Khiyânât al-Amânah wa al-

Syai’ bi Dûni Rasyîd. Al-Maktabah al-Jami’i al-Hadits: Iskandariyah.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed. 1997. Dekonstruksi Syari’ah Wacana Kebebasan Sipil, Hak

Asasi Manusia Dan Hubungan Internasional Dalam Islam, alihbahasa Ahmad Suaedy dan

Amiruddin Arran. LKiS: Yogyakarta.

Arabi, Ibnu. tt. Ahkam al-Quran, Jilid 1. Dar Kutub al-Ilmiyah: Beirut.

As-Shabuny, Muhamad Ali. tt. Mukhtasar Ibnu Katsir, Jilid 1. Dar as-Shabuni: Kairo.

As-Shabuny, Muhammad Ali. tt. Rawaiulbayan Tafsir Ayat Ahkam, Jilid 1. Dar al-Fikr:

Beirut.

Awdah , Abd al-Qadir ‘. 1997. At-Tasyri’ al-Jina’i al-Islamy, Jilid 2. Muassah Risalah:

Beirut.

Hamzah, Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi. Raja Grafindo Perkasa: Jakarta.

Kartono, Kartini. 1997. Patologi Sosial. Grafindo Persada : Jakarta.

Katsir, Ibnu. 1992. Al-Quran al-Azdhim, Jilid 1. Dar al-Fikr: Beirut.

Luth, Tohir, dkk. 2005.Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas Brawijaya. Pusat

Pembinaan agama Universitas Brawijaya

Page 21: MAKALAH HUKUM KORUPSI MENURUT ISLAM(1).doc

Munajat, Makhrus.2001. “Penegakan Supremasi Hukum dalam Sejarah Peradilan Islam”

dalam Asy-Syir’ah Nomor 8 Tahun 2001. Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Munajat, Makhrus. 2004. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Logung Pustaka: Yogyakarta.