Makalah~Hartono

download Makalah~Hartono

of 28

Transcript of Makalah~Hartono

PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN KE DEPAN

A. Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu hak warga negara yang dijamin oleh pemerintah. Hal ini tertuang dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Sejalan dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintah tentang pendidikan didesentralisasikan dari pemerintah pusat menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Hal ini berimplikasi bahwa pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan pendidikan. Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya. Sebab, jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budaya [Suyanto, 2006:11] manusia. Dengan ilustrasi ini, maka baik pemerintah maupun masyarakat berupaya untuk melakukan pendidikan dengan standar kualitas yang diinginkan untuk memberdayakan manusia. Sistem pendidikan

2 yang dibangun harus disesuaikan dengan tuntutan zamannya, agar pendidikan dapat menghasilkan outcome yang relevan dengan tuntutan zaman [Suyanto, 2006:11]. Indonesia, telah memiliki sebuah sistem pendidikan dan telah dikokohkan dengan UU No. 20 tahun 2003. Pembangunan pendidikan di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni; partama, pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, kedua, relevansi pendidikan, ketiga, peningkatan kualiutas pendidikan, dan keempat, efesiensi pendidikan. Sacara umum strategi itu dapat dibagi menjadi dua dimensi yakni peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. Pembangunan peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas pendidikan. Sedangkan kebijkan pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah [Nana Fatah Natsir, dalam Hujair AH. Sanaky, 2003:146]. Dari sini, pendidikan dipandang sebagai katalisator yang dapat menunjang faktor-faktor lain. Artinya, pendidikan sebagai upaya

pengembangan sumberdaya manusia [SDM] menjadi semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa. Untuk menjamin kesempatan memperoleh pendidikan yang merata di semua kelompok strata dan wilayah tanah air sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya perlu strategi dan kebijakan pendidikan, yaitu : [a] menyelenggarakan pendidikan yang relevan dan bermutu sesuai dengan

kebutuhan masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan global, [b]

3 menyelenggarakan pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan

[accountasle] kepada masyarakat sebagai pemilik sumberdaya dan dana serta pengguna hasil pendidikan, [c] menyelenggarakan proses pendidikan yang demokratis secara profesional sehingga tidak mengorbankan mutu pendidikan, [d] meningkatkan efisiensi internal dan eksternal pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, [e] memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi program pendidikan sesuai dengan sifat multikultural bangsa Indonesia, [f] secara bertahap mengurangi peran pemerintah menuju ke peran fasilitator dalam implementasi sistem pendidikan, [g] Merampingkan birokrasi pendidikan sehingga lebih lentur [fleksibel] untuk melakukan penyesuaian terhadap dinamika

perkembangan masyarakat dalam lingkungan global [Kelompok Kerja Pengkajian, dalam Hujair AH. Sanaky, 2003:146]. Empat strategi dasar kebijakan pendidikan yang dikemukakan di atas cukup ideal. Tetapi Muchtar Bukhori, seorang pakar pendidikan Indonesia, menilai bahwa kebijakan pendidikan kita tak pernah jelas. Pendidikan kita hanya melanjutkan pendidikan yang elite dengan kurikulum yang elitis yang hanya dapat ditangkap oleh 30 % anak didik, sedangkan 70% lainnya tidak bisa mengikuti [Kompas, 4 September 2004]. Dengan demikian, tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, relevansi pendidikan, efesiensi pendidikan, dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, belum terjawab dalam kebijakan pendidikan kita. Kondisi ini semakin mempersulit

4 mewujudkan pendidikan yang egalitarian dan SDM yang semakin merata di berbagai daerah. Otonomi daerah yang didasarkan pada UU No. 22 tahun 1999, yang kemudian diperbarui melalui UU No. 32 tahun 2004, yaitu memutuskan suatu keputusan dan atau kebijakan secara mandiri. Otonomi sangat erat kaitanya dengan desentralisasi. Dengan dasar ini, maka otonomi yang ideal dapat tumbuh dalam suasana bebas, demokratis, rasional dan sudah barang tentu dalam kalangan insan-insan yang berkualitas. Oleh karena itu, rekonstruksi dan reformasi dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Regional, yang tertuang dalam GBHN 1999, juga telah dirumuskan misi pendidikan nasional kita, yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai iptek dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia [Soedjiarto, 2008]. Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali sebagai salah satu bagian dari pemerintahan di Indonesia mengemban salah satu tugas fungsi pemerintahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini merupakan salah satu amanat dari Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mengacu pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan secara demokratis dan berkeadilan. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta

5 tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Konsepsi ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan secara merata bagi dari segi kualitas maupun kuantitas. Permasalahan terkait pemerataan pendidikan inilah yang menjadi kendala bagi sebagian besar pemerintahan daerah di Indonesia. Faktor geografis dan pendanaan menjadi penyebab terjadinya ketidakmerataan pendidikan tersebut. Ditinjau dari faktor geografis, cakupan dan aksesibilitas wilayah menjadi salah satu kendala dalam pemerataan penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan ditinjau dari pendanaan, faktor kemampuan keuangan daerah menjadi salah satu kendala dalam penyelenggaraan pendidikan. Pasal 49 ayat (1) Undang Undang No. 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Amanat konstitusi tentang 20 % anggaran baik APBD maupun APBN untuk pendidikan mengandung maksud bahwa bangsa ini menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selama ini pendidikan hanya menjadi milik mereka yang mampu karena bagi orang miskin pendidikan adalah mimpi yang sulit diwujudkan. Oleh karenanya amanat konstitusi ini memberikan arah bahwa kedepan bangsa ini harus

6 menjadi bangsa yang cerdas. Semua warganya tanpa pandang bulu, dapat memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuannya. Negara punya kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dasar secara cuma cuma. Hal ini ditegaskan dalam (International Covenant on Economic Social and Culture Right) yang sudah diratifikasi di Indonesia melalui Undang Undang No. 11 tahun 2005. Amanat undang undang yang harus dilaksanakan pemerintah tersebut hingga saat ini belum dapat dipenuhi karena berbagai faktor. Sebagai contoh, berdasarkan dokumen APBD tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Boyolali, urusan wajib pendidikan pada Dinas Pendidikan bahwa alokasi anggaran pendidikan dalam APBD tahun 2008 adalah sebesar Rp. 328.058.572.000,atau 41,58 % dari total APBD 2008. akan tetapi dari anggaran tersebut sebanyak Rp. 258,107,105,000,- atau 78% diperuntukkan untuk pembayaran gaji aparatur sebagai Belanja Tidak Langsung. Sehingga hanya tersisa Rp. 69,951,467,000 atau 22% untuk Belanja Langsung atau hanya 8,8% dari APBD. Belum lagi didalamnya juga masih banyak pos pos belanja aparatur. Artinya memang sangat kecil sekali anggaran untuk sektor pendidikan yang sudah secara tegas teramanatkan dalam konstitusi. Kondisi tersebut tentu saja menjadi kendala tersendiri dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka pemerintah daerah perlu mengupayakan alternatif-alternatif strategis dalam penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu. Guna mewujudkan penyelenggaraan pendidikan

7 yang bermutu tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali melalui PP Nomor 41 tahun 2007 yang kemudian dikukuhkan melalui Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali telah membentuk Satuan Kerja berupa Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga untuk menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan di bidang

pendidikan diwujudkan melalui program kerja SKPD yang terangkum dalam rencana strategis dan prioritas program kerja, yang penyusunannya berpedoman pada perencanaan jangka panjang daerah dan dengan

memperhatikan RPJMD. Berdasarkan hal tersebut, pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai kondisi pendidikan di Kabupaten Boyolali pada masa sekarang dan tantangannya ke depan. B. Kondisi Pendidikan Kabupaten Boyolali Kondisi pendidikan di Kabupaten Boyolali saat ini sudah cukup menggembirakan. Hal ini diindikasikan dengan semakin berkembangnya suasana belajar mengajar di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Dengan dilaksanakannya program pembangunan, pelayanan pendidikan telah

menjangkau daerah terpencil, daerah dengan penduduk miskin, dan daerah jarang dengan dibangunnya sekolah-sekolah di daerah-daerah tersebut. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Boyolali tahun 2009/2010 dapat disampaikan kondisi pendidikan di Kabupaten Boyolali berdasarkan jenjang dan jenis pendidikan sebagai berikut.

8

1. Tingkat SD (SD dan MI) Berdasarkan data yang ada pada tahun 2009/2010, jumlah SD dan MI sebanyak 806 sekolah, siswa baru Tk. I sebesar 16.682 dengan jumlah siswa seluruhnya sebesar 104.437 dan jumlah lulusan sebanyak 17.118 orang. Dari jumlah sekolah yang ada, jumlah ruangan kelas yang tersedia adalah sebanyak 5.138 dengan rincian 2.160 ruangan kelas dalam kondisi baik, 1.751 ruangan dalam kondisi rusak ringan, dan 1.227 ruangan dalam kondisi rusak berat. Jumlah guru SD dan MI yang ada saat ini adalah sebanyak 7.598 dengan kondisi 6.352 orang atau 83,61% layak mengajar, 540 orang atau 7,11% semi layak, dan 706 orang atau 9,29% tidak layak mengajar. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kondisi rasio antara siswa dengan jumlah kelas saat ini adalah sebesar 1 : 23 untuk SD dan 1 : 18 untuk MI. Hal ini diartikan bahwa satu kelas rata-rata terisi sebanyak 23 siswa untuk SD dan 18 untuk MI. Rasio antara guru dengan siswa adalah sebesar 1 : 15 untuk SD dan 1 : 12 untuk MI. Hal ini diartikan bahwa satu orang guru bertanggungjawab untuk mengampu 15 siswa di SD dan 12 siswa di MI. Kondisi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa seluruh ruangan kelas yang ada berada dalam kondisi baik dan guru yang ada dalam kondisi layak mengajar.

9 Data kondisi sekolah tingkat SD di Kabupaten Boyolali tahun 2009/2010 dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 1 Kondisi Pendidikan Tingkat SD di Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010 Komponen SD Sekolah 604 Siswa Baru Tk I 12.843 Siswa 82.740 Lulusan 13.534 Ruangan Kelas 3.857 a. Baik 1.630 b. Rusak Ringan 1.295 c. Rusak Berat 932 6. Kelas 3.654 7. Guru 5.741 a. Layak Mengajar 4.873 b. Semi Layak 304 c. Tidak Layak 564 Sumber: Disdikpora Kabupaten Boyolali, 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. MI 202 3.839 21.697 3.584 1.281 530 456 295 1.247 1.857 1.479 236 142 SD + MI 806 16.682 104.437 17.118 5.138 2.160 1.751 1.227 4.901 7.598 6.352 540 706

2. Tingkat SMP (SMP dan MTs) Kondisi pendidikan tingkat SMP di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009/2010 dapat dipaparkan sebagai berikut. Jumlah sekolah yang ada adalah sebanyak 121 sekolah. Jumlah siswa baru tingkat I adalah sebanyak 15.986 orang, jumlah seluruh siswa sebanyak 46.889 dan jumlah lulusan sebanyak 13.347 orang. Ruangan kelas yang tersedia di jenjang pendidikan tingkat SMP di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009/2010 adalah sebanyak 1.305 ruangan. Dari jumlah tersebut, jumlah ruangan kelas yang berada dalam kondisi baik adalah sebanyak 1.063 ruangan, kondisi rusak ringan

10 sebanyak 187 ruangan dan 55 ruangan kelas dalam kondisi rusak berat. Jumlah kelas yang ada saat ini sebanyak 1.227 kelas sehingga terdapat shift sebanyak 78 kelas. Jumlah guru yang mengajar di jenjang pendidikan tingkat SMP di Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 3.419 orang guru. Adapun kondisi guru ditinjau dari kelayakan mengajar adalah sebanyak 2.852 orang atau 83,42% sudah layak mengajar, 210 orang atau 6,14% semi layak, dan 357 orang atau 10,44% tidak layak mengajar. Tabel 2 Kondisi Pendidikan Tingkat SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010 Sekolah 84 Siswa Baru Tk I 12.346 Siswa 36.544 Lulusan 10.495 Ruangan Kelas 999 a. Baik 832 b. Rusak Ringan 136 c. Rusak Berat 31 6. Kelas 955 7. Guru 2.569 a. Layak Mengajar 2.150 b. Semi Layak 151 c. Tidak Layak 268 Sumber: Disdikpora Kabupaten Boyolali, 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. Komponen SMP MTs 37 3.640 10.345 2.852 306 231 51 24 272 850 702 59 89 SMP + MTs 121 15.986 46.889 13.347 1.305 1.063 187 55 1.227 3.419 2.852 210 357

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kondisi rasio antara siswa dengan jumlah kelas saat ini adalah sebesar 1 : 39 untuk SMP dan 1 : 38 untuk MTs. Hal ini diartikan bahwa satu kelas rata-rata terisi sebanyak 39 siswa untuk SMP dan 38 untuk MTs. Rasio antara guru dengan siswa adalah sebesar 1 : 15 untuk SMP dan 1 : 12 untuk MTs. Hal ini diartikan bahwa satu orang guru bertanggungjawab untuk mengampu

11 15 siswa di SMP dan 12 siswa di MTs. Kondisi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa seluruh guru yang ada dalam kondisi layak mengajar. 3. Tingkat SM (SM dan MA) Kondisi pendidikan tingkat SM (SM dan MA) di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009/2010 menunjukkan bahwa jumlah sekolah SM yang ada adalah sebanyak 80 sekolah dengan jumlah siswa baru tingkat I sebesar 9.443 orang. Jumlah ruangan kelas pada jenjang pendidikan tingkat SM dan MA adalah sebanyak 792 ruangan kelas dengan rincian 722 ruangan dalam kondisi baik, 56 ruangan dalam kondisi rusak ringan, dan 15 ruangan dalam kondisi rusak berat. Jumlah kelas yang ada adalah sebanyak 694 kelas, sehingga terdapat shift sebesar 42. Jumlah guru pada jenjang pendidikan tingkat SMA di Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 2.408 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.980 orang atau 83,09% sudah layak mengajar. Sedangkan sisanya sebanyak 319 orang atau 12,40% semi layak, dan 109 orang atau 4,51% tidak layak mengajar. Data di atas dapat disajikan ke dalam tabel berikut. Tabel 3 Kondisi Pendidikan Tingkat SM dan MA di Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. Komponen Sekolah Siswa Baru Tk I Siswa Lulusan Ruangan Kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat Kelas Guru a. Layak Mengajar SMU 40 4.089 13.098 4.170 415 378 28 9 366 1.222 1.071 MA 9 683 2.035 663 69 59 9 1 62 237 208 SMK 31 4.671 11.116 2.998 309 285 19 5 322 949 701 SM + MA 80 9.443 26.249 7.831 792 722 56 15 750 2.408 1.980

6. 7.

12 b. Semi Layak 103 c. Tidak Layak 48 Sumber: Disdikpora Kabupaten Boyolali, 2010 19 10 197 51 319 109

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat digambarkan bahwa jumlah siswa SMU lebih besar dibandingkan dengan jumlah siswa SMK, yaitu 13.098 > 11.116. Hal ini disebabkan karena jumlah SMU lebih banyak dibandingkan dengan jumlah SMK. Hal lain yang menjadi penyebab adalah bahwa pembangunan satu sekolah SMK relatif lebih mahal dibandingkan dengan sekolah SMU. Ditinjau dari rasio antara siswa dengan kelas, pada SMU rasionya adalah sebesar 1 : 36, pada MA sebesar 1 : 33, dan pada SMK sebesar 1 : 35. Rasio antara siswa dengan guru pada SMU sebesar 1 : 11, pada MA sebesar 1 : 9, dan pada SMK sebesar 1 : 12. C. Tantangan yang Dihadapi dalam Bidang Pendidikan Sesuai dengan proyeksi kinerja tahun 2006 2010 yang termuat dalam rencana stratejik bidang pendidikan yang disusun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Boyolali, ada enam program yang perlu ditangani pada tahun-tahun mendatang. Keenam program tersebut meliputi: 1) Program Pendidikan Usia Dini; 2) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; 3) Program Pendidikan Menengah; 4) Program Pendidikan Non Formal; 5) Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan; dan 6) Program Pembinaan dan Pengembangan Pemuda dan Olah Raga. 1. Program Pendidikan Usia Dini Program Pendidikan Usia Dini bertujuan adanya peningkatan jumlah anak usia dini untuk memiliki kesempatan tumbuh dan

13 berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di jenjang Taman Kanak Kanak dan bentuk lain yang sederajad serta jenjang pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain, tempat penitipan dan yang sederajat. Berdasarkan data tahun 2010, jumlah lembaga PAUD yang ada di wilayah Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 55 lembaga. Jumlah tenaga pendidik PAUD yang ada di Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 205 tenaga pendidik. Jumlah penduduk usia 0 4 tahun yang ditangani sub seksi PAUD adalah sebanyak 72.832 anak. Perincian data anak usia dini yang ada menurut data tahun 2010 adalah 37.127 anak laki-laki dan 35.705 anak perempuan. Besarnya jumlah lembaga dan anak usia dini yang perlu ditangani masih jauh dari seimbang. Untuk itu diperlukan penambahan jumlah lembaga agar rasionya mendekati seimbang. Berikut adalah proyeksi kinerja program PAUD berdasarkan rencana stratejik tahun 2006 2010.

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Indikator Kinerja Jumlah Klp Bljr PAUD Jumlah Siswa Klp Bljr PAUD Jumlah TK/ RA Jumlah Siswa TK/ RA Prosentase Guru Layak Mengajar

Awal RPJMD 33 Klp 629 siswa 49/ 91 20.701 40%

2006 33 669 510/ 100 21.000 70%

Target Kinerja Indikator 2007 2008 2009 35 36 38 674 530/ 105 21.300 80% 689 540/ 110 22.000 90% 709 550/ 115 22.500 100%

2010 40 719 570/ 120 23.000 100%

14

2.

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun bertujuan untuk

meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar hingga seluruh penduduk di Kabupaten Boyolali dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Program ini selaras dengan Deklarasi Forum Pendidikan Dunia (World Education Forum) di Dakar, Senegal pada tahun 2000. Deklarasi yang ditetapkan tersebut menyatakan bahwa Pada tahun 2015 setiap negara harus menyelenggarakan pendidikan dasar gratis dan bermutu. Deklarasi tersebut termuat dalam konsep kerangka kerja Education for All. Salah satu konsep dalam deklarasi tersebut menyarankan adanya sistem baru dalam alokasi pendanaan pendidikan. Hal ini sudah diadopsi dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 pada Pasal 49 ayat (1) yang mewajibkan pemerintah mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20% dalam APBN dan pemerintah daerah dalam APBD. Meskipun dalam implementasinya pemerintah masih belum dapat memenuhi amanat tersebut. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Kabupaten Boyolali menitik beratkan pada partisipasi anak-anak yang belum pernah mendapatkan layanan pendidikan yang telah tercapai yang tercermin dari menurunnya angka putus sekolah dan angka mengulang kelas. Kegiatan pokok dalam program ini mencakup enam kegiatan, yaitu antara lain:

15 a. Pemberian bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai termasuk penyediaan bahan ajar wajib dan rehabilitasi atau pengadaan gedung sekolah; b. Pengembangan pemberdayaan pendidikan melalui SEQIB, MBS, KTSP, dan lain lain; c. Pengembangan fasilitas sekolah seperti laboratorium, UKS, Bengkel Praktek, Perpustakaan, dan Ruang Ketrampilan; d. Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada sekolahsekolah negeri dan swasta; e. Pemberian Bea Siswa kepada anak sekolah yang berprestasi, berbakat, dan kurang mampu. Berikut adalah proyeksi kinerja program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun berdasarkan rencana stratejik tahun 2006 2010.Indikator Awal Kinerja RPJMD Pendidikan Tingkat SD/ MI 1. APK Tk SD/ MI 101,6 2. APM Tk Tk SD/ 85,78 MI 3. Angka 5,9/ 1,8 Mengulang 4. Angka Putus 0,2 Sekolah 5. Prosentase 60% Keterlaksanaan Kurikulum Nasional Pendidikan Tingkat SMP/ MTs 1. APK 83,32 2. APM 60,15 3. Angka 87,80 Melanjutkan 4. Angka 0,27/ Mengulang 0,07 5. Angka Putus 0,76/ 0,4 Sekolah Sarana dan Prasarana 1. Prosentase 22,80 Ruang Kelas Rusak Berat 2. Laborat 60,66 3. UKS 46,72 4. Perpustakaan 67,21 No. 2006 104,70 87,37 4,75 0,11 80% Target Kinerja Indikator 2007 2008 2009 105,12 87,66 4,55 0,11 95% 105,91 88,25 4,38 0,11 100% 107,16 89,23 4,20 0,11 100% 2010 108,49 90,28 4,01 0,11 100%

83,94 60,45 88,30 0,25 0,75 22,50 61,26 47,18 67,88

84,56 60,75 88,90 0,23 0,74 22,20 61,87 47,65 68,55

85,19 61,09 89,40 0,22 0,73 21,90 62,48 48,12 69,23

85,82 61,35 90,00 0,20 0,72 21,60 63,10 48,59 69,92

86,46 61,65 90,50 0,17 0,71 21,30 63,73 49,07 70,61

16 3. Program Pendidikan Menengah Program pendidikan menengah bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan menengah yang bermutu dan

terjangkau. Program ini untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama yang merupakan hasil dari Program Wajardikdas Sembilan Tahun. Kegiatan pokok dalam program ini mencakup 7 kegiatan, yaitu: a. Pemberian bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai; b. Pengembangan kurikulum lokal dan model-model pembelajaran yang mengacu pada standar nasional; c. Pengadaan lomba-lomba atau pemilihan pelajar teladan; d. Pemberian bantuan operasional sekolah; e. Pemberian bea siswa kepada siswa berprestasi, berbakat, dan kurang mampu; f. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait dalam meningkatkan mutu output pendidikan kejuruan; g. Monitoring dan evaluasi serta pengawasan atas pelaksanaan

Pendidikan Menengah. Berikut adalah proyeksi kinerja program Pendidikan Menengah berdasarkan rencana stratejik tahun 2006 2010:

17Indikator Kinerja APK APM Angka Lulusan Angka Mengulang Angka Putus Sekolah Ruang Kelas Kondisi Rusak Berat Perpustakaan UKS Laborat Awal RPJMD 43,35 30,24 95,58 0,16 1,24 2,74 71,83 61,97 130,99 Target Kinerja Indikator 2007 2008 2009 44,64 45,29 45,95 31,26 31,76 32,26 96,90 97,14 97,47 0,11 0,09 0,06 0,84 2,24 74,74 63,22 136,28 0,64 1,99 76,23 63,85 139,01 0,44 1,74 77,75 64,49 141,79

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

2006 43,99 30,76 96,40 0,14 1,04 2,49 73,27 62,59 133,61

2010 46,63 32,76 97,84 0,03 0,24 1,49 79,31 65,03 144,63

4.

Program Pendidikan Non Formal Program pendidikan non formal merupakan penambah atau

pelengkap dari pendidikan formal yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan dan fungsional. Kegiatan pokok dalam program ini meliputi: a. Pemberian bantuan penyelenggaraan pendidikan bagi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) guna meningkatkan mutu pembelajaran; b. Penyelenggaraan Kejar Paket A, B, dan C. c. Penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional; d. Penyelenggaraan Kelompok Belajar Usaha; e. Pembinaan Kursus. Lembaga penyelenggara program keaksaraan fungsional yang ada di seluruh pelosok Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 402 lembaga dengan jumlah warga belajar sebanyak 3.973.

18 Lembaga pendidikan kesetaraan merupakan lembaga pendidikan non formal yang bergerak dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan setara dengan SD, SMP, dan SMA. Lembaga pendidikan kesetaraan tersebut meliputi Kelompok Belajar Paket A, B, dan C. Jumlah lembaga pendidikan kesetaraan setara SD atau Kejar Paket A yang ada di Kabupaten Boyolali terdiri dari lima kelompok belajar dengan jumlah warga belajar sebanyak 100 orang. Data Kelompok Belajar Paket A yang ada di Kabupaten Boyolali dapat disajikan sebagai berikut. No. Warga Belajar Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Musuk 2 19 21 40 2. Wonosegoro 1 20 20 3. Ampel 1 15 5 20 4. Karanggede 1 1 19 20 5. 55 45 100 Sumber: Disdikpora Kabupaten Boyolali, 2010 Kecamatan Jumlah Kejar Kelompok Belajar Paket B atau setara SMP yang ada di Kabupaten Boyolali terdiri dari 14 kelompok belajar. Jumlah warga belajar yang mengikuti program ini mencapai 352 yang terdiri dari 186 orang laki-laki dan 166 orang perempuan. Jumlah tutor yang ada adalah sebanyak 84 orang yang terdiri dari 58 tutor laki-laki dan 26 tutor perempuan. Data mengenai Kelompok Belajar Paket B dapat disajikan sebagai berikut.

19 Jumlah Warga Belajar L P Jml 9 11 20 14 27 41 34 42 76 11 9 20 13 7 20 37 33 70 8 12 20 24 16 40 21 2 23 18 22 40 186 166 352

No.

Kecamatan

L P 1. Selo 1 3 3 2. Ampel 2 5 7 3. Musuk 3 12 6 4. Sambi 1 5 1 5. Karanggede 1 4 2 6. Kemusu 2 10 2 7. Klego 1 4 2 8. Wonosegoro 1 4 2 9. Juwangi 1 5 1 10. Cepogo 1 5 1 Jumlah 14 58 26 Sumber: Disdikpora Kabupaten Boyolali, 2010

Jumlah Kelompok

Jumlah Tutor Jml 6 12 18 6 6 12 6 6 6 6 84

Jumlah Kelompok Belajar Paket C yang ada di Kabupaten Boyolali meliputi 11 sembilan kelompok belajar yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Boyolali. Jumlah warga belajar yang ada adalah sebanyak 291 orang dan jumlah tutor sebanyak 121 orang. Data Kelompok Belajar Paket C dapat disajikan sebagai berikut. No. Kecamatan Jumlah Kelompok 2 1 3 2 1 1 1 11 Jumlah Tutor L 13 6 9 10 9 3 10 60 P 11 6 25 5 3 8 3 61 Jml 24 12 34 15 12 11 13 121 Jumlah Warga Belajar L P Jml 43 16 59 23 2 25 24 34 58 45 19 64 30 20 50 25 10 35 190 101 291

1. Musuk 2. Cepogo 3. Boyolali 4. Ampel 5. Karanggede 6. Ngemplak 7. Selo Jumlah 5.

Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

bertujuan untuk meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas, kompetensi,

20 dan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan di Kabupaten Boyolali. Kegiatan pokok dalam program ini meliputi: a. Peningkatan rasio pendidik dan tenaga kependidikan terhadap murid yang merata di setiap kecamatan di Kabupaten Boyolali melalui pengangkatan, penempatan dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan; b. Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum tenaga pendidik; c. Penyelenggaraan lomba pengajaran, lomba guru kreatif, dan lomba guru berprestasi; d. Penyelenggaraan penataran/ simposium bagi guru bidang studi; e. Memfasilitasi pengembangan profesi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan; f. Meningkatkan kualifikasi pengawas, penilik, pamong, dan

penyelenggaraan sekolah. Berikut adalah proyeksi kinerja program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan berdasarkan rencana stratejik tahun 2006 2010.

21Indikator Kinerja Angka Kelayakan Mengajar Guru SD/ MI Angka Kelayakan Mengajar Guru SMP/ MTs Angka Kelayakan Mengajar Guru SM/ MA Awal RPJMD 81,43 Target Kinerja Indikator 2007 2008 2009 88,5 93 96,5

No. 1.

2006 84,5

2010 100

2.

77,83

80,16

82,56

85,03

87,58

90,20

3.

63,54

65,50

66,90

67,95

69

70,15

6.

Program Pembinaan dan Pengembangan Pemuda dan Olah Raga Program Pembinaan dan Pengembangan Pemuda dan Olah Raga

bertujuan untuk meningkatkan semangat nasionalisme generasi muda dan pengembangan olah raga. Program ini menekankan pada peningkatan prestasi olah raga dan kepemudaan di Kabupaten Boyolali. Berikut adalah proyeksi kinerja program Pembinaan dan

Pengembangan Pemuda dan Olah Raga berdasarkan rencana stratejik tahun 2006 2010.No. 1. Indikator Kinerja Jumlah kenakalan/ kerawanan siswa Peringkat PORDA Jumlah siswa mendapat penghargaan PORDA Jumlah Pramuka mendapat Penghargaan Tingkat Provinsi Awal RPJMD 125 2006 100 Target Kinerja Indikator 2007 2008 2009 90 80 70 2010 60

2. 3.

17 8 10 12 14

10 16

18

4.

3

4

5

6

7

8

22 D. Solusi yang Dilakukan Beberapa solusi yang perlu dilakukan disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi dan permasalahan yang ada serta dengan mempertimbangkan kondisi yang ada sekarang. Kondisi tersebut disesuaikan dengan masingmasing program yang dilaksanakan dalam RJPMD periode 2006 2010. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap permasalahan pendidikan di Kabupaten Boyolali, dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang dihadapi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga di masa mendatang. Permasalahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembinaan Pendidikan Dasar dan Pra Sekolah a. Masih banyaknya anak usia sekolah yang putus sekolah. Permasalahan ini diatasi dengan: 1) pelaksanaan program perluasan akses bagi anak usia 0 6

tahun untuk memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tahap

perkembangannya agar memiliki kesiapan dalam mengikuti pendidikan di SD/ MI. 2) Memperluas akses bagi anak usia sekolah 7 15 tahun

yang belum atau tidak terlayani di jalur pendidikan formal untuk memiliki kesempatan mendapatkan layanan pendidikan di jalur non formal maupun program pendidikan terpadu/ inklusif bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus terutama untuk daerahdaerah yang tidak tersedia layanan pendidikan khusus luar biasa.

23 b. Masih banyaknya masyarakat kurang mampu yang tidak mampu menyekolahkan anak karena faktor kemiskinan. Hal ini dapat diupayakan dengan penghapusan hambatan biaya (cost barriers) melalui pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) bagi semua siswa pada jenjang Dikdas baik pada sekolah umum maupun madrasah yang dimiliki oleh pemerintah maupun masyarakat, yang besarnya dihitung berdasarkan unit cost per siswa dikalikan dengan jumlah seluruh siswa pada jenjang tersebut. Selain itu dapat pula dilakukan kebijakan pemberian bantuan biaya personal terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin pada jenjang Dikdas melalui pemanfaatan BOS untuk tujuan tersebut. c. Terbatasnya sarana dan prasarana belajar di beberapa sekolah, terutama di daerah terpencil. Permasalahan ini dapat diatasi dengan pembentukan SD SMP satu atap bagi daerah terpencil yang berpenduduk jarang dan terpencar, dengan menambahkan ruang belajar SMP di SD untuk

menyelenggarakan program pendidikan SMP bagi lulusannya. Untuk mengatasi kesulitan tenaga pengajar dalam kebijakan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan guru SD untuk mengajar di SMP pada beberapa mata pelajaran yang relevan atau dengan meningkatkan kompetensi guru sehingga dapat mengajar di SMP. Selain itu dapat dilakukan upaya memaksimalkan fasilitas yang sudah ada dengan membuat jaringan antara SMP dengan SD-SD yang ada di wilayah

24 layanannya serta menggabungkan SD-SD yang sudah tidak efisien lagi. d. Di beberapa daerah masih kekurangan guru, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas. Sementara di sisi lain ada daerah tertentu yang kelebihan jumlah guru. Hal ini dapat diatasi dengan pemetaan guru yang dilakukan secara tepat dan akurat, baik data mengenai jumlah dan data mengenai kompetensi yang dikuasai guru dalam mengajar. e. Rendahnya motivasi masyarakat untuk terlibat dalam

penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dapat diatasi dengan melaksanakan sosialisasi terhadap Peraturan Perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan (misalnya

Kepmendiknas Nomor 44/U/2002 tentang Komite dan Dewan Pendidikan, dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas) f. Masih banyak sekolah yang belum melaksanakan MBS dengan benar. Permasalahan ini diupayakan dengan sosialisasi dan mendorong sekolah untuk melaksanakan MPMBS secara sungguh-sungguh. 2. Pembinaan Pendidikan Menengah a. Masih banyak masyarakat tidak mampu menyekolahkan anak karena faktor kemiskinan.

25 Program pemerintah yang dapat dilakukan untuk mengatasi

permasalahan ini adalah dengan memberikan keringanan pembiayaan sekolah atau pembebasan biaya sekolah. b. Terbatasnya sarana dan prasarana belajar di sekolah. Hal ini dapat diatasi dengan upaya pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). c. Di beberapa sekolah masih kekurangan guru, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas. Sementara di sisi lain ada sekolah tertentu yang kelebihan jumlah guru. Hal ini dapat diatasi dengan pemetaan guru yang dilakukan secara tepat dan akurat, baik data mengenai jumlah dan data mengenai kompetensi yang dikuasai guru dalam mengajar. d. Rendahnya motivasi masyarakat untuk terlibat dalam

penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dapat diatasi dengan melaksanakan sosialisasi terhadap Peraturan Perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan (misalnya

Kepmendiknas Nomor 44/U/2002 tentang Komite dan Dewan Pendidikan, dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). e. Masih banyak sekolah yang belum melaksanakan MBS dengan benar. Permasalahan ini diupayakan dengan sosialisasi dan mendorong sekolah untuk melaksanakan MPMBS secara sungguh-sungguh.

26 f. Terbatasnya industri standar sebagai mitra pembinaan pendidikan menengah. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan terobosan pelaksanaan magang atau praktik kerja industri bagi SMK di Lingkungan Industri.

3. Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah a. Peserta pendidikan kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu (miskin) dan bahkan dari lingkungan yang bermasalah. Permasalahan ini dapat diatasi dengan pemberian bantuan bea siswa selain pembinaan ketrampilan vokasional (vocational skill) yang lebih mantap untuk membekali kepribadian mereka. b. Terbatasnya tutor di daerah Permasalahan ini diatasi dengan meningkatkan jumlah tenaga tutor/ Tenaga lapangan Dikmas yang profesional dan mencukupi jumlahnya. c. Terbatasnya infrastruktur pendukung Keterbatasan infrastruktur dapat diatasi dengan peningkatan dukungan infrastruktur secara memadai. 4. Pembinaan dan Pengembangan Pemuda dan Olahraga a. Belum mantapnya koordinasi pembinaan pemuda dan olah raga baik antar pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat. Hal ini diatasi denga baik antar pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat.

27 b. Terbatasnya infrastruktur pendukung pembinaan pemuda dan olah raga. Perlunya peningkatan dukungan pembinaan pembinaan pemuda dan olah raga.

E. Penutup Demikianlah paparan singkat mengenai kondisi pendidikan di Kabupaten Boyolali pada masa kini dan tantangannya ke depan. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, mudah-mudahan visi yang dicanangkan Disdikpora yang berbunyi TERWUJUDNYA OLAH RAGA PENGELOLAAN YANG LEBIH

PENDIDIKAN

PEMUDA

DAN

PROFESIONAL, KOMPETITIF, TRANSPARAN, BERWIBAWA DAN BERMORAL dapat menjadi kenyataan. Dengan demikian maka Visi Kabupaten Boyolali sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi Daerah Kabupaten Boyolali ditetapkan sebagai berikut: TERWUJUDNYA MASYARAKAT BOYOLALI YANG SEJAHTERA LAHIR BATIN, MANDIRI, DAN BERDAYA SAING BERBASIS PADA PERTANIAN, INDUSTRI DAN PARIWISATA dapat tercapai melalui misi pertamanya, yaitu Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu berkompetisi dan profesional.

28

Daftar Rujukan Coulson, Andrew. 2003. Implementing Education for All: Moving from Goals to Action. Paper Prepared for The 2nd Incontro Internazionale Milanoliberal, Milan, Italy. pp: 1 46, http://www.proquest.umi.com diakses pada tanggal 21 Januari 2009. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Boyolali. 2008. Profil Pendidikan Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010. Sanaky, Hujair AH., 2003, Paradigma Pendidikan Islam, Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Safiria Insania dan MSI, Yogyakarta. _____, 2005, Sertifikasi dan Profesionalisme Guru di Era Reformasi Pendidikan, Jurnal Pendidikan Islam [JPI], Volume XII TH VIII Juni 2005, ISSN: 0853-7437, Jurusan Tarbiyah Fakultas Ilmu Agama UII, Yogyakarta. Suryadi, Ace, Pengelolaan Pendidikan Perlu Paradigma Baru, From:http://www. Kom pas.com/kompascetak/0010/16/DIKBUD/peng09.htm.,akses, Sabtu, 23/8/ 2003. Suyanto & Djihad Hisyam, 2000, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Suyanto, 2006, Dinamika Pendidikan Nasional [Dalam Percaturan Dunia Global], PSAP Muhammadiyah, Jakarta. Soedjiarto, 1999. "Memahami Arahan Kebijakan GBHN 1999-2004 tentang Pendidikan Sebagai Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara bangsa Indonesia", MAKALAH, Primagama-IPSI-PGRI, Yogyakarta. Tilaar, H.A.R., 1998, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia, Magelang. Yacub, Muhammad, From: http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/27/suatu opini mengenai reformasi_s.htm, akses, Rabu,20/9/2006, jam.13.35. Zamroni, 2000, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Adipura, Yogyakarta.