Sipil,Kui Hartono

download Sipil,Kui Hartono

of 82

Transcript of Sipil,Kui Hartono

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    1/82

    6

    STUDI LITERATUR PENGARUH NILAI EKSENTRISITAS BEBAN

    TERHADAP PERENCANAAN DIMENSI STRUKTUR KOLOM

    BETON BERTULANG DAN BAJA

    TUGAS AKHIR

    Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana

    Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik SipilUniversitas Islam Riau

    Pekanbaru-Riau

    UNIVER

    SITAS ISLAMRIAU

    PEKANBARU

    Disusun oleh :

    KUI HARTONONPM : 053110174

    JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS ISLAM RIAU

    PEKANBARU

    2011

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    2/82

    2

    HALAMAN PERSETUJUAN

    STUDI LITERATUR PENGARUH NILAI EKSENTRISITAS BEBAN

    TERHADAP PERENCANAAN DIMENSI STRUKTUR KOLOM

    BETON BERTULANG DAN BAJA

    TUGAS AKHIR

    Disusun oleh:

    KUI HARTONONPM : 053110174

    Diperiksa dan disetujui oleh:

    Ir.H. ARHAN WANIM, MT

    Dosen Pembimbing I

    __________________

    Tanggal:

    Ir. H. RONY ARDIANSYAH, MT

    Dosen Pembimbing II

    __________________

    Tanggal:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    3/82

    3

    HALAMAN PENGESAHAN

    STUDI LITERATUR PENGARUH NILAI EKSENTRISITAS BEBANTERHADAP PERENCANAAN DIMENSI STRUKTUR KOLOM

    BETON BERTULANG DAN BAJA

    TUGAS AKHIR

    Telah Diuji Di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 10 Maret 2011

    dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

    DISUSUN OLEH :

    KUI HARTONONPM : 053110174

    SUSUNAN DEWAN PENGUJI:

    Ir.H. ARHAN WANIM, MT Ir. H. RONY ARDIANSYAH, MTPembimbing I/ Moderator, Pembimbing II/ Notulen

    Ir. H. MASRIZAL, MT SRI HARTATI DEWI, ST, MT

    Penguji I Penguji II

    Pekanbaru, , 2011

    UNIVERSITAS ISLAM RIAUFAKULTAS TEKNIK

    Prof. Dr. Ir. H. SUGENG WIYONO, MMT, I.PU

    Dekan

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    4/82

    4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan,

    manfaat, dan batasan-batasan masalah dalam penelitian ini, yang akan diuraikan

    sebagai berikut:

    1.1. Latar Belakang

    Gaya-gaya yang bekerja pada struktur seperti gaya aksial, gaya momen,

    gaya geser dan puntir sangat menentukan dimensi dari suatu struktur. Pada

    struktur kolom, gaya yang menentukan adalah gaya aksial dan gaya momen, gaya

    momen pada struktur kolom dapat menyebabkan penampang mengalami tegangan

    tarik dan tekan secara bersamaan, sehingga sangat menpengaruhi terhadap

    dimensi struktur tersebut. Momen ujung pada kolom dapat diperhitungkan sebagai

    gaya aksial yang bekerja dengan nilai eksentrisitas tertentu.

    Dalam perencanaan struktur kolom, pemilihan material struktur berperan

    penting untuk mengwujudkan suatu bangunan yang kokoh serta efisien dari segi

    waktu dan biaya. Bangunan-bangunan yang ada di Indonesia, khususnya kota

    pekanbaru terlihat hampir 90% bangunan bertingkat banyak mengunakan struktur

    beton bertulang, sedangkan hampir 90% bangunan bertingkat satu seperti

    bangunan gudang berportalgable frame yang mengunakan struktur baja. Dari segi

    biaya yang khususnya pada struktur kolom, apakah lebih efisien penggunaan

    struktur baja pada portalgable frame dibandingkan pada portal bertingkat banyak,

    ataupun sebaliknya.

    1.2. Rumusan Masalah

    Sesuai latar belakang sebelumnya, dapat dikemukakan berbagai rumusan

    masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah.

    1. Bagaimana pengaruh eksentritas beban terhadap penampang kolom beton

    bertulang dan baja?

    2. Apakah penggunaan struktur kolom baja lebih efisien pada portal gable

    frame dibandingkan portal bertingkat?

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    5/82

    5

    1.3. Tujuan Penelitian

    Terhadap rumusan masalah yang muncul, akan dicari suatu

    penyelesaiannya dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:

    1. Mengetahui pengaruh eksentrisitas beban terhadap penampang kolom

    beton bertulang dan baja.

    2. Mengetahui penggunaan struktur kolom baja yang lebih efisien antara

    portal bertingkat dan portal gable frame.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Sesungguhnya penelitian yang baik adalah penelitian yang dapat

    menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagai peneliti dan kalangan luas, maka

    manfaat yang diharapkan penulis adalah

    1. Bagi kalangan mahasiswa, sebagai bahan referensi untuk mendukung mata

    kuliah dan penyusunan tugas akhir yang berkaitan dengan penelitian ini.

    2. Bagi perencana konstruksi, sebagai bahan perbandingan untuk

    perencanaan struktur kolom yang efektif dan efisien.

    3. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas

    tentang perencanaan kolom.

    1.5. Batasan Masalah

    Suatu penelitian selalu dihadapi dengan berbagai macam persoalan,

    parameter dan hasil yang akan dicapai, sehingga diperlukan suatu batasan untuk

    menfokuskan ke suatu inti penelitian yang dikehendaki dan tidak menimbulkan

    suatu keraguan setelah yang akan datang. Dalam penelitian dibatasi dengan hal-

    hal sebagai berikut:

    1. Analisa statika gaya-gaya dalam pada portal Bertingkat dengan geometri

    struktur beton, dan pada portal Gable Frame dengan geometri struktur

    baja.

    2. Perencanaan struktur kolom beton bertulang menggunakan peraturan SNI

    03-2847-2002, dengan metode kekuatan (ultimate) dan bentuk penampang

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    6/82

    6

    persegi panjang, sedangkan pada kolom baja menggunakan Peraturan

    Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI84), dengan metode elastis

    atau Allowable Stress Design (ASD) dan profil yang digunakan adalah

    profil Wide Flange (WF) dan profil Kolom Berat.

    3. Kolom direncanakan sebagai kolom uniaksial, karena momen terbesar

    hanya terjadi pada salah satu sumbu.

    4. Struktur dianggap beraturan dan sebagai Sistem Struktur Pemikul Momen

    Menengah (SRPMM).

    5. Data-data perhitungan mengacu pada sample data gedung Perpustakaan

    Universitas Islam Riau dansampleportalgable frame.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    7/82

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Sebuah penelitian yang baik adalah penelitian yang baru atau pun

    merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang belum tuntas

    diteliti. Dengan tinjauan kepustakaan ini, dapat dilihat keaslian dari penelitian ini,

    bukan ciplakan penelitian yang sudah ada ataupun penelitian yang memang sudah

    pernah diteliti orang lain. Adanya tinjauan pepustakaan ini bisa menambah

    wawasan, landasan teori, dan hal-hal penting yang perlu ditinjau. Berikut ini

    adalah penelitian-penelitian yang sudah pernah dipublikasi, yang memiliki

    kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut:

    Nuraini (2005), penelitian terhadap perilaku kolom langsing beton mutu

    tinggi terhadap beban aksial eksentrik dengan kekangan lateral. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek kekangan dan eksentrisitas terhadap

    perilaku dari struktur kolom. Diamati kolom beton bertulang mutu tinggi dengan

    skala besar, yang dites dengan eksentrisitas yang berbeda. Kelangsingan dan

    bentuk penampang dari kolom diatur seragam, dengan tiga buah kolom terkekang

    dan tiga kolom tidak terkekang, beban aksial diaplikasikan secara bertahap dengan

    eksentrisitas (0,3h; 0,4h; 0,5h). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kolom

    berperilaku kaku, dan defleksi yang terjadi kecil selama tahap awal dari

    pembebanan. Pada saat mendekati beban maksimum, defleksi yang terjadi

    meningkat. Eksentrisitas memberikan pengaruh yang besar pada nilai beban

    puncak. Pada beban dengan eksentrisitas yang besar, perkembangan pola retak

    sepanjang muka kolom secara cepat berkembang dibandingkan pada eksentrisitas

    yang kecil. Hampir semua keruntuhan terjadi karena kegagalan pada tulangan

    longitudinal dan beton, yang mengidentifikasikan bahwa beban maksimumditentukan dengan adanya tekuk.

    Siswendri & Budi Hariyanto (2008), menganalisa pengaruh beban aksial

    dan momen lentur pada kolom beton bertulang dengan metode elemen hingga

    (MEH) linier. Penelitian dimulai dengan pemodelan. Metode discrete digunakan

    untuk memodelkan baja tulangan, yakni dengan menggunakan elemen rangka

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    8/82

    8

    batang bidang, dan elemen beton dimodelkan dengan elemen isoparametrik 4 titik

    nodal. Hasil analisis memperlihatkan bahwa perhitungan dengan menggunakan

    MEH linier memberikan kapasitas momen yang lebih besar dibandingkan dengan

    perhitungan analisis penampang. Diagram interaksi yang didapat dengan

    menggunakan MEH linier menunjukkan bahwa semakin besar beban aksial,

    kapasitas momen juga semakin bertambah.

    Walaupun penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, sama-sama

    meneliti pengaruh beban aksial eksentris pada kolom. Namun, perbedaannya

    adalah pada penelitan Nuraini (2005) diteliti perilaku kolom langsing beton mutu

    tinggi terhadap beban eksentrik dengan kekangan lateral, dan penelitian Siswendri

    & Budi Hariyanto (2008), diteliti pengaruh beban aksial dan momen lentur

    terhadap kolom beton bertulang dengan metode elemen hingga (MEH) linier.

    Sedangkan pada penelitian ini, meneliti pengaruh beban aksial dengan berbagai

    tingkatan eksentrisitas terhadap perubahan pendimensian penampang kolom beton

    bertulang dan kolom baja, serta meninjau perbandingan tingkat efektif dan

    efisiennya antara kedua jenis kolom tersebut.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    9/82

    9

    BAB III

    LANDASAN TEORI

    Suatu penelitian selalu memerlukan teori-teori yang menjadikan dasar

    untuk mempertanggung jawabkan suatu hasil penelitian. Pada bab ini berisikan

    berbagai teori-teori yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak

    langsung pada penelitian ini. Landasan teori ini akan diuraikan sebagai berikut:

    3.1. Pembebanan

    Beban yang bekerja pada struktur dapat digolongkan dalam tiga bagian,

    yaitu beban mati, beban hidup dan beban akibat pengaruh alam (Wahyudi,1999:

    7). Beban akibat pengaruh alam yaitu terdiri dari beban angin, beban gempa,

    beban tekanan tanah atau air, dan beban akibat perbedaan suhu

    Pembebanan merupakan tahap awal perencanaan dan juga penentuan hasil

    akhir perencanaan yang aman, efisien, dan efektif. Dengan demikian, diperlukan

    asumsi-asumsi yang dapat dipertanggung jawabkan dalam perhitungan beban-

    beban yang bekerja pada struktur sesuai kegunaan dari struktur dan keadaan

    lingkungan.

    3.1.1. Beban Mati

    Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat

    tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin

    serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu

    (Departemen Pekerjaan Umum,1987:5). Beban mati yang bekerja pada suatu

    portal gedung baik struktur maupun nonstruktur, seperti berat sendiri kolom,

    balok, plat lantai, plafond, dinding, peralatan tetap, kanofi, dan sebagainya.

    Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987,

    memberikan ketentuan mengenai nilai beban mati untuk bahan bangunan dan

    komponen dari suatu gedung, yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    10/82

    10

    Tabel 3.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung (Departemen

    Pekerjaan Umum,1987:5)

    No BAHAN BANGUNAN BERAT (Kg/m3)

    12

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    1314

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    BajaBatu alam

    Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk)

    Batu karang (berat tumpuk)

    Batu pecah

    Besi tuang

    Beton(1)

    Beton bertulang(2)

    Kayu (kelas I)(3)

    Kayu kelas II (Sunggono, 1995:188)

    Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak)

    Pasangan batu merah

    Pasangan batu belah, batu gunung dan batu bulatPasangan batu cetak

    Pasangan batu karang

    Pasir (kering udara sampai lembab)

    Pasir(jenuh air)

    Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab)

    Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)

    Tanah, lempung dan lanau (basah)

    Timah hitam (timbel)

    78502600

    1500

    700

    1450

    7250

    2200

    2500

    1000

    600-900

    1650

    1700

    22002200

    1450

    1600

    1800

    1850

    1700

    2000

    11400

    KOMPONEN GEDUNG BERAT Kg/m2)

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    Adukan, per cm tebal :

    i. dari semen

    ii. dari kapur

    Dinding pasangan bata merah

    i. satu batu

    ii. setengah batu

    Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya,

    tetapi tanpa pengantung langit-langit pengaku-

    pengaku), terdiri dari:

    i. Semen abses (eternit dan bahan lain sejenis dengan

    tebal maksimum 4 mm.

    ii.Kaca, dengan tebal 3 5 mm

    Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang

    maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0.80Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan

    beton, tanpa adukan, per cm tebal

    Penutup atap seng gelombang (BJLS-25) tanpa gording

    21

    17

    450

    250

    11

    10

    7

    24

    10

    Catatan : (1) Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi.

    (2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain

    sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    11/82

    11

    (3) Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis-jenis kayu tertentu lihat

    pedoman perencanaan konstruksi kayu.

    3.1.2. Beban Hidup

    Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

    penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai

    yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta

    peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan

    dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan

    perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut (Departemen Pekerjaan

    Umum,1987: 2).

    Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG

    1987) pasal 2.1.2 ayat (1), menetapkan beban hidup pada lantai gedung yang

    dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

    Tabel 3.2 Beban Hidup pada Lantai Gedung (Departemen Pekerjaan

    Umum,1987:12).

    No Keterangan Berat (kg/m2)

    ---

    j.

    k.

    l.

    ---

    -------------------------------------------------

    Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c,d,e,f

    dan g

    Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan,

    ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan

    ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup

    yang ditentukan tersendiri, dengan minimum

    Lantai gedung parkir bertingkat:

    - Untuk lantai bawah

    - Untuk lantai tingkat lainnya

    ---------------------------------------------------

    250

    400

    800

    400

    Beban hidup pada atap gedung, dihitung berdasarkan ketentuan yang dapatdilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    12/82

    12

    Tabel 3.3 Beban Hidup pada Atap Bangunan (Departemen Pekerjaan Umum,

    1987: 7)

    No KONDISI BERAT

    (1)

    (2)

    Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap serta padastruktur tudung (kanopy) yang dapat dicapai dan dibebani

    oleh orang, harus diambil minimum sebesar (bidang datar).

    Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap yang tidak

    dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang

    paling menentukan di antara dua macam beban berikut :

    i. Beban terbagi rata per m2bidang datar berdasal dari

    beban air hujan sebesar (40 0.8 ) kg/m2 di mana adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan

    ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil

    lebih besar dari 20 kg/m2

    dan tidak perlu ditinjau bila

    kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50.

    ii. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atauseorang pemadam kebakaran dengan peralatannya

    sebesar minimum

    100 Kg/m2

    20 Kg/m2

    100 Kg

    3.1.3. Beban Alam

    Beban ini merupakan beban yang terjadi akibat pengaruh dari alam seperti

    angin, gempa, tekanan tanah atau air serta beban akibat perbedaan suhu. Beban-

    beban ini tergantung dimana lokasi bangunan tersebut berada (Wahyudi,1999: 9).

    Beban alam yang diperhitungkan pada penelitian ini adalah beban angin dan

    beban gempa:

    1. Beban Angin

    Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian

    gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara (Departemen

    Pekerjaan Umum, 1987:2).

    Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2

    untuk kondisi umum.

    Sedangkan untuk daerah tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus

    diambil sebesar 40 kg/m2, kecuali untuk daerah pantai atau daerah lain yang

    mungkin dapat menimbulkan tekan yang lebih besar lagi, maka tekanan tiup

    (p) harus dihitung dengan rumus (Departemen Pekerjaan Umum, 1987:18):.

    16

    2v

    p .......................................................................................... (3.1)

    Dimana :

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    13/82

    13

    p = Beban angin/ tekanan tiup angin (kg/m2)

    v = Kecepatan angin (m/det)

    Angin selalu bekerja tegak lurus dengan bidang datar, dan dipengaruhi

    oleh jenis bangunan tertutup maupun tidak, serta sudut kemiringan dari atap.

    Sehingga besarnya tekanan angin ditentukan dengan koefisien angin pada

    kondisi tertentu, yang dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

    Tabel 3.4 Koefisien Angin Gedung (Departemen Pekerjaan Umum, 1987:19)

    No KONDISI KOEFISIEN GEDUNG

    a

    b

    GEDUNG TERTUTUPDinding vertikal

    di pihak angindi belakang angin

    sejajar dengan arah angin

    Atap segitiga dengan sudut kemiringan ():

    di pihak angin: < 65 65 < < 90di belakang angin, untuk semua sudut

    +0.9-0,4

    -0,4

    (0.02 - 0.4)+0,9

    -0,4

    2. Beban Gempa

    Efek gempa berasal dari gaya inersia internal yang arahnya horizontal dan

    disebabkan oleh adanya percepatan tanah (ground acceleration). Besarnyagaya inersia terutama tergantung pada massa bangunan, intensitas pergerakan

    tanah dan sifat dinamis tanah, interaksi struktur terhadap tanah, dan sifat

    dinamis tanah seperti misalnya periode vibrasi dan nilai redaman (Wahyudi,

    1999:10). Untuk perhitungan gempa, penulis mengacu kepada Standar

    Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-1726-

    2002) pasal 6.1.2 yaitu (Departemen Kimpraswil, 2002:27):

    tI W

    R

    ICV ...................................................................................... (3.2)

    Dimana :

    V = Beban geser dasar nominal eqivalen (kg).

    C = Faktor respon gempa.

    I = Faktor keutamaan.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    14/82

    14

    R = Faktor reduksi gempa

    Wt = Pembebanan seluruhnya dengan beban hidup direduksi (kg).

    Beban geser dasar nominal V, harus di bagikan sepanjang tinggi struktur

    gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalenFi yang menangkap

    pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan berikut (Departemen

    Kimpraswil, 2002:27):.

    V

    zW

    zWF

    n

    i

    ii

    iii .

    .

    .

    1

    ........................................................................... (3.3)

    Dimana:Fi = beban gempa statik ekuivalen lantai ke-i (kg)

    Wi = berat beban lantai tingkat ke-i (kg)zi = ketinggian lantai tingkat ke-i (m)

    Nilai Cdapat dibaca pada grafik koefisien gempa dasar pada Gambar 3.2

    berdasarkan daerah gempa pada Gambar 3.1, dan waktu getar alami

    fundamental T1 yang didapatkan berdasarkan pengaruh percepatan puncak

    muka tanahAo.

    Jika percepatan muka tanahAo tidak didapat dari hasil analisis perambatan

    gelombang tersebut, maka percepatan puncak muka tanahAo tersebut untuk

    masing-masing wilayah gempa dan untuk masing-masing jenis tanah

    ditetapkan dalam Tabel 3.5 (Departemen Kimpraswil, 2002:19), untuk T= 0,

    maka nilai C=Ao.

    Tabel 3.5. Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah

    untuk Masing-Masing Wilayah Gempa Indonesia (Departemen

    Kimpraswil, 2002:19).

    Wilayah

    gempa

    Percepatan

    puncak batuan

    dasar (g).

    Percepatan puncak muka tanahAo (g)

    Tanah

    keras

    Tanah

    sedang

    Tanah

    lunak

    Tanah

    khusus

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0,03

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,04

    0,12

    0,18

    0,24

    0,28

    0,33

    0,05

    0,15

    0,23

    0,28

    0,32

    0,36

    0,08

    0,20

    0,30

    0,34

    0,36

    0,38

    Diperlukan

    evaluasi

    khusus di

    setiap lokasi

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    15/82

    15

    Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan

    pedoman mengenai besarnya koefisien seismis dalam hubungannya dengan

    letak gedung dan waktu getar alami (letak gedung dalam wilayah gempa).

    Waktu getar alami tergantung pada dimensi ketinggian gedung, lebar, bahan

    dan sistem struktur (Poerbo, 2007:16).

    T = 0,06 4(H3) = 0,06 H3/4 untuk struktur beton bertulang (3.4)

    T = 0,0854(H3) = 0,085 H3/4 untuk struktur baja.. (3.5)

    Dimana: T = waktu getar alami (det)

    H = tinggi bangunan (m)

    Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah

    gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa

    6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian ini, didasarkan atas percepatan

    puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang

    500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan

    dalam Gambar 3.1 dan Tabel 3.5 (Departemen Kimpraswil, 2002:21).

    16o

    14o

    12o

    10o

    8o

    6o

    4o

    2 o

    0o

    2o

    4o

    6o

    8o

    10o

    16o

    14o

    12o

    10o

    8o

    6o

    4o

    2o

    0o

    2o

    4o

    6o

    8o

    10o

    94o

    96o

    98o

    100o

    102o

    104o

    106o

    108o

    110o

    112o

    114o

    116o

    118o

    120o

    122o

    124o

    126o

    128o

    130o

    132o

    134o

    136o

    138o

    140o

    94o

    96o

    98o

    100o

    102o

    104o

    106o

    108o

    110o

    112o

    114o

    116o

    118o

    120o

    122o

    124o

    126o

    128o

    130o

    132o

    134o

    136o

    138o

    140o

    Banda Aceh

    Padang

    Bengkulu

    Jambi

    Palangkaraya

    Samarinda

    BanjarmasinPalembang

    Bandarlampung

    Jakarta

    Sukabumi

    Bandung

    Garut Semarang

    Tasikmalaya Solo

    BlitarMalang

    BanyuwangiDenpasar Mataram

    Kupang

    Surabaya

    Jogjakarta

    Cilacap

    Makasar

    Kendari

    Palu

    Tual

    Sorong

    Ambon

    Manokwari

    Merauke

    Biak

    Jayapura

    Ternate

    Manado

    Pekanbaru

    : 0,03 g

    : 0,10 g

    : 0,15 g

    : 0,20 g

    : 0,25 g

    : 0,30 g

    Wilayah

    Wilayah

    Wilayah

    Wilayah

    Wilayah

    Wilayah

    1

    1

    1

    2

    2

    3

    3

    4

    4

    56

    5

    1

    1

    1

    11

    1

    2

    2

    2

    22

    2

    3

    3

    3

    33

    3

    4

    4

    4

    44

    4

    5

    5

    5

    55

    5

    6

    6

    6

    4

    2

    5

    3

    6

    0 80

    Kilometer

    2 00 40 0

    Gambar 3.1 Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar

    dengan Perioda Ulang 500 Tahun (Departemen Kimpraswil, 2002:21).

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    16/82

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    17/82

    2

    Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 T 0,2; maka

    faktor respons gempa C, nilainya tidak diambil kurang dari nilai

    maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan, dengan nilai percepatan

    respons maksimumAm sebesar (Departemen Kimpraswil, 2002:21).

    Am = 2,5Ao....................................................................................... (3.6)

    Waktu getar alami sudut Tc sebesar 0,5 detik; 0,6 detik; dan 1,0 detik untuk

    jenis tanah berturut-turut tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, dengan

    demikian faktor respons gempa C ditentukan oleh persamaan berikut ini:

    a. Untuk T Tc:

    C = Am............................................................................................. (3.7)b. Untuk T > Tc:

    T

    ArC ........................................................................................... (3.8)

    DenganAr= Amx Tc....................................................................... (3.9)

    Nilai-nilai Am dan Ar ditentukan berdasarkan masing-masing wilayah gempa,

    dan masing-masing jenis tanah yang dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.

    Tabel 3.6 Spektrum Respons Gempa Rencana (Departemen Kimpraswil,2002:21)

    Wilayah

    gempa

    Tanah keras

    Tc = 0,5 det.

    Tanah sedang

    Tc = 0,6 det.

    Tanah lunak

    Tc = 1,0 det.

    Am Ar Am Ar Am Ar1

    2

    3

    4

    5

    6

    0,10

    0,30

    0,45

    0,60

    0,70

    0,83

    0,05

    0,15

    0,23

    0,30

    0,35

    0,42

    0,13

    0,38

    0,55

    0,70

    0,83

    0,90

    0,08

    0,23

    0,33

    0,42

    0,50

    0,54

    0,20

    0,50

    0,75

    0,85

    0,90

    0,95

    0,20

    0,50

    0,75

    0,85

    0,90

    0,95

    Waktu getar alami fundamental T1 strukur gedung beraturan dalam arah

    masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh

    sebagai berikut (Departemen Kimpraswil, 2002:27):

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    18/82

    3

    n

    i

    ii

    n

    i

    ii

    dFg

    dW

    T

    1

    1

    2

    1

    .

    3,6 ......................................................................... (3.10)

    Dimana, Wi = Berat lantai ke-i (kg)

    di = Simpangan horizontal lantai tingkat ke-i (mm)

    g = Percepatan gravitasi yang ditetapkan (9810 mm/det2)

    Fi = Beban gempa nominal statik ekuivalen pada lantai ke-i (kg)

    Jika nilai T1pada persamaan 3.8 ditentukan dengan rumus-rumus empiris

    atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh

    menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung berdasarkan persamaan3.8 (Departemen Kimpraswil, 2002:28)

    Untuk mencegah penggunaan strutur gedung yang terlalu fleksibel, nilai

    waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi,

    bergantung pada koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung

    berada seperti pada Tabel 3.7 dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan

    (Departemen Kimpraswil, 2002:26):

    T1 < n............................................................................................ (3.11)

    Tabel 3.7 Koefisien yang Membatasi Waktu Getar Alami Fundamental

    Struktur Gedung

    Wilayah Gempa

    a

    b

    c

    d

    e

    f

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0,20

    0,19

    0,18

    0,17

    0,16

    0,15

    Faktor keutamaan struktur I dapat ditentukan dengan rumus sebagai

    berikut (Departemen Kimpraswil, 2002:12):

    I = I1 + I2......................................................................................... (3.12)

    dimanaI1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa

    berkaitan dengan penyesuaian proabilitas terjadinya gempa itu selama umur

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    19/82

    4

    gedung, sedangkan I2 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda

    ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut faktor-

    faktor keutamaanI1, I2,danIdapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut ini.

    Tabel 3.8 Faktor Keutamaan Iuntuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan

    (Departemen Kimpraswil, 2002:12)

    No Kategori GedungFaktor Keutamaan

    I1 I2 I

    1 Gedung umum seperti untuk penghunian,

    perniagaan dan perkantoran1,0 1,0 1,0

    2 Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

    3Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,

    instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusatpenyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio

    dan televisi.

    1,4 1,0 1,4

    4 Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti

    gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.1,6 1,0 1,6

    5 Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

    Catatan: Untuk semua struktur bangunan gedung yang izin penggunaanya

    diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini, maka faktor keutamaan (I)

    dapat dikalikan 80%.

    Nilai R berdasarkan sistem dan subsistem pada struktur yang ditinjau,

    maka untuk sistem struktur pemikul momen dapat dilihat pada Tabel 3.9, namun

    untuk konstruksi baja berdasarkan Tabel 15.2-1 pada SNI-1726-2002 Pasal 15.2,

    didapatkan nilai Rm untuk sistem rangka pemikul momen terbatas (SRPMT)/

    menengah (SRPMM) sebesar 6,0.

    Tabel 3.9 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor

    tahanan lebih setruktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis

    sistem dan subsitem struktur gedung (Departemen Kimpraswil,

    2002:16).Sistem dan subsistem

    struktur gedung

    Uraian sistem pemikul beban gempa m Rm f

    3, Sistem rangka pemikulmomen (Sistem struktur

    yang pada dasarnyamemiliki rangka ruang

    pemikul beban gravitasi

    secara lengkap.Beban lateral dipikul

    rangka pemikul momenterutama melalui

    mekanisme lentur)

    1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)

    a. Baja 5.5 8.5 2.8

    b. Beton bertulang 5.2 8.5 2.8

    2. Rangka pemikul momen menengah beton(SRPMM)

    3.3 5.5 2.8

    3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)

    a. Baja 2.7 4.5 2.8

    b. Beton bertulang 2.1 3.5 2.8

    4. Rangka batang baja pemikul momen khusus

    (SRBPMK)

    4.0 6.5 2.8

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    20/82

    5

    Nilai Wtadalah berat total gedung, termasuk beban hidup didalamnya.

    Berhubung peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua

    bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama umur gedung

    tersebut adalah sangat kecil (Departemen Pekerjaan Umum, 1987:14). Maka,

    beban hidup dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya

    tergantung pada penggunaan gedung yang dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut.

    Tabel 3.10 Koefisien Reduksi Beban Hidup (Departemen Pekerjaan Umum,

    1987:17).

    Penggunaan gedung

    Koefisien reduksi beban hidup

    Untuk pe-rencanaan balok

    induk dan portal

    Untukpeninjauan

    gempa

    PERUMAHAN/PENGHUNIAN :Rumah tinggal, asrama, hotel,rumah sakit

    0.75 0.30

    PENDIDIKAN :Sekolah, Ruang kuliah 0.90 0.50

    PERTEMUAN UMUM :Mesjid, gereja, bioskop, restoran, ruang 0.90 0.50

    KANTOR :Kantor, Bank 0.60 0.30

    PERDAGANGAN :Toko, toserba, pasar 0.80 0.80

    PENYIMPANAN :Gudang, perpustakaan, ruang arsip 0.80 0.80

    INDUSTRI :Pabrik, bengkel 1.00 0.90

    TEMPAT KENDARAAN :

    Garasi, gudang parkir 0.90 0.50

    GANG DAN TANGGA :a. Perumahan / Penghuninan

    b. Pendidikan, Kantorc. Pertemuan umum, Perdagangan,

    Penyimpanan, industri, tempat

    kendaraan

    0.75

    0.75

    0.90

    0.30

    0.50

    0.50

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    21/82

    6

    3.1.4. Kuat perlu

    Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua

    penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu, yang

    dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang sesuai dengan tata

    cara ini (Departemen Pekerjaan Umum, 2002 :59).

    Kuat perlu Uuntuk pembebanan pada konstruksi beton bertulang mengacu

    pada SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 dengan syarat minimum antara lain:

    1. U = 1,4D................. (3.13)

    2. U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atauRh)................ (3.14)

    3. U = 1,2D + 1,0L + 1,6 W + 0,5 (A atau Rh)1) 2)

    ........ (3.15)

    4. U = 0,9D + 1,6 W 1).................................... (3.16)

    5. U = 1,2D +1,0L + 1,0E2)

    .............................. (3.17)

    6. U = 0,9D + 1,0E................................. (3.18)

    Catatan:

    Bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L dan W kuat perlu U tidak boleh

    kurang dari persamaan 3.13.

    1)= Faktor beban untuk Wboleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban

    angin Wbelum direduksi oleh faktor arah.

    2) = Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk

    ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban

    hidupL-nya lebih besar daripada 500 kg/m2.

    Sedangkan pada konstruksi baja mengacu pada SNI 03-1729-2002 pasal

    6.2.2 yaitu:

    1. U = 1,4D . (3.19)

    2. U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atauH) ... (3.20)

    3. U = 1,2D + 1,6 (La atauH) ) + (LL atau 0,8W) ... (3.21)

    4. U = 1,2D + 1,3 W + LL + 0,5 (La atauH) ... (3.22)

    5. U = 1,2D 1,0E + LL ... (3.23)

    6. U = 0,9D (1,3W atau 1,0E) . (3.24)

    Catatan:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    22/82

    7

    L = 0,5 bilaL< 5 kPa, dan L = 1 bilaL 5 kPa. Kekecualian: Faktor beban

    untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan (3.21),(3.22) dan

    (3.23) harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan

    untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar

    daripada 5 kPa.

    Keterangan:

    A = Beban atap (kg).

    D = Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk

    dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap,tangga, dan peralatan layan

    tetap (kg).

    E = Beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 0317261989, atau

    penggantinya (kg).

    Rh = H = Beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air (kg).

    L = Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk

    kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan

    lain-lain (kg).

    La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,

    peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan

    benda bergerak (kg)

    W = Beban angin (kg)

    3.2. Perhitungan Gaya-gaya Dalam

    Perhitungan gaya-gaya dalam pada penelitian ini dilakukan dengan

    bantuan software yaitu SAP 2000 versi 11.. Keunggulan SAP 2000 antara lain

    berorientasi objek dan adanya fasilitas untuk disain elemen, baik untuk material

    baja maupun beton dengan menggunakan peraturan ACI, AISC, dan peraturan

    lain yang berhubungan dengan peraturan beton dan baja yang ada di Eropa dan

    Kanada (Sitompul, 2007:1). Sehingga, untuk penggunakan peraturan yang berlaku

    di Indonesia seperti SNI 03-2847-2002 dan PPBBI84, maka perlu dilakukan

    perubahan faktor reduksi pada peraturan ACI.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    23/82

    8

    Langkah-langkah umum dalam menggunakan SAP 2000 ialah (Sitompul,

    2007:4):

    1. Tentukan geometri struktur

    2. Tentukan material dansection

    3. Tentukanproperty elemen

    4. Tentukan load case

    5. Tentukan bebanjointdan elemen

    6. Desain struktur concrete atausteel

    7. Analisis model

    8. Menampilkan gaya-gaya elemen

    9. Kontrol tegangan elemen

    10. Redisain elemen

    11. Modifikasi struktur

    12. Simpan inputdan outputmodel struktur

    Menu-menu pendukung pada SAP 2000, dapat dijelaskan sebagai berikut:

    3.2.1 Penginputan Beban pada Struktur

    Beban yang bekerja pada struktur ada beberapa macam, diantaranya ialah

    berat sendiri struktur, beban yang bekerja pada elemen, beban yang bekerja pada

    jointdan beban dinamik. Untuk beban yang bekerja pada elemen struktur dapat

    dijelaskan sebagai berikut (Sitompul, 2007:1):

    1. Berat Sendiri

    Pada elemen frame, beban berat sendiri sama dengan berat volume

    dikalikan dengan luas penampang.

    2. Beban Terpusat

    Beban terpusat pada elemen digunakan untk menentukan gaya terpusat dan

    momen yang bebas dikerjakan pada sepanjang elemen.

    3. Beban Merata

    Beban merata pada elemen digunakan untuk menentukan gaya dan momen

    yang bekerja sepanjang elemen, dan panjang beban pada frame dapat

    ditentukan dengan beberapa cara berikut:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    24/82

    9

    a. Dengan menentukan jarak absolutda dan db yang diukur dari joint1,

    kedua jarak tersebut harus 0

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    25/82

    10

    3.3 Sistem Struktur pada Gedung

    Beberapa jenis sistem struktur yang umum digunakan pada gedung-

    gedung di Indonesia adalah sebagai berikut (Wahyudi, 1999:14):

    1. Portal (hingga 15 lantai)

    2. Dinding geser (shear wall) dan portal, (hingga 40 lantai)

    3. Tabung rangka (frame tube), (hingga 40 lantai)

    3.3.1 Portal

    Portal adalah struktur rangka yang terdiri dari kolom dan balok yang

    sambungannya kaku (rigid), oleh karena itu disebut juga rigid frame (Poerbo,

    2007:37).

    Sistem rangka kaku (rigid frame system) pada umumnya berupa grid

    persegi teratur, terdari dari balok horizontal dan kolom vertikal yang kaku (rigid).

    Rangka ini bisa satu bidang dengan dinding interior bangunan atau sebidang

    dengan fasade bangunan (Schueller, 1989:130).

    Jenis portal yang akan dibahas di sini adalah:

    1. Portal Bertingkat

    Dalam bangunan tinggi untuk bahan struktur dapat digunakan beton

    bertulang ataupun baja. Portal bertingkat perlu diperkuat jika simpangan

    antar tingkat akibat gempa/angin melebih 0,005h (h=tinggi lantai s/d

    lantai), (Poerbo, 2007:37).

    Gambar 3.4 Portal Bertingkat

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    26/82

    11

    2. Gable Frame

    Bentuk rangka kaku baja yang terdiri dari 2 kolom dan sebuah balok atau

    balok induk yang tersambung secara kaku. Beban yang diaplikasikan

    menghasilakan gaya tekuk dan geser aksial dalam semua bagian rangka

    karena sambungan kuku menahan setiap ujung dari perputaran secara

    bebas (Ching Francis:2001:187).

    Gambar 3.5 Portal Gable Frame (Ching, Francis:2001:187)

    Karakteristik rangka kaku baja sebagai berikut (Ching, Francis:2001:187):

    a. Dapat dibuat dari baja pabrikasi untuk bentang tipikal: 30-120 (9-

    36m)

    b. Rangka kaku secara tipikal membentuk struktur satu lantai yang

    digunakan untuk bangunan industri ringan, gudang dan fasilitas

    rekreasi.

    c. Gording profil channel atau bentuk Z, dengan interval: 4-5 (1,22-

    1,525m).

    d. Interval antar rangka portal atau bentang gording: 20-24 (6,1-

    7,315m).

    e. Kemiringan rafter: 1:12 sampai 1:3

    f. Sambungan dibaut atau dilas untuk menahan momen

    g. Ketinggian dinding: 8-30 (2,44-9,145m)

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    27/82

    12

    3.3.2 Struktur Dinding Geser

    Dinding geser (shear wall) adalah blok kantilever tipis yang langsing

    vertical, digunakan untuk menahan gaya lateral. Dapat berbentuk persegi panjang,

    box core suatu tangga, elevator, ataupunshaftlainnya (Wahyudi, 1999:15).

    3.3.3 Struktur Tabung

    Konsep tabung telah digunakan pada sejumlah gedung perkantoran

    sebagai sistem rangka yang efisien untuk bangunan tinggi yang langsing. Pada

    sistem ini dipasang penyokong-penyokong vertikal yang saling dihubungkan

    dengan balok-balok penopang (bracing) di sekeliling bangunan (Wahyudi,

    1999:15).

    3.4. Struktur Kolom

    Kolom adalah komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi

    lateral terkecil melebihi 3, yang digunakan terutama untuk mendukung beban

    aksial (Departemen Pekerjaan Umum, 2002:8)

    Perkembangan teknologi yang semakin canggih sampai saat ini,

    khususnya konstruksi bangunan, maka bahan pembentuk kolom maupun bentuk-

    bentuk kolom sudah bermacam-macam. Jenis-jenis kolom berdasarkan bahan

    pembentuknya adalah sebagai berikut:

    1. Kolom Beton Bertulang

    Kolom beton bertulang adalah Kolom yang terbuat dari campuran beton

    dengan kekuatan rencana tertentu berdasarkan komposisi agregat

    pembentuknya, dan di dalamnya terdapat tulangan batang baja yang

    berfungsi memberikan perkuatan tambahan sehingga mampu menahan

    berbagai macam gaya beban.

    2. Kolom Baja

    Kolom baja adalah Kolom yang terbuat dari bahan baja dengan berbagai

    jenis mutu dan bentuk penampang sesuai dengan penggunaan untuk

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    28/82

    13

    menahan beban tekan dan beban-beban lainnya, baik berbentuk profil

    tunggal maupun bersusun.

    3. Kolom Komposit

    Kolom Komposit adalah Kolom yang terbuat dari gabungan antara kolom

    beton bertulang dan kolom baja profil, sehingga terbentuk suatu struktur

    kolom yang sangat kuat dalam menahan beban.

    Dari ketiga jenis kolom yang ada, penelitian ini hanya meninjau tentang

    kolom beton bertulang dan kolom baja profil saja. Hal ini dikarenakan, kedua

    jenis kolom tersebut lebih banyak digunakan dalam konstruksi gedung, khususnya

    konstruksi gedung di Indonesia.

    Gaya-gaya yang dipikul oleh kolom terdiri dari beban aksial dan momen,

    dimana momen tersebut dapat dijabarkan sebagai beban aksial yang bekerja

    secara eksentris. Apabila gaya dari beban Pu bekerja pada penampang kolom

    berjarake terhadap sumbu seperti pada Gambar 3.6 (a), akibat yang ditimbulkan

    akan sama dengan apabila suatu pasangan yang terdiri dari gaya beban aksial, Pu

    pada sumbu dan momen, Mu = Pu.e, bekerja serentak seperti tampak pada

    Gambar 3.6 (c), sebagai berikut:

    Gambar 3.6 Hubungan Beban Aksial-Momen-Eksentrisitas (Dipohusodo

    1999:302)

    atau dapat dituliskan dengan persamaan (Dipohusodo, 1999:302):

    Pu

    Mue (3.25)

    Dimana, e = Eksentrisitas (m)

    Mu = Momen terfaktor (kgm)

    Pu = Gaya aksial terfaktor (kg)

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    29/82

    14

    3.5. Struktur Kolom Beton Bertulang

    Struktur kolom Beton Bertulang merupakan Struktur kolom yang paling

    banyak digunakan dikarenakan keuntungan dari segi teknis, ekonomis dan

    kemudahan memperoleh bahannya. Secara umumnya struktur kolom beton

    bertulang terdiri dari 2 jenis pengikat lateral, yaitu pengikat sengkang yang

    berbentuk bujur sangkar/ persegi empat dan pengikat spiral yang berbentuk bulat

    melingkar. Dan jenis yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kolom

    dengan pengikat sengkang.

    3.5.1. Persyaratan Detail Penulangan Kolom.

    Persyaratan detail dan batasan penulangan kolom dengan tujuan untuk

    menjaga struktur dalam keadaan daktail. Penulangan kolom untuk tulangan

    memanjang dibatasi dengan rasio () antara 0,01 sampai 0,08; dan yang lazim

    digunakan diantara 1,5% sampai 3%. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 12.9,

    penulangan pokok memanjang untuk kolom berpengikat sengkang bentuk segi

    empat atau lingkaran minimal terdiri dari 4 batang, sedangkan untuk kolom

    berpengikat spiral terdiri dari 6 batang. Pasal 3.16.6 juga menetapkan jarak bersih

    antara tulangan pokok memanjang tidak boleh kurang dari 1,5 db atau 40 mm,

    serta jarak bersih antaranya tidak lebih dari 150 mm di sepanjang sisi kolom agar

    dukungan lateral dapat berlangsung dengan baik sesuai pasal 3.16.8. Pada pasal

    3.16.7 menetapkan tebal minimum selimut beton pelindung tulangan pokok

    memanjang untuk kolom berpengikat spiral maupun sengkang tidak boleh kurang

    dari 40 mm (Dipohusodo, 1999:292).

    Gambar 3.7 Spasi antara Tulangan-tulangan Longitudinal Kolom (Departemen

    Pekerjaan Umum, 2002 :47).

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    30/82

    15

    Persyaratan detail sengkang sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 9.10 ayat 5,

    bahwa semua batang tulangan pokok harus dilingkup dengan sengkang dan kait

    pengikat lateral minimum dengan batang D10 untuk tulangan pokok memanjang

    batang D32 atau lebih kecil, untuk tulangan pokok memanjang yang lebih besar

    lainnya, umumnya sengkang tidak kurang dari batang D12, dan untuk

    kesemuannya tidak menggunakan sengkang lebih besar dari D16. Jarak spasi

    tulangan sengkang p.k.p tidak lebih dari 16 kali diameter tulangan pokok

    memanjang, 48 kali diameter tulangan sengkang, dan dimensi lateral terkecil

    (lebar) kolom (Dipohusodo, 1999:292).

    3.5.2. Kekuatan Kolom Eksentrisitas Kecil

    Hampir tidak pernah dijumpai kolom dengan kombinasi beban aksial

    secara konsentris, bahkan kombinasi beban aksial dengan eksentrisitas kecil

    sangat jarang ditemui. Namun untuk memperoleh pengertian perilaku kolom pada

    waktu menahan beban dan timbulnya momen pada kolom, maka akan dibahas

    kekuatan kolom dengan eksentrisitas kecil (Dipohusodo, 1999:290).

    Kondisi pembebanan tanpa eksentrisitas yang merupakan keadaan khusus.

    Kuat beban aksial nominal atau teoritis dapat diungkapkan sebagai berikut

    (Dipohusodo, 1999:290):

    stystg AfAAfcPo )('85,0 ........................................................ (3.26)

    Dan syarat keamanan yaitu

    nPPu .......................................................................................... (3.27)

    Keterangan:

    Ag = Luas kotor penampang melintang kolom (mm2).

    Po = Kuat beban aksial nominal atau teoritis tanpa eksentrisitas (N).

    Ast = Luas total penampang penulangan memanjang (mm2

    ).Pn = Kuat beban aksial nominal atau teoritis dengan eksentrisitas

    tertentu (N).

    Pu = Beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas tertentu (N).

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    31/82

    16

    g

    stg

    A

    A .......................................................................................... (3.28)

    Dikarenakan dalam prakteknya tidak ada kolom yang dibebani tanpa

    eksentrisitas, dan walaupun dalam kenyataannya ada. Tetapi, dalam SNI 03-2847-

    2002, menentukan faktor reduksi kekuatan untuk memperhitungkan eksentrisitas

    minimum, dengan ketentuan bahwa kekuatan nominal kolom dengan pengikat

    sengkang direduksi 20%. Sehingga kuat beban aksial maksimum menjadi.

    stystgmaksn AfAAfcP )('85,080,0)( ...................... (3.29)

    Kemudian untuk faktor keamanan, diberikan faktor reduksi kekuatan = 0,65

    untuk kolom dengan pengikat sengkang dan = 0,7 untuk kolom dengan pengikat

    spiral (Dipohusodo, 1999:291).

    3.5.3. Penampang Kolom Bertulangan Seimbang.

    Keadaan seimbang adalah keadaan dimana jumlah tulangan baja tarik

    sedemikian sehingga letak garis netral tepat pada posisi saat mana akan terjadi

    secara bersamaan regangan luluh pada tulangan tarik dan regangan beton desak

    maksimum 0,003 (Dipohusodo, 1999:303).

    Berdasarkan regangan yang terjadi pada batang tulangan baja, awal

    kehancuran atau keruntuhan penampang kolom dapat dibedakan menjadi dua

    kondisi, ialah:

    1. Kehancuran karena tarik, diawali dengan luluhnya batang tulangan tarik.

    2. Kehancuran karena tekan, diawali dengan hancurnya beton tekan.

    dan peralihan dari keadaan hancur karena tekan ke hancur karena tarik terjadi

    pada saat e = eb. Apabila e > eb atauPn eb atauPn >Pnb,

    maka kehancuran diawali pada daerah tekan (Dipohusodo, 1999:303).Nilai regangan yang terjadi saat keadaan keseimbangan regangan untuk

    penampang kolom persegi dapat dilihat pada Gambar 3.8 berikut ini:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    32/82

    17

    Gambar 3.8 Keadaan Keseimbangan Regangan Penampang Kolom Persegi

    (Dipohusodo, 1999:303)

    Berdasarkan penampang persegi seperti pada Gambar 3.8, keadaan

    keseimbangan regangan adalah.

    fy

    d

    fy

    dcb

    600

    )(600

    003,0200000

    )(003,0.................................................... (3.30)

    Dan, Kuat aksial nominal pada keadaan seimbang adalah:

    yscysbcb fAffAbcfP )'85,0(''85,0 1 ................................ (3.31)

    Jika eksentrisitas eb diukur dari titik pusat plastis yang berada tengah-tengah

    pada Gambar 3.8, maka persamaan rotasi gaya-gaya dalam adalah sebagai

    berikut:

    )"()"').('85,0(')"('85,0 211 dfAdddffAdadbcfP yscysbcb

    ....................... (3.32)

    3.5.4. Kekuatan Kolom Eksentrisitas Besar.

    Kuat aksial nominal maksimum Pn maks berdasarkan SNI 03-2847-2002,

    dengan pengaruh kelangsingan diabaikan, makaPn maks tidak boleh melebihi 0,80

    Po untuk kolom berpengikat sengkang dan 0,85 Po untuk kolom dengan pengikat

    spiral. Dengan ketentuan tersebut berarti memberi batas eksentrisitas minimum.

    Namun, untuk kolom dengan nilai eksentrisitas besar, kedua persamaan itu tidak

    dapat digunakan lagi. Untuk kolom dengan rasio kelangsingan cukup tinggi

    memerlukan peninjauan pengaruh tekuk terhadap panjangnya. Evaluasi

    Pn=PbPn=Pb

    c=0,003 0,85fc

    ND2b

    Tb=Asfy

    ND1b

    s

    y

    yE

    f

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    33/82

    18

    pendekatan dengan pembesaran momen terfaktor harus diperhitungkan dengan

    menggunakan eksentrisitas minimum sebesar (15 + 0.03 h) mm, baik untuk

    kolom berpengikat sengkang maupun spiral, terhadap masing-masing sumbu

    utama secara terpisah (Dipohusodo,1999:305).

    Analisis menggunakan Diagram Interaksi kolom, dimana tampak bahwa

    perhitungan beban kolom pada eksentrisitas besar memakan waktu. Demikian

    pula yang dihadapi dalam perencanaan penampang kolom, dimana

    perhitungannya menggunakan cara coba-coba yang rumit dan panjang. Dalam

    rangka memperpendek perhitungan, telah banyak dikembangkan berbagai cara

    hitungan dengan menggunakan alat bantu perencanaan atau analisis, yang dapat

    berupa daftar, diagram, atau nomogram (Dipohusodo, 1999:305).

    Metode pendekatan empiris guna mendapatkan nilai Pu suatu penampang

    secara kasar, yang dapat dilakukan dengan menyederhanakan kurva pada diagram

    interaksi menjadi garis lurus (Dipohusodo, 1999:317), yang dapat dilihat pada

    Gambar 3.9 berikut ini.

    Gambar 3.9 Grafik Pendekatan Empiris Diagram Interaksi Kolom (Dipohusodo,

    1999:318).

    Dengan menggunakan penyederhanaan kurva diagram interaksi menjadi

    garis lurus seperti di atas, Whitney juga mengetengahkan suatu pendekatanpersamaan empiris untuk menghitung kapasitas penampang kolom di daerah

    hancur tekan. Persamaan Whitney yang terutama dimaksudkan untuk diterapkan

    pada kolom bernampang persegi, meskipun tidak tertutup kemungkinan

    penggunaan untuk kolom penampang bulat, yang umumnya membutuhkan

    perhitungan lebih rumit (Dipohusodo, 1999:319).

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    34/82

    19

    Persamaan Whitney didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut

    (Dipohusodo, 1999:319):

    1. Penempatan tulangan diatur simetris dalam satu baris sejajar terhadap

    sumbu lentur penampang persegi,As = As.

    2. Tulangan tekan telah meluluh,fs = fy.

    3. Luas beton yang ditempati batang tulangan baja tekan diabaikan dalam

    perhitungan.

    4. Tinggi balok tegangan ekivalen adalah 0,54 d, setara dengan nilai a rata-

    rata untuk penampang persegi dalam keadaan seimbang.

    5. Keruntuhan karena tekan yang menentukan.

    Persamaan Whitney untuk penampang persegi dengan hancur tekan

    ditentukan (Dipohusodo, 1999:320).

    18,13

    '

    50,0)'(

    '

    2

    d

    eh

    fhb

    dd

    e

    FAP c

    ys

    n ................................................... (3.33)

    Karena persamaan Whitney terbatas untuk penampang dengan hancur

    tekan. Maka, dengan keseimbangan gaya (H = 0), dan keseimbangan momen

    (M = 0), didapatlah persamaan nilai kuat aksial nominal untuk penampang

    dengan hancur tarik yaitu (Dipohusodo, 1999:323):

    d

    dmp

    d

    eh

    d

    ehbdfP cn

    '12

    2

    2

    2

    2'85,0

    2

    .................... (3.34)

    '85,0 c

    y

    f

    fm .................................................................................... (3.35)

    bd

    As ' ...................................................................................... (3.36)

    3.5.5. Faktor Reduksi Kekuatan untuk Kolom

    Sebelumnya diketahui bahwa nilai = 0,65 untuk pengikat sengkang dan

    = 0,70 untuk pengikat spiral, namun SNI 03-2847-2002pasal 11.3 ayat 2.2

    menetapkan bahwa untuk kolom dengan beban aksial yang semakin mengecil,

    nilai dapat ditingkatkan secara linear sampai 0,80; seharga nilai Pn yang

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    35/82

    20

    berkurang dari 0,10fcAgsampai nol. Sebagai pembatasan tambahan adalah bahwa

    fy tidak lebih dari 400 Mpa, penulangan simetris, dan tidak kurang dari 0,65.

    Ketentuan tersebut dengan sendirinya berlaku untuk kolom dengan pengikat spiral

    maupun sengkang (Dipohusodo, 1999:320).

    Variasi nilai faktor reduksi kekuatan yang sesuai dengan peraturan

    tersebut di atas juga dapat diungkapkan melalui persamaan untuk kolom dengan

    pengikat sengkang (Dipohusodo, 1999:321):

    65,0'1,0

    15,080,0

    gc

    n

    Af

    P ............................................................. (3.37)

    3.5.6. Struktur Kolom Langsing

    Tingkat kelangsingan suatu struktur kolom diungkapkan sebagai rasio

    kelangsingan (Dipohusodo, 1999:330):

    r

    lk u .................................................................................................. (3.38)

    Dimana,

    k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan,

    lu = panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang (mm),

    r= jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang komponen

    struktur tekan = I/A ; ditetapkan 0,30h dimana h = ukuran dimensi

    kolom persegi pada arah bekerjanya momen; atau 0,25D, D =

    diameter kolom bulat (SNI 03-2847-2002pasal 12.11 ayat 2), (mm).

    SNI 03-2847-2002 pasal 12.13 ayat 2 memberikan ketentuan bahwa untuk

    komponen struktur tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak disokong untuk

    tertahan ke arah samping, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi:

    22r

    lk u

    .......................................................................................... (3.39)

    Faktor kdiperhitungkan sebagai fungsi dari kekakuan relatif dari kolom

    terhadap balok-balok pada pertemuan di ujung-ujung kolom. Kekakuan relatif

    adalah nilai banding antara jumlah kekakuan kolom dibagi dengan panjang kolom,

    dan jumlah kekakuan balok dibagi dengan panjang balok.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    36/82

    21

    )//()/( balokbalokkolomkolom LEILEI ... (3.40)

    Nilai-nilai faktor panjang efektif k tersebut ditunjukkan dalam hubungan

    grafis nomogram atau grafik alignment (Dipohusodo, 1999:332), seperti pada

    Gambar 3.10 berikut ini.

    Gambar 3.10Nomogram Faktor Panjang Efektif Kolom (Dipohusodo,

    1999:333).

    Apabila kekakuan relatif pada masing-masing ujung kolom A dan B sudah

    didapat, yaitu A dan B, hubungkan kedua nilai tersebut dengan suatu garis lurus

    yang akan memotong garis skala nilai k yang berada ditengah. Untuk ujung kolom

    yang berupa sendi, nilai = , sedangkan untuk ujung jepit, nilai = 0

    (Dipohusodo, 1999:332).

    Efek kelangsingan untuk perencanaan komponen struktur tekan dapat

    digunakan cara perkiraan momen yang diperbesar/ pembesaran momen, apabila

    nilai rasio kelangsingan k.lu/r< 100.Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.12 tentang pembesaran momen

    untuk rangka portal tidak bergoyang, maka harus direncanakan Pu dan momen

    terfaktor yang diperbesarMc yang didefinisikan sebagai:

    Mc = nsM2.... (3.41)

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    37/82

    22

    Dengan syarat M2 tidak diambil lebih kecil dari:

    M2.min = Pu (15 + 0,03h) .... (3.42)

    Dan,

    0,1

    75,01

    Pc

    Pu

    Cmns ..... (3.43)

    22

    ukl

    EIPc

    ..... (3.44)

    4,040,060,02

    1

    b

    b

    M

    MCm ........ (3.45)

    d

    IgEcEI

    1

    4,0.. (3.46)

    Dimana,

    M2= momen ujung terbesar (Nmm).

    Pc = beban tekuk Euler (N).

    Pu = beban rencana aksial terafaktor (N).

    Pu dan Pc = jumlah untuk semua kolom dalam satu tingkat (N).

    Cm = faktor koreksi.

    Mb = momen terfaktor pada ujung komponen tekan akibat dari beban yang

    tidak menyebabkan goyangan besar, momen akibat dari gaya

    vertikal atau gravitasi, dimanaM1b

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    38/82

    23

    atau

    Icr= Ig/2...... (3.48)

    Sedangkan untuk portal bergoyang, maka momen ujung kolomM1 danM2

    harus diambil:

    M1 = M1ns + sM1s... (3.49)

    M2 = M2ns + sM2s... (3.50)

    Dengan, sM1s dan sM2s sebesar:

    ss

    ss M

    Pc

    Pu

    MM

    75,0

    1

    .. (3.51)

    Dimana,

    Mns = momen terfaktor pada ujung komponen tekan akibat dari beban

    yang tidak menyebabkan goyangan besar, momen akibat dari gaya

    vertikal atau gravitasi,M2ns > M1ns (Nmm).

    Ms = momen terfaktor yang terjadi di manapun di sepanjang komponen

    struktur tekan akibat dari beban yang menyebabkan goyangan

    lateral besar,M2s > M1s (Nmm).

    Dan dengan syarat nilai pada sMs, yang dihitung menggunakan Pu dan

    Pc akibat beban mati dan beban hidup terfaktor, harus bernilai positif dan

    tidak boleh lebih besar dari 2,5.

    Apabila kelangsingan suatu komponen struktur tekan memenuhi:

    Agfc

    Pur

    lu

    '.

    35 .. (3.52)

    Maka, pembesaran momen harus direncanakan berdasarkan Mc pada pers

    (3.39), dimanaM1 danM2 dihitung dengan pers (3.47) dan (3.48), serta nilai k

    tidak lebih besar dari 1,0.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    39/82

    24

    3.5.7. Kuat Geser Kolom

    Berdasarkan Peraturan SK SNI 03-2847-2002 pasal 13.3, Kuat geser yang

    disumbangkan oleh beton Vc untuk komponen struktur yang dibebani oleh geser,

    lentur dan aksial tekan adalah (Departemen Pekerjaan Umum, 1991:35):

    dbMm

    dVcfVc w

    uw

    7120' ... (3.53)

    8

    4 dhNuMuMm .. (3.54)

    Dengan syarat

    Ag

    NudbcfVc

    w

    3,01.'3,0 .. (3.55)

    Penggunaan tulangan geser disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut

    (Dipohusodo, 1999:113):

    1. Bila Vu < Vc, dengan = 0,6; maka penulangan geser dapat diabaikan,

    namun untuk dukungan lateral terhadap tulangan pokok memanjang maka

    digunakan tulangan kait/ sengkang sesuai dengan detail penulangan

    sengkang minimum.

    2. Bila Vc < Vu < Vc, maka diperlukan tulangan geser minimum dengan

    luasan tulangan:

    fy

    sbAv w

    .31 .. (3.56)

    Av = 2As..... (3.57)

    wb

    fyAvs

    ..3 .. (3.58)

    3. Bila Vu > Vc, maka diperlukan tulangan geser dengan ketentuan:

    Vu < Vn.. (3.59)

    Vu < Vc + Vs... (3.60)

    Sehingga kuat geser tulangan dan yang harus disediakan adalah

    Vs > Vu/ - Vc.. (3.61)

    Dimanas

    dfyAvVs

    .. , . (3.62)

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    40/82

    25

    SehinggaVs

    dfyAvs

    .. (sengkang vertikal) . (3.63)

    Ketentuan dan persyaratan lain tentang detail penulangan tulangan geserditentukan sebagai berikut (Dipohusodo, 1999:113):

    1. Mutu baja tulangan geserfy tidak melebihi 400 MPa

    2. dbcfVs w.'32 . (3.64)

    3. s < datau 600 mm (yang terkecil)

    4. s < datau 600 mm (yang terkecil), jika dbcfVs w.'31 .. (3.65)

    5. s 100 mm

    3.5.8 Ketentuan terhadap Tahanan Gempa

    Ketentuan-ketentuan untuk Sistem Struktur Pemikul Momen Menengah

    (SRPMM) berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 23.10 (5) untuk kolom adalah

    sebagai berikut.

    1. Jarak sengkang maksimum So sepanjang lo tidak melebihi: a) 8 kali

    diameter tulangan longitudinal terkecil; b) 24 kali diameter sengkang ikat;

    c) setengah diameter penampang terkecil komponen struktur; d) 300 mm

    2. Panjang lo tidak boleh kurang dari: a) seperenam tinggi bersih kolom b)

    dimensi terbesar penampang kolom

    3. Sengkang ikat pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada

    setengah So dari muka hubungan kolom-balok.

    4. Spasi sengkang ikat pada sembarang penampang kolom tidak boleh

    melebih 2So.

    3.5.9 Tahapan Perencanaan Kolom Beton Bertulang

    Tahapan perencanaan kolom beton bertulang secara ringkas yaitu:

    a. Pengumpulkan data-data material kolom beserta beban-beban yang

    bekerja, sepertify, fc, , d, Pu, Mu dan e.

    b. Ditaksirkan dimensi bruto dengan anggapan bahwa regangan beton

    mencapai 0,003 dan tulangan tekan telah luluh > y atau fs> fy., maka

    fssama dengan fy.Kemudian dicari jumlah tulangan dengan rencana.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    41/82

    26

    c. Pencarian nilai Cb, ab, fs danPnb Pnb dan eb.

    d. Cek terhadap anggapan awal di point (b), jika salah, maka digunakan nilai

    fs.

    e. Diperiksa apakah e > eb atau e < eb?

    Jika e > eb, maka terjadi hancur yang diawali luluhnya tulangan tarik.

    Jika e < eb, maka terjadi hancur pada daerah tekan beton.

    f. Diperiksa kekuatan penampang (Pn) berdasarkan cara hancurnya.

    g. Diperiksa apakah Pn > 0,1fc.Ag?

    Jika ya, maka Penggunaan = 0,65 telah benar, dan

    jika tidak, nilai diinterpolasi dari 0,65-0,80; berdasarkan Pn = 0 hingga

    Pn = 0,1fcAg.

    h. Diperiksa apakah Pn >Pu?

    Jika ya, maka ditinjau pengaruh kelangsingan.

    Jika tidak, maka dilakukan pembesaran terhadap dimensi awal.

    i. Diperiksa pengaruh kelangsingan, apakah memenuhi syarat berikut?

    22r

    lk u (Tanpa pengaku lateral),

    Jika ya, maka pengaruh kelangsingan diabaikan, dan

    jika tidak, maka dihitung pembesaran momenM2 atauMc

    j. Diperiksa keamanan, apakah (M2 atauMc) < Mn?

    Jika ya, berarti aman, dan

    jika tidak dilakukan pembesaran dimensi awal.

    Sketsa tahapan perencanaan dapat dilihat pada Gambar 3.11 berikut ini:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    42/82

    27

    Gambar 3.11 Tahapan Perencanaan Penampang Kolom Beton Bertulang

    (Dipohusodo, 1999:305)

    Taksiran dimensi penampang, dengan h = 2b

    Mulai

    Anggapan awal, c mencapai 0,003, dan,

    >y atau s> , sehingga s=f

    Dicari sdan s dengan = 0,03

    Dihitung kekuatan penampang pada keadaan seimbang (Cb bfs,Pnb dan Pnb)

    Kolom hancur diawali

    pada daerah tekan

    Kolom hancur diawali

    luluhnya tulangan tekan

    Penampang sudah aman

    Cekapakah Pn > 0,1fcAg

    Cekanggapan awal, apakah

    fs>fy?

    Kontrol keamanan

    Pn Pu

    Kontrol

    terhadap kalangsingan

    M2 atauMc Mn

    Hitung kekuatan penampang (Pn) dengan =0,65

    e < eb e > eb

    Tidak

    Selesai

    Ya

    Ya

    Ya

    Tidak

    Tidak

    Hitung antara

    0,65 0,8

    Cek kelangsingan,apakah

    22r

    lk u

    Ya

    Tidak

    Ya

    Tidak

    Diperiksanilai e terhadap

    eb

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    43/82

    28

    3.6 Struktur Kolom Baja

    Struktur kolom baja merupakan jenis kolom yang terbuat dari baja profil

    tunggal berjenis profil I, O dan H, maupun dari baja profil ganda/gabungan yang

    tersusun dari profil L, I, H, C dan sebagainya. Karena merupakan baja pabrikasi,

    maka mutu lebih terjamin dan pelaksanaannya lebih cepat, namun biayanya lebih

    mahal dari jenis bahan kolom lainnya.

    Keruntuhan batang tekan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu (Oentoeng,

    1999:62):

    1. Keruntuhan yang diakibatkan tegangan lelehnya dilampaui. Hal semacam

    ini terjadi pada batang tekan yang pendek (stocky column).

    2. Keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Hal semacam ini

    terjadi pada batang tekan yang langsing (slender column).

    Pada keruntuhan akibat tekuk ini, asalkan tegangan pada seluruh

    penampang masih dalam keadaan elastis (belum mencapai 1), gaya

    tekuknya dapat dihitung berdasarkan rumus Euler:

    2

    2

    k

    krL

    EIP

    ....................................................................................... (3.66)

    Besar kelangsingan batang tekan tergantung dari jari-jari kelembaban (i)

    dan panjang tekuk (Lk), (Oentoeng, 1999:63).

    mini

    Lk ............................................................................................ (3.67)

    Dimana, k ditentukan dengan:

    )//()/( ggcc LEILEI ..... (3.40)

    Setelah didapat kan A dan Bpada kedua ujung bentang, maka dihubungan pada

    nomogram yang dapat digunakan pada Gambar 3.5. untuk kekakuan kolom baja

    berpedoman pada GRC (Column Research Counsil) bahwa bila perletakan sendi,maka GA= 10 dan perletakan jepit, maka GA = 1.

    3.6.1 Analisa Batang Tekan Konsentris

    Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin

    stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini harus diperlihatkan dengan

    mengunakan persamaan (Oentoeng, 1999:64):

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    44/82

    29

    A

    N............................................................................................ (3.68)

    Dimana:N =Pu = Gaya tekan aksial pada batang (kg)

    A = Luas penampang batang (cm2)

    = Tegangan dasar/izin (kg/cm2)

    = Faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan batang ()

    Harga dapat dicari dari Tabel 2, 3, 4 atau 5, berdasarkan mutu baja Bj 34

    (Fe 310), Bj 37 (Fe 360), Bj 44 (Fe 430) dan Bj 52 (Fe 510)PPBBI 84, untuk

    mutu baja Bj 37 (Fe 360) dapat dilihat pada Lampiran B,.

    3.6.2 Analisa Batang Tekan Eksentris

    Bila suatu batang tekan/ kolom dikatakan bekerja eksentris berarti ada

    gaya tambahan seperti gaya lateral atau momen yang mengakibatkan pusat beban

    bergerak dengan jarak (e) terhadap titik berat penampang (Oentoeng, 1999:223).

    Tinjauan batang yang memikul momen di ujung-ujungnya dan memikul

    gaya tekan aksial sebagai berikut (Oentoeng, 1999:230):

    Gambar 3.12 Batang yang Dibebani Gaya Aksial dan Momen (Oentoeng,

    1999:230).

    3.6.3 Pengaruh Perubahan Bentuk Penampang

    Menurut PPBBI84, penampang yang tidak berubah bentuk harus

    memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Oentoeng, 1999:210):

    75bth , dan (3.69)

    st

    b

    h

    L25,1 ... (3.70)

    Dimana,

    h = tinggi (mm).

    F

    M2

    F

    M1

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    45/82

    30

    b = lebar sayap (mm).

    tb = tebal badan (mm).

    ts = tebal sayap (mm).

    L= jarak antara dua titik di mana tepi tertekan dari balok itu ditahan

    terhadap kemungkinan terjadinya lendutan ke samping (mm).

    Berdasarkan apakah penampang berubah bentuk atau tidak, maka dapat

    ditentukan Tegangan Kip kip yang diizinkan (Oentoeng, 1999:211).

    1. Penampang Yang Tidak Berubah Bentuk

    Pada penampang yang tidak berubah bentuk, teg kip kip dapat ditentukan

    sebagai berikut:

    a. Untuk balok statis tertentu

    Pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping. Tegangan

    kip yang diijinkan, dihitung dengan:

    1) Jika C1 250; maka kip = . (3.71)

    2) Jika 250 < C1 < C2; maka 3,02502

    2501x

    C

    Ckip

    (3.72)

    3) Jika C1 > C2; maka 7,012x

    CCkip (3.73)

    Dimana:stb

    hLC

    .

    .1 . (3.74)

    EC 63,02 ... (3.75)

    Pada perletakan pelat badan balok tidak diberi pengaku samping.

    Tegangan kip yang menentukan adalah terkecil dari kententuk yang

    diberi pengaku samping, serta memenuhi:

    3

    2.1042,0

    h

    tCC bkip (3.76)

    b. Untuk balok statis tak tentu

    Pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping. Tegangan

    kip yang diijinkan, dihitung dari:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    46/82

    31

    a. Jika C1 250; maka kip = (3.71)

    b. Jika 250 < C1 < C3; maka 3,02503

    2501x

    C

    Ckip

    (3.77)

    c. Jika C1 > C3; maka 7,01

    3x

    C

    Ckip .. (3.78)

    Dimana:

    E

    C )23)(1(21,03 ** (3.79)

    jep

    kaik

    M

    MM

    2

    * (3.80)

    Mki dan Mka adalah momen pada ujung-ujung bagian balok

    antara pelat-pelat kopel yang berjarak L. Mjep adalah momen

    pada ujung-ujung balok antara pelat-pelat kopel yang

    berjarakL dengan anggapan bahwa ujung-ujung terjepit.

    Pada perletakan pelat badan balok tidak diberi pengaku samping.

    Tegangan kip yang menentukan adalah terkecil dari kententuan yang

    diberi pengaku samping, serta memenuhi:

    3

    2.1042,0

    h

    tCC bkip (3.81)

    2. Penampang Yang Berubah Bentuk

    Untuk penampang yang berubah bentuk, maka teg kip kip dapat

    ditentukan sebagai berikut:

    Aarsir= b. ts + 1/6 . hb. tb... (3.82)

    iy.tepi ='

    21

    A

    Iy.. (3.83)

    tepiy

    k

    iL

    . , (3.84)

    dengan ,maka nilai dapat dicari dari Tabel 2, 3, 4 atau 5, PPBBI 84,

    untuk mutu baja Bj 37 (Fe 360) dapat dilihat pada Lampiran B

    /kip .. (3.85)

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    47/82

    32

    Dengan syarat bahwa, tegangan maksimum yang terjadi pada tengah

    bentang harus lebih kecil dari kip .

    3.6.4 Beam Coulumn untuk Portal Bergoyang

    Pada portal bergoyang, nilai berkisar dari harga terkecil = 0,82;

    mendekati 0,85; seperti yang tercantum dalam PPBBI. Sehingga rumus interaksi

    pada portal bergoyang atau untuk kolom yang ujungnya bergoyang, dibebani gaya

    normal dan momen adalah (Oentoeng, 1999:242):

    Pada keadaan momen melentur terhadap sumbu x, dipakai rumus:

    x

    x

    x

    x

    W

    M

    n

    n

    A

    N

    185,0max ....................................................... (3.86)

    Dan,

    x

    x

    W

    M

    A

    N................................................................................ (3.87)

    Dengan,

    N

    An EXx

    , .... (3.88)

    EX = EX /1,5 (3.89)

    0,1

    38

    5

    2

    1

    x

    xkip

    M

    M

    .............................................................. (3.90)

    Dimana, EX = Tegangan elastis dengan sumbu x sebagai garis netral izin

    (kg/cm2).

    EX = Tegangan elastis dengan sumbu x sebagai garis

    netral(kg/cm2).

    Harga EX maupun EY dapat dicari di Tabel 10 PPBBI84, yang

    disajikan pada Lampiran B sesuai dengan besarnyax dany.

    3.6.5 Pengaruh Tegangan Geser

    Kolom yang umumnya memiliki bentang yang pendek akan mengalami

    tegangan geser yang lebih dari pada balok, sehingga tegangan yang terjadi harus

    memenuhi persamaan berikut (Oentoeng, 1999:111):

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    48/82

    33

    58,0badanA

    D.. (3.91)

    Dimana,D = Vu = tegangan geser (kg)

    Abadan = hb x tb = luasan penampang badan (cm2)

    3.6.6 Tahapan Perencanaan Kolom baja

    Perencanaan penampang kolom baja secara ringkas dilakukan dengan

    tahapan-tahapan sebagai berikut (Oentoeng, 1999:223):

    a. Dikumpulkan data-data geometri seperti data material, ukuran, gaya-gaya

    yang bekerja serta data lain yang bersangkutan.

    b. Ditaksirkan suatu dimensi profil.

    c. Dicari panjang tekuk kolom (kx dan ky)

    d. Diperiksa kelangsingan batang (x dany), faktor tekuk (x dan y) dan n

    (nx dan ny).

    e. Dicek terhadap perubahan bentukpenampang, serta dicari Kip-nya.

    f. Kontrol tegangan Kip terhadap tegangan maksimum yang terjadi

    Jika kip maks, maka sudah aman,

    Jika kip maks, maka profil di perbesar.

    g. Dicari nilai berdasarkan kip yang bekerja.

    h. Dicek apakah tegangan yang bekerja lebih kecil dari tegangan izin?

    Jika ya, berarti aman, dan

    jika tidak, maka penampang harus diperbesar.

    Tahap perencanaan secara ringkas dapat dilihat Gambar 3.13 berikut ini:

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    49/82

    34

    Gambar 3.13 Tahapan Perencanaan Kolom Baja (Oentoeng, 1999:223)

    Cek apakah

    penampang berubah bentuk

    atau tidak?

    Dikumpulkan data-data

    geometri yang diperlukan

    Mulai

    Ditaksir dimensi awal profil

    Dicari panjang tekuk kolom (kx dan ky)

    Dicari (x & y), (x &y)dan n (nx dan ny)

    Penam an sudah aman

    Selesai

    Ya Tidak

    Kontrol teganganbekerja izin

    Di hitung kipberdasarkan

    tegangan sayap

    Tidak

    Ya

    Cek apakah

    ki izin ?

    Dicari nilai

    Di hitung kipberdasarkan nilai

    C1&C2

    (statis tertentu)dan C1&C3

    (statis tak tentu)

    Ya

    Tidak

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    50/82

    35

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan

    analisa informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang

    fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita (Leedy, 1997:3 dalam

    Zaini, 2008:2).

    Metode Penelitian merupakan suatu kerangka/alur pelaksanaan penelitian

    dan cara-cara penyelesaian, sehingga proses penelitian dapat berjalan dengan

    lancar dan sesuai acuannya.

    4.1. Jenis dan Objek Penelitian

    Jenis penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian terapan,

    dikarenakan penelitian ini dilakukan untuk dapat diterapkan pada perencanaan

    maupun penelitian lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

    Sample data yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah:

    1. Kolom pada portal bertingkat. Ditinjau gedung struktur beton bertingkat 4

    yaitu pada portal as-D gedung Perpustakaan Universitas Islam Riau (UIR).

    (a) (b)

    Gambar 4.1 Gedung Perpustakaan Universitas Islam Riau (UIR), (a)

    Tampak Depan, (b) Portal As-D

    (b) Kolom pada portal Gable Frame. Ditinjau gedung struktur baja bertingkat

    1 yaitu pada portal As-B portal Gable Frame.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    51/82

    36

    (a)

    (b)

    Gambar 4.2 Portal Gable Frame, (a) Tampak Depan, (b) Portal As-B

    Sample data kemudian dihitung beban aksial, momen dan nilai

    eksentrisitas yang terjadi pada kolom, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan

    yang sesuai dengan keadaan lapangan. Berdasarkan data acuan tersebut, akan

    diteliti dengan variasi nilai eksentrisitas yang berbeda, dan direncanakan kolom

    beton bertulang maupun kolom baja pada masing-masing portal yaitu portal

    bertingkat (gedung Perpustakaan UIR) dan portalgable frame.

    4.2. Teknik Pengumpulan Data

    Data yang diperoleh berupa data-data sekunder, dikarenakan penelitian ini

    diperlukan data-data yang ada di lapangan untuk dijadikan sebagai acuan. Data

    tersebut kemudian direkayasa untuk suatu kondisi beban aksial dan eksentrisitas

    tertentu untuk tercapainya tujuan penelitian yang diharapkan.

    Teknik/metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu:

    1. Studi literatur, metode ini sangat dibutuhkan guna sebagai landasan teori

    dan pemahaman terhadap proses penelitian, data yang diperoleh baik dari

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    52/82

    37

    media cetak berupa buku referensi, Tugas Akhir dan jurnal-jurnal, serta

    media internet yang berupa teori-teori dan penelitian-penelitian yang

    berhubungan dengan penelitian ini.

    2. Observasi lapangan, data-data sekunder yang diperoleh sebagai sample

    acuan berupa: asbuild drawing gedung Perpustakaan UIR yang terdiri

    dari: denah, gambar potongan dan gambar detail.

    4.3. Langkah-langkah Penelitian

    Proses penelitian yang terarah kepada tujuan dan hasil, memerlukan

    langkah-langkah penelitian yang tepat, dengan demikian langkah-langkah

    penelitian yang dilakukan sebagai berikut:1. Persiapan data

    Dilakukan pengumpulan data-data yang diperlukan sebagai acuan seperti

    data geometrik, denah, gambar potongan dan gambar detail pada portal

    bertingkat (gedung Perpustakaan UIR) dangable frame.

    2. Analisis data pembebanan

    Dari data-data ada, dianalisa untuk mendapatkan beban mati, beban hidup,

    angin dan gempa yang bekerja pada portal bertingkat (gedung

    Perpustakaan UIR) dangable frame.

    3. Analisis gaya-gaya dalam

    Berdasarkan beban-beban yang bekerja pada portal bertingkat (gedung

    Perpustakaan UIR) dan gable frame, dilakukan analisis struktur dengan

    bantuan program SAP 2000 versi 11, dengan penginputan data terhadap

    data geometrik portal, beban-beban yang bekerja, jenis analisis dan

    kombinasi pembebanan. Hasil dari analisis struktur diperoleh gaya-gaya

    dalam yang bekerja pada kolom seperti gaya aksial, geser dan momen.

    4. Penentuan gaya-gaya rencana dan nilai eksentrisitas yang diteliti

    Pada portal bertingkat (gedung Perpustakaan UIR) maupun pada gable

    frame masing-masing diambil gaya-gaya dalam dari satu kolom yang

    mengwakili, yaitu gaya aksial, geser dan momen, dicari nilai eksentrisitas

    yang terjadi berdasarkan perbandingan momen terhadap gaya aksial pada

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    53/82

    38

    masing-masing portal. Berdasarkan nilai eksentristias yang terjadi maka

    ditentukan parameter nilai eksentrisitas yang akan diteliti, yaitu pada

    portal bertingkat dengan eksentrisitas 0m; 0,2m; 0,4m; 0,6m; 0,8m; dan

    1,0m dan pada gable frame dengan eksentrisitas 0m; 0,5m; 1,0m; 1,5m;

    2,0m; 2,5m; dan 3,0m.

    5. Perencanaan penampang kolom

    Berdasarkan gaya aksial, geser dan momen rencana, sert variasi nilai

    eksentrisitas tersebut, maka akan direncanakan penampang kolom dengan

    struktur beton bertulang maupun baja profil, sesuai syarat dan ketentuan

    yang berlaku pada masing-masing portal. Perencanaan dilakukan dengan

    cara Trial end Eroruntuk mendapatkan penampang yang optimum.

    6. Perhitungan volume dan harga per m kolom

    Dari hasil perencanaan kolom beton bertulang dan kolom baja dari

    masing-masing portal, dihitungan volume beton, tulangan, bekisting dan

    baja profil yang dibutuhkan dalam 1(satu) meter panjang kolom beton

    bertulang maupun kolom baja. Setelah didapatkan volumenya, maka

    dihitung harga per m kolom.

    7. Perhitungan rasio harga kolom

    Setelah didapatkan harga per m kolom dari masing-masing portal,

    dilakukan perbandingan harga per m kolom baja terhadap kolom beton

    bertulang berdasarkan peningkatan eksentrisitas, pada portal bertingkat

    maupungable frame.

    8. Komparasi rasio harga kolom

    Dari hasil perhitungan rasio harga kolom baja terhadap beton bertulang,

    dikomparasikan antara portal bertingkat dan gable frame, sehingga

    didapatkan perbedaan kemiringan garis regresi rasio harga kolom baja

    terhadap beton bertulang antara kedua portal, dengan demikian diketahui

    keefektifannya.

    Langkah-langkah penelitian, secara jelas dapat dilihat diagram alir

    penelitian pada Gambar 4.1 berikut.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    54/82

    39

    Gambar 4.3 Diagram Alir Penelitian

    Mulai

    Analisis gaya-gaya dalam

    Portal bertingkat dangable frame

    Portal bertingkat

    Direncanakan penampang kolom

    dengan eksentrisitas (e) = 0m;

    0,2m; 0,4m; 0,6m; 0,8m; dan

    1,0m

    Komparasi rasio harga kolom baja terhadap

    kolom beton, antara portal bertingkat dan gable

    Kesimpulan

    Selesai

    Persiapan data

    Penentuan gaya-gaya rencana dan

    nilai eksentrisitas yang diteliti

    -Data geometrik

    -Denah

    -Gambar potongan-Gambar detail

    Analisis data pembebanan

    Portal bertingkat dangable frame

    Gable frame

    Direncanakan penampang kolom

    dengan eksentrisitas (e) = 0m;

    0,5m; 1,0m; 1,5m; 2,0m; 2,5m; dan

    3,0m.

    Input Sap 2000

    - Beban-beban

    (hidup, mati,

    angin & gempa

    - Dimensi

    penampang &

    mutu bahan

    Beton bertulangBaja

    Perhitungan volume

    dan harga per m

    Perhitungan volume

    dan harga per m

    Hitung rasio harga

    kolom baja terhadap

    kolom beton bertulang

    Hitung rasio harga

    kolom baja terhadap

    kolom beton bertulang

    Beton bertulang Baja

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    55/82

    40

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Bab ini berisi pembahasan tentang deskripsi umum, hasil analisa, hasil

    pengolahan data, hasil analisa harga satuan dan kubikasi, serta komparasi biaya.

    5.1. Deskripsi Umum

    Deskripsi umum terdiri dari objek penelitian dan definisi-definisi yang

    digunakan pada penelitian ini.

    5.1.1. Data Acuan Penelitian

    Sebagai bahan acuan dasar dalam penelitian ini,digunakan dua objek

    penelitian, yaitu portal Bertingkat (Gedung Perpustakaan UIR) dan gedung portal

    Gable frame. Dipilihnya Portal Bertingkat sebagai objek penelitian karena

    berstruktur beton bertulang dan bertingkat 4 (empat) lantai, yang menjadi pilihan

    utama dalam perencanaan gedung bertingkat khususnya di kota Pekanbaru. Dan

    pemilihan portal Gable frame, karena sering digunakan dalam perencanaan berupa

    gudang maupun tempat berbelanjaan, dimana merupakan gedung dengan struktur

    baja profil dan memiliki bentang serta area yang luas.

    1. Portal Bertingkat

    Portal Bertingkat (gedung Perpustakaan UIR) yang berada di Jl.

    Kaharuddin Nasution no.113 Pekanbaru, merupakan gedung struktur beton

    bertulang bertingkat 4 (empat), yang terdiri dari 5 (lima) portal memanjang

    dan 7 (tujuh) portal melintang. Gambar denah, potongan dan detail dapat

    dilihat pada Lampiran B.

    As yang akan dianalisis adalah pada salah satu portal memanjang yang

    dianggap mewakili seluruh portal, yaitu As-D, dengan gambar portal

    seperti gambar 5.1 berikut ini.

    53

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    56/82

    41

    Gambar 5.1 Portal As-D pada Gedung Bertingkat

    Dimensi kolom dan balok pada portal bertingkat dapat dilihat pada Tabel

    5.1 berikut.

    Tabel 5.1 Dimensi Kolom dan Balok pada Portal Bertingkat

    Jenis Struktur Kode Struktur Dimensi (mm)

    Kolom K1 500 x 500

    K2 600

    K3 400 x 400Balok BL1 600 x 300

    BL2 500 x 200

    BL3 1000 x 400

    BL4 500 x 250

    BLa 200 x 300

    2. Portal Gable Frame

    Gedung berportal Gable frame merupakan gedung struktur baja profil

    yang berlantai 1 (satu), dengan profil kolom WF 300x300x11x7 dan profil

    rafter WF 300x200x9x14, dengan tinggi kolom 6 m, memiliki kemiringan

    sudut kuda-kuda 15 dan berdinding tertutup. Untuk lebih jelasnya dapat

    dilihat gambaran di Lampiran B.

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    57/82

    42

    Salah satu As yang ditinjau pada arah melintang adalah portal As-B, yang

    dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut ini.

    Gambar 5.2 Portal As-B pada Gedung Gable Frame

    Dimensi profil yang digunakan pada Gable frame dapat dilihat pada Tabel

    5.2 berikut ini.

    Tabel 5.2 Dimensi Profil pada Portal Gable Frame

    5.1.2. Definisi Khusus

    Adapun istilah-istilah yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

    1. Eksentrisitas yang dimaksud pada penelitian ini adalah jarak titik tangkap

    beban aksial tekan (Pu) terhadap titik berat penampang kolom, yang

    dihasilkan dari perbandingan momen ujung terhadap beban aksial tekan

    kolom.

    2. Portal bertingkat, dalam penelitian ini adalah portal terdiri dari gabungan

    kolom dan balok yang berhubungan secara monolit/kaku dan terdiri dari

    beberapa lantai tingkat.

    Komponen Struktur Dimensi Profil (mm) Berat (kg/ m)

    Kolom WF 300x300x11x17 106

    Rafter WF 300x200x9x14 65,4Balok WF 250x175x7x11 44,1

    Gording CNP 125x50x2x3.2 6,13

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    58/82

    43

    3. Portal gable frame, dalam penelitian ini adalah portal berlantai satu yang

    terdiri dari satu bentang dengan balok/rafter miring membentuk sudut

    seperti atap pelana, dan berikatan dengan kolom secara kaku

    5.2. Hasil Pengolahan Data Acuan

    Berdasarkan data-data yang diketahui, maka sebelum diteliti pengaruh

    variasi eksentrisitas beban pada kolom, maka terlebih dahulu akan dianalisis

    terhadap pembebanan dan gaya-gaya dalam yang bekerja pada portal.

    5.2.1. Hasil Analisis Pembebanan

    Analisis pembebanan dilakukan untuk mendapatkan beban-beban yang

    bekerja langsung pada portal baik beban merata maupun terpusat.1. Hasil Analisis Pembebanan Portal Bertingkat

    Analisa pembebanan Portal Bertingkat (gedung Perpustakaan UIR),

    dilakukan terhadap beban-beban gravitasi (beban mati dan beban hidup)

    dan beban khusus (beban angin dan beban gempa), berdasarkan PPPURG

    (1987) Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung.

    Analisa pembebanan portal Bertingkat dengan rumusan persamaan (3.1)-

    (3.3) yang ditunjukkan pada Lampiran A.1,1-14, dan hasil analisa beban-

    beban gravitasi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

    Tabel 5.3 Beban-beban Gravitasi pada Portal Bertingkat

    Sumber

    beban

    Beban mati Beban hidup

    Merata (kg/m) Terpusat (kg) Merata (kg/m) Terpusat (kg)

    a b c d e f g h i

    Kubah qA1 261 PA1 639 qR1 60 PR1 180

    qA2 165 qR2 30 PR2 90

    qA3 83 PA3 248

    Atap &

    Kuda2

    qAk 411 PA4 911 PR4 72

    PA5 599 PR5 36Lantai 4/

    dag

    qD1 720 PD1 3312

    qD2 360 PD2 1656

    Lantai 1,2

    & 3

    qD3 1112 PD3 4429 qL3 1200 PL3 3600

    qD4 556 PD4 2215 qL4 600 PL4 1800

    qD5 371 PD5 90 qL5 400 PL5 50

    qD6 186 PD6 592 qL6 200 PL6 475

    PD7 2436 PL7 1875

  • 7/23/2019 Sipil,Kui Hartono

    59/82

    44

    Tabel 5.3.Lanjutan

    a b c d e f g h i

    Lantai 1,2& 3 PD8 272 PL8 200PD9 766 PL9 500

    Dinding qD7 975

    qD8 500

    Tangga qD9 1340 qL9 1407

    qD10 1192 qL10 1437

    qD11 1552 qL11 1366

    qD12 1284 qL12 1418

    Dan juga beban-beban khusus yang bekerja pada portal Bertingkat seperti

    beban angin dan beban gempa (arah x dan y) ditunjukan pada Tabel 5.4

    berikut ini.

    Tabel 5.4 Beban-beban Khusus pada Portal Bertingkat

    Jenis Beban Posisi Beban Simbol Berat (kg)

    Beban angin Tekan Horizontal P1 tk 439

    Tekan Horizontal P2 tk 220

    Tekan Horizontal P3 tk 878

    Tekan Horizontal P4 tk 439

    Tekan pada Atap Pa5 96

    Hisap pada Atap Pa6 = Pa7 48Beban gempa Horizontal (arah x) F1x 7.683

    Horizontal (arah x) F2x 15.059

    Horizontal (arah x) F3x 21.932

    Horizontal (arah x) F4x 13.102

    Horizontal (arah y) F1 5.488

    Horizontal (arah y) F2 10.756

    Horizontal (arah y) F3 15.666

    Horizontal (arah y) F4 9.358

    Dari hasil pembebanan akibat beban gravitasi dan beban khusus, kemudian

    digambarkan pada portal. Untuk lebih jelasnya pembebanan pada salah

    satu portal Bertingkat yaitu pada portal As-