makalah_apm-2

download makalah_apm-2

of 20

description

muamalah perkawinan

Transcript of makalah_apm-2

Muhammadiyah dan pendidikan A. Awal munculnya lembaga Pendidikan di Muhammadiyah

Sebagai sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini hampir memasuki usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah memiliki kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Persyarikatan Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha meliputi bidang dakwah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya, yang secara operasional dilaksanakan melalui berbagai institusi organisasi seperti majelis, badan, dan amal usaha yang didirikannya.

Lahirnya pendidikan Muhammadiyah yang modern tidak lepas dari sejarah pada Dasawarsa terakhir abad 19 Pemerintah Belanda memulai system pendidikan liberal di Indonesia. Pendidikan ini diperuntukkan bagi sekelompok kecil orang Indonesia, sehingga tahun 1870 mulai tersebar jenis pendidikan rakyat, yang berarti juga diperuntukkan bagi umat Islam Indonesia. Perluasan pendidikan ke pedesaan yang diperuntukkan seluruh lapisan masyarakat, baru dilaksanakan pada awal abad ke 20 dengan apa yang dinamakanethise politiek,sebagai akibat dari desakan kaum ethis yang berorientasi humanistic agar pemerintah colonial juga mulai memperhatikan rakyat pribumi di negeri jajahannya (steenbrink 1986 : 23; Kartodirjo, 1999:30)

Pada masa pemerintahnya (Belanda) terdapat model 4 model perskolahan belanda yaitu :

a) Sekolah Eropa yang menampung anak birokrat Hindia Belanda. Dan kurikulumnya sama dengan negeri Belanda

b) Sekolah Barat Sekolah yang menampung anak-anak yang berwarga Negara Belanda

c) Sekolah Vernakuler Sekolah yang di desain oleh belanda demi kepentingan mereka sendiri

d) Sekolah Pribumi, system sekolah yang ada di luar kendali Belandasekolah-sekolah yang di dirikanoleh lembaga agama

Sistem sekolah ini telah melahirkn jurang pemisah yangmakin melebar antara Belanda dengan penduduk pribumi. Di samping itu juga Pendidikan Islam yang berbasis di Pesantren tidak saja kontras dengan pendidikan colonial tetapi juga kontras dengan system didaktik-pedagogisnya. Pendidikan Islam tertinggal dan tidak dapat memberikan perspektif perspektif k depan.

Menghadapi realitas sistem pendidikan Barat dan Islam yang dualistic ini, ahmad Dahalan mencoba mengatasi dengan cara perpaduan model sebagai jalan engah dari kebutuhan sistem yang ada. Upaya kompromi ini diawali dengan mengidentifikasi masalah yang di hadapi umat Islam pada wakti itu dan dipandang perlu segera mendapatkan jawaban dalam bidang pendidikan.

Untuk mensosialisasikan gagasan pembaruannya dalam bidang pendidikan, Ahmad Dahlan mencoba memulai dengan membimbing berbeapa orang keluarge dekat serta beberapa sahabatnya. Tempat yang pertama kali digunakan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya adalah pengajian-pengajian dan tempat-tempat lain di mana ia memberikan pelajaran. Setelah upaya dalam menyampaikan benih-benih pembaruan diduga membuahkan hasil sehingga dibuat wadah untuk menampung gagasan tersebutyaitu Pergerakan Muhammadiyah.

Dari sejarah ini dapat dipahami bahwa : Pertama, Pendidikan Muhammadiyah lahir adalah dalam keadaan suasana pendidikan umat yang memperihatinkan, terutama pendangkalan nilai-nilai Islam dalam suatu proses penjajahan yang mengarah ke sekluerisasi. Kedua, cikal bakal Pendidikan Muahmadiyah Pendidikan Muhammadiyah adalah pengajian-pengajian dengan suasanan kesederhanaan yang langsung dibimbing Ahmad Dahlan. Ketiga, untuk mewujudkan cita-cita Pembaruan dalam pendidikan ini, Ahmad Dahlan dengan kesungguhannya dan secara terus menrus menanamkam benih-benih pembaruan baik melalui sekolah di mana ia mengajar maupun ceramah-ceramahnya. Pada proses selanjutnya, pendidikan Muhammadiyah ini berkembang dengan pesat, sekaligus mempunyai spesifik, yaitu sistem pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Pendidikan Muhammadiyah tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika masyarakat[1].

Pesatnya perkembangan Pendidikan Muhammaadiyah ini juga dibuktikan dengan beberapa sekolah yang tertua yaitu :

a.Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta

b.Muallimin Muhammadiyah, Solo, Jakarta.

c.Muallimat Muhammadiyah, Yogyakarta

d.Zuama/Zaimat, Yogyakarta

e.Kulliyah Mubalighin/Mubalighot, Sumatera Tengah

f.Tablighscool, Yogyakarta

g.H.I.K Muhammadiyah Yogyakarta.

h.Wustho Muallimin[2]B. Cara penyelenggaraan Pendidikan MuhammadiyahSejarah perjalanan dan kiprah tokoh pendiri Muhammadiyah dalam membangun dan mengelolah Pendidikan Muhammadiyah pada masa awal berdasarkan hal-hal berikut:

Pertama, dari sudut pandang sejarah, dapat diperhatikan bagaimana generasai awal Muhammadiyah membangun Pendidikannya dengan mekanismebottom up.Aspek sosiologis agaknya jadi pertimbangan penting dalam desain pendidikan Muhammadiyah. Semua amal usaha (pendidikan) Muhammadiyah didirikan atas prakarsa umat dari bawah. Tidak satupun institusi Pendidikan Muhammadiyah yang dibangun berdasarkan surat keputusan (SK) atau instruksi dari kantor pimpinan pusat (Suyanto, 2003:93). Dengan kata lainby birth, demokratisasi sistem pendidikan dalam tahapan tertentu sudah terwujud, karena pendidikan Muhammadiyah lahir dari dan untuk umat Muhammadiyah.

Kedua, sistem pendidikan yang berbeda dari umumnya sistem pendidikan yang ada di masyarakat sehingga menjadi pendidikan alternative. Desain awal pendidikan Muhammadiyah berangkat dari motivasi teologis yang kuat; yaitu manusia akan mencapai derajat keimanan dan ketaqwaan yang sempurna jika memiliki kedalaman ilmu pengetahuan (Muti, 2003 : 103). Inilah yang kemudian menjadi garis pembeda antaraout putpendidikan Muhammadiyah denganout putpendidikan konvesional barat dan pendidikan tradisonal. Eksistensi pendidikan Muhamadiyah pada waktu itu memiliki nilai tawar yang tinggi karena mampu melhirkan generasi yang lebih sempurna.

Ketiga,oreintasi ke depan dalam penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyh berorientasi mempersiapkan lulusannya untuk memasuki Indonesia baru yang merdeka dengan segala modernitasnya. Dengan perkataan lain, Pendidikan Muhammadiyah harus menyiapkan anak didiknya agar tetap survive di masa yang akan datang. Karena masa yang akan datang tentu akan berbeda dengan masa yang sekarang.

Keempat, pengorbanan baik pikiran, tenaga maupun harta. Pada umumnya pada perintisan pendidikan Muhammadiyah adalah orang yang sadar akan panggilan perjuangan. Mereka berkorban untuk kepentingan pengembangan pendidikan, amal usaha Muhamadiyah yang diharapkan menjadi penyangga masa depan gerakan. Pengemabngan Pendidikan Muhammadiyah mesti mempertimbangkan aspek nilai dan aspek spirit perjuangan tokoh-tokoh terdahulu, mewarisi keteladanan mereka dengan tetap mempertimbangkan propesionalisme dalam pengelolaannya, sejalan dengan tuntutan zaman[3].Pada intinya, penyelenggaraan pendidikannya dilakukan oleh Majelis Penyelenggara, dan pengelolaan teknisnya dilaksanakan oleh kepala sekolah masing-masing, ucap Abdul Muti.

Lebih jauh Abdul Muti mengungkap, Dalam pengelolaan lembaga pendidikan dan sekolah di Muhammadiyah, dijalankan konsep sentralistik konsultatif.Dalam pengertian bahwa pengembangannya tak bisa dilakukan secara terpisah-pisah tanpa melibatkan pimpinan persyarikatan. Hingga dalam proses seleksi dan pengangkatan guru, tak sepenuhnya dilakukan oleh kepala sekolah, melainkan melibatkan Majelis Dikdasmen dan Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah[4].

C. Tujuan pendidikan Muhammadiyah

Muhammadiyah pada permulaan berdirnya belum merumuskan secara jelas tentang tujuan pendidikannya. Hal ini tidak berati Pendidikan Muhammadiyah yang didirikan tanpa tujuan. Meski belum drimuskan secara tegas, pendidikan Muhammadiyah sejak permulaan berdirinya sudah memiliki tujuan. Dilihat dari sistempendidikan yang dikembangkan ada pendapat vahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah sejak didirikan adalah Membentuk Alim Intelektual, yaitu seorang muslim yang seimbang ilman dan ilmunya, ilmu agama dan ilmu umum, orang yangkuat rohani dan jasmaninya. Tujan Pendidikan Muhammadiyah ini dirumuskan dalam pernyataan yang sering disampaikan Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya dalam pengajian yang dipimpinnya. Dalam bahasa Jawa pernyataaan itu adalah:dadiyo kyai sing kemajuan, lan ojo kesel-kesl anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah(jadilah ulama yang modern danjangan merasa lelah bekerja untuk Muhammadiyah)

Sedangkan tujuan pendidikan Muhammadiyah yang sampai saat ini menjadi rujukan bagi perguruan Muhammadiyah adalah bagaimana tertuang dalam Qoidah Pendidikan Dasar dan Menegah Bab I pasal 3 sebagai berikut :Pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah bertujuan : membentuk manusia muslim yang beriman, bertaqw berakhlaq mulia, cakap percaya dri, memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan ketereampilan dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil danmakmur yang diridhai oleh Allah SWT .

Dalam tujuan ini terdapat (terkandung) nilai-nilai fundamental yang secara implicit jelas merujuk pada nilai-nilai Islam yang bersumber pada al-Quran dan Sunnah. Pada rumusan ini pertama diwarnai semangat juang untuk menumbangkan kolonialisme. Pada rumusan kedua orientasinya lebih mnekankan upaya pengisian atau berpean serta dalam pembangunan bangsa pascakemerdekaan. Pada rumusan ketiga lebih kongkret dan realities. Namun secara garis besar ketiga rumusan di ats dapat simpulkan bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah ialah membentuk muslim yang cakap, berakhlaq mulia, percaya kepada diri sendir dan berguna bagi masyarakat. Secara implisist berarti tidak hanya ingin melahirkan kader-kader Muhammadiyah, tetapi juga putra-putri bangsa yang Islami, berilmu pengetahuan dan mempunyai wawasan ke depan(visioner)sebagai upaya menuju pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, lahir dan batin seperti yang dicita-citakan seluruh bangsa Indonesia[5].

Tujan Pendidikan Muhammadiyah di telah dirumuskan dan telah di sahkan oleh Majlis Tanwir yang intinya Pendidikan Muhammadiyah ialah membentuk manusia muslim, berakhlaq mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna untuk masayarakat umum. Dari tujuannya saja sudah nampak adanya kemiripan antara tujuan Pendidikan Muhammadiyah dengan tujuan pendidikan Republik Indonesia dan kedua tujuan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan R.I[6].

D.Kontribusi Muhammadiyah dalam Pendidikan

Muhammadiyah bisa dibilang sebagai pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.Semua hali jerih payah K.H ahmad dahlan dapat dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Muhamadiyah merupakan organisasi di luar pemerintahan yang meiliki lembaga pendidikan dan pengajaran terbesar di Indonesia[7]

Pemabaruan pendidikan meliputi dua segi. Yaitu segi-cita-cit dan teknik pengajaran. Dari segi cita-cita yang dimaksud K.H ahmad Dahlan ialah ingin membentuk manusia muslim yang baik budi pekerti, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan faham masalah keduniaan, dan bersedia berjuang untuk kemajuanmasyarakat.

Adapun teknik, lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan. Dengan mengambil unsur-unsurnya dari sistem pendidikan Barat dan Sistem Pendidikan tradsional, Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri. Seperti sekolah model barat , tetapi dimasukkan ajaran agamadi dalamnya, sekolah agama dengan menyertakan pelajaran secular. Bermacam-macam sekolah kejuruan dan lain-lain. Sedangkan cara penyelenggaraannya, proses belajar mengajar itu tidak lagi dilaksanakan di masjid atau langgar, tetapi digedung yang khusus, yang dilengkapi oleh meja, kursi dan papan tulis, tidak lagi duduk di lantai[8].

Wirjosukarto (1965) dalam bukunya Pembaruan Pendidikan dan Pengajaran oleh Pergerakan Muhammadiyah menjelaskan bahwa teknik pengarajan Muhammadiyah adalah sebagai berikut :

a. Cara belajar dan mengajar dalam lembaga Pendidikan Muhammadiyah dibandingkan pendidikan tradisonal lebih modern dan system klasikal seperti yang dilakukan oleh Pendidikan Barat

b. Bahan Pelajaran. Di lembaga Pendidikan Tradisonal hanya mengajarakan ajaran Agama saja. Sedangkan di Muhammadiyah di ajarkan ilmu umum dan agama.

c. Rencana Pelajaran. Pendidikan Muhammadiyah sudah mengatur kurikulum dengan baiak, sehingga efesiensi pembelajaran bias terjamin dengan baik

d. Pengasuh dan Guru. Di lembaga pendidikan Muhammadiyah terdapat guru agama dan guru umum dibandingkan denganlembaga Tradisonal hanya memiliki guru agama saja yagn berpengalaman dibidangnya.

e. Hubungan guru dan murid terlihat lebih akarabdan Susana yangmenyenangkan dibandingkan dengan lembaga pendidikan tradisional yang lebih bersifat otoriter[9].

Selain pembaruan dalam lembaga pendidikan formal, Muhammadiyah telah memperbaharui bentuk pendidikan tradional non formal yaitu, pengajaran. Semula pengajian dilakukan di mana orang tua atau guru prvat mengajara naka kecil membaca al-Quran dan beribadah. Oleh Muhammadiyah diperluas, dan pengajian disistematiskan ke dalam bentuk, juga isi pengajian diarah pada masalah-masalah kseharikehidupan sehari-hari umat Islam.

Begitu pula Muhamadiyah telah berhasil mewujudkan bidang-bidang bimbingan dan penyuluhan agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi. Seperti mempelopori mendirikan Badan Penyuluhan Perkawinan di kota-kota besar.

Dengan penyelenggaraan pegajian dan nasihat yang bersifat pribadi tersebut, dapat ditunjukkan bahawa Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan mmanusia.

Berdasarkan data terbaru (Profil Muhammadiyah) amal usaha Muhammadiyah si bidang pendidikan berjumlah 5.797 buah, merupakan angka yang cukup fantastis untuk sebuah lembaga pendidikan yang dinaungi dalam satu payung organisasi dengan rincian ; 1132 Sekolah Dasar ; 1769 Madrasah Ibtidaiyah ; 1184 Sekolah Menengah Pertama; 534 Madrasah Tsanawiyah ; 511 Sekolah Menengah Atas ; 263 Sekolah Menengah Kejuruan ; 172 Madrasah Aliyah ; 67 Pondok Pesantren ; 55 Akademi ; 4 Politeknik ; 70 Sekolah Tinggi dan 36 Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.

Total jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah sebanyak itu merupakan bilangan yang cukup fantastis bagi sebuah organisasi sosial keagamaan dimanapun. Apalagi keberadaan lembaga pendidikan tersebut merupakan pengejawantahan dari model pemahaman keagamaan (keIslaman) di Muhammadiyah. Inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan, pemahaman atau idiologi apa yang diterapkan oleh Muhammadiyah dalam mengurusi lembaga pendidikan yang sebesar itu. Mungkin langsung timbul sebuah jawaban dari pertanyaan tersebut tentu saja idiologi Islam yang di gunakan karena Muhammadiyah berasaskan Islam (AD/ART Muhammadiyah)[10].

Di samping itu juga dari berbagai Universitas dan sekolah tinggi Muhammadiyah di seluruh Indonesia tersebut, setidaknya saat ini tercatat lebih 300 ribu orang merupakan mahasiswa universitas Muhammadiyah, dan jumlah ini merupakan 10 persen dari jumlah total keseluruhan Mahasiswa Indonesia. Ini artinya, Perguruan Tinggi Muhammadiyah sudah dipercaya oleh masyarakat luas dan tentunya dinilai berkualitas, katanya.

Bahkan menurut Khairul saat ini ada lima Universitas Muhammadiyah di Indonesia yang jumlah mahasiswanya di atas 10 ribu orang, dan untuk Sumatera terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Barat dengan jumlah mahasiswa masing-masing 12 ribu dan 10 ribu orang. Sementara untuk pulau jawa terdapat di universitas Muhammadiyah Jogjakarta dan lainnya.

Kharul menambahkan, meski Muhammadiyah oraganisasi Islam, Universitas Muhammadiyah di Indonesia ini tidak hanya menerima orang-orang yang beragama Islam saja, melainkan juga dari Agama lain. Sebagai contoh di Universitas Muhamamadiyah Kupang, ini jumlah mahasiswa non muslim mencapai 75 persen lebih, ujarnya[11].Dalam bidang kesehatan, hingga tahun 2000 Muhammadiyah memiliki 30 Rumah Sakit Umum, 13 rumah Sakit Bersalin, 80 Rumah Bersalin, 35 Balai Kesehatan Ibu dan Anak, 63 Balai Pengobatan, 20 Poliklinik, Balkesmas, dan layanan kesehatan lain. Lalu, dalam bidang kesejahteraan sosial, hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti jompo, 22 Bakesos, 161 Santunan keluarga, 5 panti wreda manula, 13 santunan wreda/manula, 1 panti cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM. Dalam bidang ekonomi, hingga tahun 2000 Muhammadiyah memiliki 5 Bank Perkreditan Rakyat

Muhammadiah dan Kebudayaan

Pembahasan ini mengkaji dialektika antara seni budaya dalam Muhammadiyah. Didalam Muhammadiyah, agama memberikan warna, spirit pada seni budaya, sedangkan seni budaya memberikan kekayaan terhadap agama yang selama ini memisahkan antara agama dan seni budaya. Sebelum mengetahui dengan jelas mengenai Seni Budaya dalam Muhammadiyah harus dipahami terlebih dahulu apa itu Seni dan apa itu Budaya. Dalam konteks ini Seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan,karena kesenian berkaitan kemanusiaan, sedangkan Budaya adalah hal-hal yang berkenaan dengan akal.

Didalam kehidupan Muhammadiyah Seni Budaya dapat merespon terhadap perkembangan seni budaya yang kontemporer.Seni dan Budaya merupakan penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia yang merupakan salah satu fitrah yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam. Perkembangan Seni Budaya ini memiliki kepedulian yang cukup banyak mendapatkan perhatian dari berbagai aspek kehidupan.

Mengetahui Seni Budaya dalam kehidupan Muhammadiyah dengan tujuan Mempelajari kembali aspek-aspek kehidupan yang terkait dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, kemudian dengan diperhatikan kembali perkembangan kehidupan dalam Seni Budaya itu sendiri, maka dapat juga dipahami kemajuan dari Seni Budaya dalam Muhammadiyah itu sendiri.Berbagai pemikiran yang tumbuh dan berkembangyang menjadi faktor pendorong sehingga Seni Budaya dalam Muhammadiyah menjadi gerakan pembaharuan yang mendapat perhatian , dimana cita-cita kemajuan ini adalah suatu gerakan yang rasional. Pembaharuan yang dipelopori Muhammadiyah dalam bidang Seni Budaya sebenarnya menghadapi konteks kehidupan beragama,dimana bertujuan memurnikan agama dari syirik, bidah, khurafatyang merupakan rasionalisasi berhubungan dengan pembaharuan Masyarakat tradisional ke masyarakat modern.

MUHAMMADIYAH DAN SENI BUDAYA

A. Seni-Budaya dalam Muhammadiyah

Untuk mengetahui dengan jelas dakwah Muhammadiyah dalam bidang seni dan budaya , perlu dipahami terlebih dahulu Apa itu seni dan apa itu budaya. Banyak definisi yang telah dirumuskan mengenai seni dan budaya . Drs. Sidi gazalba ( 1977:20,1978:299-301 ) mendefinisikan seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk bentuk yang menyenangkan, kesenangan adalah salah satu naluri asasi atau kebutuhan manusia.Dengan demikian kesenian terkait dengan kemanusiaan. Jika kesenian terkait kemanusiaan, maka dapat ditemukan hubungan nya dengan islam. Islam diturunkan untuk memberi petunjuk dan menuntun manusia untuk mewujudkan keselamatan dan kesenangan dunia dan akhirat.Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta Buddhayah, jamak dari kata Buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya berbeda dengan kebudayaan, yang pertama adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa ( mufrodi, 1997: 1). Jadi kebudayaan atau cultur (inggris) atau ats-Tsaqafah (arab) adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan manusia yang membentuk kesatuan sosial ( masyarakat ) dalam suatu ruang dan waktu (op. Cit, 1978:166).Kebudayaan islam berubah bukan saja karena jarak giografis antar Indonesia dan Arabia, melainkan jarak cultural.Dari kebudayaan kota yang pluralistik ke kebudayaan desa yang homogen. Orang yang kaya di desa diharapkan akan sering mengadakan selamatan, kalau tidak akan ada sanksi sosial. Penduduk desa tidak membiarkan seseorang lebih dari yang lain. Di desa juga menghendaki supaya ada kesamaan dalam agama, adat istiadat, kebudayaan dan tingkah laku. Orang desa tidak akan kerasan tinggal berdekatan dengan orang lain yang berlainan agama, adat, kebudayaan dan tingkah laku.Dari kebudayaan pedagang yang mobile ke kebudayaan petani yang menetap. Kebudayaan petaniyang menetap sebenar nya lebih cocok untuk menggambarkan perkembangan Islam di pulau Jawa khususnya daerah pedalaman. Tradisi merantau yang dilestarikan oleh para pedagang, barangkali tradisi ini yang diteruskan dalam tabligh Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan dari kauman, Yogyakarta juga merupakan kenyataan sejarah yang mempengaruhi pembentukan kebudayaan Islam sampai sekarang. Gejala ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan perubahan itu.Dari sebuah tradisi besar (great tradision) ke tradisi kecil (little tradision). Keadaan ini mirip dengan masuknya Islam ke Indonesia. Pada saat itu Islam menjadi tradisi kecil ditengah-tengah Hinduisme, Budhisme yang juga menjadi tradisi kecil di Indonesia. Tradisi-tradisi kecil inilah yang bersaing untuk survie. Sementara tradisi besar ada di Timur Tengah, Islam dalam hal ini lebih beruntung dibandingkan dengan Hinduisme dan Budhisme karena ada ibadah Haji dan Umroh sehingga ada hubungan yang kontinyu. Pembaharuan Muhammadiyah, Pan Islamisme dan Rabithah Alam Islamy adalah hasil dari pertemuan antara tradisi kecil dengan tradisi besar.Dari sebuah civil society ke peasant society. Ini berarti bahwa kebudayaan Islam semula mengenal system kenegaraan, tetapi dibeberapa tempat khususnya Jawa, kebudayaan Islam kemudian mengalami dikotomi antara abangan dengan santri. Dalam kebudayaan Islam perangkat yang bernama Negara sudah ada, ilmu politik juga berkembang. Sebagian Islam yang dating di Indonesia memang berhasil mempertahankan civil society, tetapi sebagian lain terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi peasant society.

Kredo Muhammadiyah untuk kembali kepada Al-Quran dan Hadits seolah-olah menunjukkan bahwa Muhammadiyah gerakan anti kebudayaan (Kuntowijoyo dalam Maruf, 1995:2). Semboyan kembalikepada ajaran Islam yang otentik tidak hanya terbatas masalah ritual saja, melainkan yang lebih penting adalah sikap kita mengamalkan ajaran yang otentik itu dalam kehidupan yang bermasyarakat, berbangsa dan benegara. Memang Muhammadiyah menghindari acara-acara yang sangat popular seperti puji-pujian, khol dan bejanjen.

Pembaharuan yang dipelopori oleh Muhammadiyah sebenarnya menghadapi konteks kehidupan beragama yang bercorak ganda, yaitu sinkretik dan tradisional. Berdirinya Muhammadiyah ditengah-tengah dua lingkungan itu. Di satu pihak Muhammadiyah menghadapi Islam-sinkretik yang diwakili oleh kebudayaan Jawa, dengan kraton dan golongan Priyayi sebagai pendukungnya. Sedangkan dipihak lain Muhammadiyah menghadapi Islam-tradisional yang tersebar didaerah pedesaan dengan kiai dan pesantren-pesantrennya.

Gagasan pembaharuan untuk memurnikan agama dari syirik, bidah dan khurafat, pada dasarnya merupakan rasionalisasi yang berhubungan dengan ide mengenai perubahan social dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Tampaknya Muhammadiyah memang mengidentifikasi diri untuk cita-cita semacam itu. Upaya yang dilakukan misalnya dengan melepaskan beban-beban cultural yang dianggap dapat menghambat kemajuan. Dari sini dapat dilihat bahwa Muhammadiyah berusaha membongkar budaya Islam-sinkretik dan Islam-tradisional sekaligus dengan menawarkan sikap keagamaan yang lebih baik.

Dalam konteks ini, maka Muhammadiyah sebagai gerakan puritanisme sering dituding sebagai kekuatan dibelakang menyusutnya symbol-simbol budaya, yang berusaha menghapuskan sumber-sumber budaya lama untuk digantikan dengan budaya baru. Simbol-simbol agama disesuaikan oleh Muhammadiyah. Misalnya kesenian, pendidikan, mitologi yang semuanya disesuaikan dengan perkembangan dan diganti yang baru. berjajen, salawatan dan pujian dihilangkan untuk diganti dengan sandiwara, nyanyian dan olah raga. Pesantren diganti sekolah. Sinoman diganti kepanduan. Tanpa penggantian symbol itu Islam tidak akan survive menghadapi perubahan. Hal ini dilakukan karena :a. Muhammadiyah betul-betul harus membersihkan diri dari syirik sekecil apapun sehingga sangat berhati-hati dengan symbol.

b. Sebagai akibat modernisasi yang menginginkan efisiensi dan efektifitas sehingga banyak symbol lama diganti.

Kehati-hatian Muhammadiyah menggunakan symbol telah menghilangkan bebas cultural dari umat Islam. Segi positifnya, Islam menjadi agama yang sederhana, mudah dan praktis, kemajuan-kemajuan hanya mungkin terjadi bila belenggu masa lalu dilepaskan. Sedangkan segi negatifnya adalah Islam kehilangan kebudayaan, agama menjadi kering, simbol-simbol menyusut dan Islam menjadi miskin. Misalnya, berzanji, salawatan dan puji-pujian dari kebudayaan Islam-tradisional yang berisi puisi pujian untuk Nabi saw, yang biasa dinyanyikan secara kolektif sudah kehilangan sifat semi-sakralnya ketika mengalami desakralisasi, berubah menjadi teater, tarian, nyanyian atau puisi. Harus diakui bahwa kebudayaan yang demikian itu meskipun tidak jauh menyimpang dari ajaran-ajaran Islam bahkan bertentangan dengan al-Quran dan Hadits perlu dilestarikan walaupun dalam bentuk dan warna baru.

Setiap gerakan social, gerakan agama maupun politik selalu mendasarkan diri kepada pengertian dasarnya. Dr. Kuntowijoyo (1993:265-6) mengemukakan sebagai gerakan social keagamaan Muhammdiyah telah mampu menyelenggarakan kegiatan yang cukup bermamfaat untuk pembinaan individu maupun social masyarakat Islam di Indonesia. Pada tingkat individu, cita-cita pembentukan pribadi Muslim dengan kualifikasi moral dan akhlak Islam, terasa sangat khas. Gerakan membentuk keluarga sakinah, membentuk jamaah dan akhirnya membentuk ummah juga mendominasi gerakan Muhammdiyah. Tetapi dalam perspektif transformasi social (commuty development), Muhammadiyah belum memiliki konsep gerakan social yang jelas.

Gerakan social yang ada selama ini masih terbatas pada pengelompokan-pengelompokan primordial berdasarkan gender (jenis kelamin) dan usia. Missalnya Aisyiyyah, Gerakan Pemuda Muhammdiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan sejenisnya. Yang terjadi kemudian adalah Muhammadiyah cenderung mengabaikan dan membiarkan kelompok-kelompok buruh, petani, pedagang,dan sebagainya. Ini merupakan kemunduran, sebab gerakan social yang mendasarkan diri pada gender dan usia ini justru bersifat anti-sosial dan cenderung mengabaikan adanya realitas stratifikasi dan diferensiasi social. Dengan demikian maka Muhammdiyah harus merumuskan kembali konsep gerakan socialnya.

Ditinjau dari segi sejarah, Muhammadiyah sesungguhnya terbentuk dari budaya kampung. Saat Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta, kehidupankota sesungguhnya lebih dikuasai oleh kaum priyayi dengan hegemoni cultural keratonnya. Ini jelas berbeda bila dibandingkan latar belakang kelahiran NU yang berbasis kepada cultural agrasir-desa.Pada awal abad ke 20 terjadi perubahan-perubahan penting dalam masyarakat. Keberhasilan pendidikan kolonial secara parsial di masyarakat muncul lapisan sosial baru yaitu kaum priyayi yang bekerja dilembaga pendidikan pemerintah ataupun swasta. Kaum priyayi inilah yang mempelopori gerakan kebudayaan dengan semboyan kemajuan (the idea of progress).

Cita-cita kemajuan dan gerakan kebudayaan rasional, tumbuh menjadi gerakan kebudayaan kritis menggantikan kebudayaan yang konformis. Misalnya ketika KH. Ahmad Dahlan menyatakan bahwa meminta berkah dari orang yang telah meninggal itu merupakan syirik, sebenarnya beliau sudah membebaskan masyarakatnya dari takhayul dan menggantikannya dengan tata cara agama yang lebih rasional. Gerakan keagamaan semacam ini memakai semboyan lain yaitu gerakan tajdid, tetapi yang dikerjakannya sebenarnya ialah gerakan kemajuan.

Dakwah adalah menggarami kehidupan umat manusia dengan nilai-nilai iman, Islam dan taqwa demi kebahagiaan hidup di akhirat (maarif, 1995:101). Selama denyut nadi manusia masih berlangsung maka merupakan suatu kewajiban menyampaikan pesan risalah kenabian dalam kondisi dan situasi yang bagiamanapun coraknya. Dari segi ini Muhammadiyah sangat puritan dalam bidang aqidah dan ibadah mahdlah, tetapi sangat modern dalam muamalah. Dengan kata lain modernisme berdasarkan rasionalitas yang terbuka. Apabila ini tidak dipahami akan terjadi pergeseran.

B. Kehidupan dalam Seni dan BudayaIslam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, Islam bahkan menyalurkan, mengatur dan mengarahkan fitrah itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia sebagai makhluk Allah.Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugrahkan Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa dan ajaran Islam.Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke 22 tahun 1995 ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan pasat (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan baid anillah (terjauhkan dari Allah), maka pengembangan kehidupan seni dan budaya dikalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut.Seni rupa yang objeknya makhluk bernyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan dan sejarah serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa isyyan (kedurhakaan) dan kemusyikan.Seni suara baik vocal maupun instrumental, seni sastra dan seni pertunjukkan pada dasarnya mubah (boleh) serta menjadi terlarang manakalah seni tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama dalam ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual maupuan visual.Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan muslim.

C. Mengembangkan Seni Budaya

Muhammadiyah memiliki kepudulian yang cukup terhadap kebudayaan khususnya tentang seni, sehingga pernah memiliki lembaga yang di sebut ISBM (Ikatan Seniman dan Budayawan Muhammadiyah). Lembaga ini tidak bisa berkembang seperti yang diharapkan, karena masih ada saja kendala-kendala yang dihadapi, baik dari dalam diri Muhammadiyah yaitu kurangnya dukungan dari ulama-ulama, maupun dari luar yaitu kondisi politik yang belum kondusif. Baru menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta gairah seni Muhammadiyah muncul kembali, dengan ditampilkan berbagai macam kesenian untuk menyemarakan Muktamar, salah satunya adalah Lautan Jilbab karya Emha Ainum Najib.

Pada Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta tersebut, masalah kebudayaan mendapatkan porsi perhatian yang memadai dari peserta Muktamar, dan akhirnya masuk dalam keputusan Muktamar. Hal ini bisa dilihat dalam Program Muhammadiyah periode 1990-1995 pada sub E tentang Kebudayaan, yaitu ;

Meningkatkan perhatian terhadap masalah-masalah sosial budaya seperti; kesenian, perkembangan dan perubahan masyarakat termasuk budaya tradisional, gaya hidup masyarakat, kepariwisataan, olahraga, dan aspek-aspek sosial budaya lainnya yang mempengaruhi perkembangan masyarakat, disertai upaya-upaya pengembangan khazanah budaya Islam, sehingga kehadiran Muhammadiyah mampu memberikan supremasi kebudayaan ditengah perbenturan budaya-budaya duniawi dewasa ini.Mengembangkan seni budaya profetik dan religius yang mampu mendorong dan membangkitkan fitrah kemanusiaandan mendekatkan manusia kepada Allah dengan simbol-simbol yang mudah diterima masyarakat dalam kerangka dakwah Islam.Memberikan panduan terhadap gaya hidup masyarakat yang makin modern dengan kecenderunganya yang pragmatis, konsumtif, materialistis, dan hedonistik, dengan pendekatan dan mengunakan simbol-simbol budaya alternatif dalam keranga kebudayaan sesuai ajaran Islam. Untuk menangani program ini dibentuklah sebuah Majlis Kebudayaan.

Cukup menggembirakanketika kalangan Muhammadiyah makin sadar dan makin ramah budaya. Ini menunjukkan kalau apa yang disebut sebagai dakwah kultural mulai sedikit demi sedikit dipraktikkan dan dikembangkan. Misalnya, apa yang dilakukan oleh Panitia Penerima Muktamar Satu Abad Muhammadiyah atau Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta. Seksi Pembukaan, dalam kegiatan menyongsong dan mencanangkan gema Muktamar telah menyelenggarakan kegiatan pra Muktamar.Paket acaranya adalah, peluncuran logo Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, theme song Muktamar, Countdown atau penghitungan mundur menuju hari H pelaksanaan Muktamar, launching TV Muhammadiyah bernama AdiTV dan pagelaran kolosal berjudul Langen Carito Sumunaring Suryo Cahyaning Nagari. Kegiatan ini berlangsung pada 18 Juli 2009 di Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Hadir dalam acara ini Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. DR. Din Syamsuddin, Ketua PP Aisyiyah Prof. DR. Chamamah Soeratno, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua Umum Panitia Penerima Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, Herry Zudianto, SE, MM, Akt. dan puluhan ribu warga dan simpatisan Muhammadiyah DIY dan Jawa Tengah.Khusus untuk pentas Langen Carito ada catatan khusus yang ingin penulis sampaikan. Sebab sehabis pentas banyak sekali pesan pendek omongan lisan langsung, lalu ada dua tulisan sampai pada penulis yang isinya adalah mengritik dan ingin memberi masukan. Sebab, kalau pentas Langen Carito itu dijadikan ukuran dan akan dipentaskan lagi pada Pembukaan Muktamar ke-46 nanti di Yogyakarta, banyak yang keberatan. Ada yang mengatakan, kalau pentas seperti itu ditampilkan di pembukaan nanti, maka sebagai warga Yogyakarta dan sebagai warga Muhammadiyah dia merasa malu. Maksudnya memalukan Yogyakarta sebagai kota budaya dan gudang para budayawan dan seniman unggul di Indonesia.Dalam kenyataan, potensi seni budaya Muhammadiyah yang dalam hal ini yang dikoordinasi oleh Lembaga Seni Budaya (LSB) Muhammadiyah baik di tingkat PP, PWM, PDM ke bawah tidak dilibatkan sama sekali sejak awal. LSB Muhammadiyah sepertinya dianggap tidak ada. Padahal LSB Muhammadiyah itu jelas ada dan selama ini aktif menghimpun potensi yang akan disumbangkan pada Muktamar Satu Abad Muhammadiyah. Sejak awal sepertinya sudah ada penunjukan kepada Event Organizer dan penentu pertunjukan yang bukan kader Muhammadiyah. Dengan demikian kalau dalam Langen Carito itu ada isinya yang kurang sesuai dengan ideologi dan pemaknaan terhadap spirit perjuangan KHA Dahlan dapat dimaklumi, tetapi tidak boleh terjadi lagi dalam Pembukaan Muktamar nanti. Kebesaran KHA Dahlan dan kebesaran Muhammadiyah tidak boleh dikerdilkan hanya karena ada sekian kesalahan teknis atau kesalahan kebijakan seperti di atas.

D. Kesenian Tradisional Islami Perlu Direvitalisasi

Sebagai organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah telah menunjukkan keseriusannya menggarap aspek pendidikan dan bidang sosial. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan, panti asuhan, dan berbagai balai kesehatan yang dimilikinya di berbagai daerah di Indonesia. Namun dalam aspek budaya, Muhammadiyah belum maksimal menggarapnya. Aspek kebudayaan sangat penting diperhatikan Muhammadiyah. Melalui kebudayaan, dakwah yang dilakukan Muhammadiyah akan mudah diterima masyarakat Indonesia. Sebenarnya tidak hanya Muhammadiyah, tapi juga ormas Islam secara umum kurang memperhatikan aspek kebudayaan. Ini bisa dilihat dari tidak adanya respon dari ormas Islam terhadap berbagai klaim kepemilikan budaya dan kesenian Indonesia oleh negara tetangga.

Muhammadiyah harus bisa meramu bentuk kesenian yang layak ditonton masyarakat muslim. Keberadaan seni dan budaya dalam struktur kepengurusan Muhammadiyah hanya setingkat lembaga pembantu pimpinan yang tidak memiliki struktur sampai ke tingkat ranting.Karena setiap daerah memiliki perbedaan budaya dan kesenian.Khazanah kesenian tradisional yang Islami perlu direposisi dan direvitalisasi karena bisa menjadi pendukung syiar Islam, kesenian tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan Islam, malah dapat dijadikan media dakwah kultural atau dakwah melalui kesenian, khususnya bagi Muhammadiyah.Ia mengatakan Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi sosial kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia. Namun dalam perjalanan dakwahnya, Muhammadiyah melalui program atau gerakan pemurnian ajaran Islam pernah dituduh sebagai organisasi yang tidak ramah terhadap seni.

Banyak kritikan yang menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak `bersahabat` terhadap kebudayaan, khususnya budaya lokal termasuk kesenian tradisional. Kondisi itu, menurut dia, menumbuhkan sikap ketidaktertarikan warga Muhammadiyah terhadap kesenian terutama kesenian tradisional. Mereka terlalu khawatir kebudayaan lokal akan menodai agama Islam. Padahal, jika kita menengok perjalanan Islam di Jawa pada masa lalu telah terbukti betapa dekatnya Islam dengan kebudayaan. Dalam konteks itu selama ini telah terjadi peminggiran terhadap khazanah budaya lokal yang dilakukan masyarakat Islam termasuk Muhammadiyah, apriorinya terhadap kesenian, sehingga kesenian tradisional yang bernuansakan Islam seperti shalawatan, angguk, kubrasiswa, dan hadrah juga ikut terpinggirkan. Padahal kesenian tradisional tersebut bukan semata-mata hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki muatan pendidikan atau dakwah yang cukup signifikan.

E. Perbedaan antara Sekolah atau Perguruan Muhammadiyah dengan Sekolah atau Perguruan Lain dalam Bidang Seni

Di sekolah Muhammadiyah hampir dipastikan pendidikan musik, drum band, danseni beladiri (Tapak Suci)-nya maju. DR. Kuntowijoyo banyak menjelaskan, mengapa Muhammadiyah memilih seni musik, drum band, dan seni beladiri untuk diajarkan di sekolah dan komunitasnya. Menurut beliau, karena cabang seni tersebut memiliki kadar rasionalitas yang cukup tinggi. Maksudnya, dikaitkan dengan pilihan dakwah Muhammadiyah yang meneguhkan tauhid dan mencerahkan kehidupan masyarakat, cabang seni tersebut paling efektif untuk mencapai tujuan. Hal ini disebabkan dalam kehidupan sehari-hari, seni musik, drum band, dan seni beladiri dapat dikatakan paling fungsional. Fungsional dalam membentuk watak dan fungsional dalam mengatasi persoalan hidup manusia. Atau istilah pendidikannya, Muhammadiyah dengan pilihan seni tersebut dapat membentuk anak didiknya menjadi lebih cakap, terampil, dan berani bertindak. Ini dapat dibuktikan misalnya, ketika mereka dewasa. Jika di sebuah perumahan ada tiga atau lima orang yang pernah dididik di lingkungan Muhammadiyah bertemu dan berkumpul maka ada kemungkinan mereka akan sepakat mendirikan jamaah, atau kemudian mendirikan Ranting.

Ketika seorang anak dididik dalam seni musik, atau dilatih bermain drum band atau dilatih memainkan jurus-jurus Tapak Suci tentu saja maksud utamanya bukan untuk menjadikan si anak didik menjadi pemusik, ahli drum band atau menjadi pendekar pencak silat yang ditakuti orang. Maksud utamanya adalah agar substansi dari nilai-nilai utama kehidupan yang tersembunyi di balik kegiatan seni itu dapat tertanam dan menjadi bagian utama bagi pembentukan watak si anak didik. Yaitu, watak sebagai pejuang dakwah. Pejuang dakwah yang tangguh, luwes, cerdas, dan mampu memberi arah kepada masyarakat di tempat dia bertugas.

Dengan demikian, adalah salah besar jika di lingkungan Muhammadiyah Majelis Dikdasmennya menyepelekan pendidikan seni, salah besar jika orang-orang yang duduk di Majelis Dikdasmen misalnya tidak tahu seni atau malahan anti kesenian. Sebab, ini berarti mereka mengingkari hakikat dan keputusan Muhammadiyah sendiri tentang dakwah kultural. Mereka juga mengingkari pilihan awal Muhammadiyah yang ketika berdakwah dan mengembangkan amal usahanya sangat menghargai pendidikan seni. Demikian juga, adalah salah besar jika ada seorang atau banyak kepala sekolah di Muhammadiyah yang mengabaikan atau menganggap remeh pendidikan seni di sekolahnya. Sebab ini berarti dia telah meninggalkan atau menanggalkan ciri khas dari sekolah Muhammadiyah yang membedakannya dengan sekolah bukan Muhammadiyah, ada sekolah menengah atas yang dikenal mampu menghasilkan murid yang pro kesenian, pro dakwah, dan memunculkan tokoh seni kelas satu di tingkat nasional.

F. Lembaga Seni Budaya MuhammadiyahProgram kerja:

1. Terbentuknya kepengurusanLembaga Seni Budaya Muhammadiyah (LSBM) di Daerah, Cabang, dan Ranting, terorganisasi dan ada kegiatan yang terkoordinasi dengan baik.

2. Mempunyai program dari Wilayah secara berkesinambungan pada setiap jenjang dan level kepemimpinan sampai ke Ranting, sehingga tercipta rangkaian kegiatan terkendali, sistematis, terstruktur, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

3. Penataran guru-guru kesenian di sekolah Muhammadiyah untuk memahami lagu-lagu persyarikatan, sehingga memiliki sanggar-sanggar seni.

4. Penetapan jadwal lomba-lomba terkait dengan seni dan kebudayaan.

5. Mampu mengisi acara pada moment-moment persyarikatan seperti Upacara Hari-Hari Besar Islam, Musda, Muscab, Musran, dll.

Macam-macam kegiatan:

Seni musik (kasidah /paduan suara /vocal group /solo song /garapan budaya dan tradisi daerah.Seni teater /drama /sandiwara /sinetron /baca puisi /pantomim (acara panggung).Berbagai macam tarian adat, misalnya; Tari Syech Saman Ala Aceh /Sigeh Pengunten (Tari Adat Lampung), Tari Bedana, Tari Payung, dll (Adat Minang) dan berbagai hasil kreasi baru yang Islami.Seni rupa /melukis /menggambar / seni terapan (terpakai) /seni kriya / kaligrafi /menyulam /sablon /percetakan.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk bentuk yang menyenangkan, kesenangan adalah salah satu naluri asasi atau kebutuhan manusia, sedangkan Kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan manusia yang membentuk kesatuan sosial ( masyarakat ) dalam suatu ruang dan waktu. Ditinjau dari segi sejarah, Muhammadiyah sesungguhnya terbentuk dari budaya kampung. Saat Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta, kehidupankota sesungguhnya lebih dikuasai oleh kaum priyayi dengan hegemoni cultural keratonnya. Dalam kenyataan, potensi seni budaya Muhammadiyah yang dalam hal ini yang dikoordinasi oleh Lembaga Seni Budaya (LSB) Muhammadiyah baik di tingkat PP, PWM, PDM ke bawah tidak dilibatkan sama sekali sejak awal. LSB Muhammadiyah sepertinya dianggap tidak ada.

Kehidupan dalam Seni Budaya;

Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan muslim.

Muhammadiyah dan Politik Secara organisasional Muhammadiyah memang menyatakan dirinya sebagai tidak memiliki afiliasi politik dengan partai politik manapun, tidak berpolitik praktis, dan membebaskan warganya untuk memilih dalam pemilihan umum (baik pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilukada). Pemilihan umum tahun 2004 telah menjadi sebuah pengalaman politik tersendiri bagi Muhammadiyah. Ada banyak hikmah politik yang dapat dipelajari oleh Muhammadiyah, di luar konteks apa hasil dari eksperimen politik Muhammadiyah dalam pemilu 2004 ini, telah banyak cerita yang terlahir, ada yang kecewa, ada yang biasa-biasa saja dan ada yang tetap tak peduli. Memang begitulah muhammadiyah selalu kaya warna. Pemuda Muhammadiyah (PM) khususnya dan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) umumnya bisa jadi mejadi pihak yang kecewa dengan proses dan hasil pemilu 2004. Hal ini coba dipararelkan dengan keadaan ketiadaan tangan politik Muhammadiyah yang dengan konsisten memperjuangkan aspirasi politik Muhammadiyah, maka kemudian Tanwir Pemuda Muhammadiyah di Banjarbaru Kalimantas Selatan memutuskan untuk mencoba membentuk partai politik alternative bagi anggota persyarikatan Muhammadiyah.

Bila dilihat dari kacamata historis garis perjuangan Muhammadiyah sedari lahir adalah sebagai gerakan agama dengan tekanan besar sebagai gerakan social. Meski demikian Muhammadiyah bukanlah gerakan yang alergi dengan aktivitas politik baik yang bersifatlow politicsdalam bentukstruggle of poweratau juga yang bersifathigh politicsdalam bentuk pejuangan politik yang berorientasi pada tujuan-tujuan moral (Syafii Maarif; 200). Dalam konteksstruggle of powermenurut Haedar Nashir (2000) ada tiga pola perjuangan politik Muhammadiyah;pertama,adalah secara langsung membidani kelahiran partai-partai politik, dalam pola ini Muhammadiyah secara kelembagaan ikut serta secara aktif dalam membidani kelahiran partai politik dan juga menggerakkan roda partai politik. Hal ini pernah terjadi ketika mas kepemimpinan KH. Mas Mansyur, ketika Muhammadiyah menjadi anggota istimewa Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), begitu juga ketika Muhammadiyah ikut membidani kelahiran Partai Muslim Indonesia (Parmusi).Pola kedua,adalah keterlibatan secara personal dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, hubungan yang terbangun adalah hubungan emosional. Pola kedua ini yang paling sering terjadi dalam persyarikatan Muhammadiyah, mulai dari generasi awal Muhammadiyah yang terlibat aktif di MIAI, PII dan sebagainya sampai masa Amien Rais, yang telah mengokohkan hubungan emosional antara warga Muhammadiyah dengan Partai Amanat nasional PAN.Pola ketiga,adalah hubungan yang betul-betul netral, dimana semua unsure persyarikatan harus menjaga jarak yang sama dengan kelompok-kelompok kepentingan politik yang ada. Pola ketiga in muncul dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Ujung Pandang.

Ketiga pola di atas sesungguhnya bisa dijadikan pijakan awal untuk memetakan seperti apa politik muhammadiyah dalam pandangan warga persyarikatan. Kelompok yang berusaha menjaga jarak sedemikian rupa dengan proseslow politicsini kemudian mengentitas dalam kelompok Muhammadiyah cultural, yang di dalamnnya bercokol tokoh-tokoh intelektual dan budayawan Muhammadiyah, Kelompok ini melihat Muhammadiyah akan kehilangan vitalitasnya dalam peran social kemasyarakatan jika harus memaksakan diri untuk melakukanstruggle of power.Kelompok kedua merupakan kelompok yang berusaha mencari jalan tengah, yaitu kelompok yang merasa Muhammadiyah sangat perlu memiliki saluran aspirasi politik, tapi tidak dengan serta merta menempatkan Muhammadiyah terikat dengan satu atau beberapa kelompok kepentingan. Kelompok inilah yang kemudian menganggap aspirasi politik Muhammadiyah bisa disalurkan melalui kader-kadernya yang ada di partai-partia politik. Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menginginkan Muhammadiyah aktif melakukan perjuangan politik pada tingkatlow politicsuntuk kepentingan mewujudkan aspirasi politik persyarikatan. Kelompok ketiga ini beranggapan Muhammadiyah akan sulit merealisasikan aspirasi politik jika hanya mengandalkan hubungan emosional dengan partai politik, Muhammadiyah harus berani membentuk partia politik.

Arah politik Muhammadiyah akan sangat dipengaruhi oleh tiga kelompok pemikiran di atas di dalam tubuh Muhammadiyah. Hasil tanwir Pemuda Muhammadiyah di Banjarbaru beberapa waktu yang lalu sebenarnya sangat mengejutkan, karena secara pelan namun pasti kelompok muda muhammadiyah yang direpresentasikan oleh pemuda muhammadiyah mulai mengentitas dalam kelompok ketiga di atas, karena pemikiran ini lahir dari kelompok muda yang dalam sejarah Muhammadiyah justru selalu berusaha menjaga jarak dengan kepentingan politik praktis.[4]

DAFTAR PUSTAKAHambali, Hamdan.2006.Ideologi dan Strategi Muhammadiyah(Yogyakarta : Suara Muhammadiyah).

Baidhawy, Zakiyuddin, dkk.1996.Studi Kemuhammadiyahan(Surakarta :Lembaga Studi Islam).

Syaukani, Imam dan Khozin. 2000. Pembaharuan Islam (Malang : AIK).

Kuntowijoyo. 1994. Dinamika Sejarah Umat Islam(yogyakarta : Pustaka Pelajar)

http:WWW. Muhammadiyah dan Seni budaya.Com20