MAKALAH TOKSIKOLOGI

39
MAKALAH TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI ANTIDIABETES Dosen : Dra. Melova Amir, M.Si., Apt. Di Susun Oleh : Dina Rachmawati (12330060) Priskilla Gressi (12330061) Yunita Beladina (12330063) Yeni Vinawati (12330064) Nahdathul Fauziah (12330065) Dini Oktaviani (12330066) Dian Firdasari (12330067) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

description

toksikologi

Transcript of MAKALAH TOKSIKOLOGI

Page 1: MAKALAH TOKSIKOLOGI

MAKALAH TOKSIKOLOGI

TOKSIKOLOGI ANTIDIABETES

Dosen : Dra. Melova Amir, M.Si., Apt.

Di Susun Oleh :

Dina Rachmawati (12330060)

Priskilla Gressi (12330061)

Yunita Beladina (12330063)

Yeni Vinawati (12330064)

Nahdathul Fauziah (12330065)

Dini Oktaviani (12330066)

Dian Firdasari (12330067)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA SELATAN

Page 2: MAKALAH TOKSIKOLOGI

2015

Page 3: MAKALAH TOKSIKOLOGI

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-

Nyalah makalah interaksi obat dengan judul ”Toksikologi Antidiabetes” ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami

kesulitan, karena referensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi langsung

dari dosen matakuliah yang bersangkutan, hal ini tidak meminimkan pengetahuan para

penyusun dalam penyelesaian makalah. Selain itu, penyusun pun mendapatkan berbagai

bimbingan dari beberapa pihak yang pada akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan para pembaca

tentang definisi diabetes, klasifikasi diabetes, faktor resiko, gejala klinik diabetes,

penatalaksanaan diabetes, beserta toksisitasnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen matakuliah interaksiObat

yaitu bapal Tahoma Siregar, M.si, Apt. yang telah memberikan kesempatan kepada kami

untuk menyusun makalah ini dengan baik. Dan pada akhirnya kepada Allah jualah penyusun

mohon taufik dan hidayah, semoga usaha kami dalam menyusun makalah ini mendapat

manfaat yang baik, serta mendapat ridho Allah SWT. amin ya rabbal alamin.

Jakarta, November 2015

Penyusun

i

Page 4: MAKALAH TOKSIKOLOGI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1

C.Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi ........................................................................................................................... 5

B.Klasifikasi Diabetes......................................................................................................... 5

C.Faktor Risiko.................................................................................................................... 6

D.Gejala Klinik..................................................................................................................... 7

E.Komplikasi....................................................................................................................... 8

F.Penatalaksanaan Diabetes................................................................................................. 10

BAB III PEMBAHASAN

A.Toksisitas Insulin............................................................................................................. 14

B.Toksisitas Golongan Sulfonilurea........................................................................... ........ 14

C.Toksisitas Metformin...................................................................................................... 17

D.Toksisitas Akarbose ....................................................................................................... 18

E.Toksisitas Tiozilidindion dan Pioglitazon....................................................................... 19

F.Toksisitas Nateglinid dan Repaglinid............................................................................... 19

G.Maifestasi Klinis Akibat Toksisitas/Keracunan Obat Antidiabetes................................. 20

H.Penanganan Bila Terjadi Efek Toksisitas.......................................................................... 20

BAB IV PENUTUP

A.Kesimpulan......................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 23

2

Page 5: MAKALAH TOKSIKOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemi di dalam tubuh. Sebagian besar orang-orang menyebutnya dengan

penyakit kencing manis. Biasanya para penderita DM akan disertai dengan berbagai

gejala seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan  berat badan. Apabila

tidak dilakukan perawatan dan pengontrolan pengobatan yang baik pada penderita

DM, maka akan menyebabkan berbagai penyakit menahun seperti serebrovaskular,

penyakit jantung koroner, penyakit  pembuluh darah tungkai dan lain sebagainya.

Penyebab diabetes dapat disebabkan berbagai hal seperti keturunan, pola hidup yang

tidak sehat, dan lain-lain. Penderita diabetes pun setiap tahunnya semakin bertambah.

Sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat

Indonesia diperkirakan penderita diabetes melitus ini semakin meningkat, terutama

pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini

upaya penanggulangan penyakit diabetes melitus belum menempati skala prioritas

utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang

ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung

kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.

Penatalaksanaan diabetes mellitus dengan terapi obat dapat menimbulkan

masalah-masalah terkait obat yang dialami oleh penderita. Masalah terkait obat

merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian dalam pencapaian tujuan terapi

sebagai akibat pemberian obat. Aktivitas untuk meminimalkannya merupakan bagian

dari proses pelayanan kefarmasian.

Pada penyakit ini tidak digunakan istilah sembuh, tetapi dikatakan gula darah

terkontrol, yaitu dapat dikendalikan dalam batas-batas normal.Pada dasarnya sasaran

pengobatan penyakit diabetes yang utama adalah senantiasa menjaga gula darah

normal, dengan gula darah normal terus, kemungkinan timbulnya penyakit lain

(komplikasi) menjadi berkurang. Untuk menjaga gula darah normal, salah satu upaya

yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan obat diabetes atau sering disebut

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) atau terapi insulin, oleh karena itu perlu dilakukan

evaluasi penggunaan obat diabetes yang digunakan untuk memastikan kesesuaian

antara obat diabetes dengan kondisi penderita diabetes mellitus.

3

Page 6: MAKALAH TOKSIKOLOGI

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan diabetes2. Apa saja gejala klinik dari diabetes3. Apa faktor resiko dari diabetes4. Bagaimana penatalaksanaan terapi pada diabetes5. Bagaimana toksisitas pada obat-obat diabetes

C. Tujuan Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan diabetes Untuk memahami gejala klinik dari diabetes Untuk mengetahui faktor resiko dari diabetes Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi pada diabetes Untuk mengetahui toksisitas pada obat-obat diabetes

BAB II

4

Page 7: MAKALAH TOKSIKOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai oleh poliuri,

polidipsi dan polifagi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥126mg/dL atau postprandial ≥200mg/dL atau glukosa

sewaktu ≥200mg/dL). Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin,sehingga

glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan

metabolismenya terganggu. Pada DM, glukosa tidak dapat masuk ke sel sehingga

energi utama diperoleh dari metabolisme lemak dan protein (Suherman, 2007).

Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator (peniru yang

handal), karena penyakit ini dapat menyerang semua organ tubuh danmenimbulkan

berbagai macam keluhan (Waspadji, 1996).

B. Klasifikasi Diabetes

American Diabetes Assosiation (ADA), memperkenalkan klasifikasi diabetes

berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan

gangguan toleransi glukosa. Terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi

glukosa, yaitu DM tipe 1, tipe 2, diabetes gestasional (kehamilan) dan tipe lain (akibat

kelainan genetik, penyakit, obat dan infeksi) (Schteingart, 2006).

Diabetes tipe 1, merupakan akibat dari perusakan autoimun sel betapankreas

dibuktikan dengan diagnosis pada 90% orang terdapat sejumlah kecil selantibodi,

antibodi untuk asam glutamat dekarboksilase dan antibodi untuk insulin.Pada

umumnya diderita anak-anak dan remaja, namun dapat terjadi pada umurberapapun.

Pada usia muda terjadi laju kecepatan perusakan sel beta ditandaidengan ketoasidosis,

ketika dewasa sering dipelihara dengan sekresi insulin yangcukup untuk mencegah

ketoasidosis untuk beberapa tahun (Triplitt et al., 2005).

Diabetes tipe 2, karakteristik dari tipe ini adalah resisten insulin

sehinggarelatif kurangnya sekresi insulin. Kebanyakan penderita tipe ini disertai

obesitas,hal ini yang menyebabkan resisten insulin. Hipertensi, dislipidemia

danpeningkatan level plasminogen aktivator inhibitor-1 (PAI-1) juga ditunjukkanpada

penderita tipe ini. Ketidaknormalan ini sering disebut ”insulin resistancesyndrome”

(Triplitt et al., 2005).

5

Page 8: MAKALAH TOKSIKOLOGI

Perbedaan DM tipe 1 dengan DM tipe 2

Diabetes gestasional, akibat peningkatan sekresi berbagai hormonsehingga

mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, pasien yangmempunyai

predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkanintoleransi glukosa

atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan (Schteingart,2006). Deteksi klinik

diabetes ini sangat penting, hal ini untuk mengurangi angkamortalitas dan morbiditas

perinatal (Triplitt et al., 2005).

Diabetes tipe lain, merupakan diabetes yang disebabkan kelainan

genetikfungsi sel beta (MODY 1, MODY 2, MODY 3 dan DNA mitokondria).

Penyebablain yaitu penyakit pada eksokrin pankreas (pankreatitis,

trauma/pankreatektomi,neoplasma, cistic fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati

fibro kalkulus). Dapatjuga disebabkan adanya penyakit endokrin, pemakaian obat/zat

kimia(glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, tiazid, dilantin

daninterferon) dan akibat infeksi (Anonim, 2005).

C. Faktor Risiko

Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya

waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan,

dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian

kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan beberapa

pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat

memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi diabetes melitus

diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan

mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi.

6

Page 9: MAKALAH TOKSIKOLOGI

Faktor Risiko Diabetes tipe 2

D. Gejala Klinik

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala

yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang

sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),

polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering

pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,

kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat

mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),

iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).

Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe

2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa

tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah

terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar

sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita

hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah

dan syaraf.

7

Page 10: MAKALAH TOKSIKOLOGI

E. Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi

akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi

dan harus diwaspadai.

a. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing,

lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap),

keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilangkesadaran. Apabila

tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.

Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,

walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia

pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu

rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak

dapat berfungsi bahkan dapat rusak.

Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat

dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris

diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh

serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia

lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin.Serangan

hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:

Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)

Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau

ahli gizi

Berolah raga terlalu berat

Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada

seharusnya

Minum alkohol

Stress

Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko

hipoglikemia.

Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila

penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:

Dosis insulin yang berlebihan

8

Page 11: MAKALAH TOKSIKOLOGI

Saat pemberian yang tidak tepat

Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik

berlebihan

Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu

terhadap insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-

tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi

obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,

kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan

cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat

memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi

ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama

dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain

ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya

dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah

dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

c. Komplikasi Makrovaskular

3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita

diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD),

penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral

vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi

pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular

ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia

dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi

makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac

Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance

Syndrome.

Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita

diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat

penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan

lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjagatekanan darahnya tidak

lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya

9

Page 12: MAKALAH TOKSIKOLOGI

hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang,

berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.

d. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.

Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk

HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh

dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang

mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain

retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia,

ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat

terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko

komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk

perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat

keparahan diabetes.

Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan

perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula

darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin

multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar

gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular

sampai 60%.

F. Penatalaksanaan Diabetes

a. Terapi Tanpa Obat

1. Pengaturan diet, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes.

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang terkait

dengan karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan

pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan fisik yang pada

dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.

Penuruan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan

memperbaiki respon sel –sel beta terhadap stimulus glukosa.

2. Olahraga, berolahraga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar

gula darah tetap normal.

b. Terapi Obat

10

Page 13: MAKALAH TOKSIKOLOGI

1. Insulin

Insulin merupakan protein yang berukuran kecil dengan berat molekul

5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam

2 rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Insulin diproduksi

langsung di dalam sel β pankreas (Nolte dan Karam, 2002).

Terdapat empat tipe utama insulin yang tersedia, yaitu insulin kerja cepat

(rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short acting insulin), insulin kerja

menengah (intermediate acting insulin) dan insulin kerja panjang (long acting

insulin) (Anonim, 2006a).

Rapid acting insulin, yaitu insulin lispro. Diabsorbsi sangat cepat ketika

disuntikkan secara subkutan dan mencapai puncak dalam serum dalam jangka

waktu 1 jam. Masa kerja insulin lispro tidak lebih dari 3-4 jam (Nolte dan

Karam, 2002).

Short acting insulin, insulin reguler dengan masa kerja pendek yang

efeknya terjadi dalam waktu 30 menit setelah penyuntikan subkutan dan

berlangsung selama 5-7 jam (Nolte dan Karam, 2002).

Intermediate acting insulin dan long acting insulin, insulin lente dengan

mula kerja yang lebih lambat dan dengan masa kerja yang panjang. Atau

insulin ultralente, yang mula kerjanya lama namun dapat memberikan efek

dalam jangka waktu yang panjang (Nolte dan Karam, 2002).

2. Antidiabetik oral

a. Golongan Sulfonilurea

Kerja dari obat ini adalah dengan merangsang sekresi insulin dari

granulsel-sel β langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksi

dengan ATPsensitiveK channel pada membran sel-sel β yang

menimbulkan depolarisasimembran dan keadaan ini akan membuka kanal

Ca++, sehingga ion Ca++ akanmasuk sel β, merangsang granula yang

berisi insulin dan akan terjadi sekresiinsulin dengan jumlah yang ekuivalen

dengan peptida-C. Selain itu, sulfonilureajuga dapat mengurangi klirens

insulin di hepar (Suherman, 2007).

Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi 2, yaitu generasi pertama

dangenerasi kedua. Penggolongan ini didasarkan perbedaan pada potensi

efek terapi,potensi efek samping selektif dan penempelan pada protein

11

Page 14: MAKALAH TOKSIKOLOGI

serum. Yang termasukdalam generasi pertama meliputi asetoheksamid,

klorpropamid, tolazamid dantolbutamid. Sedangkan sulfonilurea golongan

kedua adalah glimepirid, glipiziddan gliburid, yang mempunyai potensi

hipoglikemi lebih besar dari generasipertama (Triplitt et al., 2005).

Sulfonilurea jika digunakan bersama obat lain (insulin, alkohol,

fenformin,sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon,

probenezid,dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin,

anabolik steroidfenfluramin dan klofibrat) akan meningkatkan risiko

hipoglikemia (Suherman,2007).

b. Meglitinid

Mekanisme kerja obat golongan ini hampir sama dengan

sulfonilurea.Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal

K yang ATP-independentdi sel β pankreas. Repaglinid dan nateglinid

merupakan golonganobat ini. Absorbsinya cepat saat diberikan secara oral

dan mencapai kadarpuncaknya dalam waktu 1jam. Waktu paruhnya 1jam,

maka harus diberikanbeberapa kali dalam sehari, pada waktu sebelum

makan. Obat ini mengalamimetabolisme di hati (utamanya), 10%

dimetabolisme di dalam ginjal. Efeksamping utama hipoglikemia dan

gangguan saluran pencernaan, juga reaksi alergi(Suherman, 2007).

c. Biguanid

Fenformin, buformin dan metformin merupakan golongan

biguanid.Namun yang sering digunakan adalah metformin, fenformin telah

ditarik dariperedaran karena dapat menyebabkan asidosis laktat

(Suherman, 2007).Di Amerika Serikat, metformin merupakan satu-satunya

obat biguanidyang tersedia sejak tahun 1995. Metformin meningkatkan

sensitivitas insulin padahepar juga pada jaringan otot disekitarnya. Hal ini

meningkatkan pengambilanglukosa ke dalam jaringan sensitif insulin

(Triplitt et al., 2005).

Biguanid merupakan suatu antihiperglikemik, tidak merangsang

sekresiinsulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemik. Metformin

oraldiabsorbsi di intestin dan tidak terikat dengan protein plasma di dalam

darah dan diekskresi melalui urin. Metformin diminum pada saat makan,

pada pasien DMyang tidak memberikan respon terhadap sulfonilurea,

12

Page 15: MAKALAH TOKSIKOLOGI

dapat diberikan metforminatau digunakan sebagai terapi kombinasi

bersama insulin atau sulfonilurea(Suherman, 2007).

d. Tiazolidimedion

Antidiabetik oral ini juga disebut dengan golongan

tiazolidinedion,termasuk dalam golongan ini yang tersedia secara

komersial adalah rosiglitazondan pioglitazon. Obat golongan ini mampu

meningkatkan sensitivitas insulinterhadap jaringan sasaran, diduga

memiliki aktivitas untuk mengurangi resistensiinsulin dengan

meningkatkan ambilan glukosa dan metabolisme dalam otot danjaringan

adipose. Agen ini juga menahan glukoneogenesis di hati dan

memberikanefek tambahan pada metabolisme lemak, steroidogenesis di

ovarium, tekanandarah sistemik dan sistem fibrinolitik (Suherman, 2007).

e. Penghambat α-glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

alfaglukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

hiperglikemiapostprandial, bekerja di lumen usus, tidak menyebabkan

hipoglikemia dan tidakmempengaruhi kadar insulin. Efek samping yang

ditimbulkan dapat berupa gejalagastrointestinal, flatulen dan diare

(Waspadji, 1996). Yang termasuk dalamgolongan ini adalah akarbose dan

miglitol (Suherman, 2007).

13

Page 16: MAKALAH TOKSIKOLOGI

BAB III

PEMBAHASAN

A. Toksisitas Insulin

Toksisitas insulin sangat berbahaya. Toksisitas dari overdosis insulin adalah

hipoglikemia. Durasi dari efek hipoglikemia tergantung pada jenis insulin yang

disuntikkan, jumlah dan usia, resistensi insulin dan faktor – faktor lain yang dapat

meningkatkan atau mengurangi sensitivitas pasien terhadap insulin. Kematian akibat

overdosis insulin adalah sebesar 25%. Efek fatal bisa terjadi dengan dosis paling

minimum 20 unit, tapi dosis 400 sampai 900 unit atau lebih adalah lebih sering

terjadi.

Otak sangat bergantung padaglukosa darah sebagai sumber energi utamanya,

hipoglikemia menyebabkan gejala perubahan fungsi sistem saraf, yang mencakup

kebingungan, iritabilitas, kejang dan koma. Hipoglikemia dapat menyebabkan sakit

kepala sebagai akibat dari perubahan aliran darah serebral, dan perubahan

keseimbangan cairan. Secara sistematis, hipoglikemia menyebabkan aktivasi sistem

saraf simpatik, merangsang rasa lapar, berkeringat, dan takikardi.

Jaringan neural juga bergantung pada glukosa sebagai bahan bakar utamanya,

hipoglikemia, atau kadar glukosa darah yang rendah memiliki pengaruh yang besar

pada metabolisme otak. Perubahan fungsi otak merupakan gejala khas dari

hipoglikemia.

Penurunan kadar glukosa darah secara cepat merangsang sekresi hormon yang

memiliki fungsi yang berlawanan yang bekerja bersama – sama untuk mengembalikan

ke keadaan normoglikemia.

Koma hipoglikemia berat dan kerusakan saraf permanent terjadi setelah

injeksi 800 – 3200 unit insulin. Insulin yang terkonsumsi secara oral atau lewat mulut

tidak bersifat racun karena tidak bisa diserap oleh tubuh.

B. Toksisitas Golongan Sulfonilurea

Kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin sehingga efektif

hanya jika masih ada aktivitas sel beta pankreas; pada pemberian jangka lama

sulfonilurea juga memiliki kerja di luar pankreas. Semua golongan sulfonilurea dapat

menyebabkan hipoglikemia, tetapi hal ini tidak biasa terjadi dan biasanya

14

Page 17: MAKALAH TOKSIKOLOGI

menandakan kelebihan dosis. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat menetap

berjam-jam dan pasien harus dirawat di rumah sakit.

Sulfonilurea digunakan untuk pasien yang tidak kelebihan berat badan, atau

yang tidak dapat menggunakan metformin. Pemilihan sulfonilurea diantara obat yang

ada ditentukan berdasarkan efek samping dan lama kerja, usia pasien serta fungsi

ginjal. Sulfonilurea kerja lama klorpropamid dan glibenklamid lebih sering

menimbulkan hipoglikemia; oleh karena itu untuk pasien lansia obat tersebut

sebaiknya dihindari dan sebagai alternatif digunakan sulfonilurea kerja singkat,

seperti gliklazid atau tolbutamid. Klorpropamid juga mempunyai efek samping lebih

banyak daripada sulfonilurea lain sehingga penggunaannya tidak lagi dianjurkan.

Peringatan: Sulfonilurea dapat meningkatan berat badan dan diresepkan

hanya jika control buruk dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan upaya

diet yang memadai. Metformin dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk pasien

kelebihan berat badan. Hati-hati digunakan pada pasien lansia dan pada pasien dengan

gangguan fungsi hati dan ginjal ringan hingga sedang karena bahaya hipoglikemia.

Tolbutamid kerja singkat dapat digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal,

begitu juga glikuidon dan gliklazid yang dimetabolisme di hati, tetapi diperlukan

monitoring kadar glukosa darah, diperlukan dosis terkecil yang menghasilkan kontrol

glukosa darah yang cukup.

Kontraindikasi: Sulfonilurea sedapat mungkin dihindari pada gangguan fungsi

hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea sebainya tidak digunakan pada ibu

menyusui dan selama kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea

dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis.

Efek samping: umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan konstipasi. Klorpropamid memiliki

efek samping lebih banyak karena durasi kerjanya yang lama dan risiko hipoglikemia

sehingga tidak lagi digunakan. Juga dapat menyebabkan muka kemerahan setelah

minum alkohol; efek ini tidak terjadi pada sulfonilurea lain. Klorpropamid juga dapat

meningkatkan sekresi hormon antidiuretik dan sangat jarang menyebabkan

hiponatremia (hiponatremia juga dilaporkan pada glimepirid dan glipizid).

Sulfonilurea dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, yang mungkin

menyebabkan jaundice kolestatik, hepatitis dan kegagalan fungsi hati meski jarang.

Dapat terjadi reaksi hipersensitifitas, biasanya pada minggu ke 6-8 terapi, reaksi yang

terjadi berupa alergi kulit yang jarang berkembang menjadi eritema multiforme dan

15

Page 18: MAKALAH TOKSIKOLOGI

dermatitis eksfoliatif, demam dan jaundice; jarang dilaporkan fotosensitivitas dengan

klorpropamid dan glipizid. Gangguan darah juga jarang yaitu leukopenia,

trombositopenia, agranulositosis, pansitopenia, anemia hemolitik, dan anemia

aplastik.

a. Klorpropamid (Generasi Pertama)

Mempunyai waktu paruh 32 jam dan di metabolisme di hati dengan lambat untuk

menghasilkan beberapa aktivitas biologik : kira – kira 20-30% diekskresikan

dalam bentuk tidak berubah di urin. Dosis pemeliharaan rata – rata adalah 250 mg

per hari, diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Dosis lebih dari 500 mg

per hari dapat meningkatkan resiko ikterus, yang tidak lazim terjadi pada dosis

yang lebih rendah. Penderita dengan predisposisi genetik dan mendapat

klorpropamid bisa mengalami hiperemic flush bila minum alkohol. Hiponatrium

karena pengenceran telah diketahui sebagai komplikasi terapi klorpropamid pada

beberapa penderita. Tampaknya ini sebagai akibat perangsangan sekresi

vasopressin dan potensiasi kerjanya pada tubulus ginjal oleh klorpropamid.

Toksisitas hematologi (leukopenia selintas, trombositopenia) terjadi dalam julah

kurang dari 1% penderita.

b. Gliburide (Generasi Kedua)

Dimetabolisme di hati menjadi produk dengan aktivitas hipoglikemik yang

sangat rendah. Awal dosis pemberian yang biasa adalah 2,5 mg/hari atau kurang,

dan rata – rata dosis pemeliharaan adalah 5 – 10 mg/hari yang diberikan sebgai

dosis tunggal pada pagi hari. Tidak dianjurkan untuk memberikan dosis

pemeliharaan lebih dari 20 mg/hari.

Gliburide memiliki efek yang tidak diinginkan, selain dari potensinya untuk

menyebabkan hipoglikemia. Efek toksiknya yaitu hipoglikemia. Konsumsi

glyburide (2,5 mg) pada anak berusia 1 – 4 tahun dapat menyebabkan kondisi

hipoglikemia.

c. Gliklazid (Generasi Kedua)

Gliklazid memiliki efek hipoglikemia sedang sehingga jarang terjadi

hipoglikemia. Mempunyai efek anti egregasi yang lebih poten. Efek samping

lainnya yaitu reaksi pada kulit dan jaringan subkutan, gangguan hematologi,

gangguan sistem hepato-biliari, peningkatan kadar enzim hati dan gangguan

visual.

16

Page 19: MAKALAH TOKSIKOLOGI

Dosis awal 40 – 80 mg 1 kali sehari; ditentukan berdasarkan respon hingga

160 mg diberikan bersama sarapan. Dosis lebih tinggi diberikan terbagi, maksimal

240 mg/hari dalam 1 – 2 kali.

d. Glikuidon

Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan serangan

hipoglikemia. Obat ini hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus.

Dosis awal 15 mg sehari; sebelum makan pagi, disesuaikan hingga 45 – 60 mg

sehari dalam 2 atau 3 kali dosis terbagi. Dosis maksimum pemberian tunggal 60

mg, dosis maksimum 180 mg sehari.

C. Toksisitas Metformin (Golongan Biguanida)

Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, mempunyai

mekanisme kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat

dipertukarkan. Efek utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan

meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada

insulin endogen, maka hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas.

Metformin merupakan obat pilihan pertama pasien dengan berat badan berlebih

dimana diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes, jika sesuai bisa juga

digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan normal. Juga digunakan

untuk diabetes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi sulfonilurea.

Hipoglikemia tidak terjadi dengan pemberian metformin; keuntungan lainnya

jarang terjadi peningkatan berat badan dan penurunan kadar insulin plasma.

Metformin tidak menyebabkan hipoglikemia pada pasien non diabetes kecuali

diberikan dosis berlebih.

Efek samping saluran cerna pada awal pemberian metformin umum terjadi,

dan dapat menetap pada beberapa pasien, terutama jika diberikan dosis sangat tinggi

3g per hari. Metformin dapat menyebabkan asidosis laktat yang banyak terjadi pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu jangan diberikan bahkan pada

gangguan fungsi ginjal ringan.

Dosis ditentukan secara individu berdasarkan manfaat dan tolerabilitas.

Dewasa & anak > 10 tahun : dosis awal 500 mg setelah sarapan untuk sekurang –

kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan dan makan malam sekurang –

kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan, setelah makan siang dan

setelah makan malam. Dosis maksimum 2 g sehari dalam dosis terbagi.

17

Page 20: MAKALAH TOKSIKOLOGI

D. Toksisitas Akarbose (Golongan Penghambat α-glukosidase)

Obat ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida

di intestin. Dengan menghambat kerja enzim -glikosidase di brush border intestin,

dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan

efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM

usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Obat golongan ini

diberikan pada waktu mulai makan dan absorpsiburuk.

Akarbosa paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat

mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila

akarbosa diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan

menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian

sukrosa, polisakarida, dan maltose (Departemen Farmakologi dan Terapi

UniversitasIndonesia).

Akarbosa, merupakan penghambat alpha- glukosidase intestinal, yang

memperlambat absorbsi karbohidrat dan sukrosa. Akarbosa mempunyai efek kecil

tapi bermakna dalam menurunkan glukosa darah dan dapat digunakan tunggal atau

sebagai penunjang terapi jika metformin atau sulfonilurea tidak memadai.

Hiperglikemia postprandial pada diabetes tipe 1 (tergantung insulin) dapat dikurangi

dengan akarbosa, tetapi sekarang jarang digunakan. Terjadinya flatulensi menghalangi

penggunaan akarbosa walaupun efek samping ini cenderung menurun dengan waktu.

Efek samping dari acarbose yaitu flatulensi, tinja lunak, diare (mungkin perlu

pengurangan dosis atau penghentian), perut kembung dan nyeri, mual (jarang), reaksi

pada kulit dan fungsi hati yang tidak normal.

Dosis perlu disesuaikan oleh dokter secara individu karena efikasi dan

tolerabilitas bervariasi. Dosis rekomendasi adalah: awal 3x1 tablet 50mg/hari,

dilanjutkan dengan 3x1/2 tablet 100 mg/hari. Dilanjutkan dengan 3x2 tablet 50 mg

atau 3x1-2 tablet 100 mg. Peningkatan dosis dapat dilakukan setelah 4-8 minggu, bila

pasien menunjukkan respon tidak adekuat. Tak perlu penyesuaian dosis pada usia

lanjut (>65 tahun).Tidak dianjurkan untuk anak dan remaja di bawah 18 tahun.

Konseling: Tablet dikunyah bersama satu suapan pertama makanan atau ditelan utuh

dengan sedikit air segera sebelum makan. Untuk mengantisipasi kemungkinan efek

hipoglikemia, pasien yang mendapat insulin atau suatu sulfonilurea atau akarbosa

18

Page 21: MAKALAH TOKSIKOLOGI

harus selalu membawa glukosa (bukan sukrosa karena akarbosa mempengaruhi

absorpsi sukrosa).

E. Toksisitas Tiazolidindion dan Pioglitazon

Tiazolidindion dan pioglitazon, menurunkan resistensi insulin perifer,

menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Obat ini juga digunakan tunggal atau

kombinasi dengan metformin atau dengan sulfonilurea (jika metformin tidak sesuai),

kombinasi tiazolindindion dan metformin lebih baik dari kombinasi tiazolidindion dan

sulfonilurea terutama pada pasien dengan berat badan berlebih. Respon yang tidak

memadai terhadap kombinasi metformin dan sulfonilurea menunjukkan kegagalan

pelepasan insulin, pemberian pioglitazon tidak begitu penting pada keadaan ini dan

pengobatan dengan insulin tidak boleh ditunda. Kontrol glukosa darah dapat

memburuk sementara jika tiazolindindion diberikan sebagai pengganti obat

antidiabetik oral yang sebelumnya digunakan dalam bentuk kombinasi dengan

antidiabetik lain.

Kontra indikasi untuk pioglitazon yaitu gangguan hati, riwayat gagal jantung,

kombinasi dengan insulin (risiko gagal jantung), kehamilan dan menyusui.

Efek samping dari pioglitazon : gangguan saluran cerna, bertambahnya berat

badan, udema, anemia, sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing, artralgia,

hipoestesia, hematuria, impoten, hipohlikemia (jarang terjadi), lemah, insomnia,

vertigo, berkeringat, mempengaruhi kadar lemak darah, proteinuria. Selain itu, ada

keterangan toksisitas pada hati.

Dosis awal 15 – 30 mg satu kali sehari ditingkatkan menjadi 45 mg sehari

disesuaikan dengan respon.

F. Toksisitas Nateglinid dan Repaglinid

Nateglinid dan repaglinid menstimulasi pelepasan insulin. Kedua obat ini

mempunyai mula kerja cepat dan kerja singkat, dan diminum dekat sebelum tiap kali

makan. Repaglinid diberikan sebagai monoterapi pada pasien yang tidak kelebihan

berat badan atau pada pasien yang kontraindikasi atau tidak tahan dengan metformin,

atau dapat diberikan kombinasi dengan metformin. Nateglinid hanya disetujui

digunakan bersama metformin.

Efek samping dari nateglinid : hipoglikemia, reaksi hipersensitif termasuk

pruritus, kemerahan dan urtikaria. Sedangkan efek samping dari repaglinid : nyeri

19

Page 22: MAKALAH TOKSIKOLOGI

perut, diare, konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia (jarang terjadi), reaksi

hipersensitivitas termasuk pruritus, kemerahan, vaskulitus, urtikaria dan gangguan

penglihatan.

Dosis untuk nateglinid : awal, 60 mg tiga kali sehari diberikan 30 menit

sebelum makan, dosis maksimal 180 mg tiga kali sehari, anak dan remaja dibawah 18

tahun tidak dianjurkan.

Dosis untuk repaglinid : awal, 500 mcg, diberikan 30 menit sebelum makan (1

mg jika mendapat obat hipoglikemik oral lain) disesuaikan dengan respons pada

interval 1-2 minggu, sampai 4 mg diberikan dosis tunggal, dosis maksimal 16 mg

sehari, anak, remaja dibawah 18 tahun dan lanjut usia diatas 75 tahun tidak

dianjurkan.

G. Maifestasi Klinis Akibat Toksisitas/Keracunan Obat Antidiabetes

Hipoglikemia, kejadiannya bisa saja tertunda tergantung kepada jenis obat

yang digunakan dan rute atau dengan cara apa obat digunakan ( oral, intra vena atau

subkutan ). Tanda-tanda terjadinya hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah 

sampai level yang rendah adalah gemetar, bingung, koma, kejang-kejang, takikardia

( debaran jantung yang cepat ), dan diaforesis ( berkeringat  secara berlebihan )

Asidosis laktat akibat keracunan metformin dan phenformin dapat dimulai

dengan tanda-tanda yang tidak spesifik seperti lemas, muntah, nyeri otot, dan tekanan

pada pernapasan. Tingkat kematian akibat asidosis laktat yang berat dilaporkan

mencapai 50%.

H. Penanganan Bila Terjadi Efek Toksisitas

1. Penambahan senyawa dari makanan.

Kelebihan dosis obat pada penyakit diabetes yang paling umum dan berbahaya

adalah hipoglikemia. Maka seseorang yang mengkonsumsu obat – obat an

antidiabetes harus mengenali efek samping yang ditimbulkan dari suatu obat

sehingga penderita diabetes dapat mengenali gejala dari efek samping yang

ditimbulkan.

Contohnya, seorang penderita diabetes harus selalu siap sedia dengan

membawa permen seperti monojel atau glutose apabila terjadi penurunan darah

secara drastis.

20

Page 23: MAKALAH TOKSIKOLOGI

Namun bila seorang penderita diabetes mengalami hipoglikemia berat,

penderita dapat mengalami hilangnya kesadaran. Jika mengalami kondisi seperti

ini, penderita diabetes harus segera diberi suntikan glukagon (hormon yang dapat

meningkatkan kadar gula darah dengan cepat) langsung pada otot atau vena.

Biasanya dokter akan mengajarkan cara penyuntikannya pada keluarga atau teman

terdekat.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dapat meliputi pemeriksaan mata, tanda vital dan lain – lain.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat meliputi gambaran radiologi, EKG, pemeriksaan

skrining (dilakukan pada penderita dengan keracunan yang berat atau yang tidak

jelas, yang menderita koma, kejang, instabilitas kardiovaskuler, asidosis metabolik

atau respiratorik dan irama jantung nonsinus)

4. Pencegahan Absorpsi Racun

Perlu tidaknya dilakukan dekontaminasi gastrointestinal dan prosedur mana yang

akan dipakai, tergantung dari : waktu sejak racun tertelan, toksisitas bahan yang

telah & akan terjadi kemudian, availabilitas, efikasi, dan kontraindikasi dari

prosedur; serta beratnya keracunan dan resiko komplikasi.Rata-rata waktu terapi

dekontaminasi gastrointestinal yang disarankan adalah lebih dari 1 jam setelah

keracunan pada anak dan lebih dari 3 jam pada dewasa dari sejak racun tertelan

sampai timbul gejala/tanda keracunan.

5. Pemberian Antidot

Antidot bekerja berlawanan dengan efek racun dengan : menetralisir racun

(reaksi antigen-antibodi, khelasi, atau membentuk ikatan kimia), mengantagonis

efek fisiologis racun (mengaktivasi kerja sistem saraf yang berlawanan,

memfasilitasi aksi kompetisi metabolik/ reseptor substrat tsb.).

Kasus keracunan yang memerlukan antidot spesifik adalah keracunan :

asetaminofen, agen antikolinergik, antikoagulan, benzodizepin, -blocker, CCB,

CO, glikosida jantung, agen kolinergik, sianida, reaksi distonik karena induksi

obat, etilen glikol, fluorida, logam berat, hydrogen sulfida, agen hipoglikemik,

INH, metHb-emia, narkotik, simpatomimetik, Vacor, dan gigitan/bisa binatang

tertentu.

21

Page 24: MAKALAH TOKSIKOLOGI

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi

dan polifagi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa

puasa ≥126mg/dL atau postprandial ≥200mg/dL atau glukosa sewaktu ≥200mg/dL).

Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering

buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar).

Penatalaksanaan diabetes terapi tanpa obat dengan pengaturan diet, diet yang baik merupakan

kunci keberhasilan terapi diabetes. Terapi dengan obat dengan menggunakan insulin dan

anibiotik oral seperti golongan sulfonilurea, biguanid, menglinitid, tiazolidimedion, dan

penghambat α-glukosidase.

Toksisitas insulin sangat berbahaya. Toksisitas dari overdosis insulin adalah

hipoglikemia. Toksisitas sulfonilurea dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, yang

mungkin menyebabkan jaundice kolestatik, hepatitis dan kegagalan fungsi hati meski jarang.

Toksisitas akarbose yaitu flatulensi, tinja lunak, diare (mungkin perlu pengurangan dosis atau

penghentian), perut kembung dan nyeri, mual (jarang), reaksi pada kulit dan fungsi hati yang

tidak normal.

Penganan bila terjadi toksisitas yaitu penambahan senyawa dari makanan,

pemerikasaan fisik, pemeriksaan lanboratorium, pencegahan absorpsi racun dan pemberian

antidot.

22

Page 25: MAKALAH TOKSIKOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

1. http://hanafimisura.blogspot.co.id/2013/07/obat-obat-diabetes.html

2. http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.co.id/2014/05/keracunan-dan-toksisitas-

obat.html

3. http://obatidiabetesmu.blogspot.co.id/2015/04/obat-diabetes-farmakologi.html

4. https://yosefw.wordpress.com/2007/12/27/penggunaan-antidiabetik-oral-gol-

sulfonilurea-pada-diabetes-mellitus/

5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35195/4/Chapter%20II.pdf

6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35195/4/Chapter%20II.pdf

23