MAKALAH TOKSIKOLOGI

16
MAKALAH TOKSIKOLOGI “ TOKSISITAS OBAT” Disusun Oleh : Audina Sarah (1304015 ) Noer Vita. F (1304015353) Nuredha (1304015341) Zahrotunisa (1304015567) FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

Transcript of MAKALAH TOKSIKOLOGI

MAKALAH TOKSIKOLOGI TOKSISITAS OBAT

Disusun Oleh:Audina Sarah(1304015 )Noer Vita. F(1304015353)Nuredha(1304015341)Zahrotunisa(1304015567)

FAKULTAS FARMASI DAN SAINSUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKAJAKARTA2015

TOKSISITAS OBAT

Toksisitasadalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadaporganisme. Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, sepertihewan,bakteri, atautumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, sepertisel(sitotoksisitas) atau organ tubuh sepertihati(hepatotoksisitas). Secarametafora, kata ini bisa dipakai untuk menjelaskan dampak beracun pada kelompok yang lebih besar atau rumit, sepertikeluargaataumasyarakat.Konsep utamatoksikologiadalah bahwa dampaknya bersifat tergantung padadosis.Airsaja bisa mengakibatkankeracunan airjika dikonsumsi terlalu banyak, sementara zat yang sangat beracun sepertibisaularmemiliki titik rendah tertentu yang bersifat tidak beracun. Toksisitas juga tergantung pada spesies, sehingga analisis lintas spesies agak bermasalah jika dilakukan.Paradigmadan standar baru sedang berusaha melompatipengujian hewan, tetapi tetap mempertahankan konsep akhir toksisitas. Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan menjadi obat pada dosis rendah. Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya sehingga banyak digunakan dalam uji toksisitas. Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung memengaruhi kehidupannya. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing tersebut bersifat toksik. Uji toksisitas digunakan untuk mengetahui pengaruh racun yang dihasilkan oleh dosis tunggal dari suatu campuran zat kimia pada hewan coba sebagai uji pra skrining.Jenis Uji ToksikologiUji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat, maupun bahan yang dipakai sebagai suplemen ataupun makanan. Hal juga untuk melindungi masyarakat dari efek yang mungkin merugikan Efek toksik obat-obatan sering terlihat dalam hepar, dikarenakan hepar berperan sentral dalam memetabolisme semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh. Hepar akan mengubah struktur obat yang lipofilik menjadi hidrofilik sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau empedu (Setiawan,dkk,2007). Ekskresi melalui empedu memungkinkan terjadinya penumpukan xenobiotik di hepar sehingga menimbulkan efek hepatotoksik (Donatus IO, 2007)

Uji toksisitas adalah berbagai uji yang dirancang untuk mengevaluasi efek umum suatu senyawa secara keseluruhan pada hewan uji. Uji yang termasuk dalam golongan ini, meliputi:1. Uji Toksisitas Akut Uji toksisitas akut adalah uji toksisitas terhadap suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan percobaan, yang diamati selama 24 jam atau selama 7-14 hari.a. Tujuan uji toksisitas akut yaitu: Menentukan jangkauan dosis letal dan berbagai efek senyawa terhadap berbagai fungsi penting tubuh (seperti gerak; tingkah laku; dan pernafasan) yang dapat dipergunakan sebagai indikator penyebab kematian hewan uji, Menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya Memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan.

b. Dosis dan jumlah hewan Uji LD50 adalah menetapkan dosis yang akan membunuh 50% hewan dan menentukan slope (kemiringan) kurva dosis vs respon.

c. Pengamatan dan pemeriksaan Setelah perlakuan zat toksik, hewan harus diperiksa tidak hanya jumlah dan waktu kematian, tetapi jga saraf sentral, saraf otonom, dan pengaruh terhadap tingkah laku (termasuk reaksi awal, intensitas, dan lama reaksinya). Frekuensi pengaruh dosis harus dicatat untuk masing-masing kelompok dosis.

2. Uji Toksisitas Sub Akut

Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda.

3. Uji Toksisitas Kronik

Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang ckup panjang. Pada dasarnya uji toksisitas kronik sama dengan toksisitas sub-akut. Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa pengamatannya.Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 36 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 710 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik.

4. Uji Efek Pada Organ Reproduksi

Pengujian ini dilakukan untuk melihat perilaku yang berhubungan dengan reproduksi (perilaku kawin), perkembangan janin, kelainan pada janin, proses kelahiran, dan perkembangan janin setelah dilahirkan.

5. Uji Karsinogenik

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan obat jika dikonsumsi dalam jangka panjang apakah dapat menimbulkan kanker. dilakukan pada 2 spesies hewan uji selama 2 tahun, pengujian ini dilakukan apabila nanti obat ini diproyeksikan digunakan pasien dalam jangka yang panjang.

6. Uji Mutagenik

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah efek obat dapat menyebabkan perubahan atau mutasi pada gen pada pasien.

Efek Merugikan Dari Obat (Adverse Drug Reactions / ADRs)

Adverse Drug Reaction / ADR didefinisikan sebagai reaksi yang tidak dikehendaki dan bersifat merugikan akibat respon pemakaian obat pada dosis sesuai anjuran pada manusia untuk keperluan terapi, profilaksis, diagnosis, maupun untuk modifikasi fungsi fisiologis.Unexpected Adverse Reaction, yaitu suatu bentuk ADR yang bentuk dan tingkat keparahannya tidak sesuai dengan apa yang tertulis pada label pemasaran suatu jenis obat, atau karakteristiknya tidak sesuai dengan yang diharapkan dari obat tersebut.Adverse Event / Adverse Experience, yaitu suatu reaksi yang timbul pada uji kinik obat baru yang belum jelas hubungan kausalnya dengan obat tersebut.Side Effect, yaitu berbagai efek yang tidak dikehendaki dari suatu obat yang terjadi pada pemakaian dosis normal pada manusia, berkaitan kandungan zat pada obat tersebut.Signal, yaitu laporan yang berisi informasi mengenai faktor-faktor yang diduga penyebab efek samping, yang sebelumnya belum diketahui atau tidak lengkap terdokumentasi. Biasanya diperlukan lebih dari satu laporan kasus, tergantung dari tingkat keparahan dan kualitas informasi yang didapatkan.

Efek samping obat dapat diklasifikasikan menjadi :1. Tipe A : Bersifat intrinsik, bergantung dari konsentrasi, dosis, serta bahan-bahan kimia yang dikandung oleh suatu jenis obat. Umumnya merupakan kelanjutan khasiat terapetik. Kejadiannya dapat diprediksi sebelumnya. Insidens tipe ini paling tinggi. contohnya mual, muntah, pusing dan sebagainya,

2. Tipe B : Bersifat idiosinkratik, tidak tergantung dosis, bersifat individual, kejadiannya sulit untuk diprediksi. contohnya hipersensitifitas, alergi, syok anafilaktik, dll. Beberapa kejadian berkaitan dengan defisiensi enzim kongenital seperti glucose-6-phosphate dehydrogenase yang mengakibatkan kerusakan sel eritrosit akibat reaksi oksidatif dari obat-obat tertentu.

3. Tipe Withdrawal / Tipe c : Akibat obat yang telah lama digunakan dihentikan penggunaannya secara tiba-tiba. Contohnya adalah obat narkotika, pil KB, kortikosteroid.

Dasar Etiologi dari Efek Samping Obat / ADRs

Secara dasar etiologi reaksi efek samping dapat diklasifikasi menurut terjadinya menjadi:a. Kelainan yang diturunkan (inherent anomalies)Reaksi yang terjadi karena alergi atau idiosinkrasi, termasuk pada mereka dengan factor genetic, atau variasi fisiologis seperti umur, gender, dan kehamilan

b. Kelainan pasien yang didapat (acquired patient abnormalities)Reaksi ini dikarenakan adanya penyakit yang sedang diderita dapat mengubah respon terhadap suatu obat

c. Kelainan karena bentuk sediaan obat dan cara pemberiannyaReaksi yang terjadi karena dosis yang berlebih, perubahan karakteristik bioavailabilitas. Seperti bentuk sediaan baru, perubahan excipient (bahan2 inaktif dalam obat), cara pemberian yang salah dan kesalahan pengobatan.

d. Interaksi obatReaksi ini terjadi akibat efek lebih dari satu obat yang diresepkan/diberikan pada saat yang sama.

e. Reaksi tidak langsungReaksi ini terjadi tidak secara langsung pada pasien yang minum obat tersebut tapi meyebabkan efek kepada organisme yang lain contoh : fetus, bayi yang sedang disusui, floranormal pada saluran cerna.

Penggunaan Hewan Dalam Uji Keamanan / Uji Pra-Klinik

Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan percobaan yang dilakukan industri bertujuan agar bahan kimia yang dibutuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti aman buat konsumen,efektif daya kerjanya dna masih mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu: Ektoparasit dan endoparasit Patologi Profil hematologi dan kimia darah Penyakit menularUji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai.Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi berbagai aspek antara lain: Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.Dari pengamatan uji pra klinik dengan subyek hewan uji ini dapat dipakai acuan untuk menentukan apakah obat dapat diteruskan dengan uji pada manusia atau tidak.Untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji invitro untuk menentukankhasiat obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan.Dengan demikian dimasa yang akan datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro.

FaseUji Klinik

Ada beberapa tahapan/fase uji klinik mulai dari fase I sampai dengan fase IV. Fase-fase uji klinik yang harus dilalui adalah sebagai berikut :

1. Uji Klinik Fase IPada fase ini calon obat diuji pada sukarelawan sehat (dalam jumlah terbatas) untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia.Untuk selanjutnya harus ditentukan pulahubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.2. Uji Klinik Fase IIPada fase ini calon obat diuji pada pasien tertentu kemudian diamati efikasi pada penyakit yang diobati. Fase ini mempunyai maksud untuk menentukan efek potensial calon obat karenayang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan resiko efek samping rendah atau tidak toksik.Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.3. Uji Klinik Fase IIITahapan ini sudah melibatkan kelompok besar pasien. Pada fase ini, obat yang duji dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui. Contoh : Obat dengan kandungan nifedipin diuji efek dan keamanannya dengan pembanding yang sudah ada di pasaran seperti Adalat, Cordalat atau Vasdalat.Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh dokter.4. Uji Klinik Fase IVUji ini merupakan studi pasca pemasaran (post marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras.Studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat.Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika membahayakan sebagai contoh cerivastatin suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat merusak ginjal, Entero-vioform (kliokuinol) suatu obat antidisentri amuba yang pada orang Jepang menyebabkan kelumpuhan pada otot mata (SMON disease), dan lain sebagainya.

Gambaran Toksisitas Obat

1. MorfinBerdasarkan aspek farmakokinetiknya morfin mengalami absorpsi dalam usus dengan baik. Mulai kerjanya setelah 1-2 jam dan bertahan sampai 7 jam. Absorpsi dari suppositoria umumnya sedikit lebih baik, secara SC maupun IM. Pengikatan pada protein sekitar 35%, dalam hati 70% dari morfin dimetabolisasi melalui senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari jumlah ini terbentuk morfin 6-glukuronida dengan daya kerja analgetis lebih kuat dari morfin sendiri. Ekskresinya melalui kemih, empedu dengan siklus enterohepatis dan tinja.Aspek farmakodinamik dari morfin adalah berkhasiat sebagai analgetis yang sangat kuat, serta memiliki banyak jenis kerja pusat , seperti analgesik sedative dan hipnotis, menimbulkan eufaria, menekan pernapasan dan menghilangkan refleks batuk, yang semuanya berdasarkan supresi susunan saraf pusat (SSP). Morfin juga menimbulkan efek simulasi SSP, misalnya Miosis (penciutan pupil mata), eksitasi dan konvulsi. Daya stimulasinya pada CTZ mengakibatkan mual dan muntah-muntah. Efek perifernya yang penting adalah obstipasi, retensi kemih dan pelepasan histamine yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh kulit dan gatal-gatal (urticaria). Penggunaannya khusus pada nyeri hebat akut dan kronis, seperti pasca-bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan sebagai tablet retard untuk memperpanjang kerjanya.Pada kejadia overdosis yang diujikan pada kelinci yang ditandai dengan : depresi pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi lemas, tonus otot sangat menurun, maka beberapa detik setelah penyuntikan nalorfin, maka kelinci akan pulih seperti semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal.

2. Amfetamines (Amphetamines) Termasuk Ectasy, MDMA.Gejala overdosis ringan pada obat-obatan ini antara lain berkeringat, mulut kering, dan kecemasan. Meskipun mayoritas pasien ectasy mengalami dehidrasi, beberapa di antaranya mengalami hiponatremia karena minum air secara berlebihan; sehingga penting bagi kita untuk mengukur kadar natrium dan elektrolit serum sejak dini saat menangani pasien. Gambaran klinis yang lebih berat antara lain takikardia, hipertonia, hiperrefleksia, halusinasi dan hipertensi. Disritmia supraventrikuler dapat diikuti oleh koma, kejang, dan resiko stroke hemoragik. Sindrom hipertermik yang menimbulkan hiperpireksia hingga mengakibatkan rhabdomyolisis, asidosis metabolik, gagal ginjal akut, DIC dan kegagalan organ. Jika dicurigai terdapat hipertermia maka penting bagi kita untuk mengukur suhu inti tubuh (seperti rektal) untuk mengetahui secara pasti derajat hipertermia.Pemberian AC harus dipertimbangkan dalam 1 jam setelah konsumsi obat. Benzodiazepine berperan untuk pasien yang mengalami agitasi atau psikosis serta yang menderita efek sentral guna menurunkan takikardia, hipertensi dan hiperpireksia. Jika benzodiazepine gagal dalam mengendalikan hipertensi, maka antihipertensi kelas lain harus diberikan, seperti alpha bloker atau vasodilator langsung.

3. Beta Bloker Ada banyak variasi respon pasien terhadap overdosis betabloker. Pasien penyakit jantung merupakan yang paling beresiko mengalami komplikasi. Hipotensi dan bradikardia pada umumnya lebih sering ditemukan dan seringkali bersifat refrakter (tidak mempan) terhadap tindakan resusitasi standar. Derajat blok jantung dapat berkisar mulai dari blok jantung total dan asistol. Syok kardiogenik dan edema pulmonalis tidak selalu ditemukan.AC harus dipertimbangkan jika pasien datang dalam 1 jam setelah mengkonsumsi obat dan beberapa dosis arang aktif dapat diberikan pada pasien yang mengkonsumsi sediaan obat lepas lambat. Peranan atropine hingga saat ini masih belum jelas, namun obat ini sering digunakan pada pasien bradikardia dan hipotensi. Jika penatalaksanaan simptomatik dengan cairan intravena untuk hipotensi tidak berhasil, kita dapat memberikan glucagon (hingga 10 mg i.v sebagai bolus awal) sebagai langkah berikutnya. Bolus tambahan dan/atau infus glucagon dapat diberikan untuk memperkuat efek bolus pertama. Timbulnya muntah mengindikasikan bahwa dosis glucagon yang diberikan telah adekuat. Pilihan lain yang dapat diberkan adalah penatalaksanaan hiperinsulinemik-euglikemik. Inotropik dan pacu jantung dapat dipertimbangkan namun harus didasarkan pada kondisi klinis pasien. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah pompa balon intra-aorta dan dukungan ekstrakorporeal (seperti ECMO, bypass).DAFTAR PUSTAKA

1. Priyanto.2010.Toksikologi.Leskonfi (Lembaga Studi Dan Konsultasi Farmakologi). Jabar2. Soemirat, Juli. 2003. Toksikologi Lingkungan. Bandung. Gadjah Mada University Press.3. http://id.wikipedia.org/wiki/Toksisitas