Makalah THI 2

download Makalah THI 2

If you can't read please download the document

description

Constructivism and Identity: Soviet's Collapse

Transcript of Makalah THI 2

Makalah Akhir Individu untuk Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional II

KERUNTUHAN UNI SOVIET : WUJUD KEGAGALAN TRANSISI IDENTITASBinar Sari Suryandari 1006664685

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perang Dunia pertama dan Perang Dunia kedua merupakan sebuah fenomena besar yang memulai pendefinisian kapasitas negara-negara di dunia. Uni Soviet merupakan salah satu negara yang besar baik secara geografis, populasi, ekonomi, maupun kekuatan militernya. Berkat segala kebesaran dan kekuatan yang dimiliki oleh negaranya, Uni Soviet menjadi sangat berjaya dalam segala fenomena internasional, termasuk dalam Perang Dunia pertama dan Perang Dunia kedua. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa power yang dimiliki Uni Soviet ini sangatlah besar, sehingga Uni Soviet pun menjadi salah satu negara yang diperhitungkan. Bahkan, pada Perang Dunia kedua, Uni Soviet merupakan negara pemenang perang bersama Amerika Serikat. Kemenangan dan kejayaan inilah yang membuat Uni Soviet dan Amerika Serikat selalu disandingkan dan disebut sebagai negara superpower dalam sistem dunia internasional. Munculnya pendefinisian dua superpower ini nyatanya justru menggiring dunia pada kompetisi antar negara adidaya. Pasca Perang Dunia kedua, Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi dua negara besar yang saling berselisih dan berkompetisi untuk memperoleh power yang lebih besar lagi. Hal ini dimulai pada masa awal berakhirnya Perang Dunia kedua, ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet sama-sama ingin membangun kembali wilayah Eropa dan sama-sama berusaha menanamkan pengaruh serta ideologinya pada wilayah Eropa. Pada masa itu, kedua negara memiliki perbedaan pandangan akan pembangunan dan keduanya ingin dapat mendominasi pembentukan paham yang akan ditanamkan di Eropa. Amerika Serikat dan Uni Soviet sama-sama merasa bahwa paham yang dianutnya adalah yang terbaik dan terkuat, sehingga perbedaan ini akhirnya menyebabkan pembagian kekuasaan atas Eropa antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Pemeliharaan sphere of influence oleh dua negara adidaya ini akhirnya berujung pada perang dingin yang pada dasarnya merupakan perang ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.

1

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet ini lama kelamaan berdampak buruk pada keberlangsungan negara Uni Soviet. Pada tahun 1991, Uni Soviet runtuh dan fenomena ini tentunya merubah sistem internasional yang berjalan pada masa itu. Keruntuhan Uni Soviet ini merupakan sebuah fenomena besar yang menimbulkan banyak pertanyaan, mengingat Uni Soviet sebelumnya merupakan sebuah negara adidaya yang diperhitungkan. Oleh karena itulah, dalam makalah ini penulis tertarik untuk mencari tahu lebih dalam tentang penyebab keruntuhan negara yang pernah menjadi salah satu negara dengan power terbesar dalam sistem internasional tersebut yang dilihat dari perspektif konstruktivisme dan meninjau fenomena ini dari konsepsi identitas yang ada dalam kajian konstruktivisme.

1.2 Pertanyaan Permasalahan Dalam makalah ini, pertanyaan permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana pendekatan konstruktivisme menjelaskan fenomena runtuhnya Uni Soviet? Pembahasan makalah ini akan dilakukan dengan menggunakan perspektif konstruktivisme dalam ilmu hubungan internasional. Selain itu, pembahasan dalam makalah ini akan dimulai dari masalah dalam Uni Soviet sejak di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev hingga keruntuhan imperium Uni Soviet.

1.3 Kerangka Teori Dalam makalah ini, untuk dapat menjawab pertanyaan permasalahan yang ada, penulis menggunakan perspektif konstruktivisme dalam mengkaji fenomena yang terjadi.

Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan dalam ilmu sosial yang melihat bahwa segala sesuatu di dunia itu dikonstruksikan secara sosial.1 Alexander Wendt menyatakan bahwa terdapat dua prinsip utama dari perspektif konstruktivisme adalah:2 1. Struktur dari interaksi antar manusia lebih dipengaruhi oleh aspek-aspek ideasional dibandingkan dengan material 2. Identitas dan kepentingan dari aktor dikonstruksikan oleh ide-ide dan interaksi tersebut dan bukan merupakan sesuatu yang diberikan oleh alam.

1

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory, Fourth Edition ((New York: Longman-Pearson, 2010) hlm. 277. 2 Alexander Wendt, Social Theory of International Politics (Cambridge: Cambridge University Press, 1999) hlm. 1.

2

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

Dari apa yang dikemukakan oleh Wendt itu dapat dipahami bahwa konstruktivisme tidak hanya meninjau dari apa yang terlihat, tetapi juga sangat mempertimbangkan dan memperhatikan aspek-aspek sosial yang tidak terlihat, seperti aspek ide, norma, nilai, dan interaksi yang akhirnya membentuk identitas dan kepentingan suatu aktor. Selanjutnya, untuk dapat menjelaskan dan memahami fenomena yang diangkat dalam makalah ini, penulis menggunakan konsep identitas dalam konstruktivisme. Konsep identitas ini menjadi sangat penting karena dalam asumsi dasarnya konstruktivisme selalu mempermasalahkan identitas aktor dalam hubungan internasional dan bagaimana kepentingan dapat mempengaruhi pembentukan identitas aktor tersebut. 1.3.1 Identitas dalam Konstruktivisme Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, identitas merupakan unsur penting dalam pendekatan konstruktivisme. Identitas memiliki makna yang lebih dari sekedar label-label tertentu. Ted Hopf dalam artikelnya menyatakan bahwa identitas memberikan setiap aktor pemahaman akan aktor lainnya, baik mengenai sifat alamiahnya, motif, kepentingan, kemungkinan tindakan, dan peran dalam konteks-konteks politik tertentu.3 Apa yang dikemukakan oleh Hopf ini pada dasarnya menjelaskan bahwa identitas merupakan sebuah konsep penting dalam pendekatan konstruktivisme yang memberikan pemahaman, pendefinisian, dan pembedaan dari suatu aktor tertentu serta pemahaman tentang self dan others. Hampir serupa dengan Hopf, Viotti dan Kauppi mendefinisikan identitas sebagai pemahaman serta ekspektasi yang stabil dan spesifik akan peran dari suatu diri yang diperoleh dari interaksi yang terjadi atau pendefinisian diri melalui hubungan dengan sebuah struktur yang terdiri atas hubungan sosial, makna, peraturan, norma, dan praktik bersama.4 Definisi ini pada dasarnya menjelaskan bahwa identitas merupakan sebuah istilah dan konsep yang terbentuk dari hubungan dan interaksi sosial antar aktor yang di dalamnya mengandung nilai, norma, dan aturan tertentu. Hopf pun mengatakan bahwa identitas negara manapun merupakan bagian produk dari praktik-praktik sosial yang

3

Ted Hopf, The Promise of Constructivism in International Relations Theory dalam International Security, Vol. 23, No. 1 (Summer, 1998), hlm. 193. 4 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, Op.Cit., hlm. 286.

3

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

akhirnya membentuk identitas diri mereka.5 Identitas dapat berubah seiring berjalannya waktu dan dalam konteks-konteks yang berbeda. Identitas pun dibentuk dan dikonstruksikan, bukan diberikan secara otomatis dan alamiah. Demikian halnya dengan kepentingan aktor. Pengaruh pembentukan identitas seseorang dapat berasal dari banyak pihak serta sumber, baik sumber yang endogeneous maupun exogeneous. Sumber endogeneous meliputi seperti budaya, ras, jender, kewarganegaraan, agama, dan ideologi. Sedangkan, sumber exogeneous meliputi norma internasional seperti multilateralisme yang juga dapat berkontribusi pada identitas sebuah negara dan peran yang dimilikinya dalam hubungannya dengan negara lain. Viotti dan Kauppi juga menambahkan bahwa konstruksi dari identitas tidak terbatas pada persepsi apakah suatu negara tertentu merupakan teman atau lawan, karena identitas ini lebih menekankan pada interaksi yang terjalin di antara negara-negara tersebut.6

Poin utamanya adalah ketika interaksi

antar negara berkontribusi pada pembentukan norma, makna, dan institusi dalam hubungan internasional, faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi identitas dan perilaku dari negara tersebut pula.7 Oleh karena itulah, proses ini merupakan proses yang saling mempengaruhi.

5 6

Ted Hopf, Op. Cit., hlm. 195. Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, Op. Cit., hlm. 286-287. 7 Ibid., hlm 287.

4

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

BAB II PEMBAHASAN

Pada bagian ini, pembahasan akan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai kondisi Uni Soviet di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev. Bagian ini ditujukan untuk memberikan beberapa data dan penjelasan bagaimana kondisi Uni Soviet ketika Gorbachev diangkat sebagai Presiden Uni Soviet. Kemudian pada bagian kedua, akan dipaparkan mengenai perestroika dan glasnost sebagai contoh instrumen yang digunakan oleh Gorbachev untuk melakukan transisi identitas. Bagian tersebut ditujukan untuk menunjukkan bagaimana Gorbachev berusaha melunakkan ideologi komunisme Uni Soviet. Pada bagian ketiga, akan dikemukakan analisis penulis mengenai penjelasan dari bagian-bagian sebelumnya dan bagaimana penjelasan tersebut berkontribusi pada keruntuhan Uni Soviet. Dalam bagian ini pula analisis akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu dugaan faktor-faktor eksternal, identitas dan interest, serta kegagalan transisi identitas. Pembagian analisis ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman mengenai pengaplikasian konsep pada fenomena yang diangkat.

2.1 Uni Soviet di Bawah Kepemimpinan Mikhail Gorbachev Keruntuhan Uni Soviet pada dasarnya bukan merupakan hal yang terjadi begitu saja. Keruntuhan imperium negara tersebut telah diprediksikan dan terlihat semakin nyata begitu sistem kenegaraan Uni Soviet ini goyah akibat masalah-masalah internal di dalam negara tersebut. Masalah-masalah internal yang dimaksud ini adalah masalah-masalah yang terjadi baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial domestik negara tersebut. Permasalahan yang terjadi dalam internal negara Uni Soviet pada dasarnya tidak datang tiba-tiba dan merupakan krisis berkepanjangan yang telah ada dalam negara tersebut jauh sebelum negara itu akhirnya runtuh. Namun demikian, keruntuhan imperium Uni Soviet tersebut terjadi di bawah kekuasaan Mikhail Gorbachev. Mikhail Gorbachev memiliki andil dan peran yang besar dalam fenomena bersejarah ini, mengingat pada masa kepemimpinannya, Gorbachev mengenalkan istilah-istilah baru untuk perbaikan kondisi Uni Soviet pada masa itu. Oleh karena itulah, pada makalah ini 5

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

pembahasan akan dimulai dari fenomena pengangkatan Mikhail Gorbachev sebagai pemimpin Uni Soviet. Pada 11 Maret 1985, Mikhail Sergeevich Gorbachev segera ditunjuk dan diangkat sebagai Sekretaris Jenderal dari Partai Komunis Uni Soviet (CPSU) dan sekaligus sebagai Presiden dari Republik Sosialis Uni Soviet (USSR) menggantikan Konstantin Chernenko yang meninggal.8 Dengan diangkatnya sebagai presiden baru Uni Soviet pada masa itu, secara otomatis Gorbachev juga mewarisi segala permasalahan yang terkandung dalam negara tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Uni Soviet sedang tenggelam di tengah krisis yang melandanya. Pada tahun 1980-an, sistem politik Uni Soviet tengah dilanda masalah-masalah kronis yang memiliki peranan penting dalam negara tersebut. Dalam bidang ekonomi, beberapa figur-figur ekonomi menunjukkan masih terdapatnya pertumbuhan ekonomi yang tidak terlalu tinggi, namun dalam dunia nyata pertumbuhan ekonomi yang dirasakan justru stagnan. 9 Selain itu, terdapat pula masalah korupsi yang terjadi sejak masa kepemimpinan Breznev. 10 Masalahmasalah ini terakumulasi hingga mengakibatkan krisis berkepanjangan ini menjadi semakin sulit untuk dapat diselesaikan.dan ikut diwariskan seiringan dengan tongkat kekuasaan diterima oleh Gorbachev pada masa itu. Gorbachev menyadari segala kebobrokan yang diwariskan kepadanya. Gorbachev pun menyadari bahwa dirinya memiliki pekerjaan besar untuk dapat memperbaiki negara tersebut. Gorbachev pada dasarnya memiliki optimisme yang cukup besar bahwa negaranya dapat diperbaiki. Presiden ini percaya bahwa sistem sosialis dalam Uni Soviet dapat direformasi hingga lebih manusiawi. Akhirnya, Gorbachev mencetuskan dua ide kebijakan reformasi utama, yaitu perestroika yang berarti restrukturisasi dan glasnost yang berarti keterbukaan atau transparansi.11 Penjelasan lebih lanjut tentang kedua konsep tersebut akan dilakukan pada bagian selanjutnya.

8

Alisha Leight, Gorbachev, Perestroika and Glasnost: An evaluation of Aspirations and Tribulations yang diakses dari http://www.graduateschool.uwm.edu/forms-and-downloads/researchers/mcnair/2005/leight.pdf, hlm. 1 pada 22 Mei 2012 pukul 19.14 WIB. 9 Sarfraz Khan, Assess the main factors leading to the break-up of the Soviet Union yang diakses dari http://www.allrussias.com/essays/2011/Stephen_Wears.pdf hlm 4-5 pada 23 Mei 2012 pukul 17.54 WIB. 10 Marianna Petrasova, Why Did The Soviet Union Collapse? yang diakses dari http://diplomovka.sme.sk/zdroj/3448.pdf hlm. 3 pada 22 Mei 2012 pukul 21.01 WIB. 11 Alisha Leight, Loc. Cit.

6

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

2.2 Perestroika, dan Glasnost Sebagai Contoh Usaha Transisi Identitas Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, saat Gorbachev diangkat menjadi Presiden Uni Soviet, Gorbachev sendiri telah menyadari banyaknya pekerjaan rumah yang menantinya akibat stagnasi yang terjadi dari Gorbachev memiliki rasa optimis yang tinggi mengenai

perbaikan yang akan dilakukan olehnya terhadap Uni Soviet yang masa itu dilanda krisis. Melihat krisis berkepanjangan yang terjadi di negaranya tersebut, Gorbachev pun pada akhirnya merasa perlunya dilakukan beberapa perubahan dan implementasi kebijakan-kebijakan baru. Kebijakan baru yang sangat terkenal diusung dan dicetuskan pada masa kepemimipinan Mikhail Gorbachev adalah perestroika dan glasnost. Perestroika awalnya tidak memiliki definisi yang pasti dalam perpolitikan Uni Soviet. Namun demikian, dalam Bahasa Inggris kata ini diartikan sebagai economy restructuring atau restrukturisasi ekonomi. Bahkan pada tahun 1987, Gorbachev merekomendasikan interpretasi baru akan perestroika, yaitu sebagai reformasi radikal atau revolusi.12 Awalnya perestroika difokuskan pada hanya masalah ekonomi, namun lama-kelamaan reformasi yang terjadi justru semakin radikal. Bahkan akhirnya Gorbachev percaya bahwa seluruh sistem dalam negaranya tersebut harus diubah dan dilandasi oleh prinsip-prinsip yang baru.13 Bagi Gorbachev, Uni Soviet membutuhkan dinamisme, keadilan sosial, demokrasiyang menurutnya berarti lebih sosialisme.14 Hal ini menunjukkan bahwa perestroika lebih merupakan bentuk pengaruh dari pergeseran ideologi. Perestroika merupakan proses politik yang dikondisikan dari berbagai faktor termasuk ideologi yang dilihat sebagai sebuah proses yang rasional dan dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di masa itu.15 Ide akan perestroika muncul karena pada dasarnya Gorbachev ingin membangkitkan kembali Leninisme, karena menurutnya Stalinisme merupakan akar dari krisis yang terjadi di Uni Soviet ini. Dalam suatu kesempatan Gorbachev menyatakan,The essence of perestroika lies in the fact that it unites socialism with democracy and revives the Leninist concept of socialist construction both in theory and practice. Such is the essence of perestroika, which

12 13

Anders slund, Gorbachevs Struggle for Economic Reform (London: Pinter Publisher Limited, 1989), hlm. 2. Sarfraz Khan, Loc. Cit., hlm. 8. 14 Moshe Lewin, The Gorbachev Phenomenon: A Historical Interpretation (Los Angeles: University of California Press, 1991), hlm. 120. 15 Neil Robinson, Ideology and The Collapse of Soviet System: A Critical History of Soviet Ideological Discourse (Hants: Edward Elgar Publishing Limited, 1995) hlm. 7.

7

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

accounts for its genuine revolutionary spirit and its all-embracing scope.16

Pernyataan

tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya Gorbachev ingin berusaha menggabungkan sosialisme dengan demokrasi dengan harapan dapat mengembalikan kestabilan negaranya dalam berbagai bidang. Namun sayangnya harapan Gorbachev ini tidak dapat terwujud karena secara praktik nyatanya kedua jenis sistem ini tidak dapat digabungkan. Alasan utama perestroika gagal adalah karena kepemimpinan Gorbachev terus berusaha mengandalkan partai komunis untuk menjadi pengarah dalam proses demokratisasi, dan bukan mempromosikan self-organisation yang mandiri pada massa di Uni Soviet.17 Sumber lain menyatakan bahwa restrukturisasi ekonomi dalam perestroika mengancam republik-republik etnonasional karena menghilangkan otoritas-otoritas tertentu. Hal ini menimbulkan antagonisme dari kelompok-kelompok etnonasionalisme sehingga perpecahan pun tidak dapat dihindarkan.18 Hal ini menunjukkan adanya ketidak-sesuaian antara perestroika dan kehendak para kelompok etnis. Kelompok etnis tidak menyetujui kebijakan ini karena bagi mereka perestroika akan mengganggu kelancaran hidup masyarakat etnis mereka. Dengan demikian, kegagalan perestroika dan disintegrasi dalam Uni Soviet sendiri juga diakibatkan oleh dimensi etnis-etnis sosial di dalam negara tersebut. Selanjutnya, glasnost merupakan kebijakan Uni Soviet yang memiliki definisi keterbukaan atau transparansi. Melalui glasnost, Gorbachev membuka debat publik secara terbuka tentang masalah negara dan krisis. Pers yang sebelumnya dibatasi dalam berekspresi menjadi merasa memiliki wadah untuk berekspresi secara luas.19 Secara konseptual, glasnost ini dapat dikatakan berhasil, karena pada masa itu keterbukaan memang dijunjung dengan tinggi. Namun akibat dari glasnost ini nyatanya justru mendorong beberapa kelompok politik dan sosial yang akhirnya menghancurkan Uni Soviet secara moral, finansial, maupun politikal.20 Yang tidak disadari oleh Gorbachev adalah bahwa dengan memberikan orang kebebasan penuh dalam berekspresi, tanpa disadari ia melepaskan emosi dan kegundahan politik yang telah terpendam selama puluhan tahun di dalam diri individu-individu yang merupakan korban dari16

Mikhail Gorbachev, Perestroika: New Thinking for Our Country and the World, (New York: Harper and Row, 1987), hlm. 35. 17 Doug Lorimer , The collapse of communism in the USSR: Its causes and significance, Second Edition (Australia: Resistance Books, 1997) hlm. 27. 18 Fadli Zon, Gerakan Etnonasionalis: Bubarnya Imperium Uni Soviet, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002) hlm. 135. 19 Ibid, hlm. 133. 20 Marianna Petrasova, Loc. Cit., hlm. 8.

8

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

sistem Uni Soviet selama itu. Hal ini pun akhirnya secara tidak langsung berdampak buruk pada kestabilan negara Uni Soviet. Perestroika dan glasnost hingga saat ini menjadi dua istilah atau konsep yang cukup terkenal dalam diskursus internasional. Perestroika dan glasnost nyatanya tidak hanya sekedar kebijakan yang diimplementasikan oleh Gorbachev. Kedua istilah ini dikenal sebagai bagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena keruntuhan salah satu adidaya di masa perang dingin ini terjadi. Kedua konsep ini pada dasarnya hanyalah merupakan bentuk contoh mengenai bagaimana Gorbachev berusaha melunakkan sosialisme garis keras yang dianut oleh negaranya dengan memasukkan unsur-unsur demokrasi ke dalam konsep-konsep ini. Nyatanya usaha penginternalisasian nilai demokrasi ini justru menyebabkan dampak buruk pada Uni Soviet sebagai negara yang berdaulat. Penjelasan dan analisis mengenai bagaimana hal-hal ini dapat berkontribusi pada keruntuhan Uni Soviet akan dilakukan pada bagian selanjutnya.

2.3 Analisis Fenomena Melalui Kacamata Konstruktivisme Untuk memudahkan dalam memahami bagaimana konstruktivisme melihat fenomena ini, analisa akan dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur konstruktivisme yang telah dicantumkan dalam dalam kerangka teori makalah ini. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, analisis dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan mengungkapkan bagaimana adanya dugaan faktor-faktor eksternal dapat berpengaruh pada aspek ideasional dan menyebabkan masuknya nilai-nilai demokrasi ke dalam negara Uni Soviet. Bagian kedua akan memaparkan bagaimana teori identitas dan kepentingan dapat diaplikasikan dalam fenomena ini, dan bagaimana kedua unsur tersebut dapat berkontribusi pada keruntuhan Uni Soviet. Bagian terakhir merupakan gabungan analisa antara bagian pertama dan kedua dan menjelaskan bagaimana konstruktivisme melihat fenomena ini secara keseluruhan sebagai akibat dari kegagalan transisi identitas. 2.3.1 Dugaan Faktor-Faktor Eksternal Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bagaimana perestroika dan glasnost merupakan salah satu dari banyak contoh usaha Gorbachev untuk menyelamatkan negaranya. Perestroika dan glasnost tidak dapat dipungkiri memiliki esensi-esensi demokratisasi di dalamnya. Melalui kebijakan yang diambilnya ini Gorbachev secara 9

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

tidak langsung mulai menginternalisasi nilai-nilai demokrasi di dalamnya. Hal ini diduga memiliki juga dipengaruhi oleh keadaan dunia internasional. Pasca perang dingin, banyak negara-negara baru yang merdeka. Tidak sedikit dari negara-negara yang baru merdeka tersebut menganut sistem demokrasi liberal bagi negaranya. Dalam hal ini, diduga bahwa kepopuleran ideologi yang disebarkan oleh Amerika Serikat ini cukup memberikan andil dalam pergeseran identitas yang terjadi pada Uni Soviet di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev. Demokratisasi di kawasan Asia yang ditandai dengan banyaknya negara baru yang muncul dengan ideologi demokrasi

seperti Taiwan, Filipina, Korea Selatan, Indonesia, Thailand, dan Mongolia dengan demikian diduga sedikit-banyak mempengaruhi cara pikir elit-elit politik di Uni Soviet termasuk Gorbachev dan mulai mempertimbangkan demokrasi sebagai suatu praktik ideologi yang baik hingga akhirnya turut berkontribusi sebagai salah satu penyebab keruntuhan imperium Uni Soviet pada tahun 1991.21 Lebih jauh lagi, adanya konstruksi sosial akan ideologi dan identitas dari pihak luar menjadi lebih kuat ketika diketahui bahwa pada dasarnya pada masa kepemimpinannya, Gorbachev sering kali berinteraksi dengan pemimpin Amerika Serikat yang menjabat. Sejak tahun 1970, Reagan telah menyangsikan sistem komunisme yang dianut oleh Uni Soviet. Reagan menyatakan bahwa sistem tersebut tidak akan dapat bertahan, karena sistem tersebut tidak menjunjung peri-kemanusiaan.22 Hal tersebut memiliki hubungan erat dengan Reagan Doctrine yang berusaha memperkecil pengaruh Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Namun dibalik semua itu, pada masa kepemimpinan Gorbachev, Reagan menjalin hubungan yang kooperatif dan saling menghormati antar satu sama lain dengan Gorbachev.23 Bahkan selama masa jabatannya, Gorbachev tercatat telah bertemu dengan Reagan dan Bush sebanyak sembilan kali.24 Interaksi yang terjalin antara kedua pihak ini dapat diduga merupakan celah-celah yang tidak diperhitungkan hingga akhirnya konstruksi sosial akan identitas dan ideologi yang baik pun terjadi. Konstruksi sosial yang terjadi inilah yang21

Tom Ginsburg, Lessons for Democratic Transitions: Case Studies from Asia dalam A Journal of World Affairs, Spring 2008 yang diakses dari http://www.lexglobal.org/files/046_orbis-final.pdf pada 26 Mei 2012 pukul 09.55 WIB. 22 Daniel J. Castellano, Causes of the Soviet Collapse (1979-1991) yang diakses dari http://www.arcaneknowledge.org/histpoli/soviet.htm pada 25 Mei 2012 pukul 23.44 WIB. 23 Ibid. 24 --, diakses dari http://www.hyperhistory.net/apwh/bios/b2gorbachevm.htm pada 26 Mei 2012 pukul 18.17 WIB

10

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

diperkirakan memicu implementasi unsur-unsur perubahan dan demokratisasi di Uni Soviet pada masa kepemimpinan Mikhail Gorbachev.

2.3.2 Masalah Identitas dan Kepentingan Seperti yang telah kita ketahui, Uni Soviet merupakan negara sosialis komunis yang mana kedaulatan tertinggi negara berada di tangan Partai Komunis Uni Soviet. Sejak Joseph Stalin memerintah negara tersebut, yang tercipta adalah sosialisme garis keras. Berbeda dengan Lenin yang menekankan pada revolusi buruh-buruh, pemikiran Stalin lebih maju dari itu. Stalin menganggap bahwa Uni Soviet harus dapat mengaplikasikan sosialisme dan mendukung revolusi yang terjadi di seluruh belahan dunia. Hal ini dirangkum dalam teori Sosialisme Satu Negara yang dirintis oleh Stalin.25 Hal ini pada dasarnya berbeda dengan pandangan Lenin yang menganggap bahwa sosialisme tidak akan dapat dibangun dalam satu negara saja, harus dapat tercipta secara internasional dan bahwa sosialisme bukan hanya ditandai dengan kepemimpinan kediktatoran.26 Namun demikian, Stalin berhasil meyakinkan publik bahwa ideologi yang disampaikannya tersebut merupakan kelanjutan teoretis dari ajaran Lenin dan menyebutnya sebagai Marxisme-Leninisme. Dengan demikian, ketika Stalin memerintah, ideologi inilah yang digunakan sebagai landasan negara dan memicu terjadinya krisis ekonomi di Uni Soviet. Saat kepemimpinan jatuh ke tangan Gorbachev, ideologi yang digunakan masih ideologi sosialis komunis Stalin. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Gorbachev menyadari bahwa ideologi Stalinisme inilah yang menyebabkan terjadinya krisis berkepanjangan dalam Uni Soviet. Gorbachev menganggap bahwa perlu dilakukan restrukturisasi dan membangkitkan lagi Leninisme dengan memasukkan esensi-esensi demokrasi yang dalam persepsinya merupakan bagian dari ajaran Leninisme. Penginternalisasian nilai-nilai demokrasi ini diduga masuk melalui celah-celah yang telah dijelaskan dalam bagian analisa faktor-faktor eksternal. Penginternalisasian ini tercermin dalam beberapa kebijakan yang dicetuskan oleh Mikhail Gorbachev selama

25 26

Diakses dari http://www.bbc.co.uk/history/historic_figures/stalin_joseph.shtml pada 1 Juni 2012 pukul 21.59 WIB. Diakses dari http://arts.anu.edu.au/suarsos/kapnegara.htm pada 31 Mei 2012 pukul 19.47 WIB.

11

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

masa kepemimpinannya, seperti dalam perestroika dan glasnost yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan menganut ideologi komunisme, Uni Soviet pun menjadi negara yang totalitarian. Dalam hal ini berarti kepemimpinan komunis memiliki kedaulatan penuh atas pemerintahan negara.27 Dengan demikian, munculnya perestroika dan glasnost tentu merupakan sebuah fenomena yang cukup bertentangan dengan ideologi dasar Uni Soviet sebagai negara. Kedua kebijakan ini dapat dilihat oleh konstruktivisme sebagai bentuk perubahan dan pergeseran nilai-nilai komunisme dan totalitarianisme yang dianut oleh Uni Soviet. Dengan kebijakan yang dicetuskannya tersebut, Gorbachev berusaha melakukan restrukturisasi ekonomiyang akhirnya merambah pada bidangbidang lain pula dan memasukkan unsur keterbukaan politik dalam negaranya. Pencetusan dan implementasi perestroika dan glasnost yang dilakukan oleh Gorbachev ini pada dasarnya dapat dilihat sebagai contoh bentuk usaha Gorbachev sebagai presiden untuk dapat memperbaiki kondisi negaranya. Kebijakan ini diambil demi kepentingan negara tersebut. Pemasukan nilai-nilai demokrasi ini dilakukan untuk merevitalisasi kondisi negara Uni Soviet. Namun demikian, nyataknya hal tersebut tidak dapat tercapai. Identitas memiliki hubungan saling mempengaruhi dengan interest atau kepentingan. Hal inilah yang memicu terjadinya kegagalan transisi identitas dalam Uni Soviet. Kepentingan Gorbachev untuk memperbaiki negaranya diwujudkan melalui pemasukan nilai-nilai demokrasi ini. Gorbachev merupakan Presiden dan Sekjen Partai Komunis Uni Soviet, sehingga apa yang ada di dalam kepalanya dan diimplementasikannya akan sangat berpengaruh pada Uni Soviet sebagai negara. Namun demikian, perlu dipahami bahwa Gorbachev bukanlah representasi tunggal dari Uni Soviet. Uni Soviet terdiri dari banyak suku bangsa, etnis, dan kelompok masyarakat. Kelompok-kelompok dalam Uni Soviet ini berusaha bertahan dari krisis dengan menyesuaikan diri dan kepentingannya pada kondisi yang tengah terjadi. Dengan usaha Gorbachev untuk merestrukturisasi negara Uni Soviet, terjadilah clash of interest di antara kelompok-kelompok masyarakat

27

--, Fall of The Soviet Union yang diakses dari http://www.coldwar.org/articles/90s/fall_of_the_soviet_union.asp pada 23 Mei 2012 pukul 22.19 WIB.

12

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

dan pemerintah Uni Soviet. Hal inilah yang justru memperburuk kondisi internal negara Uni Soviet hingga transisi identitas pun tidak dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian, dalam kasus ini terlihat jelas bagaimana hubungan antara identitas dan kepentingan yang saling mempengatuhi hingga berujung pada fenomena besar dalam sejarah politik internasional. Kepentingan dapat mempengaruhi terjadinya pergeseran dan transisi identitas, sedangkan transisi tersebut juga pada akhirnya mempengaruhi kepentingan-kepentingan yang terbentuk. Dalam hal ini, yang terjadi adalah transisi identitas menyebabkan clash of interest yang terjadi baik antar kelompok masyarakat, maupun antara kelompok masyarakat dengan pemerintah Uni Soviet.

2.3.3 Konstruktivisme dan Kegagalan Transisi Identitas Uni Soviet Dari pemaparan yang telah dilakukan pada bagian-bagian sebelumnya pada dasarnya dapat dipahami bahwa sebenarnya Mikhail Gorbachev diangkat sebagai Presiden Uni Soviet di tengah keadaannya yang sudah di tengah krisis. Hal ini tentunya merupakan suatu hal yang berat dan menjadi beban bagi Gorbachev yang pada saat itu memimpin. Sebagai presiden, Gorbachev tentu menginginkan negaranya berjalan secara normal dalam keadaan yang baik-baik saja. Hal inilah yang pada dasarnya mendasari adanya perubahan-perubahan serta kebijakan-kebijakan baru yang diimplementasikan. Namun demikian, nyatanya reformasi yang dilakukan inilah yang justru menjadi saatsaat berbahaya bagi pemerintahan Uni Soviet.The most dangerous time for a bad government is when it starts to reform itself. -Alexis de Tocqueville-28

Kutipan yang merupakan pernyataan yang dikemukakan oleh seorang pemikir politik asal Prancis di atas pada dasarnya sangat merepresentaiskan apa yang terjadi pada Uni Soviet. Reformasi yang diinisiasikan oleh Gorbachev nyatanya justru menggiring Uni Soviet pada babak baru negaranya hingga akhirnya menuju keruntuhannya sendiri. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bagaimana peran identitas dan kepentingan menjadi sebuah hal yang krusial dalam fenomena besar ini.28

Marianna Petrasova, Loc. Cit. hlm. 2.

13

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

Hal tersebutlah yang sebenarnya menjadi esensi dari perspektif konstruktivisme dalam melihat fenomena ilmu hubungan internasional semacam ini. Keruntuhan Uni Soviet pada dasarnya telah banyak dianalisis dan dijelaskan sebagai akibat dari fenomena krisis ekonomi yang terjadi. Namun demikian, dengan menggunakan perspektif konstruktivisme dapat dilihat bahwa penyebab dari keruntuhan Uni Soviet ini lebih dari sekedar masalah ekonomi semata. Ide yang merupakan esensi dari konstruktivisme nyatanya dapat mempengaruhi transisi identitas. Ide akan komunisme dan sosialisme yang berubah dan melunak pada masa pemerintahan Gorbachev nyatanya memiliki andil besar dalam pergeseran nilai-nilai dan transisi identitas yang terjadi. Dalam kasus ini, transisi identitas tidak dapat berjalan lancar akibat clash of interest yang terjadi dan juga didorong oleh kondisi ekonomi dan politik Uni Soviet yang tidak stabil. Konstruktivisme akan menekankan aspek masuknya nilai-nilai ide dari luar melalui celah-celah yang telah dijelaskan sebelumnya dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi perspektif Gorbachev akan ideologi yang dianut oleh negaranya. Demokratisasi yang terjadi di Asia dalam hal ini nyatanya mampu menggoyahkan dan mengikis kepercayaan diri Gorbachev terhadap ideologi negaranya (sosialis komunis) dan akhirnya mulai mempertimbangkan masuknya nilai-nilai demokrasi dalam kebijakan yang diambilnya, seperti perestroika dan glasnost. Proses ini dianggap sebagai bentuk konstruksi sosial yang mampu mengubah persepsi seseorang akan sesuatu. Apa yang dilakukan oleh Gorbachev ini nyatanya menjadi boomerang bagi negaranya sendiri, karena transisi identitas ini tidak cocok dengan kondisi negaranya yang tengah dilanda krisis dan justru menimbulkan clash of interest. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa konstruktivisme melihat bahwa keruntuhan Uni Soviet sebagai wujud kegagalan transisi identitas yang memulai era baru dalam politik internasional.

14

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

BAB III PENUTUP

Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat dipahami bahwa pada dasarnya keruntuhan Uni Soviet terjadi akibat berbagai macam faktor, namun konstruktivisme melihat fenomena ini sebagai akibat dari kegagalan transisi identitas yang terjadi. Naiknya Mikhail Gorbachev membawa warna baru dalam imperium Uni Soviet. Namun demikian nyatanya apa yang dibawa dan diusung oleh Gorbachev ini justru berdampak buruk pada kondisi internal negara tersebut. Konstruktivisme melihat bagaimana aspek ide dan proses konstruksi sosial yang terjadi dapat berpengaruh pada transisi identitas dan kepentingan dalam Uni Soviet. Transisi yang diharapkan dapat merevitalisasi kondisi negara Uni Soviet nyatanya tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan sehingga kegagalan transisi identitas yang terjadi mendorong disintegrasi Uni Soviet dan berujung pada keruntuhan imperium salah satu negara yang dianggap sebagai superpower dalam politik internasional ini.

15

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

DAFTAR PUSTAKA

BUKU slund, Anders. 1989. Gorbachevs Struggle for Economic Reform. London. Pinter Publisher Limited. Dunne, Tim, Milja Kurki, dan Steve Smith (ed.). 2010. International Relations Theories: Discipline and Diversity. New York. Oxford University Press Gorbachev, Mikhail. 1987. Perestroika: New Thinking for Our Country and the World. New York. Harper and Row. Lewin, Moshe. 1991. The Gorbachev Phenomenon: A Historical Interpretation. Los Angeles. University of California Press. Lorimer, Doug. 1997. The Collapse Of Communism In The USSR: Its Causes And Significance. Australia. Resistance Books. Robinson, Neil. 1995. Ideology and The Collapse of Soviet System: A Critical History of Soviet Ideological Discourse. Hants. Edward Elgar Publishing Limited. Viotti, Paul R. dan Mark V. Kauppi. 2010. International Relations Theory. New York. LongmanPearson. Wendt, Alexander. 1999. Social Theory of International Politics. Cambridge. Cambridge University Press. Zon, Fadli. 2002. Gerakan Etnonasionalis: Bubarnya Imperium Uni Soviet. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

JURNAL Ginsburg, Tom, Lessons for Democratic Transitions: Case Studies from Asia dalam A Journal of World Affairs, Spring 2008. Hopf, Ted, The Promise of Constructivism in International Relations Theory dalam International Security, Vol. 23, No. 1 (Summer, 1998). 16

Binar Sari Suryandari. 1006664685. Ilmu Hubungan Internasional. FISIP UI

ARTIKEL INTERNET --, Fall of The Soviet Union yang diakses dari

http://www.coldwar.org/articles/90s/fall_of_the_soviet_union.asp Castellano, Daniel J., Causes of the Soviet Collapse (1979-1991) yang diakses dari

http://www.arcaneknowledge.org/histpoli/soviet.htm Khan, Sarfraz, Assess the main factors leading to the break-up of the Soviet Union yang diakses dari http://www.allrussias.com/essays/2011/Stephen_Wears.pdf Leight, Alisha, Gorbachev, Perestroika and Glasnost: An evaluation of Aspirations and Tribulations yang diakses dari http://www.graduateschool.uwm.edu/forms-and-

downloads/researchers/mcnair/2005/leight.pdf Petrasova, Marianna, Why Did The Soviet Union Collapse? yang diakses dari

http://diplomovka.sme.sk/zdroj/3448.pdf

17