Makalah Tekpres - Roti Buaya
-
Upload
amael-jamaludin -
Category
Documents
-
view
393 -
download
8
Transcript of Makalah Tekpres - Roti Buaya
AHMAD HAZANI – SUWARJONO – SISILIANTI SULAIMAN – AGUS SUPRIATNA – AMäL JAMALUDIN
200846500123 – 20084650098 – 200846500156 – 200846500133 - 2008465000871. Sekilas Tentang Betawi
1
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRIFAKULTAS BAHASA DAN SENIDESAIN KOMUNIKASI VISUAL
JAKARTA 2010
Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru
muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi
sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu. Antropolog
Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai
orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam
pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat
tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong. Pengakuan
terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan
politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923,
saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi.
Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan,
yakni golongan orang Betawi.
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat
campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup
penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di
luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan
di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Hal ini terjadi karena pada
abad ke-6, kerajaan Sriwijaya menyerang pusat kerajaan Tarumanagara yang terletak di
bagian utara Jakarta sehingga pengaruh bahasa Melayu sangat kuat disini. Selain itu,
perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512
yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa
mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang
menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik keroncong.
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara
biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah
campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang
disebut dengan orang atau Suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta.
Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu
hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan
Tionghoa.
2. Sekilas Tentang Sejarah Buaya
Kata buaya berasal dari bahasa Yunani yang umum digunakan untuk
2
mengacu kepada kadal. Souchian adalah istilah ilmiah untuk buaya yang berasal dari kata
Archosuchian, di mana awalan Arho berarti Tua/Kuno dan Souchian sebagai bentuk distorsi
bahasa Yunani Untuk “Sobek” yaitu sosok Dewa buaya Mesir. Sobek di sembah sebagai
manifestasi dewa matahari atau Ra; dan kota yang merupakan sentra penyembahan dewa
tersebat adalah Crocodilopolis. Buaya memiliki makna yang berbeda-beda dari setiap tempat
dan menurut lambang buaya juga memiliku arti tersendiri yaitu:
Pada zaman Mesir Kuno buaya sering diasosiasikan dengan kebijaksanaan
Di Eropa buaya diasosiasikan dengan kekayaan.
Di China buaya ditulis dalam suatu karakter (tulisan kanji kuno) pada satu milenium
sebelum Kristus lahir. Saat itu dianggap sebagai suatu massa penuh dosa dan
kejahatan. Buaya juga dipercayai sebagai sebuah simbol ketidakberuntungan.
Di Afrika, buaya disembah karena dianggap sebagai sebagai penerima spirit dari
leluhurnya.
Di Asia Tenggara buaya dianggap sebagai reinkarnasi. Ada sebuah versi dongeng
mengisahkan Seorang Putri dari Kupang (Timur Barat) mempersembahkan seorang
pelayan perempuan yang cantik sebagai istri untuk nenek moyang mereka.
Di Kalimantan, buaya dianggap sebagai saudara yang memiliki hubungan darah
yang erat dan dapat mengusir setan.
Orang Aborigin tempo dulu membuat ukir-ukiran dibatu dengan pesan bahwa buaya
akan kembali dalam 30 ribu tahun, termasuk ukiran yang menunjukkan seekor
buaya yang melahirkan manusia.
Di Peninsula, hanya beberapa orang yang diijinkan makan telur buaya dan ini adalah
bentuk kuno konservasi.
Di daratan Papua, buaya muncul pada ukir-ukiran Suku Asmat dan Kamoro di
daerah pantai selatan Papua.
Di Teluk Etna Papua, pernah terlihat kerangka buaya yang diletakkan di atas batu
beberapa meter di atas air dan diberikan sesajen berupa kacang betel dan makanan
dalam piring porselin.
3. Sejarah roti buaya menjadi simbol pernikahan adat Betawi
Asal mula adanya roti buaya ini, konon terinspirasi perilaku buaya yang hanya kawin
sekali sepanjang hidupnya. Dan masyarakat Betawi meyakini hal itu secara turun
temurun. Selain terinspirasi perilaku buaya, simbol kesetiaan yang diwujudkan
3
dalam sebuah makanan berbentuk roti itu juga memiliki makna khusus. Menurut keyakinan
masyarakat Betawi, roti juga menjadi simbol kemampanan ekonomi. Dengan maksud, selain
bisa saling setia, pasangan yang menikah juga memiliki masa depan yang lebih baik dan bisa
hidup mapan. Karenanya, tak heran jika setiap kali prosesi pernikahan, mempelai laki-laki
selalu membawa sepasang roti buaya berukuran besar, dan satu roti buaya berukuran kecil
yang diletakkan di atas roti buaya yang disimbolkan sebagai buaya perempuan. Ini
mencerminkan kesetian mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sampai beranak-
cucu. Tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang.
FUNGSI OBJEK
1. Roti Buaya Sebagai Simbol Pernikahan Adat Betawi
Setiap acara pernikahan yang mengusung adat Betawi, pasti tak pernah
meninggalkan roti buaya. Biasanya roti yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini
dibawa oleh mempelai pengantin laki-laki pada acara serah-serahan. Selain roti buaya,
mempelai pengantin laki-laki juga memberikan uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya,
selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga. Dari sejumlah barang yang
diserahkan tersebut, roti buaya menempati posisi terpenting. Bahkan, bisa dibilang
hukumnya wajib. Sebab, roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga Betawi, yakni sebagai
ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk sehidup-semati.
Selain itu masyarakat Betawi telah turun temurun menggunakan roti buaya sebagai
simbolisasi disetiap pernikahan adat Betawi. Kenapa bentuknya buaya? tapi kita sering
mendengar bahwa ada istilah Buaya Darat alias mata keranjang? Persepsi ini yang perlu
dijelaskan. Buaya adalah hewan yang panjang umur dan paling setia kepada pasangannya,
buaya itu hanya kawin sekali seumur hidup, sehingga orang Betawi menjadikannya sebagai
Lambang Kesetiaan dalam rumah tangga. Selain itu buaya termasuk hewan perkasa &
hidup di dua alam, ini juga bisa dijadikan lambang dari harapan agar rumah tangga menjadi
tangguh & mampu bertahan hidup di mana aja. Roti Buaya ini dibuat sepasang, yang betina
ditandai dengan roti buaya kecil yg diletakan di atas punggungnya atau di samping.
Maknanya adalah kesetiaan berumah tangga sampai beranak cucu. Peningset ini harus
dijaga sepanjang jalan, supaya tetap mulus hingga sampai ke tangan penganten
perempuan. Selain itu, roti memiliki makna sebagai lambang kemapanan, karna ada
anggapan bahwa roti merupakan makanan orang golongan atas. Pada saat selesai
4
akad nikah, biasanya roti buaya ini diberikan pada saudara yang belum nikah, hal ini juga
memiliki harapan agar mereka yang belum menikah bisa ketularan dan segera
mendapatkan jodoh.
MANFAAT OBJEK
1. Sebagai salah satu hidangan disaat pesta pernikahan suku betawi
2. Sebagai lambang kesetiaan dalam berumah tangga.
3. Sebagai lambang harapan agar rumah tangga menjadi tangguh dan mampu bertahan
hidup.
4. Sebagai lambang kemapanan.
JENIS-JENIS OBJEK
1. JENIS-JENIS OBJEK
Berdasarkan ukuran :
- Roti Buaya ukuran Besar, 100 cm – 50 cm
- Roti Buaya ukuran Kecil, dibawah 20 cm
Berdasarkan jenis :
- Buaya Jantan
- Buaya Betina
- Buaya Anakan (berukuran lebih kecil)
PROSES PEMBUATAN
Bahan dan Bumbu :
1000 gr terigu
250 gr gula pasir
100 gr margarine
15 gr garam
25 gr ragi
15 gr susu bubuk full cream
5
3 butir telur
70 cc air es
Pewarna secukupnya
Cara Memasak :
Bahan dimasukkan ke dalam mixer, aduk sampai kalis/halus.
Timbang sesuai dengan ukuran roti buaya.
Variasi roti disesuaikan dengan bentuk.
Panggang adonan hingga matang.
PENUTUP
Kebudayaan Indonesia itu banyak sekali sudah seharusnyalah kita berbangga dan
menghargai kebudayaan kita ini. Dari Sabang sampai Merauke puluhan budaya Indonesia tidak
bisa terkira dan ternilai harganya. Kita sebagai generasi muda sudah seharusnya bisa
membudayakan dan melestarikan kebudayaan asli Indonesia dan jangan hanya atau bisa
mencontoh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma atau nilai adat ke-timur-timuran.
Umumnya masyarakat Indonesia lebih bangga terhadap budaya asing yang lebih
mengedepankan budaya yang bermewah-mewah dan lebih gaya tapi melupakan budaya asli.
Setelah diklaim oleh bangsa lain barulah kita rebut dan ingin mempertahankannya. Hal inilah
yang membuktikan bahwa masih kurangnya penghargaan dan juga penghormatan kepada
budaya asli Indonesia sehingga setelah hak kekayaan intelektualnya diakui oleh orang atau
bangsa lain kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Sudah saatnya kita bangkit dan melestarikan budaya kita, walaupun Negara kita ini
menggunakan asas demokrasi akan tetapi ada nilai-nilai yang perlu kita hormati dan junjung
tinggi yaitu nilai budaya yang tidak ternilai harganya. Bangsa lain saja bisa menghargai
keberanekaragaman budaya kita bahkan mereka mengakui itu tapi kenapa kita tidak bisa
menghargai dan juga mempertahankanya. Jangan sampai budaya asli kita kalah atau luntur
karena budaya asing yang masuk tapi juga harus bisa mempertahankan dan menjaga serta
mempromosikan budaya kita agar dikenal oleh bangsa lain. Oleh karena itu nilai kebanggaan
perlu kita tanamkan dan juga kita tegakkan agar kita bisa menjadi bangsa yang berbudaya dan
bisa menghargai budayanya.
6
DAFTAR PUSTAKA
Ardan, S. M., Sjafi’ie, Irwan. H., Saputra, Andi, Yahya (2000). Siklus Betawi: upacara dan
adat istiadat, Lembaga Kebudayaan Betawi bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan
Propinsi DKI Jakarta.
Liliweri, Alo, Dr, M, S. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, Jakarta: LKiS
Yogyakarta.
Roti Buaya Simbol Kesetiaan, From: Kompas 2009,
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/06/19/09403272/Roti.Buaya.Simbol
.Kesetiaan
Simbolisasi Roti Buaya di Pernikahan Betawi, From:
http://kosmo.vivanews.com/news/read/70568-
simbolisasi_roti_buaya_di_pernikahan_betawi.
7