Makalah Tbp Fix Kopi

24
Teknologi Bahan Penyegar Hari/tgl : Jum’at 6 November 2015 Kelas : K1 Dosen : Ir. Faqih Udin, M.Sc ANALISIS KELAYAKAN PABRIK KOPI DI GUNUNG PANCAR BOGOR Oleh: Safriyana F34130002 Muhammad Hafid Rosidin F34130027 Zulfa Nadhifatul Muna F34130040

Transcript of Makalah Tbp Fix Kopi

Page 1: Makalah Tbp Fix Kopi

Teknologi Bahan Penyegar Hari/tgl : Jum’at 6 November 2015

Kelas : K1

Dosen : Ir. Faqih Udin, M.Sc

ANALISIS KELAYAKAN PABRIK KOPI DI GUNUNG PANCAR

BOGOR

Oleh:

Safriyana F34130002

Muhammad Hafid Rosidin F34130027

Zulfa Nadhifatul Muna F34130040

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: Makalah Tbp Fix Kopi

PENDAHULUAN

Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah komoditas kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dapat berupa pembukaan kesempatan kerja, serta sebagai sumber pendapatan petani. Menurut Susanto (1999), pengelolaan komoditas kopi telah membuka peluang bagi lima juta petani. Disamping itu juga tercipta lapangan kerja bagi pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi.

Devisa dari kopi menunjukkan perkembangan yang cukup berarti bagi Indonesia. Tahun 1960-an pangsa devisa masih peringkat keenam. Pada tahun 1970 hingga 1990- an melonjak tajam dan menjadi peringkat kedua sebelum karet dalam sub sektor perkebunan. Pada tahun 1986, kopi menyumbang devisa lebih dari US $ 800 juta (46,7% dari ekspor komoditi pertanian). Sejak tahun 1999, Indonesia termasuk sebagai negara produsen dan pengekspor kopi dunia keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia. Krisis kopi dunia yang terjadi pada tahun 2000 dikarenakan keberhasilan Vietnam meningkatkan produksi kopinya dan keberhasilan Brazil meminimumkan gangguan frost yang sering melanda negeri ini.

Peranan komoditas kopi dalam perekonomian nasional memudar setelah harga kopi jatuh akibat membanjirnya produksi kopi dunia. Kondisi tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama di sentra-sentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan. Pada tahun 2004 perolehan devisa dari komoditas kopi menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 251 juta atau 10,1 % dari nilai ekspor seluruh komoditas pertanian, atau 0,5 % dari ekspor non-migas atau 0,4 % dari nilai total ekspor (AAK, 1990). Volume ekspor kopi Indonesia berfluktuasi cukup tajam dengan kisaran 249 ribu ton sampai 355 ribu ton selama 10 tahun terakhir.

Sebagian besar produksi kopi Indonesia diusahakan oleh petani dengan luas garapan rata-rata berkisar antara 0,5-1 ha yang berasal dari perkebunan kopi rakyat (95%), dan sisanya produksi kopi perkebunan besar milik negara (3%) dan swasta (2%). Apabila dilihat dari segi luas areal dan produksi, perkebunan kopi terus mengalami peningkatan. Produksi kopi Indonesia sebagian besar yaitu sebesar 61% diekspor dan sisanya dikonsumsi di dalam negeri dan disimpan sebagai carry over stocks oleh

Page 3: Makalah Tbp Fix Kopi

pedagang dan eksportir, sebagai cadangan bila terjadi gagal panen. Konsekuensi dari besarnya jumlah kopi yang diekspor adalah ketergantungan Indonesia pada situasi dan kondisi pasar kopi dunia. Sementara itu, konsumsi kopi dalam negeri masih tergolong rendah dengan konsumsi per kapita sekitar 0,5-0,6 kg per tahun (Notodimedjo, 1989).

Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor terbesar jenis kopi robusta di dunia. Ekspor kopi Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil (kurang dari 0,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia, Singapura, Algeria dan Inggris. Dalam pasar ekspor, masalah yang dihadapi Indonesia bukan hanya kebijakan perdagangan, tetapi juga mutu, khususnya kopi robusta yang sering dijustifikasi sebagai kopi bermutu rendah. Rendahnya mutu produksi kopi robusta terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen yang kurang memadai karena hampir seluruhnya kopi robusta diproduksi oleh perkebunan rakyat. Disamping itu, pasar kopi masih menyerap seluruh produk kopi dan belum memberikan insentif harga yang memadai untuk kopi bermutu baik.

Sejalan dengan perluasan areal yang ada, produksi kopi Indonesia juga meningkat dengan laju peningkatan yang lebih tajam dari perluasan areal. Produksi kopi Indonesia meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 25 tahun terakhir yaitu dari 170 ribu ton tahun 1975 menjadi 516 ribu ton tahun 2000. Peningkatan produksi di perkebunan rakyat lebih pesat dibandingkan dengan peningkatan produksi perkebunan besar karena selain perluasan areal yang lebih pesat juga karena terjadi peningkatan produktivitas yang cukup besar di rakyat.

Budidaya kopi ini sebenarnya sudah dilakukan oleh petani sejak jaman penjajahan, tetapi pengelolaannya masih tetap tradisional hingga saat ini. Kesalahan yang paling fatal dan umum dilakukan petani adalah pada fase pemetikan dan penanganan pasca panen, sehingga menghasilkan kopi mutu rendah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu biji kopi antara lain melalui kebijakan peningkatan mutu kopi. Namun kebijakan dirasakan masih belum efektif karena sebagian besar panen kopi adalah hasil dari perkebunan rakyat, sehingga perolehan petani pun masih rendah dengan adanya kualitas kopi yang masih rendah, yaitu diantara level 5 dan 4. Rendahnya kualitas tersebut juga menjadi pemicu rendahnya perolehan petani karena biji kopi yang berasal dari petani hanya mendapatkan setengah harga dari kopi yang berkualitas baik. Kualitas dari biji kopi petani yang tidak kunjung membaik disebabkan oleh kurangnya biaya untuk membeli alat yang digunakan untuk

Page 4: Makalah Tbp Fix Kopi

pengeringan biji kopi. Sehingga para petani melakukannya perkebunan dengan cara manual, yaitu menjemur biji-biji kopi hasil panen mereka di depan pekarangan rumah, sehingga biji kopi tersebut terkena debu, ranting, pecah, dan kotor yang menyebabkan kualitas dari biji kopi dinilai masih rendah. Dengan adanya permasalahan mutu biji kopi, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan petani yaitu dapat memberikan insentif kepada petani agar kualitas biji kopi tersebut lebih baik khusunya pada saat pengolahan pasca panen.

Kondisi tersebut juga menjadikan peluang bagi pengembangan industri hilir kopi di Indonesia untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi, meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi, memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian dunia. Saat ini pasar ekspor kopi olahan makin terbuka, terutama ke negara-negara yang sedang berkembang seperti Malaysia, Jepang, Taiwan dan Saudi Arabia. Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi bidang pengolahan dan pemasaran produk kopi diantaranya adalah kebijakan pemerintah saat ini yang menetapkan bea ekspor untuk biji kopi sebesar 0% dan bea ekspor untuk kopi olahan adalah sebesar 10%. Dengan adanya bea ekspor kopi lebih tinggi maka pemerintah cenderung mengekspor kopi dalam bentuk biji kopi. Selain itu rendahnya daya saing produk kopi, baik kopi biji maupun kopi olahan yang disebabkan oleh rendahnya mutu dan tampilan produk juga menjadi penyebab masih minimnya ekspor yang dilakukan dalam bentuk kopi olahan.

Sejak 30 tahun lalu, perkopian dunia kembali dihadapkan pada masalah kelebihan penawaran, sehingga harga biji kopi di pasar internasional terpuruk ke titik terendah. Penurunan harga kopi yang terjadi berkelanjutan tersebut di pasar dunia sangat mempengaruhi perkembangan kopi di Indonesia, mengingat sekitar 75% produksi kopinya untuk ekspor. Tertekannya harga kopi dunia, mengakibatkan harga kopi di sentra-sentra kopi domestik sangat rendah dan bahkan berada dibawah biaya produksi. Kondisi ini menyadarkan kita bahwa pengembangan industri hilir kopi mempunyai arti startegis untuk mengantisipasi kejenuhan pasar terhadap biji kopi, meningkatkan nilai tambah kopi, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi.

Masalah utama dari lambannya pengembangan industri hilir kopi di Indonesia berturut turut mulai dari masalah terberat adalah (1) masalah dalam menembus jaringan pasar ekspor produk hilir kopi; (2) kurangnya keterdiaan sarana dan prasarana; (3) adanya hambatan dalam peraturan khususnya ketenagakerjaan, perpajakan dan perdagangan; (4) kurangnya motivasi dari pengusaha; (5) kekurangan modal; (6)

Page 5: Makalah Tbp Fix Kopi

teknologi pengolahan dan pengemasan yang belum dikuasai sepenuhnya; dan (7) kualitas SDM untuk pemasaran produk hilir yang belum memadai.

Saat ini pasar ekspor kopi olahan makin terbuka, terutama ke negara-negara yang sedang berkembang. Permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah pengembangan industri pengolahan kopi masih terkendala oleh image bahwa negara produsen belum mampu menghasilkan produk olahan sesuai dengan permintaan pasar, disamping ketatnya persaingan pasar produk olahan. Selain itu karena belum adanya produk kopi olahan yang mampu menarik kesukaan konsumen. Oleh karena itu diperlukan adanya diversifikasi produk kopi yang dapat meningkatkan kembali harga jual kopi dan menjadikan kopi menjadi minuman yang banyak disukai orang dari muda sampai tua, dari kalangan bawah sampai kalangan atas.

Dari pemaparan mengenai kondisi pangsa pasar di Indonesia, maka menjadi hal yang penting dan perlu untuk dikaji lebih lanjut mengenai kebijakan pemerintah dalam usaha meningkatkan perolehan bagi petani kopi serta menjamin keberlanjutan sektor perkopian nasional di pasar internasional dalam jangka panjang. Maka dari itu, dalam kesempatan kali ini kami akan menganalisis suatu usaha dalam memberdayakan masyarakat kawasan Gunung Pancar dengan meningkatkan perolehan bagi petani kopi (masyarakat) dan keberlanjutan sektor perkopian.

PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

Untuk mendapatkan kopi beras perlu ada pengolahan. Pada pokoknya pengolahan kopi itu hanya ada dua cara yaitu (AAK, 1990):

Metode pengolahan secara keringMetode pengolahan cara kering banyak dilakukan mengingat kapasitas olah kecil,

mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah petani. Tahapan pengolahan kopi cara kering secara urut yaitu: panen, sortasi buah, pengeringan, pengupasan kopi, sortasi biji kering, pengemasan dan penyimpanan biji kopi (Sihotang, 2008).

Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi robusta dan juga 90 % kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pengeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: pengeringan alami dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan buatan dengan menguunakan mesin pengering (Notodimedjo, 1989).

Metode pengolahan secara basah

Page 6: Makalah Tbp Fix Kopi

- PenerimaanHasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemrosesan untuk

menghindari pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan (seperti: perubahan warna buah, buah kopi menjadi busuk) (Ridwansyah, 2003).

- PulpingUntuk kopi yang difermentasikan harus dilepas dari daging buah. Pulping bertujuan

memisahkan kopi dari pulp. Yang terdiri atas daging buah dan kulit buah. Kopi yang baru dipetik haruslah dipulp pada hari itu juga, ini dilakukan agar lebih mudah dan juga lebih bersih (Notodimedjo, 1989).

- FermentasiProses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage)

yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektinase yang terdapat di dalam buah atau reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik.

- PencucianPencucian bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel di

kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin.

- PengeringanPengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi dari 60 – 65 % menjadi

maksimum 12,5 %. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi keduanya.

- Hulling (Pelepasan kulit tanduk)Pelepasan biji dan kulit tanduk ada dua cara yaitu (Notodimedjo, 1989):

1. Bila hasil kopi tersebut hanya sedikit, cukup ditumbuk seperti menumbuk padi, cara ini biasanya dilakukan oleh petani.

2. Dengan mesin yang disebut “Huller”, cara ini umumnya dipergunakan oleh perusahaan/perkebunan besar. Pada mesin Huller ini biji-biji itu dilepaskan dari kulit tanduk dan kulit ari, dimana biji dan kulit dapat dipisahkan.

- SortasiSortasi berarti memisah-misahkan kopi beras yang telah dikupas dari pesawat

huller. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan (Notodimedjo, 1989):

Page 7: Makalah Tbp Fix Kopi

- Besar/kecilnya beras kopi- Warnanya- Yang pecah/remuk- Yang kena hama bubuk dan yang kotor.- Penyimpanan

Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Biji kopi KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %. Pada kondisi tersebut pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A. oucharaceous, dan Rhizopus sp) akan minimal. Di Indonesia kopi yang sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan didalam gudang penyimpanan (Susanto, 1999).

ANALISIS KELAYAKAN

Pada umumnya setiap pengolahan pascapanen bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari suatu komoditas pertanian tersebut begitu pun dengan kegiatan pascapanen kopi. Permasalahan yang diangkat kali ini yaitu mengenai proses budidaya tanaman kopi di kawasan Gunung Pancar dengan memanfaatkan lahan wilayahnya sebesar 10 hektar. Perkebunan kopi tersebut diharapkan mampu untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan pada Kawasan Gunung Pancar. Sebelum melakukan budidaya kopi terlebih dahulu kita harus melakukan analisis kelayakan usaha pada proses budidaya kopi tersebut. Sejatinya, analisis tersebut dilakukan untuk melihat sejauh mana usaha yang kita jalankan memiliki potensi dan keberlanjutan yang baik. Selain itu setiap usaha berkaitan erat dengan investasi dan penentuan pengambilan keputusan dalam usaha yang dijalankan.

Penentuan investasi dan biaya-biaya yang berkenaan dengan budidaya kopi sangat penting utuk diperhatikan. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja, penggunaan alat dan mesin, serta biaya-biaya produksi lainnya. Biaya yang harus dideskripsikan meliputi biaya sarana dan prasarana produksi, biaya bahan dan peralatan, serta hasil produksi.

Biaya sarana dan prasarana mencakup biaya tenaga kerja dimulai dari persiapan lahan, penanaman tanaman kopi, pemeliharaan, panen, dan pascapanen. Biaya tenaga kerja tersebut jika diperinci :

1. Persiapan Lahan

Biaya tenaga kerja per hari = Rp 30.000,- / hari

Page 8: Makalah Tbp Fix Kopi

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan 10 orang Jumlah waktu yang dibutuhkan 20 hari Biaya yang dibutuhkan untuk persiapan lahan = Rp 6.000.000,-

2. Penanaman Tanaman Kopi

Total biaya penanaman selama 20 hari dikerjakan oleh 10 orang dengan biaya tenaga kerja per hari Rp 30.000,- adalah Rp 6.000.000,-

3. Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan meliputi penyulaman, pendangiran, pemangkasan, pemberantasan hama penyakit, pemupukan, dan kebersihan.

Biaya pemeliharan dalam satu bulan sebesar 10 hari kerja. Dalam satu tahun 120 hari dengan jumlah tenaga kerja 10 orang. Jadi biaya pemeliharaan per tahun adalah Rp 36.000.000,-

4. Panen

Kegiatan panen baru bisa dilakukan setelah tahun ke 4. Umur produktif kopi sebenarnya dapat mencapai 25 tahun (Sumber: Anonim,

2012, www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kopi/) Analisis dilakukan untuk 15 tahun. Penen dilakukan dalam satu bulan sebanyak 7 hari atau sama dengan 84 hari

dalam satu tahun. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 15 orang. Biaya panen dibutuhkan yaitu 84 hari/tahun x 15 orang x Rp 30.000 /orang/tahun

= Rp 37.800.000,-5. Pascapanen

Kegiatan pascapanen meliputi pengupasan kulit buah, kulit tanduk, pengeringan, pengemasan, dan pengepakan.

Biaya pascapanen diasumsikan Rp 2.500,- / kg biji Biaya total pasca panen per tahun adalah 16000kg x Rp 2.500,- = Rp

40.000.000,-Biaya selanjutnya yakni biaya alat dan bahan. Biaya alat dan bahan ini meliputi

bibit tanaman kopi arabika, pupuk, pestisida, dan biaya lain yang tak terduga. Biaya tersebut dalam perinciannya sebagai berikut :

1. Bibit tanaman kopi arabika

Lahan yang dipergunakan adalah 10 hektar

Page 9: Makalah Tbp Fix Kopi

Jarak antar tanaman adalah 2,5 m x 2,5 m sehingga dibutuhkan 16.000 batang bibit kopi.

Bibit sulaman yang dibutuhkan 20% atau setara dengan 3.200 batang. Total bibit yang dibutuhkan adalah 19.200 batang bibit. Harga satu buah bibit Rp 5.000,- Biaya total bibit Rp 96.000.000,-

2. Pupuk

Pupuk organik yang dibutukan untuk selama satu tahun 0,5kg x Rp 500,-/kg x 16.000 = Rp 4.000.000,-

Pupuk buatan yang dibutuhkan 0,4 kg/tahun x Rp 1.250/kg x 16000 pohon = Rp 8.000.000,-

Total biaya pupuk selama satu tahun Rp 12.000.000,-3. Pestisida

Biaya pestisida diasumsikan sebesar Rp 3.000.000,-/tahun. Pestisida baru dimasukkan setelah tanaman berusia 3 tahun atau setelah

memasuki tahun ke 4.4. Biaya lain-lain

Biaya yang dimaksud adalah biaya lain yang tak terduga dengan asumsi dalam satu tahun sebesar Rp 3.000.000,-Biaya yang penting dianalisis lainnya yaitu biaya hasil produksi atau pendapatan.

Produktivitas kopi per pohon per tahun adalah sebanyak 1 kg. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa produktivitas total sebanyak 16.000 kg/tahun. Menurut (Anonim, 2012, www.bisnisaceh.com) yang dilangsir pada tanggal 23 Desember 2012 harga kopi beras saat ini yaitu Rp 25.000,-/kg. Penerimaan pertahunnya mencapai Rp 480.000.000,-. Panen baru bisa silakukan setelah tahun keempat.

Setelah seluruh biaya diperhitungkan maka akan didapatkan nilai analisis kelayakan usaha budidaya kopi yang akan dijalankan. Analisis kelayakan meliputi R/C Ratio, Break Even Point, dan Return of Investment. R/C Ratio merupakan analisis perbandingan antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan. R/C Ratio yang diperoleh dari hasil perhitungan yakni 2,61. Hal tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 100,- akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 261,-. Perhitungan tersebut menunjukan bahwa budidaya tanaman kopi ini layak untuk dilanjutkan.

Page 10: Makalah Tbp Fix Kopi

Selain itu dihitung pula Break Even Point (BEP). Perhitungan ini juga disebut perhitungan titik balik modal. Titik balik modal akan dicapai ketika besarnya penerimaan sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam kasus budidaya ini diketahui bahwa titik balik modal selama 15 tahun pada 10 hektar perkebunan akan dicapai saat volume produksi mencapai 73.704 kg. Kemudian juga dalam analisis usaha dilihat juga dari segi Return of Investment (ROI). ROI adalah analisis untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan modal. ROI merupakan perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Pada budidaya kopi ini diperoleh nilai 161% yang berarti usaha budidaya kopi menghasilkan pendapatan sebesar 161% dari total biaya yang telah dikeluarkan.

No Uraian

Perincian pada tahun ke- (Rp. 1.000.000)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Persiapan 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Penanaman 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 Pemeliharaan 36 36 3

6 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36

4 Panen 0 0 0 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8

5 Pascapanen 0 0 0 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40

6 Bibit 96 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Pupuk 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

8 Pestisida 0 0 0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

9 Biaya lain 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Biaya Per Tahun

159 51 5

1131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8131,

8

Total Biaya 1842600000

Tabel 1. Rincian Biaya per Tahun

Page 11: Makalah Tbp Fix Kopi

Tabel 2. Rincian Revenue per Tahun

Uraian

Satuan Perincian pada Tahun ke-

(Rp/kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Total Produksi (1000 kg)

 

25000

 

 

0 0 0 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16

Total Pendapatan (Rp.

1.000.000)

0 0 0 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400

Total Pengeluar

an (Rp. 1.000.000

)

159

51

51

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

131,8

Total Keuntungan (Rp.

1.000.000)

-159

-51

-51

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

268,2

Total Pendapatan 4800000000

Total Pengeluaran 1842600000

Total Keuntungan 2957400000

Tabel 3. Analisis Kelayakan Usaha

R/C Ratio : 2.61

BEP : 73704 Kg

ROI : 161%

Produk lanjutan dari kopi beras yang telah dibudidayakan oleh masyarakat Gunung Pancar akan diolah lebih lanjut menjadi kopi jahe instan. Berikut adalah penjelasan cara pengolahan biji kopi hingga menjadi kopi instan.

Proses Pengolahan Sekunder Biji Kopi

Page 12: Makalah Tbp Fix Kopi

Proses pengolahan sekunder ini merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan primer kopi. Dari pengolahan ini menghasilkan beberapa produk jadi yang siap jual yang mana akan menaikkan harga jual kopi tersebut. Produk yang dapat dihasilkan adalah:

Kopi BubukProses Pengolahan Kopi Bubuk meliputi:

Penyangraian (Roasting)Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Roasting merupakan

proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Proses sangrai dilakukan di dalam mesin sangrai tipe silinder berputar. Tujuan penyangraian adalah mensintesakan senyawa-senyawa pembentuk citarasa dan aroma khas kopi yang ada di dalam biji kopi. Proses penyangraian diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dan kemudian diikuti dengan penguapan senyawa volatil serta proses pirolisis atau pencoklatan biji.

Kesempurnaan penyangraian kopi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu panas dan waktu.Kisaran suhu sangrai yaitu untuk tingkat sangrai ringan atau warna coklat muda suhu 190-1900C, tingkat sangrai medium/warna coklat agak gelap suhu 200-2250C, dan tingkat sangrai gelap atau warna coklat tua cenderung agak hitam suhu diatas 2050C. Waktu penyangraian bervariasi dari 7-30 menit tergantung jenis alat dan mutu kopi.

Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi dimasukkan ke dalam bak silinder yang dilengkapi dengan kipas pendingin. Proses ini disebut sebagai tempering untuk mendinginkan biji kopi tersangrai. Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut (over roasted) dan warna biji menjadi hitam.

Penghalusan biji kopi sangrai (Pembubukan)Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) tipe Burr-mill sampai

diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Mekanisme penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Makin halus ukuran ayakan didalam silinder pembubuk ukuran partikel kopi bubuk semakin halus.

Page 13: Makalah Tbp Fix Kopi

Kopi Jahe Instan

Produk kopi jahe instan ini merupakan kombinasi kopi dengan jahe yang mana dibuat instan sehingga tidak ada residu atau ampas yang ditinggalkan ketika diseduh. Kopi jahe ini sangat cocok diminum pada saat suasana udara yang dingin selain menyegarkan badan kopi ini juga dapat menghangatkan badan.

Menurut Susanto (1999), sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1 – 3 persen. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol. Oleoresin jahe banyak mengandung komponen pembentuk rasa pedas yang tidak menguap. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol.

Penambahan jahe ini sangat bermanfaat dan sangat diminati oleh konsumen. Selain dapat menghangatkan badan, jahe juga bermanfaat untuk menbangkitkan nafsu makan. Menurut Susanto (1999), jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan dan pencernaan. Hal ini dimungkinkan karena terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh minyak asiri yang dikeluarkan rimpang jahe. Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah.

Proses pengolahan kopi jahe instan dimulai dari kopi beras yang disangrai kemudian dilakukan penghalusan biji kopi sangrai menjadi kopi bubuk. Proses selanjutnya adalah proses ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak kopi yang tanpa ampas, hasil ekstraksi kemudian dilakukan pengkristalan dengan metode evaporasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Kristal yang didapat ukurannya belum seragam maka perlu dilakukan proses penghalusan (conching) agar mudah larut jika diseduh. Sedangkan proses pembuatan jahe instan untuk campuran kopi jahe dibuat tersendiri yaitu jahe hasil panen dibersihkan terlebih dahulu kemudian dilakukan pencacahan dan pengepresan sehingga didapat ekstrak jahe. Selanjutnya hasil ekstrak jahe tersebut dikristalisasi

Page 14: Makalah Tbp Fix Kopi

dengan metode evaporasi. Setelah didapatkan jahe instan dan kopi instan kemudian dilakukan proses pencampuran antara kopi dan jahe.

MESIN DAN PERALATAN

Mesin Pengolahan Kopi Sekunder

Mesin pengolahan kopi sekunder adalah mesin yang berfungsi mengolah biji kopi kering menjadi produk jadi atau menjadi sebuah produk tertentu seperti kopi bubuk, tahapan pengolahan kopi sekunder ini hanya singkat yaitu 1. Proses penyangraian biji kopi kering2. Proses pembubukan / penggilingan biji kopi kering3. Proses pengemasan

A. Mesin Sangrai KopiFungsi : memasak biji kopi kering untuk mematangkan biji kopi sehingga aroma khas kopi semakin muncul dan warna kopi berubah hitam kemerahan dengan dipanaskan dengan suhu tinggi

Tipe                            : KM-S 50 Kapasitas                    : 45-50 kg/proses Dimensi                       : 1500 x 800 x 940 mm Pengerak                     : Elektromotor 1 HP Kontrol Suhu              : Otomatis Material Rangka          : Siku Material Body             : Plat Stainless Steel Pemanas                      : LPGB. Mesin Giling Kopi

Page 15: Makalah Tbp Fix Kopi

Fungsi : menggiling atau menepungkan biji kopi sangrai menjadi lembut atau menjadi bubuk kopi siap kemas

Tipe                             : KMFC-45SS Dimensi                       : 800 x 600 x 1100 mm Pengerak                     : Diesel 20 HP Material Penggiling    : Stainlesss Steeel Tebal Tabung              : 3 mm 304 Material Rangka          : Siku Besi Dan UNP  Material Corong          : Stainless Steel 0,8 mm Material bearing          : Besi Transmisi                     : Pulley Dan V-Belt Kapasitas                     : 80-120 kg/jam (tergantung saringan dan bahan baku )

C. Mesin Pengemas Bubuk KopiFungsi : mengemas bubuk kopi siap di pasarkan atau dijual

Tipe                     : Continous Band Sealer Dimensi                : 900 x 420 x 660 mm Material Body      : Besi, Plastik, Stainless Steel Material Pisau      : Baja Material Rangka  : Besi Dan Stainless Steel Loading Bahan    : Konveyor Daya                    : 500 watt Maksimal beban  : 4-5 kg Lebar Seal           : 6-15 mm

Page 16: Makalah Tbp Fix Kopi

Berat                    : 40-42 kg Kontrol Kecepatan Konveyor Coding Expired Date Kontrol Panas

MANAJEMEN ORGANISASI

DESIGN LAYOUT PABRIK

DAFTAR PUSTAKA

Gudang

Bahan Baku

Pulping Fermentasi Pencucian

PengeringanHulling

Mixing

+ bubuk jahe

Sangrai

PackagingMilling

Gudang Produk

Gudang Produk

QC

Page 17: Makalah Tbp Fix Kopi

Anonim. 2012. Budidaya Tanaman Kopi. www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kopi/page-2. (1 November 2015).

Anonim. 2012. Harga Kopi. www.bisnisaceh.com . (1 November 2015).

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Kopi. Aksi Agraris Kanisius. Jakarta.

Notodimedjo, Soewarno. 1989. Budidaya Tanaman Kopi dan Karet. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Susanto, T. 1999. MAKANAN UNTUK KESEHATAN. Bina Ilmu. Surabaya.