Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

17

Click here to load reader

Transcript of Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Page 1: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

MAKALAH STUDI FIQIH

SUMBER-SUMBER FIQH YANG DIPERSELISIHKAN

DALAM PERSPEKTIF AGAMA

Dosen Pembimbing:

Mochamad Imamuddin, M.A

Oleh

Kelompok 11 :

Sijid Maulana (08720030)

Bettie Retno Anggraeni (08620007)

Heri Santoso (08620061)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG, 2011

Page 2: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ushul fiqh merupakan salah satu instrument penting yang harus

dipenuhi oleh siapapun yang ingin menjalankan mekanisme ijtihad dan istinbath

hokum dalam islam. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam pembahasan

kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan dalam salah satu

syarat mutlaknya. Atau dengan kata lain, untuk menjaga agar proses ijtihad dan

istinbath tetap pada koridor yang semestinya, ushul fiqh-lah salah satu

penjaganya.

Fikih sebagai hasil olah pikir (ijtihad) ulama dalam mengakselerasikan nash

(dalil hukum) dengan permasalahanpermasalahan yang dihadapi masyarakat,

maka pemikiran fikih akan selalu berkembang sesuai dengan dinamika dan

tuntutan masyarakat.

Adapun sumber fiqh yang tidak disepakati seluruh ulama fiqh atau yang

disebut juga dengan al-masadir at-Taba'iyyah (sumber selain Al-Qur'an dan

sunnah Nabi SAW) terdiri atas Istihsan, Maslahat, Istishab, Irf, Sadd az-Zari'ah,

Mazhab Sahabi, dan Syar'u Man Qablana. Bagi ulama fiqh yang menyatakan

bahwa al-Masadir al-Asasiyyah hanya terdiri dari Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah

SAW, Ijma', Qiyas, dan yang termasuk al-Masadir at-Taba'iyyah tersebut

dikatakan sebagai dalil atau metode untuk memperoleh hukum syara' melalui

ijtihad. Alasannya, metode-metode tersebut merupakan metode penggalian

hukum.

Allah menurunkan agama Islam kepada umat-Nya disertai dengan

aturanaturan (hukum). Aturan-aturan (hukum) tersebut dibuat oleh Allah agar

manusia selamat hidup di dunia sampai ke akhirat kelak. Agama (Islam) beserta

aturan-aturan (hukum) yang dibuat oleh Allah tersebut merupakan wahyu,

Page 3: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya melalui perantaraan Malaikat Jibril.

Sedangkan Nabi dan Rasul terakhir adalah Muhammad, s.a.w.1

Wahyu yang diturunkan oleh Allah tersebut, adakalanya untuk

menyelesaikan persoalan hukum yang sedang dihadapi oleh umat Islam kala itu,

dan dalam ilmu al-Qur’an dikenal dengan istilah asbabun-nuzul atau sebab-sebab

turunnya wahyu (ayat al-Qur’an). Namun apabila Allah tidak menurunkan wahyu

kepada Nabi atau Rasul untuk menyelesaikan persoalan hukum (tertentu) yang

sedang dihadapi oleh umat Islam kala itu, maka Nabi melakukan ijtihad, menggali

hukumnya (istinbath), kemudian hasil ijtihad Nabi tersebut disebut dengan al-

Sunnah (qauliyah, fi’liyah dan taqriyah). Dengan demikian terlihat bahwa,

sumber hukum Islam semasa Nabi Muhammad s.a.w., hidup hanya dua yaitu, al-

Qur’an dan al-Sunnah Nabi sebagai empirisasi dari wahyu Allah.2

Seiring dengan wafatnya Nabi Muhammad s.a.w., meluasnya wilayah

kekuasaan Islam, terpencarnya para sahabat Nabi ke berbagai wilayah, dan

banyaknya para sahabat yang gugur dalam pertempuran, maka umat Islam

mendapat tantangan baru di bidang hukum, karena kadang kala masalah (hukum)

yang sedang dihadapi tidak ada hukumnya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, dan

dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan hukum baru yang sedang

dihadapi tersebut, para sahabat selalu ber-ijtihad, dan mereka dapat dengan mudah

menemukan hukum atas masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh umat Islam

kala itu karena para sahabat sangat mengenal tekhnik Nabi ber-ijtihad.3

Dengan berjalannya waktu, dan wafatnya para sahabat Nabi, maka otoritas

tasri’ jatuh ke tangan generasi tabi’in kemudian tabi’tabi’in dan seterusnya.

Setelah masa sahabat, dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan hukum

yang dihadapi oleh umat Islam, para ulama tetap berpegang teguh kepada al-

Qur’an, al- Sunnah dan ijma’ para sahabat.4

1 Mahmuzar. Maslahah-Mursalah; Suatu Methode Istinbath Hukum. artikel internet

2 idem

3 idem

4 idem

Page 4: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Namun karena persoalan hukum yang dihadapi oleh umat Islam selalu

berkembang dan merupakan persoalan hukum baru, di mana dalam al-Qur’an, al-

Sunnah dan ijma’ para sahabat tidak ditemukan hukumnya, maka para ulama

dalam mengagali hukumnya, memakai beberapa metode istinbath hukum di

antaranya; maslahah-mursalah atau istislah (Imam Malik), Istihsan (Imam

Hanafi), qiyas (Imam Syafi’i), istishab Imam Ahmad bin Hambal dan lain

sebagainya.5

Islam yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus disandarkan kepada Al-

Qur'an dan atau sunnah Nabi SAW. Oleh sebab itu, ada diantara metode ijtihad

tersebut yang keabsahannya sebagai dalil diperselisihkan ulama usul fiqh.

Misalnya, metode istihsan diterima oleh ulama Mazhab Hanafi, Maliki dan

sebagian Mazhab Hanbali sebagai dalil; sedangkan ulama Mazhab Syafi'i

menolaknya.6 Dalam hal ini lah istihsan dan maslaha mursalah dikategorikan

sebagai sumber hukum yang dipermasalahkan.

1.1 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini antara lain:

1. Apa definisi Istihsan dan Maslahah Mursalah?

2. Apa saja macam-macam Istihsan dan Maslahah Mursalah?

3. Bagaimana contoh Istihsan dan Maslahah Mursalah?

1.2 Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini antara lain:

1. Untuk mengetahui definisi Istihsan dan Maslahah Mursalah.

2. Untuk mengetahui macam-macam Istihsan dan Maslahah Mursalah.

3. Untuk mengetahui contoh Istihsan dan Maslahah Mursalah.

5 Mahmuzar. Maslahah-Mursalah; Suatu Methode Istinbath Hukum. artikel internet

6 idem

Page 5: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ISTIHSAN

2.1.1 Pengertian Istihsan

Istihsan menurut bahasa adalah menganggap sesuatu itu baik sedangkan

menurut istilah menurut ulama ushul adalah berpaling seorang mujtahid dari

tutunanan qiyas yang jalli (nyata) kepaa tutunnan qiyas yang kaffiy (samar), atau

dari hukum kulli (umum) kepada hukum yang istisnaiy (pengecualian) ada dalil

yang menyebabkan mencela akalnya dan ada yang berpaling dari padanya.7

Ihtisan berasal dari kata hasan yang berarti adalah baik lawan dari qobaha yang

berarti buruk. Kemudian di tambah tiga huruf yaitu alif-sin dan ta' , ber-wazan

istif’al, sehingga menjadi istahsana-yastahsinu- istihsaanan. Kata benda

(mashdar) yang berarti.8

Artinya:

Menganggap dan meyakini sesuatu itu baik (baik secara fisik atau nilai)

lawan dari Istiqbah, menganggap sesuatu itu buruk.9 Sedangkan secara istilah,

ulama beragam dalam mendefinisikannya sekalipun esensinya hampir memiliki

kesamaan.10

7 Abu Zahroh, Ushul Fiqh, hal. 244

8 idem

9 Oleh H. Abdullah Qomaruddin Lc - AL ISTIHSAN Dosen STID Dirosat Islamiyah Al-Hikmah

Jakarta

Page 6: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Berikut ini beberapa definisi Istihsan:11

dari beberapa ulama fiqih yaitu

diantaranya:

Artinya:

Ungkapan tentang dalil yang dikritik oleh mujtahid itu sendiri

(karena) ketidaksanggupannya untuk memunculkannya disebabkan tidak

adanya kata/ ibarah yang dapat membantu mengungkapankannya.12

Artinya:

Meninggalkan/ mengalihkan hasil qiyas menuju/ mengambil qiyas

yang lebih kuat darinya.13

Artinya:

Mengambil kemaslahatan yang bersifat parsial dan meninggalkan

dalil yang bersifat umum/ menyeluruh.14

Artinya:

Beralihnya seseorang dari menghukumkan suatu masalah dengan

yang serupa karena adanya kesamaan-kesamaan kepada hal yang berbeda

karena pertimbangan yang lebih kuat yang mengharuskan beralih dari yang

pertama.15

11 idem

12 Ibnul Quddamah, Raudhotun Nazhir, hal 86

13 Jasim Muhalhil, Al Jadawil, hal. 55

14 Asy Syatiby, Al Muwafaqot 4/205

15 Al Jayzani, Ma’alim Ushul Al Fiqh, hal 236,

Page 7: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Artinya:

Meninggalkan salah satu ijtihad yang tidak mencakup seluruh

lafaznya karena pertimbangan yang lebih kuat darinya.16

Artinya:

Qiyas yang tersembunyi.17

2.1.2 Macam-macam Istihsan

Menurut sandaranya, Ulama Hanfiyah menbagi menjadi empat macam

yaitu Istihsan yang sandaranya Qiyas Khafi, Istihsan yang sandaranya Nash,

Istihsan yang sandaranya Urf’, dan Istihsan yang sandaranya Darurat sedangkan

Ulama Malikiyah menbagi menjadi tiga macam yaitu Istihsan yang sandaranya

Urf’, Istisan yang sandaranya Maslahat dan Istihsan yang sandaranya Raf’ul

Haraj.18

Menurut perpindahan hukumnya dibagi menjadi tiga yaitu Istihsan dari

qiyas jally ke qiyas Kahfy, Istihsan dari nas hukum yan umum ke hukum yan

khusus, dan Istihasan dai hukum kully ke hukum istisna’.19

Dijelaskan bahwa Istihsan dibagi menjadi beberapa bentuk berdasarkan

dua kategori, yaitu:20

a. Berdasarkan kuat-tidaknya pengaruhnya Dalam

pembagian ini, pengaruh istihsan dikaitkan dengan pengaruh qiyas. Baik qiyas

maupun istihsan dibagi menjadi dua.21

16 Al Qorofi, Nafais Al Ushul, 9/4216

17 Al Bukhori, Kasyful Asror, 4/3

18 Wahab khallaf, Syeikh Abdul, 2005.Ilmu Fiqih, Jakarta : Rineka Cipta

19 idem

20 idem

21 idem

Page 8: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Qiyas dibagi menjadi dua yaitu qiyas jali tetapi pengaruhnya lemah bila

dibandingkan dengan pengaruh dalil yang berlawanan dengannya, dan qiyas khafi

yang memiliki pengaruh yang kuatatas hukum. Istihsan juga dibagi menjadi dua;

yaitu istihsan yang kuat pengaruhnya walaupun khafi, dan istihsan yang lemah

pengaruhnya walaupun jelas (dzahir). Tarjih antara qiyas dan istihsan dalam hal

ini didasarkan pada kuat dan lemahnya pengaruh, bukan pada jelas (dzahir) dan

tidak jelas (khafi) nya.22

Qiyas akan menjadi rajih atas istihsan apabila

pengaruhnya lebih kuat, dan begitu juga sebaliknya. Ini terjadi apabila terdapat

pertentangan (ta’arudh) antara istihsan dengan qiyas.23

1.1.2 Kehujjahan istihsan

Jumhur ulama Malikiyah dan hanabillah menetapkan bahwa istihsan adalah

suatu dalil yang syari’i yang dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum

terhadap sesutu yang telah ditetapkan qiyas atau keumuman nas. Kebolehan

mengunakan istihsan sebagai hujjah, para ulama berbeda pendapat ada yang

menyetujui ada yang tidak, akan tetapi perselisihan mereka terletak pada

perbedaan mereka dalam menberi batasan terhadap istihsan itu sendiri, jadi bukan

bukan oprasionalmnya dalam meetapkan hukum berdasarkn istihsan.24

2.2 MASLAHAH MURSALAH

Seiring dengan berjalannya waktu, dan wafatnya para sahabat Nabi,

maka otoritas tasri’ jatuh ke tangan generasi tabi’in kemudian tabi’in-tabi’in

dan seterusnya. Setelah masa sahabat, dalam rangka memecahkan persoalan-

persoalan hukum yang dihadapi oleh umat Islam, para ulama tetap

berpegang teguh kepada al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ para sahabat. Namun

karena persoalan hukum yang dihadapi oleh umat Islam selalu berkembang dan

22 Wahab khallaf, Syeikh Abdul, 2005.Ilmu Fiqih, Jakarta : Rineka Cipta

23 idem

24 idem

Page 9: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

merupakan persoalan hukum baru, di mana dalam al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’

para sahabat tidak ditemukan hukumnya, maka para ulama dalam mengagali

hukumnya, memakai beberapa metode istinbath hukum di antaranya; maslahah-

mursalah atau istislah (Imam Malik), Istihsan (Imam Hanafi), qiyas (Imam

Syafi’i), istishab Imam Ahmad bin Hambal dan lain sebagainya.25

Beberapa metode istinbath hukum yang dipakai oleh para imam mujtahid

di atas, metode qiyas mendapat tempat di hati sebagian besar ulama dan

umat Islam karena berdasarkan kepada nass-nass (al-Qur’an dan atau al-

Sunnah) tertentu. Mayoritas ulama menerima qiyas sebagai sumber hukum Islam

yang keempat setelah al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ para sahabat.Sedangkan

metode istinbath hukum yang lainnya, termasuk maslahah-mursalah atau

istislah yang diperkenalkan oleh Perkembangan hukum Islam dapat dilihat .26

Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, Rajawali Press, Jakarta,

hal 1-23. Imam Malik selalu diperdebatkan, bahkan ditolak oleh mayoritas

penganut mazhab asy-Syafi’iyah.27

2.2.1 Pengertian Maslahah Mursalah

Maslahah mursalah ialah pembinaan (penetapan) hukum berdasarkan

maslahah (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada penentuannya dari syara’ baik

ketentuan secara umum atau secara khusus.28

Jadi, termasuk adalah yang dapat mendatangkan kegunaan (manfaat) dan

dapat menjauhkan keburukan (kerugian), serta hendak diwujudkan oleh

kedatangan syariat Islam, serta diperintahkan nash-nash syara’ untuk semua

lapangan hidup. Akan tetapi, stara’ tidak menentukan satu persatunya maslahah

tersebut maupun macam keseluruhannya. Oleh karena itu, maslahah dinamai

mursal artinya terlepas dengan tidak terbatas.29

25 Uman, Chaerul, Dkk.2000.Ushul Fiqh I, CV. Bandung : Pustaka Setia

26 Wahab khallaf, Syeikh Abdul, 2005.Ilmu Fiqih, Jakarta : Rineka Cipta

27 Uman, Chaerul, Dkk.2000.Ushul Fiqh I, CV. Bandung : Pustaka Setia

28 idem

29 Wahab khallaf, Syeikh Abdul, 2005.Ilmu Fiqih, Jakarta : Rineka Cipta

Page 10: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Akan tetapi, jika suatu maslahah telah ada ketentuannya dari syara’ yang

menunjuk kepadanya secara khusus, seperti penulisan Al-Qur’an karena

dikhawatirkan akan tersia-sia, atau seperti memberantas buta huruf (mengajarkan

menulis dan membaca), atau ada nash umum yang menunjukkan macamnya

maslahah yang harus dipertimbangkan seperti wajibnya mencari dan menyiarkan

ilmu pengetahuan pada umumnya atau seperti amar ma’ruf dan nahi munkar,

maslahah penetapan hukumnya didasarkan atau nash, bukan didasarkan atas

aturan maslahah mursalah.30

2.2.2 Syarat-Syarat Maslahah Mursalah

Golongan yang mengakui kehujjahan maslahah mursalah dalam

pembentukan hukum islam telah mensyaratkan sejumlah syarat tertentu yang

harus dipenuhi, sehingga maslahah tidak bercampur dengan hawa nafsu, tujuan

dan keinginan yang merusakkan manusia dan agama. Sehingga tidak menjadikan

keinginannya sebagai ilhamnyadan menjadikan syahwatnya sebagai syariatnya.

Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:31

1. Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan.

Ahlul hilli wal aqdi dan mereka yang mempunyai disiplin ilmu tertentu

memendang bahwa pembentukan hukum itu harus didasarkan pada maslahah

hakikiyah yang dapat menarik manfaat untuk manusia dan dapat menolak

bahaya dari mereka.32

Maka maslahah-maslahah yang bersifat dugaan, sebagaimana yang

dipandang sebagian orang dalam sebagian syari’at tidaklah diperlukan, seperti

dalil maslahah yang dikatakan dalam soal hak talak tersebut kepada hakim

30 idem

31 Burhanuddin. 2001. Fiqh Ibadah.Bandung : Pustaka Setia

32 idem

Page 11: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

saja dalam semua keadaan.Sesungguhnya pembentukan hukum semacam ini

menurut pandangan kami tidak mengandung terhadap maslahah.33

Bahkan hal itu dapat mengakibatkan rusaknya rumah tangga dan

masyarakat, hubungan suami dengan istrinya ditegakkan diatas suatu dasar

paksaan undang-undang, tetapi bukan atas dasar keikhlasan, kasih sayang dan

cinta-mencintai.34

2. Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang

tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.

Imam Al-ghazali memberi contoh tentang maslahah yang bersifat

menyeluruh ini dengan suatu contoh-contoh orang kafir telah membentangi

diri dengan sejumlah orang dari kaum muslimin.35

Apabila kaum muslimin dilarang membunuh mereka demi memelihara

kehidupan orang Islam yang membentangi memusnahkan kaum muslimin

seluruhnya. Dan apabila kaum muslimin memerangi orang Islam yang

membentangi orang tersebut demi memelihara kemaslahatan kaum muslimin

seluruhnya dengan cara melawan atau memusnahkan musuh-musuh mereka.36

3. Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh

syari’.

Maslahah tersebut harus dari jenis maslahah yang telah didatangkan

oleh syari’. Seandainya tidak ada dalil tertentu yang mengakuinya, maka

maslahah tersebut tidak sejalan dengan apa yang telah dituju oleh Islam.

Bahkan tidak dapat disebut maslahah.37

33 idem

34 Burhanuddin. 2001. Fiqh Ibadah.Bandung : Pustaka Setia

35 idem

36 idem

37 idem

Page 12: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

4. Maslahah itu bukan maslahah yang tidak benar, di mana nash yang sudah ada

tidak membenarkannya dan tidak menganggap salah.38

2.2.3 Macam-macam Maslahah Mursalah

Adapun macam-macam Maslahah Mursalah adalah sebagai berikut:

1. Maslahah Adz-Dzaruriyyah

yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat

manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan seperti ini ada 5, yaitu:

memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara

keturunan, danmemelihara harta. Kelima kemaslahatan ini disebut dengan Al-

Maslahah Al-Khamsah.39

Memeluk suatu agama merupakan fitrah dan naluri insani yang tidak

dapat diingkari dan sangat dibutuhkan umat manusia.Untuk kebutuhan

tersebut Allah mensyariatkan agama yang wajib dipelihara setiap orang, baik

yang berkaitan dengan akidah, ibadah, maupun muamalah.40

Hak hidup juga merupakan hak paling asasi bagi setiap manusia.Dalam

kaitan ini, untuk kemaslahatan keselamatan jiwa dan kehidupan manusia,

Allah mensyariatkan berbagai hukum yang terkait dengan itu, seperti syariat

qisas, kesempatan mempergunakan hadis sumber dan untuk dikonsumsi

manusia, perkawinan untuk melanjutkan generasi manusia dan berbagai

hukum lainnya.41

Akal merupakan sasaran yang menentukan seseorang dalam menjalani

hidup dan kehidupannya.Oleh sebab itu, Allah menjadikan pemeliharaan akal

itu sebagai suatu yang pokok.Untuk itu, antara lain Allah melarang

38 idem

39 Djazuli, Prof. H. A. 2005. Ilmu Fiqh, Pengalian, perkembangan, penerapan hukum

Islam.Jakarta :Prenada Media

40 idem

41 idem

Page 13: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

meminum-minuman keras karena minuman itu dapat merusak akal dan hidup

manusia.42

Berketurunan juga merupakan masalah pokok bagi manusia dalam

rangka memelihara kelangsungan manusia di muka bumi ini.Untuk

memelihara dan melanjutkan keturunan tersebut, Allah mensyariatkan nikah

dengan segala hak dan kewajiban yang diakibatkannya.43

Terakhir, manusia tidak dapat hidup tanpa harta.Oleh sebab itu, harta

merupakan sesuatu yang dzaruri (pokok) dalam kehidupan manusia.Untuk

mendapatkannya, Allah mensyariatkan berbagai ketentuan dan untuk

memelihara harta seseorang, Allah mensyariatkan hukuman pencuri dan

perampok.44

2. Maslahah Al-Hajiyah

yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan

kemaslahan pokok (mendasar) sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk

mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia. Misalnya,

dalam bidang ibadah diberi keringanan meringkas (qasr) shalat dan berbuka

puasa bagi yang musafir dalam bidang muamalah diperbolehkan melakukan

jual-beli pesanan (Bay As-Salam), kerja sama dalam pertanian (muzaraah)

dan perkebunan (musaqqah). Semuanya ini disyariatkan Allah untuk

mendukung kebutuhan mendasar Al-Masalah Al-khamsah di atas.45

3. Maslahah Al-Tahsiniyah

yaitu kemaslahan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan yang

dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Misalnya, dianjurkan untuk

mengkonsumsi makanan yang bergizi, berpakaian yang bagus-bagus,

42 idem

43 Djazuli, Prof. H. A. 2005. Ilmu Fiqh, Pengalian, perkembangan, penerapan hukum

Islam.Jakarta :Prenada Media

44 idem

45 idem

Page 14: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

melakukan ibadah-ibadah sunah sebagai amalan tambahan, dan berbagai jenis

cara menghilangkan najis dari badan manusia.46

2.2 4 Dalil Yang Mengemukakan Hijjah

Menurut ulama-ulama terkemuka, bahwa maslahah mursalah itu

merupakan hujah syari’ah.Di atasnya itu dibina syari’at hukum. Masalah-masalah

yang tidak diatur oleh hukum, baik yang berdasar nash ataupun ijma’, qiyas atau

istihsan. Dalam hal ini, orang mensyariat hukum yang mengatur maslahah

muthlak, tidak menghentikan tasyri’ hukum dibina di atas maslahah ini untuk

mengadakan saksi tasyri’ dengan penjelasannya.47

Dalil-dalil yang dikemukakan orang dalam masalah ini ada dua:48

Pertama, memperbaharui kemaslahatan masyarakat dan tidak mengadakan

larangan-larangan. Kalau tidak disyariatkan hukum maka dengan apa orang akan

mengadakan pembaharuan-pembaharuan. Dengan apa orang mengadakan,

mengembangkan, dan mempersempit ruang tasyri’ terhadap kemaslahatan yang

difikirkan oleh syari’, untuk mengenai kemungkinan-kemungkinan yang mungkin

timbul. Mendirikan tasyri’ dalam lalu lintas perkembangan masyarakat, ada hal-

hal yang tidak disepakati dan tidak diinginkan oleh syari’ dalam menetapkan

kemaslahatan masyarakat.49

Kedua, ketetapan tasyri’ sahabat dan tabi’in begitu juga imam-imam

mujtahid.Nyatanya mereka mensyariatkan hukum untuk menetapkan secara

mutlak kemaslahatan masyarakat.Bukan hanya sejedar untuk mengadakan saksi

dengan keterangan-keterangan yang diberikannya.Abu bakar mengumpulkan

benda-benda yang bertuliskan Al-Qur’an. Dia juga memerangi oarang-orang yang

enggan membayarkan zakat.50

46 Djazuli, Prof. H. A. 2005. Ilmu Fiqh, Pengalian, perkembangan, penerapan hukum

Islam.Jakarta :Prenada Media

47 idem

48 idem

49 idem

50 idem

Page 15: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

Setelah Umar jadi khalifah, dia pernah menjatuhkan talak tiga dengan satu

perkataan.Dia melarang orang menyakiti hati mu’alaf dalam masalah sedekah. Dia

memungut pajak dan membentuk dewan-dewan, mendirikan penjara. Dia

melaksanakan hukum terhadap pencurian pada tahun maja’ah. Usman

mengumpulkan mushaf itu menjadi satu dan menyebarkannya dan membakar

selain dari yang satu itu. Mengatur hak waris bagi isteri yang diceraikan oleh

suaminya. Ali bin Abi Thalib pernah memenjarakan pemimpin-pemimpin kaum

Rifadhah dari golongan Syi’ah.51

Mazhab Hanafi melarang orang menjadi mufti lucu, dokter bodoh,

memungut sewa kepada orang yang jatuh failit. Mazhab maliki memperbolehkan

memenjarakan orang bertuduh memuliakannya, menghubungkan kepada

ketetapannya.Mazhab syafi’i mewajibkan kisas terhadap serombongan orang yang

membunuh seseorang. Semuanya itu adalah kebaikan yang dimaksudkan oleh

dengan apa yang disyariatkan dari hukum yaitu maslahah mursilah.52

Syariat mereka itu dibinakan kepadanya karena dia adalah kemaslahatan,

tidak ada dalil dari syari’ untuk membatalkannya.Mereka tidak menegakkan

syariat itu untuk keselamatan sebelum ada orang yang menyaksikan syari’ itu

dengan i’titarnya.Dalam hal ini kata Ibnu Aqil, siasat itu ialah segala perbuatan

orang lebih mendekatkan kepada perdamaian, dan menjauhkan kerusakan

sekalipun diperbuat oleh Rasul. Ada orang yang mengatakan, siasat itu tidak lain

selain dari apa yang dibicarakan orang tentang syariat itu. Pernah ada kekhilafan

para sahabat dalam syari’at mereka.53

51 Wahab khallaf, Syeikh Abdul, 2005.Ilmu Fiqih, Jakarta : Rineka Cipta

52 idem

53 idem

Page 16: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

BAB III

KESIMPULAN

Adapun sumber fiqh yang tidak disepakati seluruh ulama fiqh atau yang

disebut juga dengan al-masadir at-Taba'iyyah (sumber selain Al-Qur'an dan

sunnah Nabi SAW) terdiri atas Istihsan, Maslahat, Istishab, Irf, Sadd az-Zari'ah,

Mazhab Sahabi, dan Syar'u Man Qablana. Bagi ulama fiqh yang menyatakan

bahwa al-Masadir al-Asasiyyah hanya terdiri dari Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah

SAW, Ijma', Qiyas, dan yang termasuk al-Masadir at-Taba'iyyah tersebut

dikatakan sebagai dalil atau metode untuk memperoleh hukum syara' melalui

ijtihad. Alasannya, metode-metode tersebut merupakan metode penggalian

hukum.

Istihsan menurut bahasa adalah menganggap sesuatu itu baik sedangkan

menurut istilah menurut ulama ushul adalah berpaling seorang mujtahid dari

tutunanan qiyas yang jalli (nyata) kepaa tutunnan qiyas yang kaffiy (samar), atau

dari hukum kulli (umum) kepada hukum yang istisnaiy (pengecualian) ada dalil

yang menyebabkan mencela akalnya dan ada yang berpaling dari padanya. Ihtisan

berasal dari kata hasan yang berarti adalah baik lawan dari qobaha yang berarti

buruk. Sedangkan Maslahah mursalah ialah pembinaan (penetapan) hukum

berdasarkan maslahah (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada penentuannya dari

syara’ baik ketentuan secara umum atau secara khusus.

Page 17: Makalah Study Fiqih Kel 11 Kelas b

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Qomaruddin. Al Istihsan. STID Dirosat Islamiyah Al-Hikmah.

Jakarta. Tanpa tahun

Abu Zahroh, Muhammad. Ushul Fiqh, terbitan Dar Al Fikri Al ’Arobi, tanpa

tahun

Al Qorofi, Ahmad bin Idris bin Abdurrahman. Nafais Al Ushul Fi Syarh Al

Mahshul, terbitan Maktabah Nazzar Musthofa Al Baz, Arab Sa’udi,

cetakan ke, tahun 1418 H/ 1998

Burhanuddin. 2001. Fiqh Ibadah. Bandung : Pustaka Setia

Djazuli, Prof. H. A. 2005. Ilmu Fiqh, Pengalian, perkembangan, penerapan

hukum Islam. Jakarta :Prenada Media

Ibn Quddamah, Abdullah bin Ahmad bin Muhammad. Al Mughni. terbitan Dar

Al Kitab Al Arobi, cetakan tahun 1403 H/ 1983

Uman, Chaerul, Dkk.2000.Ushul Fiqh I . CV. Bandung : Pustaka Setia

Wahab khallaf, Syeikh Abdul, 2005. Ilmu Fiqih. Jakarta : Rineka Cipta