Wahyudi fiqih

33
THAHARAH DARI NAJIS DI SUSUN OLEH: WAHYUDI SITI KILAT NUR HIDAYAH YUSRO NUR QOMARIAH Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana STAIPANA BANGIL Jln. Untung Suropati Bangil-Pasuruan Tlp./Fax. (0343) 741370

Transcript of Wahyudi fiqih

Page 1: Wahyudi fiqih

THAHARAH DARI NAJIS

DI SUSUN OLEH:

WAHYUDI

SITI KILAT

NUR HIDAYAH

YUSRO

NUR QOMARIAH

Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana

STAIPANA BANGIL

Jln. Untung Suropati Bangil-Pasuruan Tlp./Fax. (0343) 741370

Page 2: Wahyudi fiqih

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan

Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat

pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “thaharah dari najis”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai

pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah

ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh

karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat

membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bangil, 26 oktober 2013

Penulis

Page 3: Wahyudi fiqih

asal kajian ini adalah Al-quran dan hadits

1. Al-quran

(... Dan pakaianmu bersihkanlah (al-mudatsir, 74:4)

b. Al-hadits:

2. Nabi saw bersabda:

“barang siapa yang berwudhu: maka hendaklah ia menghirup air dan meratakannya: dan barang siapa yang bersuci, hendaklah

mengganjilkan (hitungan).

b. Perintah nabi saw. Agar membersihkan darah haidh dari kain. Juga perintah nabi untuk menuangkan sumber air untuk

membersihkan kencing orang arabi.

c. Pernyataan nabi saw. Mengenai dua orang penghuni kubur :

Artinya „‟ sesungguhnya, keduanya di siksa, dan tidaklah keuanya di siksa lantaran dosa besar. Adapun seseorang dari keduanya

, adalah kerena tidak membersihkan kencing.

THAHARAH DARI NAJIS

1. Hukum mensucikan najis

Page 4: Wahyudi fiqih

Berdasarkan nash-nash diatas, fiqati‟ mengambil kata sepakat bahwa membersihkan najis merupakan perintah syara‟, namun mereka berbeda pendapat

mengenai apakah perintah (amr) itu wajib atau nadb, atau biasa disebut sebagai sunnah.

Satu pihak yang di pelopori imam abu hanifah dan ash-syafi‟i berpendapat bahwa membersihkan najis merupakan suatu yang wajib. Pihak lain

menyatakan bahwa membersihkan najis merupakan suatu yang wajib.

Pihak lain mennyatakan membersihkan najis merupakan sunnah mu‟akkadah(bukan suatu kewajiban)

Ada kelompok lain yang berpendirian bahwa ketika ingat, hukumnya adalah wajib. Sedangkan ketika lupa, hukumnya adalah sunnah.

Dua pendapat terakhir ini merupakan pendapat imam malik dan para pengikutnya.

Hadits lain juga mengatakan

Artinya” bahwa nabi pernah dilempar bagian dalam kambing yang berlumuran darah dan kotoran, padahal nabi sedang melaksanakan shalat. Kemudian

beliau memotong sholatnya.

Pengertian lahirnya hadits tersebut menunjukkan bahwa jika membersihkan najis itu merupakan kewajiban, sudah tentu rasul akan memotong shalatnya.

Page 5: Wahyudi fiqih

Fuqaha yang memilih jalan tarjih didalam menghadapi hadits-hadits diatas, akan berkesimpulan wajib.

fuqaha yang lebih cenderung pada jalan jama‟ tentu akan berpendirian bahwa membersihkan najis merupakan kewajiban. Dengan

syarat, dalam keadaan ingat dan mampu.

Beberapa fuqaha ada yang menyatakan bahwa membersihkan najis merupakan kewajiban untuk selamanya

Page 6: Wahyudi fiqih

Benda-benda najis/ macam-macam najis

a) Bangkai binatang

b) Darah binatang, darah ikan

c) sperma

Page 7: Wahyudi fiqih

semua mazhab sepakat bahwa bangkai binatang darat selain

manusia adalah najis jika pada binatang itu keluar darah yang

mengalir .

Adapun bangkai manusia, maliki, syafi‟i dan hambali

mengatakannya suci.

Hanafi berpendapat, bangkai mansia itu najis, dan yang terkena

dapat suci karena mandi.

Begitu juga pendapat imamiyah, tetapi terbatas pada bangkai

orang islam. Dan semua mazhab sepakat bahwa kesturi yang

terpisah dari kijang adalah suci.

Page 8: Wahyudi fiqih

Keempat mazhab sepakat bahwa darah adalah najis, kecuali darah orang yang mati

syahid. Selama darah itu berada diatas jasadnya begitu juga halnya dengan darah

yang tertinggal pada persembelihan, darah ikanm darah kutu dan darah kepiting.

Imamiyah berkata: semua darah hewan yang darah nya mengalir, juga darah

manusia yang mati syahid atau bukan adalah najis. Sedangkan darah binatang yang

tidak mengalir darahnya, baik binatang laut atau binatang darat, begitu juga

tunggalan pada persembelihan, hukumnya suci.

Page 9: Wahyudi fiqih

Imamiyah, maliki dan hanafi berpendapat bahwa mani anak adam dan lainnya adalah

najis, tetapi khusus imamiyah mengecualikan mani binatang yang darahnya tidak

mengalir, untuk binatang ini imamiyah beroendapat mani dan darahnya suci.

Syafii berpendapat, mani anak adam suci, begitu pula semua binatang selain anjing dn babi.

Hambali berpendapat mani anak adam dan mani binatang yang dagingnya di makan adalah

suci. Tetapi mani binatang yang dagingnya tidak dimakan adalah najis.

Dan di antara najis lainnya yaitu:

1 nanah

2 benda cair yang memabukkan

3 muntah

4 madzi dan wadzi

Page 10: Wahyudi fiqih

1. nanah

Nanah najis itu menurut 4 madzhab dan suci menurut imamnya

2. Benda cair yang memabukkan

Benda cair yang memabukkan adalah nejis menurut semua madzhab. Tetapi ilmiyah

menambahkan satu ketentuan. Bahwa ada upaya menjadikan benda memabukkan

yang cair di ubah menjadi beku untuk menghindari hukum najisnya. Padahal

hukumnya tetap najis,ada baiknya jika kita petik kata seorang pengarang fuqoha

ilmiyah: ulama syiah dan sunnah sepakat tentang najisnya arak, kecuali sebagian

dari kami dan sebagian dari mereka yang menyalahi ketentuan ini dan mereka tidak

diakui oleh kedua kelompok.

Page 11: Wahyudi fiqih

hukum nya najs menurut 4 mazhab dan suci menurut imamiyah.

4. Madzi dan muntah

Keduanya najis menurut mazhab syafi‟i, maliki dan hanafi serta suci menurut

imamiyah, hambali berpendapat madzi suci. Sedangkan wadzi najis.

Madzi adalah cairan yang keluar dari lubang dapan ketika ada rangsangan

seksual, sedangkan

wadzi adalah air amis yang keluar setelah kencing

Page 12: Wahyudi fiqih

Empat mazhab berpendapat bahwa muntah, madzi dan wadzi hukumnya najis.

Sedangkan imamiyah berpendapat tidak. Bahkan imamiyah stu-satunya mazhab

yang berpendapat bahwa peluh/keringat orang yang junub, baik junub karena

zinah, liwat(homo), dengan binatang atau berusaha mengeluarkan mani dengan cara

apapun adalah najis.

Page 13: Wahyudi fiqih

1. mughaladhoh (berat)

2. mukhaffafah (ringan)

3. mutawassithoh (sedang)

1. najis mughalladhoh yaitu najis nya anjing dan babi, liut=r keduanya binatang

itu, ingus nya da keringatnya, semikian pula binatang yang di peranakkan dari kedua

binatang yang suci. Misalnya: anjing, atau babi di perkawinkan dengan

kambing, lalu mempunyai anak maka anak nya itu juga termasuk najis

mughaladhoh.

Page 14: Wahyudi fiqih

2. najis mukhoffafah yaitu air kancingnya anak kecil yang tidak makan selain

dengan air susu dan juga belum mencapai umur 2 tahun.

3. najis mutawassithoh terbagi menjadi 2 macam yaitu:

1. najis hukmiyah

ialah yang tidak tampak bendanya, tidak ada rasa, warna dan baunya seperti air

kencing selain anak kecil apabila telah kering dan tidak ada sifatnya sama sekali ait

kencing tadi.

2 najis ainiyah

Ialah yang ada bendanya, atau ada rasanya, rupa atau baunya. Seperti kotoran

manusia.

Page 15: Wahyudi fiqih

Benda yang dapat digunakan untuk menghilangkan najis diantaranya:

Air

Batu

Kayu

Adapun pembagian air dibagi menjadi 2 macam berdasarkan sedikitnya atu berdasarkan keadaannya:

A. air mutlak.

Air yang menurut syah asalnya yang keluar dari langit, keluar dari bumi begitu juga air yang tetap

warnanya walaupun berubah karena sesuatu yang sulit dihindari seperti: tanah, debu/sebab kejatuhan

daun, kayu. Karena mengalir di tempat yang asin/ mengandung belerang sedangkan menurut ikhtilaf para

ulama‟ „‟ air mutlak itu suci dan mensucikan

Page 16: Wahyudi fiqih

B. air musta’mal

air yang sudah digunakan untuk bersuci, air ini hukumnya najis, karena telah bersentuhan

dengan benda najis, meskpun itu tidak mengalami perubahan apapun dan itu tidak boleh

digunakan lagi untuk membersihkan hadast dan najis.

Imam hambali berkata:

Air musta‟mal yang dibuat orang mandi junub tidak sah mandi nya dan ia wajib mengulang.

Imam syafi‟i dan imamiyah dan hanafi berkata:

Air itu menjadi musta‟mal tetapi mensucikan janabah orang tersebut sehingga tidk wajib

mandi.

Para ulama mazhab berkata‟‟ apabila air terpisah dari tempat yang di basuh bersama najis

maka hukumnya bergantung pada tempat yang di basuh, jika tempat itu bersih maka air itu

suci dan sebaliknya.

Page 17: Wahyudi fiqih

C. Air mudhof

air perahan dari suatu benda seperti limau, tebu, anggur/air mutlak

pada awalnya yang bercampur dengan benda lain seperti air

bunga, air semacam itu suci tapi tidak mensucikan. Pendapat ini

merupakan kesepakatan para mazhab kecuali hanafi yang mana

beliau tidak membolahkan bersuci dari air najis, dengan semua

cairan selain minyak. Tetapi bukan sesuatu yang di rubah karena di

masak. Pendapat ini juga sesuai dengan asy-syahidin murthada dari

imamiyah.

Page 18: Wahyudi fiqih

* air 2 qullah

semua mazhab bersepakat apabila air berubah warna, rasa, baunya karna bersentuhan dengan najis maka air itu

menjadi najis baik sedikit atau banyak, baik yang bermata air atau tidak. Mutlaq ataupun mudhof

berdasarkan hadits:

Artinya:‟‟ jia air itu telah mencapai 2 qullah tidak bisa menjadi najis. (HR. ABU

DAUD, TIRMIDZI, NASA‟I, IBNU MAJJAH DAN DI SYAHKAN OLEH IBNU

KHUZAIMAH, HAKIM IBN HIBBAN)

Yang di sebut 2 kullah sama dengan 500 kati iraq.

Air mengaril dan air tenang

Adapun perbedaaan pendapat tentang air mengaril menurut madzhab yaitu:

1. madhab sya‟fi

beliau berpendapat tidak membedakan antara air yang mengaril atau tidak dan air tenang yang

memancarkan atau tidak tetepi ditetapkan bedasarkan banyak atau sedikitnya air yang di namakan banyak

yaitu: 2 kullah bersentuhan dengan najis ia tidak najis.

2. madzhab hanafi

Beliau mengatakan setiap air yang mengaril sedikit atau benyak berhubungan dengan benda atautidak ia

menjadi najis.karena bersentuhan dengan benda najis malahan jika ada air najis dalam bejana yang lain

kemudian kedua jenis itu dicurahkan dari tempat yang tinggi sehingga kedua jenis air tersebut hukumnya

suci begitu juga di airkan di atas bumi.

3. hambali mengatakan

Air tenang bila kurang dari dua kullah menjadi najis walaupun hanya bersentuhan dengan najis baik

memancarkan atau tidak. Sedangkan air yang mengalir tidak menjasdi najis jika tercampur ddengan benda

najis kecuali berubah hukunya seperti air yang jumlahnya banyak.

Page 19: Wahyudi fiqih

4. Mazhab maliki

Mengatakan air yang sedikit tidak menjadi najis dengan hanya bersentuhan dengan najis.

Jelasnya ia tidak memparhatikan perubahan air itu karena najis. Jika air itu terkena najis

dan berubah, maka air itu najis. Tapi ketika air itu terkena najis dan tidak ada perubahan

maka air itu tetap najis. Baik itu sedikit/banyak.

*air mensucikan najis

Apabila ada air yang sedikit manjadi najis dengan bersentuhan dengan najis tetapi tetap

mengalami perubahan sifat apapun, maka imam syafi’i berpendapat, jika air itu di

kumpulkan 2 kullah menjadi suci dan mensucikan najis tersebut. Selanjutnya benda yang

dapat digunakan untuk bersuci adalah batu yang mensucikan yaitu batu tersebut harus

mempunyai syarat yaitu; permukaannya halus dan sesuai ukuran dan hendaknya kita

menggunakan batu saat bersuci. Begitu juga dengan kayupun dapat digunakan untuk

bersuci dengan syarat kayu tersebut sudah tidak di gunakan atau tumpul.

Page 20: Wahyudi fiqih

Adapun cara menghilangan najis tergantung dari tingkatan ( ringan, sedang, berat) dan jenis najisnya (ainiyah atau hukmiyah)

Cara menghilangkan/mensucikan najis ringan yaitu dengan cara menyiramkan ar suci kepada kencing anak tersebut sampai merata

walaupun air itu tidak mengalir. Siraman cukup satu kali

Najis sedang (mutawassitah)

yaitu dengan menghilangkan perkara yang najis yakni rasa, warna dan baunya dengan air suci dan mensucikan, apabila sulit

menghilangkan warna atau baunya, maka tidak apa-apa.

Najis berat (mughalladzah)

dari abu hurairah berkata bahwa rasulullah saw bersabda :

Artinya: „‟ cara mensucikan bejana diantara kalian apabila dijilat anjing adalah di cuci sebanyak 7x dan awalnya dengan tanah.

(HR. muslim)

Menurut madzhab syafi‟I mensucikannya dengan 7x air salah satunya di campuri dengan tanah dan menurut madzhab hanafi cara

mensucikannya cukup 3x saja.

Page 21: Wahyudi fiqih

Cara mensucikan benda yang terkena najis dengan menghilangkan zat, rasa, bau dab warnanya najis. Tapi apabila bau atau

warnanya susah untuk hilang misalnya pada darah haid maka di maafan (tidak masalah) selama zat sudah hilang dan benda

sudah di hukumi suci.

Akan tetapi oengecualian dari masalah istijmar (bersih dari tinja dan kencing dengan menggunakan batu atau yang semisalnya)

Bila beristinja‟ dengan batu hendaklah yang ganjil bilangannya. Lebih utama adalah 3 buah batu dengan sebuah batu yang

mempunyai 3 sisi.

Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “dari lhuzaimah bin tsabit Ra. Ia berkata: sesungguhnyanabi saw di tanya tentang hal istithabah (membersihkan diri dari

berak dan kencingnya) maka beliau bersabda “beristitbah itu dengan 3 buah batu yang tidak ada kotoran dalam 3 batu itu”

(HR. ahmad, abu daud, ibnu majah)

Page 22: Wahyudi fiqih

Mensucikan kulit bangkai dengan disamak

dari ibnu abbas ra beliau berkata bahwa rasulullah saw. Bersabda

Artinya:”kulit bangkai apa saja yang telah disamak maka ia telah suci” (HR. AN-NASA‟I, at-tirmidzi)

a. Kulit bangkai yang jika hewannya mati denganjalandi sembelih menjadi halal maka kulit bangkai tersebut bisa suci

dengan disamak.

b. Kulit bangkai yang hewan nya jika di sembelih tidak membuat hewan tersebut halal(artinya hewan tersebut haram di

makan) maka kulitnya tetap tidak bisa suci dengan disamak.

contoh: serigala mati lalu kulitnya di ambil, walaupun kulit tadi disamak, tetap kulit tersebut tidak suci(najis) alasanya, jika

serigala tersebut di sembelih tidak membuat hewan menjadi halal. Jika kulit hewan tersebut di samak lebih-lebih lagi tidak

membuat jadi suci. Kulit srigala tetap najis namun kulit ini boleh di gunakan dalam keadaan kering saja.

Page 23: Wahyudi fiqih

1. Etika (Adab) Buang Air

A. Pentingnya Bersuci/Thaharah dalam kaitannya dengan Ibadah Sholat

Artinya: “Usamah bin Umair Al Hudzaili ia berkata; Rasulullah bersabda: "Allah tidak menerima shalat kecuali dengan

bersuci, dan tidak menerima sedekah dari harta curian." (HR. Ibnu Majah:267, Tirmidzi:1,)

B. Kebanyakan adzab kubur akibat tidak beres dalam urusan istinja‟

Artinya: “ Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda: Bersihkan diri kamu dari air kencing, sebab kebanyakan siksa

kubur daripadanya (akibat tidak beres dalam membersihkannya).

Artinya: “Sesungguhnya Nabi melewati dua buah kuburan, ketika itu Beliau bersabda “kedua orang yang ada dalam kubur ini

disiksa. Seorang disiksa karena mengadu domba orang, dan yang seorang lagi karena tidak ber-istinja’ dari kencingnya.”

(HR. Bukhari-Muslim)

Page 24: Wahyudi fiqih

C. Adapun adab-adabnya yaitu

1. Mencari tempat ketika akan buang air

Artinya: “(ABUDAUD - 23) : Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: "Takutlah kalian terhadap perihal dua

orang yang terlaknat." Mereka (para sahabat) bertanya; "Siapakah dua orang yang terlaknat itu wahai Rasulullah?" Beliau

menjawab: "Yaitu orang yang buang air besar di jalanan manusia atau tempat berteduhnya mereka."

2. Jangan menghadap ke arah Kiblat atau membelakanginya

:

Artinya: “Dari Abu Ayyub Al Anshari ia berkata, Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Jika engkau buang hajat maka

janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, baik buang air besar ataupun air kecil. (HR Tirmidzi:8)

Artinya: “Asy Syafi'i berkata; "Bahwasannya makna dari sabda Nabi "Janganlah kalian menghadap kiblat atau

membelakanginya ketika buang air besar atau kecil" adalah di tempat yang terbuka. Adapun jika di dalam bangunan yang

tertutup maka di sana ada keringanan untuk menghadap ke arah kiblat." Seperti ini pula yang dikatakan oleh Ishaq bin

Ibrahim.

Artinya: “Sedangkan Ahmad bin Hanbal Rahimahullah mengatakan; "Keringanan ketika buang air besar atau kecil dari Nabi

Shallahu 'alaihi wa Sallam itu hanya untuk membelakanginya, adapun menghadap ke arahnya tetap tidak diperbolehkan."

Seakan-akan Imam Ahmad tidak membedakan di padang pasir atau dalam bangunan yang tertutup untuk menghadap ke arah

kiblat."

Page 25: Wahyudi fiqih

3. Membaca do‟a sebelum masuk WC,

Artinya: “Dari Anas bin Malik berkata: Apabila Nabi (akan) masuk ke WC Beliau berkata: Ya

Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan. (HR. Imam yang

tujuh)

4. Membaca basmalah ketika akan masuk ke WC, karena kalimat basmalah itu berfungsi untuk menutupi

aurat manusia dari penglihatan jin. Sebagai terdapat dalam kitab Shahih al-Jami’:

Artinya: “Penutup aurat anak Adam dari pandangan jin ketika masuk WC adalah dengan mengucapkan

bismillȃh”.

5. Disunahkan ketika selesai buang air kecil untuk mengurut kemaluan dengan tiga kali urut.

Artinya: “Dari Isa bin Yazdad Al Yamani dari Bapaknya ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

bersabda: "Jika salah seorang dari kalian kencing hendaklah mengurut kemaluannya tiga kali." (HR. Ibnu

Majah:321)

Page 26: Wahyudi fiqih

B. bagaimanakah cara/posisi ketika buang air

Posisi yang diajarkan ketika buang air adalah dengan posisi jongkok;

Artinya: " Dari Miqdam bin Syuraih bin Hani` dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; "Barangsiapa

menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah kencing dengan berdiri maka janganlah engkau

membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan duduk." (HR. Ibnu Majah:303, )

Artinya: " Dari Suroqoh bin Malik ia berkata: Rasulullah mengajar kita tentang (cara) buang air

besar, hendaklah kita duduk di atas kaki kiri dan mengencangkan kaki kanan. (HR. Baihaqi)

Artinya: " Abu Ihsan al-Atsari menyatakan; buang hajat dianjurkan mengambil posisi duduk (maksudnya

jongkok) agak miring ke sebelah kiri dan menekan pinggul yang sebelah kiri tersebut. Posisi seperti ini

dapat membantu untuk mengeluarkan semua ampas-ampas yang tersisa dalam perut.

Artinya: " Hendaklah mendehem ketika akan selesai buang air agar membantu keluarnya sisa-sisa kotoran yang

tertinggal, sebab sangat dimungkinkan kotoran yang belum tuntas akan keluar ketika sudah bangkit dari

buang air.

Page 27: Wahyudi fiqih

C. Bagaimanakah hukum kencing dengan berdiri

Makruh hukumnya buang air kecil sambil berdiri, dan ini merupakan status larangan yang paling ringan.

)

Kencing sambil berdiri diperbolehkan sebagai rukhsah/keringanan dalam keadaan tertentu, hal ini didasarkan atas beberapa hadits sebagai berikut:

Dari Hudzaifah ia berkata, "Nabi mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum, beliau lalu kencing sambil berdiri. Kemudian beliau meminta air, maka aku pun datang dengan

membawa air, kemudian beliau berwudlu." (Bukhari:217, )

………

Dari Hudzaifah berkata; "Nabi pernah mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing sambil berdiri. Aku pergi agar menjauh dari beliau, namun beliau justru

memanggilku hingga aku berada di sisinya, kemudian beliau berwudlu dan mengusap khufnya." ………Sedangkan hadits Abu Wa`il dari Hudzaifah adalah hadits yang paling shahih.

Sebagian ahlu ilmu telah memberi keringanan kencing sambil berdiri." …." (HR. Tirmidzi:13, Nasa‟i:27,28,)

Dari Hudzaifah ia berkata; "Rasulullah pernah mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum lalu kencing dengan berdiri." (Ibn Majah:301)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan berdiri." (Hasiyah Sunan Tirmidzi:12)

Page 28: Wahyudi fiqih

2. istinja‟

A. Pengertian Istinja

Istinja adalah membersihkan kubul (kemaluan depan) atau dubur (kemaluan belakang) setelah/buang air

besar.

Rasulullah saw. Bersabda”

Artinya: “sesungguhnya nabi melewati dua buah kuburan, ketika itu beliau bersabda “kedua orang

yang ada dalam kubur ini disiksa. Seorang disiksa karena mengadu domba orang, dan yang seorang

lagi karena tidak ber-istinja’ dari kencingnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa perkara yang berkaitan dengan adab istinja‟ sangatlah

penting untuk diketahui dan kemudian kita praktekkan dalam kehidupan kita.

Jadi, hukum istinja adalah wajib

Page 29: Wahyudi fiqih

B. Alat yang dapat dipergunakan untuk Istinja adalah:

1. Air.

2. Batu (tiga buah batu atau satu batu yang mempunyai tiga sisi).

3. Benda-benda yang keras, kesat dan suci, serta tidak dimulyakan,misalnya

kayu, tisu, dan sebagainya.

Benda-benda yang licin, misalnya kaca dan batu yang licin, tidak sah digunakan

untuk beristinja, karena tidak dapat menghilangkan najis.Begitu pula benda-

benda yang dihormati, misalnya: makanan dan minuman, tidak boleh digunakan

untuk beristinja, karena termasuk perbuatan tabzir (mubazir), sedangkan tabzir

dilarang agama

Page 30: Wahyudi fiqih

C. Bagaimanakah cara istinja‟ sebagai awal kesempurnaan wudhu‟ dan shalat seseorang?

1. Hendaklah ber-istinja‟ dengan tangan kiri. Hadits dikabarkan oleh Salman al-Farisi:

“Rasulullah melarang kami menghadap kiblat ketika sedang buang air besar atau kencing, atau ber-istinja‟ dengan tangan kanan atau dengan batu kurang dari tiga biji atau dengan kotoran atau

tulang.”(HR. Muslim)

2. Jika ber-istinja‟ dengan batu saja maka hendaklah sekurang-kurangnya dengan tiga buah batu atau tiga buah sisi batu dengan syarat tempat najis benar-benar bersih. Hadits yang dikabarkan

oleh Jabir Ra. Rasulullah bersabda:

“Jika salah seorang di antara kamu ber-istinja‟ dengan batu (istijmar), maka hendaklah ia mengganjilkan tiga kali.”

Imam Asy-Syafi‟i dan Imam Ahmad mewajibkan penggunaan tiga batu atau lebih dalam istijmar (ber-istinja‟ dengan batu atau semisal selain air) berdasarkan hadits Jabir tersebut.

“Rasulullah melarang kami menghadap kiblat ketika sedang buang air besar atau kencing, atau ber-istinja‟ dengan tangan kanan atau dengan batu kurang dari tiga biji atau dengan kotoran atau

tulang.”(HR. Muslim)

Page 31: Wahyudi fiqih

D. Bolehkah ber-istinja‟ dengan tisu WC/Toilet?

Boleh juga di sini menggunakan batu atau benda suci lainnya yang dapat mengangkat

najis dan bukan benda yang dimuliakan, serta dengan semua benda yang dapat

menghilangkan najis tanpa membatasi jenisnya.

Cara yang paling afdhal adalah mengawali istinja‟ dengan batu kemudian diikuti

dengan air. Penggunaan batu di awal dapat menghilangkan materi

najisnya, sementara penggunaan air setelahnya dapat menghilangkan bekasnya.

Page 32: Wahyudi fiqih

D. Bagaimanakah jika dalam ber-istinja‟ hanya dengan batu atau air saja?

Diperbolehkan dalam ber-istinja‟ mencukupkan diri dengan hanya menggunakan satu media istinja‟ saja, dan yang paling afdhal

dalam hal ini adalah menggunakan air sebab air bisa menghilangkan benda najis dan bekasnya.

E. Cara istinja‟ dengan menggunakan air sama caranya dengan membersihkan najis mutawasithah (sedang), yakni digosok dan

di basuh dengan air muthlaq bukan hanya diusap dengan air.

F. Disunnahkan membaca do‟a setelah selesai buang air dan keluar keluar dari WC dengan do‟a:

Page 33: Wahyudi fiqih

Abbas, K.H. Siradjuddin, 1985. 40 Masalah Agama II. Jakarta: Pustaka Tarbiyah.

Anwar Moch, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma‟arif, 1987.

Harniwati, Dra dan ust. Labib Mz. Risalah fiqih Islam, Berkiblat pada Ahli Sunnah Wal-

jamaah. Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006.

Mughniyah, Muhammad Jawwad. Edisi Lengkap, Fiqih Lima Mazhab.

Hanafi, Ja’fari, Maliki, Syafi’i, Hambali. Jakarta : Lentera, 2010.