Makalah SSP

21
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia, namun produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keuntungan peternak. Kemitraan adalah jalinan kerjasama yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling 1

description

Bisnis sapi potong berbasis kelompok

Transcript of Makalah SSP

Page 1: Makalah SSP

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia,

namun produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan

karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Laju peningkatan

populasi sapi potong relatif lamban, sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk

dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Sapi potong telah lama

dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk

mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional.

Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan

pola kemitraan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keuntungan

peternak. Kemitraan adalah jalinan kerjasama yang saling menguntungkan antara

pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai

dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling

memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Pemeliharaan sapi potong dengan

pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi daging sapi

nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang

terus meningkat.

Di sisi lain, kebutuhan akan daging semakin meningkat seiring dengan

pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan

pentingnya protein hewani bagi manusia, hal ini merupakan peluang bagi usaha

pengembangan sapi potong, sehingga upaya untuk meningkatkan produktivitasnya

1

Page 2: Makalah SSP

perlu terus dilakukan. Makalah ini bertujuan untuk mengulas usaha ternak sapi

potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Untuk mencapai efisiensi

usaha yang tinggi, diperlukan pengelolaan usaha secara terintegrasi dari hulu

hingga hilir serta berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan, sehingga dapat

memberikan keuntungan yang layak secara berkelanjutan.

Permasalahan

Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah

bagaimana pengembangan usaha ternak sapi potong dengan pola kemitraan.

2

Page 3: Makalah SSP

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Perkembangan Sapi Potong

Kebutuhan akan daging semakin meningkat seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya

protein hewani bagi manusia, Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami

peningkatan, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan

produksi yang memadai.

Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada

tahun 2007, kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap

produksi daging nasional rendah, sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar

antara permintaan dan penawaran (Suryana, 2009).

Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan 399.660 ton,

atau setara dengan 1,70−2 juta ekor sapi potong, sementara produksi hanya

288.430 ton. Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi daging pada tahun

2010 sebesar 2,72 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhan daging dalam negeri

mencapai 654.400 ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi 1,49%/tahun,

Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat 11,366 juta ekor (Suryana, 2009).

Populasi tersebut belum mampu mengimbangi laju permintaan daging sapi

yang terus meningkat. Untuk mengantisipasinya, pemerintah melakukan impor

daging sapi dan sapi bakalan untuk digemukkan. Kebijakan impor tersebut harus

dilakukan walaupun akan menguras devisa negara, karena produksi daging sapi

3

Page 4: Makalah SSP

lokal belum mampu mengejar laju peningkatan permintaan di dalam negeri, baik

kuantitas maupun kualitasnya.

Faktor pendorong pengembangan sapi potong adalah permintaan pasar

terhadap daging sapi yang makin meningkat, ketersediaan tenaga kerja besar,

adanya kebijakan pemerintah yang mendukung upaya pengembangan sapi potong,

hijauan pakan dan limbah pertanian tersedia sepanjang tahun, dan usaha

peternakan sapi lokal tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global (Kariyasa,

2005).

Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar

ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas

(Kariyasa, 2005).

Pola usaha sebagian besar adalah perbibitan atau pembesaran anak, dan

hanya sebagian kecil peternak yang mengkhususkan usahanya pada penggemukan

ternak, pola usaha perbibitan secara ekonomis kurang menguntungkan, namun

usaha tersebut masih tetap berkembang (Suryana, 2009).

Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya

mencapai swasembada daging antara lain adalah:

1. subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada

sektor pertanian,

2. rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus

bertambah,

4

Page 5: Makalah SSP

3. tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan

sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan

perekonomian regional, dan

4. mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan

maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan

meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Kariyasa 2005).

Oleh karena itu, potensi sapi potong perlu dikembangkan, terutama untuk

meningkatkan kontribusinya dalam penyediaan daging untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

B. Pemeliharaan dan Usaha Ternak Sapi Potong

Potensi sapi potong lokal sebagai penghasil daging belum dimanfaatkan

secara optimal melalui perbaikan manajemen sapi potong memiliki beberapa

kelebihan, yaitu daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan setempat, mampu

memanfaatkan pakan berkualitas rendah, dan mempunyai daya reproduksi yang

baik (Santosa, 2007)

Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga,

yaitu: intensif, ekstensif, dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan

secara intensif, sapi dikandangkan secara terus-menerus atau hanya dikandangkan

pada malam hari dan pada siang hari ternak digembalakan. Pada pemeliharaan

ekstensif, ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola pertanian

menetap atau di hutan (Sugeng 2006).

Dari kedua cara pemeliharaan tersebut, merupakan usaha rakyat dengan

ciri skala usaha rumah tangga dan kepemilikan ternak sedikit, menggunakan

5

Page 6: Makalah SSP

teknologi sederhana, bersifat padat karya, dan berbasis azas organisasi

kekeluargaan (Suryana, 2009).

Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, Anggraini

(2003) mengklasifikasikan usaha peternakan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas

pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya sebagai

usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga (subsisten) dengan

tingkat pendapatan usaha dari peternakan < 30%,

2. peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian

campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari usaha ternak

mencapai 30−70%,

3. peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak

sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70−100%,

dan

4. peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus

(specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan

mencapai 100%.

Usaha peternakan komersial umumnya dilakukan oleh peternak yang

memiliki modal besar serta menerapkan teknologi modern, usaha peternakan

memerlukan modal yang besar terutama untuk pengadaan pakan dan bibit.

Biaya yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada umumnya yang

memiliki keterbatasan modal, untuk mengantisipasi permasalahan tersebut salah

6

Page 7: Makalah SSP

satu upaya dalam rangka pengembangan sapi potong dapat ditempuh melalui

penguatan kelembagaan peternak melalui kemitraan usaha sapi potong.

C. Kemitraan Usaha Ternak Sapi Potong

Salah satu usaha mengembangkan usaha ternak sapi potong di Indonesia

adalah melalui sistem kemitraan, kemitraan dimaksudkan sebagai upaya

pengembangan usaha yang dilandasi kerja sama antara perusahaan dan peternakan

rakyat, dan pada dasarnya merupakan kerja sama vertikal, kerja sama tersebut

mengandung pengertian bahwa kedua belah pihak harus memperoleh keuntungan

dan manfaat.

Garis besar alasan peternak bermitraan, yaitu (a) kekurangan modal usaha;

(b) mengurangi risiko kegagalan/kerugian; (c) untuk memperoleh jaminan

kepastian penghasilan; (d) untuk memperoleh jaminan kepastian dalam

pemasaran; (e) untuk mendapatkan jaminan kepastian supply sapronak; dan (f)

untuk memanfaatkan kandang yang sedang kosong (Supriyatna, 2006).

Menurut Saptana (2006), kemitraan adalah suatu jalinan kerja sama

berbagai pelaku agribisnis, mulai dari kegiatan praproduksi, produksi hingga

pemasaran. Kemitraan dilandasi oleh azas kesetaraan kedudukan, saling

membutuhkan, dan saling menguntungkan serta adanya persetujuan di antara

pihak yang bermitra untuk saling berbagi biaya, risiko, dan manfaat.

Sistem kemitraan usaha ternak sapi potong masih kurang, karena ternak

sapi potong belum banyak melakukan kemitraan, bentuk kerjasama yang ada saat

ini baru sebatas dalam bentuk kelompok, masih terpisah antara unit usaha yang

satu dengan yang lain, hanya unit pakan dan bibit yang dikelola bersama,

7

Page 8: Makalah SSP

Sementara itu peluang bisnis sapi potong sangat besar, karena ketersediaan sapi

potong di dalam negeri masih jauh dari kebutuhan.

Dengan kondisi seperti di atas, sistem kemitraan layak mendapatkan peran

yang signifikan, dengan sistem kemitraan, maka kekurangan-kekurangan tersebut

akan mampu diatasi sehingga bisnis sapi potong benar-benar bisnis yang

menggairahkan.

Sugeng (2002) mengemukakan salah satu model kemitraan ternak sapi

potong yaitu model kemitraan ternak sapi potong berbasis kelompok tani atau

koperasi melalui pola pendampingan usaha, dalam model ini, pihak pemerintah,

eskportir, dan perbankan atau investor atau BUMN ikut berperan aktif dalam

melalukan fungsinya masing-masing guna memprakarsai terbentuknya perusahaan

inti.

Perusahaan inti disini meliputi pengadaan pakan dan bibit sendiri serta

pasar bagi hasil-hasil produk peternakan dari kelompok atau koperasi selaku

plasma. Pola pendampingan yang dilakukan oleh suatu lembaga adalah dengan

cara pembinaan teknis dan manajemen. Lembaga pendamping tersebut ditunjuk

oleh bank atau investor atau BUMN (Sugeng, 2002).

Menurut Anonim (2010), pola kemitraan antara petani/kelompok

tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

1. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan

perjanjian kerjasama langsung kepada perusahaan.

8

Page 9: Makalah SSP

Gambar 1. Pola Kemitraan dengan Kerjasama Langsung

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit kepada petani

plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Channeling Agent, dan

pengelolaannya langsung ditangani oleh kelompok tani, sedangkan masalah

pembinaan harus bisa diberikan oleh perusahaan mitra.

2. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui

koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara koperasi (mewakili

anggotanya) dengan perusahaan mitra.

Gambar 2. Pola Kemitraan dengan Perantara Koperasi

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian kredit kepada petani

plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah

pembinaan teknis pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak

perusahaan mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

9

PERUSAHAAN INTI

Page 10: Makalah SSP

Kemitraan usaha agribisnis ini merupakan hubungan bisnis antara inti dan

plasma dimana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis

yang saling terkait dengan tujuan untuk mencapai keuntungan bersama dengan

dilandasi rasa saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

Penerapan konsep kemitraan antara peternak sebagai mitra dan pihak

perusahaan perlu dilakukan sebagai upaya agar usaha ternak sapi potong, baik

sebagai usaha pokok maupun pendukung dapat berjalan seimbang. Upaya tersebut

meliputi antara lain pembinaan finansial dan teknik serta aspek manajemen. Oleh

karena itu, melalui kemitraan, baik yang dilakukan secara pasif maupun aktif akan

menumbuhkan jalinan kerja sama dan membentuk hubungan bisnis yang sehat

(Hermawan, 1998).

Persepsi peternak terhadap sistem usaha agribisnis sapi potong dengan

pola kemitraan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan makin berkembangnya

usaha ternak sapi potong melalui pola kemitraan yang dilakukan oleh beberapa

peternak atau pengusaha peternakan berskala besar karena pola tersebut secara

ekonomis memberikan keuntungan yang layak kepada pihak yang bermitra.

Hal ini sesuai dengan pendapat Roessali (2005), bahwa usaha tani atau

usaha ternak sapi potong rakyat umumnya berskala kecil bahkan subsistem. Bila

beberapa usaha kecil ini berhimpun menjadi satu usaha berskala yang lebih besar

dan dikelola secara komersial dalam suatu sistem agribisnis maka usaha tersebut

secara ekonomi akan lebih layak dan menguntungkan.

10

Page 11: Makalah SSP

Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan

pola kemitraan diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi

kesejahteraan masyarakat peternak khususnya, dan perekonomian nasional

umumnya. Hal ini ditunjukkan oleh manfaat ekonomi yang dihasilkan dari

kegiatan ini yang bernilai positif, yang berarti bahwa pengembangan peternakan

sapi potong dalam negeri mampu menghasilkan surplus ekonomi.

Contoh analisa Pendapatan

Usaha dirancang untuk menghasilkan 20 ekor sapi PO ( peranakan ongole) setiap periode penggemukan.

Satu ekor sapi membutuhkan luas kandang individual 4 m2, sehingga luas kandang yang dibutuhkan 80 m2 (biaya 1 m2 = Rp 250.000,00),

Total biaya pembuatan kandang Rp 20.000.000,00.

Dengan masa pakai 10 tahun maka biaya penyusutan per tahun = Rp 2.000.000,00 atau per 90 hari masa penggemukan = Rp. 500.000,00

Sapi digemukan selama 90 hari. Berat awal sapi bakalan rata-rata 300 kg dengan harga per  kg  Rp. 17.000,00.

Pertambahan berat badan harian yang diinginkan adalah 0.5 kg per hari, sehingga berat akhir sapi setelah masa penggemukan 90 hari adalah 345 kg.

Maka total pendapatan adalah 20 ekor x 345 x Rp. 17.000,00 =       Rp.117.300.000,00

Setiap sapi menghasilkan 10 kg kotoran, sehingga selama periode penggemukan  90 hari seekor sapi menghasilkan 900 kg kotoran dengan harga per kg Rp. 200.

Total pendapatan dari hasil penjualan kotoran sapi  20 ekor x 900 kg x Rp 200,00 = 3.600.000,00

ekonomis memberikan keuntungan yang layak kepada pihak yang

bermitra.

11

Page 12: Makalah SSP

Hal ini sesuai dengan pendapat Rencana Investasi

Hasil analisis asumsi keuangan usaha ternak sapi potong volume 20 ekor periode produksi 90 hari dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

NO URAIAN SATUAN UNIT

VOLUME HARGA / UNIT (Rp)

NILAI (Rp)

1. Pembuatan Kandang

Meter 80 250.000 20.000.000

2. Pembelian Sapi Bakalan

Ekor 20 5.100.000 102.000.000

3. Pakan Konsentrat Kg 1800 1.000 1.800.000

4. Pakan Hijauan Kg 54.000 100 5.400.000

5. Obat-Obatan botol 20 50.000 1.000.000

Total 130.200.000

Proyeksi Laba Rugi / 90 hari masa penggemukan

No. INVESTASI JUMLAH (Rp)

Biaya Tetap

1. Penyusutan Kandang 500.000,00

2. Penyusutan Peralatan 200.000,00

Biaya Variabel /Produksi

1. Pembelian sapi bakalan 102.000.000,00

2. Pakan konsentrat 1.800.000,00

3. Pakan hijauan 5.400.000,00

Biaya lain-lain

1. Biaya listrik & Telpon 300.000,00

2. Transportasi 500.000,00

Total biaya produksi 110.700.000,00

Pendapatan

1. Penjualan sapi hasil penggemukan 117.300.000,00

2. Penjualan kotoran sapi 3.600.000,00

Total Pendapatan 120.900.000,00

12

Page 13: Makalah SSP

Proyeksi laba / rugi (keuntungan) 10.200.000,00

Sistem bagi hasil sebesar 70 : 30 dengan perbandingan 70 % untuk peternak  (plasma) dan 30% untuk pemerintah daerah (inti). Maka keuntungan yang diperoleh yaitu :

Pemda   sebesar  30% x Rp 10.200.000,00                 =  Rp 3.060.000,00 Peternak sebesar 70% x Rp 10.200.000,00                 =  Rp 7.140.000,00

13

Page 14: Makalah SSP

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, salah satu

bentuk usaha pengembangan ternak sapi potong adalah kemitraan, model

kemitraan ternak sapi potong yaitu model kemitraan ternak sapi potong berbasis

kelompok tani/koperasi melalui pola pendampingan usaha, dimana Pemerintah

berperan memprakarsai berdirinya perusahaan inti, Perusahaan inti disini meliputi

pengadaan pakan dan bibit sendiri serta pasar bagi hasil-hasil produk peternakan

dari kelompok atau koperasi selaku plasma. Pola pendampingan yang dilakukan

oleh suatu lembaga adalah dengan cara pembinaan teknis dan manajemen.

Pola kemitraan yang digunakan yaitu pertama, petani yang tergabung

dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung

kepada Perusahaan, Kedua, petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok

tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara koperasi

(mewakili anggotanya) dengan perusahaan mitra.

Saran

Adapun saran, sebaiknya kedepannya model kemitraan usaha ternak sapi

potong lebih di kembangkan seperti usaha mitra ternak lainnya .

14