PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP
-
Upload
tonyiinhandoko -
Category
Documents
-
view
434 -
download
7
Transcript of PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 1/28
REFERAT
PEMILIHAN ANTIBIOTIKA UNTUK SISTEM SARAF PUSAT
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Lab/SMF Bedah FK UNEJ - RSD dr. Soebandi Jember
Oleh:
Adelia Handoko, S.Ked
072011101021
Pembimbing:
dr. H.Moch Dwikoryanto, Sp.BS
SMF Bedah RSD dr. Soebandi Jember
Fakultas Kedokteran
Universitas Jember
2011
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 2/28
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiolosi Sawar Darah Otak ...................................................... 5
Infeksi CNS ........................................................................................................ 11
Infeksi Kranial dan Ektrakranial .............................................................. 11
Wound Infection ................................................................................... 11
Subgaleal abscess .................................................................................. 12
Osteomiellitis of the Skull .................................................................... 12
Infeksi intracranial ..................................................................................... 13
Meningitis…………………………………………………………. ..... 13
Posttraumatic Meningitis……………………………….............. 13
Postoperative Meningitis ............................................................... 15
External Devices and Shunt Infection ......................................... 16
Epidural dan Subdural Abscesse ...................................................... 17
Brain Abscess ....................................................................................... 17
Infeksi Nosokomial ...................................................................................... 18
Urinary Track Infections .................................................................... 18
Pneumonia ............................................................................................ 18
Aspiration Pneumonia ................................................................... 18
Ventilator-Associated Pneumonia ................................................ 18
Ulkus Dekubitus ................................................................................. 18
Bacteremia/Sepsis ............................................................................... 18
Catheters......................................................................................... 18
Prinsip Terapi Antimikroba ............................................................................ 19
DAFTARPUSTAKA ......................................................................................... 28
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 3/28
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbiditas setelah cedera kepala terkait dengan cedera
kepala itu sendiri. Bagaimanapun juga, komplikasi infeksi dapat mengikuti
trauma, termasuk infeksi cranial, infeksi extracranial, dan infeksi intracranial dan
infeksi yang didapatkan dari rumah sakit dapat menambahkan resiko yang ada.
Infeksi dapat menyertai trauma mayor maupun trauma minor, akut maupun kronik
dapat menyertakan berbagai bagian dari kepala, mulai dari kulit hingga parenkim
otak (Narrayan, 1996).
Gambar 1
Trauma primer dan sekunder
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 4/28
4
Infeksi kranial dan intracranial, yang termasuk didalamnya adalah, luka
infeksi, abses subgaleal, dan osteomielitis tengkorak kepala. Sumber predominan
dari dari infeksi ini adalah flora normal kulit yakni, staphylococcus. Meningitis
dapat terjadi posttrauma, postoperative, ataupun setelah penempatan kateter dan
alat medis lainnya. Penyebab meningitis tersering dari trauma kepala tertutup
adalah infeksi pneumokokus (Narrayan, 1996).
Infeksi intracranial lainnya seperti abses otak, epidural abses dan subdural
abses jarang terjadi mengikuti neurotrauma namun dapat sangat membahayakan
jiwa. Mixed infection, yakni kuman aerob dan anaerob sering menginfeksi pada
intracranial. Infeksi nosocomial dapat sering terjadi dengan sumber tersering
adalah saluran kemih, saluran respirasi dan cateter intravena. Terapi empiris harus
didasarkan pada prevalensi plora normal serta resisitensi bakteri (Narrayan, 1996).
Seleksi antibiotic untuk infeksi CNS harus didasarkan pada :
1. CNS penetration,
2. Spectrum of activitiy,
3. Side effects,
4. Cost (Narrayan, 1996)
Prinsip anti mikroba harus dipahami agar dapat melakukan
penatalaksanaan secara efektif Antibiotik betalaktam seperti antibiotik penicillin
dan sefalosporin sering digunakan dengan dosis besar pada infeksi CNS.
Diagnosis awal serta intervensi yang sesuai dapat sangat membantu dan
mempercepat penyembuhan(Narrayan, 1996).
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 5/28
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi Sawar Darah Otak
Sawar darah otak adalah suatu membran yang sangat resisten terhadap
proses diffusi dan memisahkan cairan intersisial otak darah (Youmans, 1996).
Pemeriksaan susunan saraf pusat dengan menggunakan mikroskop elektron
memperlihatkan bahwa lumen kapiler darah dipisahkan dari ruang ekstra seluler
oleh:
1. sel endotelial di dinding kapiler
2. membran basalis di luar sel endotel, dan
3. kaki-kaki astrosit yang menempel pada lapisan luar dari dinding kapiler
Gambar 2
Lapisan Pelindung Otak
(Blumenfeld, 2002)
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 6/28
6
Gambar 3
Pembuluh Darah Kapiler Susunan Saraf Pusat, Area Sawar Darah Otak
(Blumenfeld, 2002)
Dengan menggunakan electron dense-marker seperti lanthanum dan
horseradish peroksidase terlihat bahwa substansi tersebut tidak dapat menembus
sel endotel kapiler karena adanya tight junction diantara sel tersebut, sehingga
tight junction sangat berperan di dalam sawar darah otak (Snell, 1992).
Beberapa bagian otak tidak mempunyai sawar darah otak dan
mempunyai struktur sel yang berbeda. Pada daerah tersebut protein dan molekul-
molekul organik yang kecil dalam darah dapat masuk ke susunan saraf pusat.
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 7/28
7
Pada keadaan normal terdapat dua sawar yang semipermeabel dan
berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari substansi yang
membahayakan (Snell, 1992). Fungsi sawar darah otak adalah melindungi otak
dari berbagai variasi subtansi darah, terutama senyawa lokisik.
Gambar 4
Kapiler Pembuluh Darah Otak, Daerah Tanpa Sawar Darah Otak.
Fungsi peting sawar darah otak adalah:
1. Fungsi anatomi
2. Fungsi biokimika
3. Fungsi regulasi
Fungsi Anatomi
Secara anatomis sawar darah otak adalah melindungi otak dari bermacam-
macam toksin eksogen yang berasal dari darah (Youmans, 1996). Fungsi ini dapat
terjadi karena struktur sawar darah otak yang mempunyai tight junction antara sel
endotel yang tidak permeabel terhadap molekul berukuran besar (FitzGerald,
1985). Fenetrasi yang terdpat pada kapiler organ lain tidak terdapat pada kapiler
otak, begitu juga vesikel pinositik, yang penting bagi makromolekul pada kapiler
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 8/28
8
jaringan lain. Jika integritas kapiler baik, perisit yang terletak pada dinding kapiler
akan mengaktifkan fungsi sawar darah otak. Perisit adalah sel fagosit yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostasis antara darah dan otak
(FitzGerald, 1985)
Gambar 5
Kompartemen Cairan Intrakranial
Fungsi biokimia
Fungsi biokimia untuk transport selektif dari zat-zat, tersusun oleh enzim-
enzim dalam sel endotel pembuluh darah kapiler otak. Plasma borne biogenic
dapat dimetabolisme oleh monoamin oksidase sehingga dapat melindungi otak
dari pemecahan epinefrin sistemik. Transport oleh asam amino secara signifikan
dapat menyebabkan penetrasi prodrug levodopa pada sawar darah otak sehingga
dopamin dapat dimetabolisme untuk pengobatan pasien parkinson
Fungsi regulasi
Agar dapat mencapai otak, cairan ekstraseluler dari darah harus
melewati/menemnbus epitel koroid atau endotel kapiler. Zat dapat segera masuk
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 9/28
9
apabila molekul dapat larut dalam air (plasma) dan membran lipid. Molekul yang
lain memerlukan protein pembawa agar dapat menembus sawar darah otak
(FitzGerald, 1985)
a. Transport glukosa
Glukosa adalah sumber energi terbesar yang diperlukan oleh otak.
Lebih 98% energi yang dipergunakan untuk menunjang fungsi saraf idapat
dari pembakaran glukosa dalam darah. Transport aktif glukosa dibantu
oleh protein pembawa yang spesifik. Di dalam cairan serebrospinal,
konsentrasi glukosa hanya 2/3 dari konsentrasi dalam darah. Hal ini
disebabkan karena glukosa secara konstan dipergunakan oleh otak. Kadar
glukosa otak relatif lebih stabil dibandingkan dgnkadar glukosa dalam
darah, sebab sistem transport akan berhenti/jenuh pada saat terjadi
peningkatan glukosa dan akanaktif bila kadar glukosa plasma menurun
(pada keadaan hipoglikemi). Keadaan glukosa ini sangat penting untuk
menjaga agar fungsi saraf tetap normal. Pada keadaan hiperglikemi yang
berat dengan kadar glukosa dalam plasma darah meningkat tiga kali,benda
keton dan asam laktat akan terakumulasi dalam otak dan akan menekan
fungsi saraf sehingga terjadi koma diabetik. Pada keadaan hipoglikemi
yang berat susunan saraf pusat menjadi overaktif, pasien akan mengalami
mental confusion, berkeringat dgnnadi yang cepat. Hipoglikemi akan
menyebabkan kerusakan neuron-neuron otak jika energi utama yang
dibutuhkan oleh otak tidak terpenuhi (insulin koma) (Fiztgerald, 1985).
b. Transport ion
Kadar ion Kalium dalam cairan ekstaselular otak dan cairan
serebrospinal adalah 3 mmol/I, sedangkan kadar ion Kalium dalam darah
antara 4-5 mmol/I (FitzGerald, 1985). Kadar ion Kalium dan Natrium
dalam otak diatur oleh Natrium Kalium ATPase yang terletak pada endotel
membran sel pembuluh darah kapiler otak. Neurotransmisi yang optimal
memerlukan kadar kalium yang konstan di dalam otak. Hal ini dapat
dicapai dengan menghentikan diffusi ion kalium ke otak melalui transport
yang spesifik di endotel yang secara aktif mengatur kadar ion kalium.
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 10/28
10
Na+
/K+
ATPase banyak terdapat di kapiler otak. Eisenbeg dan Suddith
mengemukakan bahwa mikrovaskuler otak mengandung 500 kali . Na+
/K+
ATPase dan 1,6 kali di pleksus koroid. . Na+
/K+
ATPase secara aktif
mengubah danmengatur kadar ion kalium dalam otak. Beberapa penulis
memperkirakan pada glioma maligna kemungkinan terdapat peningkatan .
Na+
/K+
ATPase yang akan menyebabkan peningkatan Na dan air yang
akan menyebabkan terjadinya edem vasogenik. Kortikosteroid dapat
menghambat aktivitas . Na
+
/K
+
ATPase pada glioma, sehingga beberapapenulis memperkirakan bahwa efek terapi kortikosteroid adalah
berkurangnya . Na+
/K+
ATPase (FitGerald, 1985). Selain transport Kalium
dan ion Natrium, ion bikarbonat juga dapat menembus sawar darah otak
walaupun sistem transport spesifiknya belun diketahui (Kandel, 1982).
c. Transport asam amino
Sebagian besar asam amino netral dapat melalui sawar darah otak
melalui sistem transport berbeda, yaitu sistem L, sistem A dan sistemASC. Sistem L cenderung berkaitan dengan asam amino netral yang
bercabang atau rantai dengan bentuk cincin (leusin, valin), merupakan
asam amino yang tergantung dengan ion natrium dan secara kompetitif
dihambat oleh asam 2 aminobisikloheptan-2-karboksilat. Sistem A
cenderung berikatan dengan asam amina netral dengan pendek (alanin,
serin), tergantung pada natrium dan dihambat oleh asam
alfametilaminisobutirat. Sistem ASC cenderung berikatan alanin, serin dan
sistein, tergantung dengan natrium dam tidak sensitif terhadap asam 2-
aminosikloheptan-2-karboksilat dan sama affametilaminisobutirat
(FitzGerald, 1985)
d. Transport vitamin dan mineral
Otak memerlukan semua vitamin, kecuali vitamin K dan vitamin
D. Hampir semua vitamin dapat menembus sawar darah otak melalui
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 11/28
11
sistem transport yang berbeda. Proses transport vitamin diatur sebagai
berikut:
Pada saat kadar vitamin dalam darah tinggi, sedangkan dalam otak
sudah cukup, maka mediator transport akan menghalangi
masuknya vitamin ke otak
Pelepasan vitamin yang lambat melalui sawar darah otak bertujuan
untuk mencegah kehilangan vitamin yang tiba-tiba di otak. Hal ini
terjadi pada keadaan defisiensi
Untuk mengembangkan dan mempertahankan fungsinya otak juga
memerlukan trace metals seperti Zn, Fe, Cu dan Meninioma. Transport elemen-
elemen tersebut bergantung pada adanya ion bebas, organomolekule atau
metalloprotein. Besi dapat masuk ke otak melalui ikatan kompleks transferin
dengan reseptor endotel spesifik dan melalui endositosis (Gumerlock, 1996).
e. Neurotransmiter
Sawar darah otak impermeabel terhadap epinefrin, norepinefrin,
asetilkholin, dopamin. Apabila sistem ini tidak ada, maka efek dari
neurotransmiter tersebut akan merusak. Epinefrin terdapat banyak di
dalam sirkulasi sebagai respon terhadap stress fisik ataupun emosional dan
akan mengganggu fungsi otak bila dapat mencapai otak (FitGerald, 1985)
II. Infeksi CNS
a. Infeksi Kranial dan Ektrakranial
1. Wound Infection
Luka infeksi post neurosurgical procedure dilaporkan terjadi pada1% kasus. Factor resioko terjadinya luka infeksi pada 9000 operasi
adalah :
CSF leaks
Concomitant non-CNS infections
Perioperative infection
Lebih dari 60% disebabkan oleh Staphylococus, sp dan 5%
disebabkan oleh gram negative. Factor lain yang mungkin berpengaruh
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 12/28
12
adalah penempatan objek asing seperti prosedur operasi dengan
paranasal sinus entry serta drain postoperasi (Narrayan, 1996).
Setiap luka infeksi neurotrauma biasanya disebabkan oleh
insufisiensi debridement luka. Pada late scalp wound infections sering
disebabkan oleh infeks sistemik. Infeksi yang lebih dalam yaitu pada
jaringan subkutan dan tulang harus dipertimbangkan jika luka infeksi
terjadi beberapa minggu setelah terjadinya trauma (Narrayan, 1996).
Pilihan terapi pada luka infeksi harus berhubungan dengan kultur
dan sensitivitas dari isolasi bakteri. Terapi antibiotic yang digunakan
sebelum keluar hasil kultur adalah antibiotic yang membunuh
staphylococcus. Pemberian antibiotic perioperative terbukti dapat
menurunkan insiden luka infeksi setelah intracranial surgical
procedure (Narrayan, 1996).
2. Subgaleal abscess
Inokulasi bakteri kedalam scalp laceration atau lukus dapat tumbuh
di subgaleal spaces. Subgaleal abscess terjadi setelah penyebaran
secara hematogen dari skull osteomilitis. Microbiology tersering dari
subgaleal abscess adalah staphylococcus, streptococcus dan anaerob.
Terapi yang dipilih adalah insisi dan drainase, dengan irigasi dar
kavitas abscess. Antibiotic parenteral harus diberikan untuk mengatasi
kuman gram positive dan kuman anerob. Jika tidak ada kaitannya
dengan osteomielitis maka antibiotic diberikan untuk 10 hingga 14 hari
(Narrayan, 1996).
3. Osteomiellitis of the Skull
Osteomielitis jarang terjadi setelah trauma. Pada sebuah studi oleh
Bullitt dan Lehman, hanya 3 dari 18 pasien dengan osteomilelitis yang
memiliki riwayat trauma cranial. Tanda dan gejala tersering yang
didapat adalah subakut, local swelling dan tenderness. Pusing juga
sering dikeluhkan, tidak seperti kasus akut, demam jarang ditemukan.
Osteomielitis berkembang 2 bulan hingga 32 tahun setelah
menginfeksi 16 pasien, tetapi terjadi akut pada 2 pasien. Tidak
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 13/28
13
ditemukan leukositosis atau peningkatan Erhytrociyte Sedimentation
Rate (ESR). Dari kultur organisme di tulang adalah Staphylococus
aureus dan S. epidermidis dengan beberapa berupa mixed infection
serta diphtariae. Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah skull
X-rays, CT-scan dan MRI. Terapi yang disarankan adalah surgical
debridement dengan pengangkatan bone flap serta antibiotic. Terapi
antibiotic diberikan dalam 6 minggu , minimal 10 hingga 14 hari post
operasi didasarkan pada kultur kuman (Narrayan, 1996).
b. Infeksi intracranial
1. Meningitis
Posttraumatic Meningitis
Meningitis yang terjadi post trauma dilaporkan terjadi
sekitar 0,2 hingga 17,8 %. Kebocoran CSF adalah factor resiko
yang sangat signifikan untuk berkembangnya posttraumatic
meningitis, meningitis terjadi sekitar 2-9% kasus. Rhinorea
lebih sering mneggambarkan kebocoran CSF dari pada otorea.
Pada suatu studi didapatkan dari 25% trauma basis crania, 10%
diantaranya mengalami kebocoran CSF. Rhinorea terjadi 3x
lebih banyak dibandingkan dengan otorea (Narrayan, 1996).
Pathogenesis dari posttrauma meningitis berhubungan
denagn anatomy dari duramater dan dasar tengkorak. Dura
melekat pada dasar cranium, sehingga pada saat terjadi fraktur
pada basisi crania maka dura dapat mengalami laserasi dan
dapat menyebabkan fistula. Flora normal maupun bakteri
pathogen pada nasofaring dan telinga dalam dapat mengakses
ke meningen. Komponen paling tipis dari tulang yakni sinus
paranasaljuga merupakan tempat predisposisi untuk terjadinya
kebocoran CSF. Fraktur pada tulang petrosus dapat
menyebabkan otorea. Kebocoran CSF ini dapat terjadi
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 14/28
14
beberapa minggu bahkan beberapa tahun post trauma (Narrayan,
1996).
Gejala dari posttrauma meningitis dan nontrauma
meningitis sama. CSF diperlukan untuk mengindentifikasi
organism penyebab. Karena sering terjadi interupsi dari CSF
yang normal dari pasien trauma, CSF normal mungkin tidak
dapat merefleksikan aktivitas dari basal sisterna atau ventrikel.
Sebagai tambahan, mendapatkan CSF normal dari
ventriculostomi tidak mencerminkan meningitis. Peningkatan
sel darah putih dan atau netrofil di CSF mencerminkan
terdapatnya infeksi namun tidak signifikan. Special test (latex
agglutination and counterimmunoelectripgoresis) untuk
diagnosis pada umunya mendapatkan hasil bakteri
Haemophilus influenze, Neisseria meningitides dan
Streptococus penumoniae. Test limulus lysate dapat
mendeteksi basil gram negative karena adanya endotoksin dari
dinding sel luar bakteri. Jika terdapat rhinorea atau otorrhea,
biasanya kebocoran CSF adalah penyebabnya. Adanya cairan
intracranial dengan riwayat trauma dapat juga merupakan
kebocoran CSF. Cara terbaik untuk mengetahui sumber
perdarahan adalah dengan menggunakan CT-scan dengan water
soluble contrast injection ke dalam CSF. Adanya glucose pada
rhhinorea mengakibatkan kesulitan menmbedakan CSF dari
mukosa nasal (Narrayan, 1996).
Organism yang diisolasi dari posttrauma meningitis
dominan dari nasofaring. Dari salah satu study, 80% bakteri
dari trauma kepallatertutup adalah S. pneumonia
(pnemococus). H. influenza, S.pyogenes, dan N.meningitidis
juga ditemukan, terutama jika didapatkan rhinorea. S.
pnumoniae-associated meningitis sering dikaitkan dengan
bacteremia. Staphlococus, basil gram negative, dan
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 15/28
15
nonhemolitic streptococcus juga dilaporkan namun
staphylococcus dan basil gram negative jarang menyebabkan
meningitis setelah fraktur basisi crania. Jika meningitis terjadi
dalam 3 hari setelah terjadinya injury, penyebab tersering
adalah S. pneumonia. Meningitis dapat terjadi dengan otorea
biasanya terjadi 48 jam setelah injury. Posttraumatic meningitis
yang berkaitan dengan rhinorea mungkin terjadi beberapa hari,
bulan atau tahun setelah trauma (Narrayan, 1996).
Presentase tetap terjadinya kebocoran setelah operasi sangat
kecil. Jika meningitis disebabkan oleh S.pneumoniae,
penicillin (20-24 MU/hari) adalah drug of choice nya.
Ditempat dengan insidensi penicillin-resistant pnemococi,
sefalosporin generasi ketiga biasanya digunakan. Sebelum hasil
kultur keluar, terapi empiris dengan nafcilin atau vancomicin
dengan ceftazidim dapat mengatasi infeksi. Walaupun tidak ada
studi prospective controlled trial dari pemberian antibiotic
profilaksis pada pasien dengan fraktur basisi cranii, beberapa
peneliti menyarankan diberikannya antibiotic untuk
menurunkan insidensi posttrauma meningitis. Leech
melaporkan 0% insiden posttraumatic meningitis asscocoated
rhinorea dengan pemberian antibiotic, dan 16,6% pada
untreated patient. Pada pasien dengan otorea yang diberikan
antibiotic prophilaksis insiden terjadinya meningitis posttrauma
5,2% sedangkan pada yang tanpa antibiotic profilaksis adalah
41,7% (Narrayan, 1996).
Postoperative Meningitis
Insiden terjadinya postoperative meningitis pada “clean”
neurosurgery dilaporkan sekitar 0,5-0,7%. Pada clean-
contamitant insidensinya sebesar 0,4-2%. Pathogenesis dari
postoperative meningitis disebabkan oleh kontaminasi
langsung dari sinus, mukosa nasalatau scalp yang
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 16/28
16
terkontaminasi. Biasanya disebabkkan oleh basil gram
negative. Setengah kasus dari postoperative meningitis terjadi
setelah 2 hari. Sering ditemukan demam dengan lekosit yang
meningkat di CSF dan darah (Narrayan, 1996).
Diagnosis dilakuakan dengan culture namun MRI dan
CTscan dilakukan untuk membedakan dengan abses otak.
Gram negative yang sering didapatkan adalah Klebsiella
pneumonia, Enterobacter species dan pseudomonas aeruginosa
(Narrayan, 1996).
Sefalosporin generasi ketiga adalah terapi standard denagn
angka kesembuhan lebih dari 70%. Antibiotic prophylaksis
dapat menurunkan angka terjadinya meningitis dari 3,5%
menjadi 1% dengan vancomicyn, gentamicyn atau cefazolin
(Narrayan, 1996).
External Devices and Shunt Infection
Organism yang diisolasi dari shunt antara lain,
staphylococcus spesies, dan S. epidermidis, S.aureus. basil
gram negative didapatkan pada 5-20%. S.pneumonia dan
N.meningitidis dilaporkan pada 2-8% kasus. Diphteri 14%
kasus, kuman anaerob 6%. 10-15% mixed infection. Factor
resiko terjadinya infeksi oleh jamur adalah hyperalimentation,
leukemia, diabetes mellitus dan penggunaan steroid (Narrayan,
1996).
Treatment pada infeksi karena shunt adalah parenterala
natibiotik dan replacement dari shunt. Terapi ini memiliki
angka kesembuhan 75%. Jika bakterinya adalah gram positive
yang diberikan adalah antibiotic antistaphylococus. Jika gram
negative maka yang diberikan adalah sefalosporin generasi
ketiga. Beberapa peneliti menambahkan rifampin (600-
1200mg/hr) untuk tambahan terapi pada infeksi oleh
staphylococcus . intraventricular antibiotic untuk infeksi pada
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 17/28
17
shunt, vancomycyn intratechal (5-10mg) atau gentamicin (1-
10mg). jika dengan infeksi jamur maka ditambahkan
amphotericin B (0,25-050 mg). Durasi antibiotic intratechal
didasarkan pada tanda dan gejala. Durasi terapi sistemik 7-10
hari, dan cultur ulang dilakuakan 3 hari kemudian (Narrayan,
1996).
2. Epidural dan Subdural Abscesses
Predominan bakterinya adalah streptococus dan staphylococcus.
Basil gram negative didapatkan pada 8-10% kasus. Treatment
antibiotic yang dipilih adalh yang mengatasi staphylococcus,
streptococcus dan kuman anaerob. Drainase pus harus
dilakukansecepat mungkin. Antibiotic dilanjutkan 2-4 minggu setelah
drainase (Narrayan, 1996).
3. Brain Abscess
Penyebab abses otak tersering yakni lebih dari 60%
disebabkanoleh kuman anaerob. Jika abses diawali oleh otitis media
atau mastoiditis maka kumannya adalah Bacteroides Fragilis serta
kuman gram negative. Jika diawali oelh sinusitis maka kuman
penyebabnya adalah Haemophillus species. Terapi empiris didasarkan
pada pengetahuan tentang bakteri tersering serta farmakologi dari
antimikroba itu sendiri. Antibiotic yang paling lama digunakan adalah
penicillin dan chloramphenicol. Penicillin dosis tinggi (24 MU/hari).
Chlorampenicol dengan dosis 50-100mg/hari juga cukup efektif
(Narrayan, 1996).
Metronidazole cukup baik untuk kuman anaerob dengan dosis
750mg setiap 8 jam. Untuk basil gram negative, staphylococcus dan
streptococcus dapat digunakan trimetropim-sulfamethokzasol serta
vancomycin. Parenteral terapi dengan penicillin dosis tinggi serta
metronodazol atau chloramphenicol merupakan terapi inisial bagi
abses otak. Antibiotic yang disarankan digunakan selama 6-8minggu
(Narrayan, 1996).
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 18/28
18
c. Infeksi Nosokomial
1. Urinary Track Infections
Pada pasein dengan indwelling kateter, 10 persen diantaranya akan
mengalami bacteriuria namun hanya 30% yang menunjukan gejala.
Namun setelah 30 hari pemasangan kateter maka kebanyakan pasien
akan mengalami bacteriuria. Bakteri tersering adalah E.coli, P.
aeruginosa, Enterococus sp dan yeast. Kateter lebih dari 30 hari makan
dapat timbul infeksi oleh Providencia stuartii, Proteus sp.
Terapi yang sesuai adalah pemberian antibiotic sistemik serta
melepas cateter. Jika terdapat demam, leukositosis serta tanda-tanda
infeksi sistemik maka antibiotic broadspectrum melalui intravena
harus diberikan (Narrayan, 1996).
2. Pneumonia
Aspiration Pneumonia
Organism penyebabnya berasala dari orofaring dan sekresi
dari gaster. Kuman aerob sering menginfeksi setelah terjaidnya
aspirasi, kuman gram positif dan gram negative juga dapat
menginfeksi. Untuk pneumonia oleh kuman anaerob maka
clindamicyn lebih baik digunakan jika dibandingkan dengan
penicillin.
Ventilator-Associated Pneumonia
Terapi untuk paneumonia nosocomial langsung mengarah
kepada pada organism penyebab. Sefalosporin generasi ketiga
biasanya digunakan dengan atau tanpa aminoglikosida.
3. Ulkus Dekubitus
Dapat dicegah dengan perawatan baik kepada pasien seperti sering
merotasi pasien. Ulcer sering terjadi pada bagian – bagian seperti
sacrum, coccyx dan trokanter mayor femur serta teberositas ischii.
4. Bacteremia/Sepsis
Catheters
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 19/28
19
Prinsip terapi dari sepsis dan shock sepsis adalah pemberian
antibiotic untuk gram negative maupun gram positif.
Pemberian cairan dan O2 harus selalu diawasi.
III. Prinsip Terapi Antimikroba
Pasase dari antibiotic menuju ke CSF dan cairan extraselular dari
parenkim otak di halangi oelh anatomi khusus dari CSF. Karen a capilarry
bed dari otak tidak memiliki fenestra maka berbagai komponen dapat
melewati CNS. Sedangkan kapiler endotel memiliki fenestra yang tinggi pada
plexus choroideus. Bagaimanapun juga, continous tight junction pada sisi
spical dari epithelium mencegah masuknya komponen tertentu (Narrayan,
1996).
Empat karakteristik dari agent antimikroba untuk melewati CSF :
1. Lipid solubility
Antimikroba dengan lipid soluble mampu mempenetrasi membrane
kapiler endothelium atau epitel dari plexus koroid. Water soluble agent
seperti molekul terionisasi lebih mudah penetrasi ke CNS
2. Tingkat ionisasi
3. Tingkat serum protein binding
Antimikroba dengan afinitas tinggi ke protein sulit meninggalkan
aliran darah. System transport aktif dari plexus koroid mengeliminasi
antibiotic betalaktam.
4. Berat molekul
Antimikroba dengan berat molekul tinggi sulit untuk masuk pada
CSF dengan tanpa inflamasi. Menurunnya inflamasi sejajar dengan
menurunnya tingkat penetrasi antibiotic kedalam CSF, dosis yang
dipilih seharusnya tidak diturunkan dengan perkembangan klinis yang
ada.
Konsentrasi antibiotic yang dapat membunuh mikroorganisme disebut
dengan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Konsentrasi terendah
dari antibiotic untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme disebut
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 20/28
20
dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Saat MBC lebih rendah
dari MIC atau seimbang maka disebut dengan bakterisidal. Jika MBC lebih
besar dari MIC maka disebut dengan bakteriosttik. Betalaktam seperti
penicillin dan sefalosporin disebut dengan bactericidal. Chloramfenicol adalah
bakterisidal untuk gram-gram negative seperti K.pneumonia dan E.coli
(Narrayan, 1996).
Tabel 1
Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Antibiotik di CSF
Selain konsentrasi antibiotic dan sensitivitas mikroorganisme,
beberapa factor local jug acukup penting untuk recovery infeksi. Dua factor
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 21/28
21
yaitu: complement dan immunoglobulin sangat rendah dalam CSF. Hal ini
menyebabkan antimikroba bactericidal sangat diperlukan untuk infeksi CNS.
Tabel 2
Ratio dari Puncak Antibiotik MIC untuk Selected Meningeal Pathogen
Tabel 3
Aktifitas Antibiotik Konvensional di CNS
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 22/28
22
1. Penicillins
Penisilin bekerja dengan cara menginhibisi sintesis dari dinding
bakteri. Penicillin G sangat aktif membunuh S.pneumonia, N.meningitidis
dan streptococcus kecuali enterococus. Penetrasi penisilin ke dalam CSF
sangat buruk, dengan pucak nya di CSF hanya 1-2 mikrogram/ml dengan
dosis tinggi yang diberikan intravena (24MU/hr pada dewasa dan 300.000-
400.000/U/kg/hr pada anak-anak). Beberapa toksisitas yang dapat
disebabkan oleh penisilin adalah reaksi alergi, skin rash dan reaksi
anafilaksis (Narrayan, 1996).
Ampicilin tidak dapat mengatasi S.pneumonia, N.meningitidis namun
dapat membunuh enterococus sp. Dosis ampicilin yang diberikan pada
infeksi CNS adalah 150mg/kg/hr dalam dosis terbagi (Narrayan, 1996).
Semisintetik antistaphylococus penicillin seperti nafcilin, oxacillin
dan methicillin dapat membunuh S.aureus. dosis nafcilin yang digunakan
150-200mg/kg/hr dalam dosis terbagi. Dosis tinggi methilcilin dapat
menyebabkan nefritis, sistitis hemoragik. Ekskresi nafcilin melalui biliary
track sehingga berbahaya bagi pasien dengan kelainan empedu (Narrayan,
1996).
Penicillin broad spectrum seperti ticarcilin, piperacilin, azlocillin dan
mezlocillin, farmakologiny mirip dengan penicillin G, namun lebih baik
dalam mengatasi basil gram negative. Namun, lagi, tidak dapat menembus
CSF dengan baik, sehingga dibutuhkan dosis tinggi. Namun hati-hati
denganefek samping seperti renal toxixity. Disfungsi platelet juga
diilaporkan sehingga menimbulkan perdarahan. Sehingga pada infeksi
CNS tidak digunakan sendiri namundikombinasi dengan aminoglikosida
untuk mengatasi gram negative (Narrayan, 1996).
2. Chepalosporrin
Sefalosporin generasi pertama yakni cefazolin memiliki efek yang
baik terhadap bakteri gram positif namun terbatas pada gram negative.
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 23/28
23
Tidak aktif membunuh P.aeruginosa, dan sulit menembus CSf sehingga
tidak efektif digunakan (Narrayan, 1996).
Sefalosporin generasi kedua, cefoxitin, cefotetan, dan cefuroxime.
Cefoxitin dapat menembus CSF namun tidak dapat menembus dosis
teraupatik. Cefuroxim dapat menembus CSF dan efektif membunuh
H.influenzae namun telah tergantikan oleh ceftriaxone yang memiliki
spectrum lebih luas (Narrayan, 1996).
Sefalosporin generasi ketiga sangat ampuh membunuh gram negative
dan juga dapat menembus CSF dengan baik. Sefalosporin generasi ketiga
diantaranya adalah cefotaxim, ceftriaxone, dan ceftazidim. Efeksamping
yang dimiliki serupa denganoenisilin, yang paling banyak adalah alergi
dan neutropenia. Sefalosporin generasi ketiga telah menjadi drug of
choice dari gram negative penyebab meningitis (Narrayan, 1996).
Gambar 6
Antibiotic Menghambat Dinding Sel
(Michael, 2002)
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 24/28
24
3. Vancomycin
Merupakan glukopeptida bactericidal yang aktif membunuh
grampositif. Cara kerjanya adalah menghambat sintesis dinding sel dan
mengganggu sistesis RNA. Merupakan drug of choice dari infeksi yang
disebabkan oleh S.epidermidis (Narrayan, 1996).
4. Aminoglycosides
Efektif membunuh basil gram negative. Aminoglycoside merupakan
adjunctive therapy umtuk infeksi CNS, karena dengan adanya inflamasi
meningeal penetrasinya kedalam CNS sangat terbatas. Jika digunakan
harus diberikan intratekal (gentamisin/tobramicin 4-8mg atau amikacin 10-
15mg). Efek sampinya adalah acute tubular nekrosis sert atoksisitas pada
vestibular dan cochlear (Narrayan, 1996).
5. Imipenem-cisplastin
Termasuk dalam golongan karbapenem, penetrasinya kedalam CSF
sangat baik namun bervariasi (Narrayan, 1996).
6. Aztreonam
Merupakan monobactam yang dapat membunuh basil gram negative,
tidak efektif untuk gram positif maupun kuman anaerob. Dapat penetrasi
pada pasine meningitis namun hanya 5% (Narrayan, 1996).
7. Chloramfenicol
Merupakan lipid soluble antibiotic sehingga hanya dapat
menembus CSF pada saat tidak terjadi inflamasi. Digunakan sebagai
adjunctive therapy pada nontraumatic brain abses serta subdural empiema
yang diawali oleh sinusitis. Dosis yang digunakan pada umumnya 50-100
mg/kg/hr dalam dosis terbagi (Narrayan, 1996).
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 25/28
25
Gambar 7
Antibiotic Menghambat Sintesis Protein
(Michael, 2002)
8. Sulfonamides
Yang digunakan saat ini trimetoprim-sulfamethoxazole memiliki efek
yang sangat baik pada gram negative. Dosis ynag diberikan 20mg/kg/hr
terbagi dalam 4 dosis. Sulfamethoxazole dapat mencapai CSF dan jaringan
otak serta membunuh gram negative termasuk nocardia (Narrayan, 1996).
9. Quinolones
Merupakan bakterisidal dan memiliki efek broad spectrum terutam
amembunuh basil gram negative. Fluoroquinolon dapat penetrasi kedalam
CSF dan jaringan otak termasuk ciprofloxcacin, ofloxcacin, dan
pefloxacin. Walaupun memiliki efek yang baik namun yang dilaporkan
adalah pengalaman anecdotal (Narrayan, 1996).
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 26/28
26
10. Tetracycline
Tetracycline hanya memiliki efek moderately lipid solubility sehingga
tidak dapat menembud CSF dengan baik (Narrayan, 1996).
11. Metronidazoles
Memiliki highly lipid-soluble yang dapat penetrasi ke dalam CSF
dalam keadaan tanpa inflamasi. Penetrasi kedalam jaringan otak sama
efektifnta dengan penetrasi kedalam CSF. Metronidazole efektif
membunuh kuman anaerob (Narrayan, 1996).
12. Rifampin
Highly lipid-soluble, namun memiliki penetrasi yang buruk pada
meningen yang mengalami inflamasi. Efektif untuk meningitis
tuberkulosa. Digunakan sebagai adjunctive therapy pada staphylococcal
meningitis (Narrayan, 1996).
13. Antifungal agents
Preparat yang sering digunakan adalah amphotericin B secara
intravena maupun intratekal. Bekerja dengan cara merubah konsistensi
dinding jamu. Amphotericin B ampuh membunuh cryptococosis,
histoplasmosis, coccidiomycosis. Penetrasi kedalam menigen yang normal
maupun terinflamasi sangat rendah. Imidazole terbaru yang diberikan
peroral memiliki penetrasi CNS yang baik, dan dapat menggantikan posisi
amphoterisin kedepannya (Narrayan, 1996).
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 27/28
27
Gambar 8
Antifungi dan Antiviral
(Michael, 2002)
5/12/2018 PEMILIHAN ANTIBIOTIK SSP - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemilihan-antibiotik-ssp 28/28
28
DAFTAR PUSTAKA
Blumenfeld Hal. 2002. Neuroanatomy Through Clinical Case. Sinauer Usa
Burkea. Cunha. 1983. Antibiotic Tissue Penetration. Vol. 59, No. 5, June 1983
Infectious Disease Division Department Of Medicine Nassau Hospital
Mineola, New York.
FitzGerald MJT. 1985. Neuroanatomy: Basic and Applied. London : WB
Sounders, 170-7
Gumerlock MK. 1996. Blood Brain Barrier and Cerebral Edema, In The practice
of Neurosurgery. Baltimore: Williams & Wilkins,: 1-9
Iskandar Japardi 2002. Sawar Darah Otak Fakultas Kedokteran Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara. Digitized By Usu Digital Library
Iain W, Graham L. 2005 Essential Neurology. Blackwell Publishing Ltd
John De Louvois, Peter Gortvai, Rosalinde. Antibiotic Treatment Of Abscesses
Of The Central NervousSystem Hurley bitish Medical7ourncal, 1977, 2,
985-987
Michael J Neil. 2002. Medical Pharmacology at Glance Fourth Edition. Blackwell
Science
Narrayan. 1996. Neurotrauma Chapter 48: Infectious Complication After Head
Injury. Mc Graw Hill. Newyork.
Neil M. Ampel, And Enrique L. Labadie. Tucson Clinical Review Chemotherapy
For Bacterial Infections Of The Central Nervous System. The Western
Journal Of Medicine - September 1987
Snell RS. 1992. Clinical Neuroanatomy of Medical Students. 3rd
ed. Boston: Little
Brown, 355-9
Somand D, Meurer W. 2009. Central NervousSystem Infections. Emerg Med Clin
N Am 27 (2009) 89 – 100 Elsevier Inc.