Makalah Skrofuloderma 1

34
MAKALAH Kelompok “SCROFULODERMA” 1. Dani Anggara (05700194) 2. Jackson Soares (04700294) SMF KULIT DAN KELAMIN Rsud dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto i

description

1

Transcript of Makalah Skrofuloderma 1

MAKALAH Kelompok

“SCROFULODERMA”

1. Dani Anggara (05700194)

2. Jackson Soares (04700294)

SMF KULIT DAN KELAMIN

Rsud dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

2013

i

PENGESAHAN

Makalah Scrofuloderma Disusun Oleh :

Penyusun 1

Nama : Dani Anggara

NPM : 05700194

Penyusun 2

Nama : Jackson Soares

NPM : 04700294

Berdasarkan bimbingan Oleh dr. pembimbing sejak tanggal

Disetujui Oleh

dr. Pembimbing,

tanggal : ................

(__________________________)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkah karuniaNya, Makalah dengan judul

“Scrofuloderma” selesai saya susun. Referat ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan

klinik di SMF Kulit dan Kelamin Mojokerto

Atas segala bantuan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan ini saya

mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Moh. Ifnudin, Sp.KK selaku Ketua Bagian/SMF Kulit dan Kelamin RSUD Wahidin

Sudiro Husodo Mojokerto dan sebagai pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini.

2. Kedua Orang Tua saya yang telah membimbing dari waktu saya dilahirkan, sampai

sekarang. Dan selalu memberi dorongan semangat serta kekuatan atas semua jalan yang

saya ambil selama hidup.

3. Semua sejawat residen, dan paramedis di RSUD Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto atas

kerja sama yang baik selama ini.

Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Saya sadar Referat ini

jauh dari kesempurnaan. Maka dengan rendah hati saya mohon maaf dan saran apabila ada

sesuatu yang tak berkenan di hati dalam penyusunan makalah ini maupun kesalahan

pengetikan yang mengganggu pembaca.

Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Mojokerto, July 2013

Dani Anggara & Jackson Soares

iii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

Lembar Pengesahan ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................................11.2 Tujuan Penulisan Makalah.......................................................................................21.3 Manfaat Penulisan Makalah.....................................................................................2

BAB II SCROFULODERMA

2.1 Definisi.....................................................................................................................32.2 Epidemologi.............................................................................................................32.3 Etiologi.....................................................................................................................32.4 Patogenesis...............................................................................................................42.5 Gambaran Klinis......................................................................................................42.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................62.7 Diagnosa Banding....................................................................................................82.8 Penatalaksanaan.....................................................................................................112.9 Prognosa.................................................................................................................12

BAB III SCROFULODERMA PADA PENDERITA AIDS 13

BAB IV KESIMPULAN 15

DAFTAR PUSTAKA 19

iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hinggasaat ini.

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefekpada paru-paru, kelenjar

getah bening, tulang dan persendian, kulit, ususdan organ lainnya. Salah satu dari jenis

tuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada

kulit yangdisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.1,2

Kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG).3,4

Skrofuloderma merupakan bentuk Tuberkulosis Kutis yang tersering di indonesia.

Sekitar 84% menurut data dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), disusul

Tuberkulosis Kutis Verukosa yaitu 13%, sedangkan bentuk tuberkulosis kutis lainnya

jarang ditemukan. Lupus Vulgaris merupakan bentuk yang paling jarang ditemukan.1,2,3

Meskipun tuberkulosis kutis merupakan bagian kecil dari tuberkulosis

ekstrapulmoner, namun di negara berkembang termasuk Indonesia masih sering

dijumpai, seperti halnya tuberkulosis paru. Manifestasi klinisnya beragam, bergantung

pada cara inokulasinya di kulit yang dapat bersifat internal maupun eksternal.2

Selanjutnya dalam refarat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai skrofuloderma.

Skrofuloderma yang juga dikenal dengan istilah tuberculosis colliquativa cutis

merupakan tuberkulosis reaktif, berasal dari proses tuberculous pada jaringan subkutan

yang membentuk suatu abses dingin (cold abscess) dan kemudian pecah sehingga

mengakibatkan kerusakan struktur kulit di atasnya. Selain manifestasi klinis,

pemeriksaan histopatologi yaitu FNAB dan biopsi eksisional pada limfadenitis TB

memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.2

1

1.2 Tujuan Penulisan Makalah

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tentang scrofuloderma,

bagaimana gejala klinis, penatalaksanaannya, dan mengatasi penyakit tersebut

1.3 Manfaat Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini berguna sebagai bahan evaluasi pengetahuan dan terutama sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Muda Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada stase Kulkel di RSUD Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

2

BAB II

SKROFULODERMA

2.1 DEFINISI

Skrofuloderma merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang mengenai subkutan dan merupakan perluasan langsung dari

tuberkulosis pada jaringan dibawah kulit yang kemudian membentuk abses dingin yang

makin lama makin membesar dan pecah pada kulit diatasnya.8

2.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens tuberkulosis kutis yang tercatat masih rendah. Di negara seperti Cina atau

India di mana prevalen tuberkulosis tercatat masih tinggi, manifestasi tuberkulosis pada

kulit kurang dari 0,1% individu yang berkunjung ke klinik-klinik

dermatologi.Skrofuloderma biasanya mengenai anak-anak dan dewasa muda terutama

pada pria. Sumber lain menyebutkan bahwa dapat terjadi pada semua umur dan

perbedaan banyaknya insidens pada pria dan wanita tidak bermakna. 8,9

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait dengan

faktor lingkungannya ataupun pekerjaannya. Biasanya penyakit ini sering ditemukan

pada pekerjaan seperti ahli patologi, ahli bedah, orang-orang yang melakukan autopsi,

peternak, juru masak, anatomis, dan pekerja lain yang mungkin berkontak langsung

dengan M. tuberculosis ini, seperti contohnya pekerja laboraturium. Pada negara-negara

yang belum berkembang, daerah dengan sanitasi yang kurang baik dan gizi kurang,

penyakit lebih mudah meluas dan lebih berat. Penyebaran lebih mudah terjadi pada

musim penghujan.9

2.3 ETIOLOGI

Penyebab utama TBC kutis adalah Mycobacterium tuberculosis yaitu 91,5%

menurut data dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sisanya (8,5%)

disebabkan oleh mikobakteria atipikal. M.Bovis dan M. Avium belum pernah

ditemukan, demikian pula mikobakteria golongan lain. Skrofuloderma disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. 1,2,3,4,5,6,7,8,9

M. Tuberculosis merupakan kuman aerob yang patogen pada manusia.

Mempunyai sifat sebagai berikut : berbentuk batang, panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/m ,

3

tahan asam dan hidupnya intraseluler fakultatif, tidak bergerak, tidak membentuk spora

dan suhu optimal pertumbuhan pada 370C.1,3

Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 (lima) macam, yaitu :1

1. Sediaan Mikroskopik

Bahan berupa pus, jaringan kulit dan

jaringan kelenjar getah bening. Pada

pewarnaan dengan Ziehl-Neelsen atau

modifikasinya, jika positif kuman akan

tampak berwarna merah pada dasar yang

biru.

2. Kultur

Kultur dilakukan pada media Lowenstein-

Jensen, pengeraman pada suhu 370C. Jika

positif koloni akan tumbuh dalam waktu 8 minggu.

3. Binatang Percobaan

Memakai binatang marmot. Percobaan ini membutuhkan waktu 8 minggu.

4. Tes biokimia

Ada beberapa macam, contohnya tes niasin yang dipakai untuk membedakan jenis

human dengan yang lain.

5. Percobaan Resistensi

2.4 PATOGENESIS

Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ dibawah

kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari KGB.,juga

dapat berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu tempat predileksinya pada tempat-

tempat yang banyak didapati KGB Superfisialis, yang tersering ialah pada leher,

kemudian disusul ketiak dan yang terjarang pada lipat paha.1,2,3,5

Port d’entrée skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di

ketiak, kemungkinan port d’entrée pada apex pleura, bila dilipat paha pada ekstremitas

bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang sekaligus, yakni pada

leher, ketiak dan lipat paha, kemungkinan besar terjadi penyebaran hematogen.1,2

2.5 GAMBARAN KLINIS

Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberkulosis, berupa

pembesaran kelenjar getah bening, tanpa tanda-tanda radang akut, selain tumor. Mula-

4

mula hanya beberapa KGB yang diserang, lalu makin banyak dan sebagian

berkonfluensi. Selain limfadenitis juga terdapat periadenitis yang menyebabkan

perlekatan KGB tersebut dengan jaringan sekitar. Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut

mengalami perlunakan tidak serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam

– macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang

akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya. Abses ini

disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan

berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair). Pada stadium

selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari jalan keluar dengan

menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk fistel. muara fistel kemudian

meluas hingga menjadi ulkus yang mempunyai sifat khas, yakni bentuk memanjang dan

tidak teratur, disekitarnya berwarna merah kebiru-biruan (livid), dinding bergaung;

jaringan granulasinya tertutup oleh pus seropurulen, jika mengering menjadi krusta

berwarna kuning. Ulkus-ulkus tersebut dapat sembuh spontan membentuk sikatriks yang

memanjang dan tidak teratur dan diatasnya kadang-kadang terdapat jembatan kulit (skin

bridge). Basil tahan asam banyak dijumpai pada lesi/jaringan. Tes tuberkulin biasanya

positif.1,2

http://www.dermis.net/dermisroot/tr/10554/image.htm11

5

http://www.dermis.net/bilder/CD021/550px/img0098.jpg12

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosis skrofuloderma adalah :

1. Tes Tuberkulin

Tes ini bergantung dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap

tuberculoproteins, yang diperantarai oleh sel limfosit yang tersensitisasi. Bahan tes

tuberkulin juga dapat diperoleh dari ekstrak protein yang mengandung basil

tuberkel. Purified Protein Derivative (PPD) merupakan campuran protein,

karbohidrat dan lemak yang diperoleh dari presipitasi culture supernatant dari M.

tuberculosis yang sudah mengalami proses autolisis akibat pemanasan.2

Sensitivitas terhadap tes ini mulai tampak dalam beberapa minggu sejak onset

infeksi M.tuberculosis, dan biasanya bertahan seumur hidup. Jika reaksi yang

terjadi sangat kuat, mengindikasikan telah terjadi tuberkulosis yang aktif. 2,5

Teknik tes kulit ini ada 2 (dua) jenis, yaitu :

1. Tes Mantoux

PPD diinjeksikan secara intradermal pada bagian volar lengan bawah.

Tes ini dibaca setelah 48-72 jam dan diperhitungkan diameter area indurasi

yang terbentuk, bukan area eritemanya.2

Jika indurasi yang terjadi berdiameter lebih dari 10 mm maka

interpretasinya adalah telah atau sedang terjadi infeksi TB.2

2. Tes Heaf

PPD dipenetrasikan sedalam 1,2 mm pada permukaan kulit lengan

bawah bagian fleksor. Interpretasinya adalah sebagai berikut :

6

Grade I : muncul 4-6 papul di kulit

Grade II : timbul indurasi berbentuk bulat penuh

Grade III : terbentuk plak dengan ukuran 12 mm

Grade IV : bila muncul tanda-tanda grade III ditambah

adanya vesikulasi dan ulserasi.

Grade I dan II dihubungkan dengan adanya riwayat vaksinasi BCG

sebelumnya atau ada infeksi mikobakteria jenis lain. Sedangkan Grade III dan

IV dihubungkan dengan adanya infeksi TB saat ini atau yang telah lampau.2

2. Pemeriksaan Laboratorium Dasar

Hasil pemeriksaan laboratorium dasar mungkin menunjukan hasil yang tidak

spesifik, dengan hasil hitung darah (blood count) yang normal. Hanya saja pada

sebagian besar penderita TB kutis termasuk skrofuloderma terjadi peningkatan laju

endap darah (LED) sampai mencapai >100 mm/jam.2

3. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan ini diakukan dengan excision biopsy pada limfonodi yang

mengalami pembesaran. Gambaran yang tampak adalah jaringan granulasi, yaitu

akumulasi histiosit yang menyerupai epitel (epiteliod) dan sel-sel raksasa

Langerhans diantaranya, tampak pula infiltrat sel-sel mononuklear

mengelilinginya. Pada bagian tengahnya dapat dijumpai nekrosis caseosa.

Gambaran ini biasanya tampak pada dermis yang lebih dalam.

Dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) dapat dijumpai basil tahan asam.

Namun karena pada sediaan biopsi kulit, jumlah basil relatif sedikit kadang sulit

untuk menentukan basil tahan asan meskipun dengan pewarnaan ZN. Kelemahan

lain prosedur ini adalah tindakan yang dilakukan bersifat invasif.2

4. Pemeriksaan Sitologi

Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) merupakan salah satu teknik

diagnostik yang telah diterima dengan baik dalam rangka penatalaksanaan

penderita dengan pembesaran kelenjar limfe, seperti halnya pada penderita

skrofuloderma. 2,5

Prosedur pengerjaannya lebih sederhana dan relatif tidak menimbulkan rasa

sakit sehingga FNAC dapat menggantikan metode excision biopsy yang lebih

7

traumatik dan invasif. Pewarnaannya adalah dengan Haematoxylin and Eosin

(H&E) dan /atau ZN. 2,5

Gambaran yang tampak adalah lesi granulomatous, terdiri dari sel-sel

epiteloid dengan atau tanpa nekrosis kaseosa. Sel-sel epiteloid tampak sebagai sel

yang memanjang atau semilunar dengan inti kromatin halus atau granuler. Dapat

pula dijumpai sel-sel raksasa Langhans bersama sel epiteloid atau yang berdiri

sendiri. 2

5. Kultur Jaringan

Kultur jaringan untuk melihat pertunbuhan M. tuberculosis. Media yang

digunakan adalah Lowenstein-Jensen. Pertumbuhan M. tuberculosis membutuhkan

waktu sekitar 2 sampai 8 minggu karena pertumbuhannya memang lambat pada

media laboratoris.2,5

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Metode PCR yang dikenal adalah Lymph Node PCR (LN-PCR), dimana

spesimen diambil dari sisa spesimen yang masih ada dalam syringe pada saat

dilakukan tindakan FNAC atau dari jaringan hasil biopsi kelenjar getah bening

yang kemudian dihomogenisasikn. 2,5

Keunggulan metode ini adalah sensitivitas dan spesivisitasnya tinggi,

hasilnya dapat diperoleh dalam waktu relatif singkat yaitu sekitar 8 jam, dapat

membedakan mikroorganisme penyebab yaitu M.tuberculosis dengan

mikobakteria lainnya, dan dapat mengetahui adanya mutasi gen M tuberculosis

yang dikaitkan dengan resistensi terhadap pengobatan.2

7. Pemeriksaan Lain

Yang termasuk disini adalah pemeriksaan radiologi (foto thoraks

posteroanterior) dan pemeriksaan bakteriologi dari spesimen sputum pagi hari

sebanyak 3 hari berturut-turut.2

2.7 DIAGNOSA BANDING

Skrofuloderma didaerah leher biasanya memiliki gambaran klinis yang khas,

sehingga tidak perlu membuat diagnosis banding. Walaupun demikian aktinomikosis

sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di leher. Aktinomikosis

biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan beberapa muara fistel

8

produktif. Selain itu skrofuloderma di daerah leher juga harus dibedakan dengan

Limfadenitis Bakterial Non Tuberkulosis, limfosarkoma dan limfoma maligna.

http://history.amedd.army.mil/booksdocs/wwii/communicablediseasesV5/chapter1.htm

http://dermatology.cdlib.org/123/case_presentations/lymphoma/2.jpg

Lesi pada daerah axilla dibedakan dengan Hidradenitis supurativa, yaitu infeksi

bakteri piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut disertai tanda-

tanda radang akut yang jelas, dengan gejala konstitusi dan leukositosis.Hidradenitis

supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan – tarikan yang

mengakibatkan retraksi ketiak.1,2

9

(1) (2)

(1) http://www.ohiohealth.com/mayo/images/image_popup/ans7_hidradenitis.jpg13

(2)http://www.google.co.id/imglanding?q=hidradenitis%20supurativa&imgurl=http://

208.96.47.3/images/community/dermatlas/Hidradenitis_suppurativa_1_071126.14

Lesi di daerah lipat paha kadang mirip seperti limfogranuloma venereum (LGV).

Perbedaan yang paling penting di antara keduanya adalah pada LGV terdapat riwayat

coitus suspectus, gejala konstitusi (demam, malaise dan artralgia) dan kelima tanda

radang akut. Stadium lanjut dari LGV dijumpai bubo yang bertingkat yang berarti

terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial dan fossa iliaka, sedang pada

skrofuloderma kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar getah bening inguinal lateral

dan femoral. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.1,2

http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/08/09/limfogranuloma-venerium-penyakit-

menular-seksual/ 15

Lesi Skrofuloderma yang supuratif juga harus dibedakan dengan supurative

lymphadenitis dengan adanya sinus track misalnya Blastomycosis dan Coccidiomycosis.

M. avium- intracellulare lymphadenitis dan M. scrofulaceum lymphadenitis dapat

dibedakan dengan limfadenitis skrofuloderma melalui kultur bakteri. 2

10

http://images.picturesdepot.com/photo/b/blastomycosis-12692.jpg16

2.8 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan skrofuloderma adalah sama seperti pengoobatan TB paru

yaitu harus secara teratur, menggunakan kombinasi dengan minimal 3 (tiga) macam obat

anti-TB dan perbaikan keadaan umum. 8

Obat-obat anti-TB yang antara lain:2,5,8

1. Isoniazid

Merupakan anti-TB yang bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosidal.

Dosis : 5- 10 mg/kg BB/ hari, dosis maksimal 400 mg.

Efek samping : demam, erupsi kulit, neuritis perifer, hepatotoksik dan

komplikasi hematologi ( agranulositosis, eosinofilia, anemia dan

trombositopenia).

2. Rifampisin

Merupakan salah satu obat anti-TB yang paling efektif namun cepat

mengalami resistensi.

Dosis : 10 mg/ kg BB, dosis maksimal 600 mg/hari.

Efek samping : ekskresi saliva dan urin akan berwarna jingga sampai

kemerahan, gangguan hepar (hepatotoksik).

3. Pyrazinamid

Dosis : 20-35 mg/kg BB, dosis maksimal 2 gram/ hari

Efek samping : gangguan hepar (hepatotoksik).1

4. Ethambutol

Merupakan anti-TB yang bersifat bakteriostatik dan paling sering dikombinasi

dengan rifampisin dan isoniazid.

Dosis : 15-25 mg/kg BB

Efek samping : gangguan nervus II.

Sebaiknya tidak diberikan pada penderita berusia dibawah 13 tahun.

5. Streptomycin

Merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal.

Dosis : 25 mg / kg BB, intramuskular. Dikombinasi dengan 2 (dua) obat anti-

TB lainnya.

11

Tidak dapat digunakan dalam jangka panjang oleh karena efek sampingnya

yaitu : gangguan vestibular dan gangguan pendengaran, disfingsi nervus

optikus, dermatitis eksfoliatif dan diskrasia darah.

Saat ini telah ditetapkan regimen pengobatan tuberkulosis kutis oleh The

American Thoracic Society dan Center for Disease Control and Prevention. Regimen ini

terdiri dari fase inisial, fase intensif dan fase lanjutan. Pemberian fase inisial dan fase

intensif bertujuan untuk membunuh dengan cepat populasi mikobakteria yang sangat

besar, terdiri dari isoniazid, rifampisin, pyrazinamid, dan ethambutol atau streptomycin

(diberikan setiap hari dalam jangka waktu 8 minggu). Pemberian fase lanjutan bertujuan

untuk membunuh sisa-sisa mikobakteria yang mungkin dorman dalam tubuh, dengan

obat rifampisin dan isoniazid baik setiap hari, tiga kali seminggu atau dua kali seminggu

selama 16 minggu. 2

2.9 PROGNOSA

Prognosa skrofuloderma secara umum adalah baik.9 Lesi skrofuloderma dapat

sembuh secara spontan, namun memakan waktu yang sangat lama, sebelum lesi

inflamasi dan ulserasi secara lengkap dapat digantikan dengan jaringan parut. Lupus

vulgaris dapat muncul pada bekas lesi skrofuloderma. 2

12

BAB IV

SKROFULODERMA

PADA PENDERITA HIV/AIDS

Acquired Immune Deficiensy Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human

Immunodeficiensy Virus (HIV), adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang menyerang

tubuh manusia dengan merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga mudah terkena berbagai

jenis infeksi oportunustik. Sampai saat ini dikenal dua jenis HIV, HIV-1 yaitu virus yang

pertama diidentifikasi pada tahun 1983 dan HIV-2 ditemukan pada tahun 1986. Baik HIV-1

dan HIV-2 memberikan gambaran klinik yang sama.10

Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering muncul pada penderita

AIDS di negara berkembang, dan tuberkulosis kutis relatif jarang. Insidens tuberkulosis ekstra

paru adalah 15%, dan pada penderita AIDS menjadi 20% - 40%. Secara individual pada AIDS

sttaduim lanjut, maka insidens tuberkulosis ekstra paru meningkat menjadi 70%.10

Skrofuloderma merupakan salah satu manifestasi klinis dari infeksi oportunistik yang

disebabkan M. tuberculosis pada penderita HIV/AIDS. Gambaran klinis hampir sama dengan

penderita skrofuloderma non HIV, tetapi karena sistem imun yang terganggu maka episode

penyakit menjadi lebih lama. Pada penderita AIDS terdapat kemungkinan infeksi tuberkulosa

kutis yang disebabkan oleh MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis), yang

merupakan bakteri komensal yang secara luas terdapat di lingkungan. Telah diketahui bahwa

MOTT kurang memberikan respon terapi terhadap antituberkulosis namun dapat sensitif

terhadap agen kemoterapi lainnya, sehingga apabila suatu lesi merupakan tuberkulosa kutis

yang disebabkan oleh MOTT tentunya tidak akan memberikan perbaikan klinis dengan

pemberian antituberkulosis. Nodul eritematous subkutan dan ulkus mulai menunjukan fase

perbaikan dengan terapi OAT, sehingga kemungkinan adanya MOTT sebagai penyebab dapat

disingkirkan. Dan setelah diberikan ARV kondisi penderita semakin membaik secara klinis.10

Pada penderita HIV/AIDS yang diberikan ARV akan memberikan respon berupa

sindroma restorasi imun, yang diukur dengan kadar CD4 dan penurunan level RNA HIV

serum. Dengan progresifitas penyakit HIV, maka respon imun didominasi oleh T helper 2

yang menyebabkan berbagai macam kelainan dermatologi. Dengan pemberian ARV, maka

respon T helper 1 kembali muncul sehingga kelainan kulit menjadi berkurang. Tetapi pada

13

beberapa infeksi seperti infeksi virus varicella, virus herpes simplex, infeksi mycobacterial

akan menjadi lebih buruk. Hal ini seperti respon paradoks sebagai bentuk respon imun yang

mengenali adanya infeksi laten/silent infection. Karena itu pemberian OAT didahulukan

sebelum pemberian ARV, untuk menghindari respon imun paradoks yang dapat memperburuk

infeksi oportunistik. 10

14

BAB V

KESIMPULAN

Skrofuloderma merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang mengenai subkutan dan merupakan perluasan langsung dari tuberkulosis

pada jaringan dibawah kulit yang kemudian membentuk abses dingin yang makin lama makin

membesar dan pecah pada kulit diatasnya. Tempat predileksinya pada tempat-tempat yang

banyak didapati kelenjar getah bening superfisialis, yang tersering ialah pada leher, kemudian

disusul ketiak dan yang terjarang pada lipat paha. Biasanya mengenai anak-anak dan dewasa

muda terutama pada pria. Sumber lain menyebutkan bahwa dapat terjadi pada semua umur

dan perbedaan banyaknya insidens pada pria dan wanita tidak bermakna. Pada negara-negara

yang belum berkembang, daerah dengan sanitasi yang kurang baik dan gizi kurang akan

menyebabkan penyakit lebih mudah meluas dan lebih berat.

Biasanya dimulai sebagai limfadenitis tuberkulosis, berupa pembesaran beberapa

kelenjar getah bening, tanpa tanda-tanda radang akut, lalu makin banyak dan sebagian

berkonfluensi. Terdapat juga periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar getah bening

dengan jaringan sekitar. Kelenjar-kelenjar tersebut kemudian mengalami perlunakan tidak

serentak, dan membentuk abses (abses dingin) yang akan menembus kulit, pecah dan

membentuk fistel. Muara fistel meluas hingga menjadi ulkus dengan sifat khas. Ulkus-ulkus

tersebut dapat sembuh spontan membentuk sikatriks dan diatasnya kadang-kadang terdapat

jembatan kulit (skin bridge). Basil tahan asam banyak dijumpai pada lesi/jaringan dan tes

tuberkulin biasanya positif.

Skrofuloderma merupakan salah satu manifestasi klinis dari infeksi oportunistik yang

disebabkan M. tuberculosis pada penderita HIV/AIDS. Gambaran klinis hampir sama dengan

pevderita skrofuloderma non HIV, tetapi karena sistem imun yang terganggu maka episode

penyakit menjadi lebih lama.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untk membantu menegakkan diagnosis

skrofuloderma adalah :

1. Tes Tuberkulin

2. Pemeriksaan laboratorium dasar

3. Pemeriksaan serologi

4. Kultur jaringan

5. Polymerase Chain Reaction (PCR)

6. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan radiologi dan bekteriologi.

15

Prinsip penatalaksanaan skrofuloderma adalah sama seperti pengoobatan TB paru yaitu

harus secara teratur, menggunakan kombinasi dengan minimal 3 (tiga) macam obat

antituberkulosis dan perbaikan keadaan umum. Untuk penderita skrofuloderma pada

HIV/AIDS Oral Antituberkulosa (OAT) diberikan dahulu sebelum ARV untuk menghindari

respon imun paradoks yang dapat memperburuk infeksi oportunistik, dan kadar CD4

digunakan sebagai patokan memulai pemberian ARV.

Prognosa skrofuloderma secara umum adalah baik.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Editor:

Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Edisi V. cetakan V. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 64-72.

2. Jawas FA, Martodihadjo Soenarko, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Berkala Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol. . Surabaya : Airlangga University Press, 2007.

Hal 56-60.

3. Soebono, Hardyanto. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Editor :

Marwali Harahap. Cetakan I. Jakarta : Hipokrates, 2000. Hal 27-29.

4. Fitzpatrick JE, Morelli JG. Mycobacterial Infections. In : Dermatology Secrets in

Color. 3th Edition. USA : Elsevier Inc., 2007. Chapter 30.

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial Disease. In : Andrews’ Diseases of

The Skin Clinical Dermatology. 10th Edition. USA : Elsevier Inc., 2006. Chapter 16.

6. Graham-Brown R, Bourke J. Bacterial Infection. In : Mosby’s Color Atlas and Text of

Dermatology. 2th Edition. UK : Elsevier Limited, 2007.

7. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolf K, Suurmond D. Color Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology : Common and Serious Disease. 4 th Edition. USA : The

McGraw-Hill Companies, 2001. Chapter 664.

8. Barakbah J, Pohan SS, Sukonto H, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Atlas Penyakit Kulit

dan Kelamin. Cetakan V. Surabaya : Airlangga University Press, 2007. Hal 23-24.

9. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC, 2003. Hal 148-

149.

10. Kurniati, Murtiastutik Dwi, Lumintang Hans. Skrofuloderma Pada Penderita AIDS.

Dalam : Makalah Lengkap II PIT X PERDOSKI. Benten, 2009. Hal 208-210.

11. http://www.dermis.net/dermisroot/tr/10554/image.htm

12. http://www.dermis.net/bilder/CD021/550px/img0098.jpg

19

13. http://www.ohiohealth.com/mayo/images/image_popup/ans7_hidradenitis.jpg

14. http://www.google.co.id/imglanding?q=hidradenitis%20supurativa&imgurl=http://

208.96.47.3/images/community/dermatlas/Hidradenitis_suppurativa_1_071126.

15. http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/08/09/limfogranuloma-venerium-penyakit-

menular-seksual/

16. http://images.picturesdepot.com/photo/b/blastomycosis-12692.jpg

17. http://www.ijdvl.com/viewimage.asp?img=ijdvl_2008_74_6_700_45143_f1.jpg

18. http://md4arab.com/album/data/media/32/Scrofuloderma.jpg

19. http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v82n4/a07fig01.gif

20. http://www.ispub.com/ispub/ijs/volume_14_number_1/

isolated_primary_tuberculosis_of_inguinal_lymph_nodes_an_acute_presentation/

inguinal-fig1.jpg

21. http://www.dermnetnz.org/bacterial/img/scrofuloderma2-s.jpg

22. http://adv.medicaljournals.se/files/pdf/87/1/2546.pdf

20