Makalah sengketa pns

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat strategis dan peranan menentukan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai aparatur negara, PNS berkewajiban menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. Untuk itu, PNS sebagai pelaksana perundang-undangan wajib berusaha untuk taat pada setiap peraturan perundang-undangan di dalam melaksanakan tugas kedinasan. Pemberian tugas kedinasan kepada PNS pada dasarnya merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang, dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya, setiap PNS wajib melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab. Pemerintah melalui PP Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS, memberikan pembinaan kepada PNS yang diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna, melalui atau berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi kerja, yang dilakukan secara bertahap sejak

Transcript of Makalah sengketa pns

Page 1: Makalah sengketa pns

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

strategis dan peranan menentukan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan. Sebagai aparatur negara, PNS berkewajiban menyelenggarakan tugas

pemerintahan dan pembangunan dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila,

Undang-undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. Untuk itu, PNS sebagai pelaksana

perundang-undangan wajib berusaha untuk taat pada setiap peraturan perundang-

undangan di dalam melaksanakan tugas kedinasan. Pemberian tugas kedinasan kepada

PNS pada dasarnya merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang, dengan

harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya,

setiap PNS wajib melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan

penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab.

Pemerintah melalui PP Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS,

memberikan pembinaan kepada PNS yang diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan

tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna, melalui

atau berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi kerja, yang dilakukan secara bertahap

sejak pengangkatan, penempatan, pendidikan dan latihan, pemindahan, penghargaan,

serta pemberhentian, dengan selalu mengacu kepada kode etik dan peraturan disiplin

yang diberlakukan. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja

sumber daya aparatur.

. Komisi Kepegawaian Negara sebagai lembaga yang menangani masalah

sengketa kepegawaian dan diharapkan dapat memperjuangkan hak-hak PNS, hingga

saat ini belum terbentuk, walaupun keberadaan komisi tersebut telah dituangkan dalam

pasal 13 UU No. 43/1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sementara KORPRI

sendiri hingga saat ini belum mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa

kepegawaian. Sekalipun demikian, pemerintah telah berupaya memenuhi kebutuhan

Page 2: Makalah sengketa pns

suatu lembaga yang khusus bertugas menangani sengketa kepegawaian, sebagaimana

dapat dilihat dalam pasal 35 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, yang mengatur

tentang “Peradilan Kepegawaian“. Karena sengketa kepegawaian menurut Sastro

Djatmiko 1 , juga dapat timbul disebabkan penugasan oleh atasan dengan tugas tertentu,

percepatan dan pensiunan pegawai, izin perkawinan,  . Sastro Djatmiko, “ Hukum

Kepegawaian di Indonesia “, Djambatan, Jakarta, 1990, hlm. 48-52, lihat juga

Sistematika Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, ada 8 (delapan) sub bidang dalam

rangka pelaksanaan pembinaan PNS. perceraian dengan menyangkut hak-hak salah satu

pihak, serta pemberian izin-izin lainnya. Selanjutnya, menurut Sastro Djatmiko,

sengketa dibidang kepegawaian dalam penggolongannya yang lebih fleksibel, di bagi

tiga yaitu : dalam hal keberatan terhadap suatu hukuman disiplin, dalam hal keberatan

terhadap daftar pernyataan kecakapan tempat, dan dalam susunan kepangkatan . Itulah

sebabnya, penyelesaian sengketa kepegawaian sedapat mungkin dilakukan dalam

lingkup unit kerja di instansi yang mengeluarkan keputusan hukuman disiplin tingkat

berat berupa “pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan tidak

dengan hormat sebagai PEGAWAI NEGERI SIPIL” oleh pimpinan atau pejabat

pembina kepegawaian baik di tingkat pusat maupun daerah. Bila hal ini terjadi, dapat

ditempuh upaya banding administratif melalui gugatan sesuai mekanisme hukum yang

berlaku yaitu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

B. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini maka permasalahan yang hendak dijawab

adalah:

1. Bagaimana analisa kasus peradilan kepegawaian yang terjadi pada Drs. Muh.

Arsad , M.M.

C. Tujuan Penulisan

                Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

Page 3: Makalah sengketa pns

1.  Untuk mengetahui sistem peradilan tata usaha negara

2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara

khususnya dalam penyelesaian sengketa kepegawaian

3. Untuk menyelesaikan tugas Peradilan Tata Usaha Negara

D. Manfaat Penulisan

                                Dalam penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

mengenai Ilmu hukum umumnya dan khususnya menyumbangkan bekal pengetahuan

mengenai Hukum Tata Usaha Negara lebih rinci mengenai kepegawaian.

Page 4: Makalah sengketa pns

B AB II

PEMBAHASAN

A.          Kasus

1. Bahwa saya adalah Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan

Selayar yang diberhentikan dari jabatan tanpa alasan yang sah oleh Bupati

Kepulauan Selayar pada tanggal 5 Oktober 2010 dengan Keputusan Bupati

Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010

tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSAD, MM NIP 19650805 198503 1

022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar (foto copy SK terlampir).

2. Bahwa saya tidak menerima/keberatan atas pemberhentian dari jabatan tersebut

karena tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

bidang Kepegawaian yaitu Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun

2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural dan

Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, serta Pasal

30 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri Sipil, sehingga pada tanggal 20 Oktober 2010 saya mengajukan gugatan

ke Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar dan terdaftar dengan Nomor

Perkara : 58/G.TUN/2010/PTUN Mks tanggal 20 Oktober 2010 (foto copy

Gugatan terlampir).

3. Bahwa pada saat memasuki sidang dengan agenda Pengajuan Bukti-Bukti,

Bupati Kepulauan Selayar selaku TERGUGAT di Pengadilan Tata Usaha

Negara Makassar mengajukan “bukti palsu” berupa foto copy “kwitansi

penerimaan uang oleh sdr. ROS MERY dari sdr. BAU IMANG senilai

Rp.20.000.000 (Dua puluh juta rupiah)” untuk pembayaran pengurusan database

dengan menempel tanda tangan saya sebagai pihak yang mengetahui pada

Page 5: Makalah sengketa pns

bagian kiri bawah dari kwitansi tersebut. Sedangkan pada kwitansi asli tidak

terdapat pihak yang mengetahui beserta tanda tangan saya (foto copy kwitansi

asli dan kwitansi palsu terlampir).

4. Bahwa pada tanggal 20 Desember 2010 saya telah melaporkan Bupati

Kepulauan Selayar sebagai Tergugat atas pemalsuan kwitansi yang diajukan

sebagai bukti di PTUN Makassar ke POLDA Sul-Sel dan tercatat dengan Tanda

Bukti Lapor Nomor : LPB/334/XII/2010/SPK tanggal 20 Desember 2010, dan

telah diproses oleh Kasat II Ekonomi Dit Reskrim Polda Sulsel dengan Penyidik

AKBP Deni Hermana, Sik, MSi NRP 70070363 dan KOMPOL Muh. Syukri

Hasan, SH sebagai Penyelidik dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Hasil

Penelitian Laporan Polisi Nomor : B/309/XII/2010/Dit Reskrim tanggal 30

Desember 2010 (foto copy surat terlampir).

5. Bahwa pada tanggal 10 Januari 2011 dilakukan Sidang Pembacaan “PUTUSAN

PENGADILAN” atas Perkara Nomor 58/G.TUN/2010/PTUN.Mks dan Majelis

Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar memenangkan saya

sebagai Penggugat (copy Putusan PTUN terlampir) dan Bupati Kepulauan

Selayar sebagai Tergugat mengajukan Banding pada tanggal 13 Januari 2011

dan saat ini proses Banding tersebut sementara berproses di Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara Makassar.

6. Bahwa saat ini Bupati Kepulauan Selayar bersama Sekretaris Daerah telah

berusaha memberhentikan saya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan

mencoba menerapkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil khususnya Pasal 10 angka 9 huruf d

“Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk

kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau

lebih”. Pemberlakuan ketentuan ini terhadap saya dilakukan oleh Bupati dan

Sekretaris Daerah dengan alasan bahwa selama saya berperkara di PTUN

Makassar atas pemberhentian saya sebagai Kepala BKD Kabupaten Kepulauan

Page 6: Makalah sengketa pns

Selayar tanpa alasan dianggap tidak melaksanakan tugas sehari-hari sebagai

PNS. Terkait dengan alasan ketidakhadiran saya melaksanakan tugas sebagai

PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar selama berperkara

di PTUN Makassar dapat saya sampaikan kepada Bapak Presiden sebagai

berikut :

a. Jarak antara Makassar sebagai lokasi PTUN tempat saya berperkara melawan

Bupati Kepulauan Selayar selaku Tergugat dengan Kabupaten Kepulauan Selayar

sangat jauh dan dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama 12 jam (sehari),

sehingga tidak memungkinkan bagi saya untuk berperkara sambil melaksanakan

tugas sehari-hari sebagai PNS;

b.  Saya telah melakukan konsultasi secara lisan melalui telepon dengan Deputi

Pengendalian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bapak Bambang

Chrisnadi, SH, M.Si tentang pelaksanaan tugas saya sebagai PNS dengan

memenuhi panggilan PTUN Makassar untuk berperkara, dan beliau memberikan

petunjuk bahwa “memenuhi panggilan Pengadilan adalah kewajiban bukan

pelanggaran disiplin”;

c. Sebagai PNS, saya telah meminta izin kepada Bupati Kepulauan Selayar secara

tertulis untuk diberikan izin tidak masuk kerja selama berperkara dengan surat

permohonan izin tanggal 24 Oktober 2010 (copy surat terlampir), tetapi tidak

diberikan izin/tidak disetujui oleh Bupati melalui Sekda dengan surat Nomor :

800/1001/X/2010/ORPEG, tanggal 29 Oktober 2010 (copy surat terlampir);

d.  Karena permintaan izin ditolak, maka pada tanggal 9 November 2010, saya

memohon agar diberikan hak Cuti saya yaitu Cuti Besar selama 3(tiga bulan) yang

akan saya gunakan selama mengikuti dan menghadiri sidang-sidang Perkara saya

di PTUN Makassar (copy surat terlampir), tetapi hak Cuti saya juga ditolak oleh

Bupati Kepulauan Selayar melalui Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawaian

Setda dengan surat penolakan Nomor : 800/441/XI/Orpeg/2010, tanggal 27

Nopember 2010 (copy surat terlampir);

Page 7: Makalah sengketa pns

e. Berdasarkan alasan dan prosedur yang telah saya tempuh sebagaimana tersebut

huruf a sampai dengan huruf d diatas, maka saya berpendapat bahwa

ketidakhadiran saya melaksanakan tugas sebagai PNS tidak dapat dikategorikan

atau tidak termasuk dalam pelanggaran disiplin sebagaimana diatur dalam Pasal

10 angka 9 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 karena alasannya

sangat jelas “memenuhi panggilan Pengadilan yaitu PTUN Makassar” dan “bukan

tanpa alasan yang sah” sesuai maksud ketentuan tersebut.

B.  Analisa kasus

1.      Melakukan Penyelesaian di dalam Pemerintahan Sendiri

Kompetensi utama Badan Peradilan Administrasi yang dibentuk berdasarkan

Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah

menyelesaikan sengketa administrasi antara Pemerintah dan warga masyarakat,

disebabkan pemerintah telah melanggar hak-hak kepentingan warga. Peraturan

perundang-undangan khususnya pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

menyatakan: “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang

Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara, baik di Pusat maupun di Daerah, sebagai akibat dikeluarkannya

Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”. Sengketa-sengketa dibidang kepegawaian tidak

ditangani langsung oleh suatu peradilan tetap, namun diselesaikan melalui suatu proses

yang mirip dengan suatu proses peradilan, yang dilakukan oleh suatu tim atau oleh

seorang pejabat yang disebut peradilan semu( Quasi rechtspraak).

Pengertian Peradilan kepegawaian yang dimaksud adalah serentetan prosedur

administrasi yang ditempuh oleh10 pegawai negeri, apabila ia merasa tidak puas dan

berkeberatan atas suatu tindakan berupa keputusan yang dilakukan atasannya (pejabat

Page 8: Makalah sengketa pns

yang berwenang) yang merupakan kepentingannya. Dalam hal ini sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Jo Undang-undang No

43 tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Pasal 48 Undang-undang

Nomor 5 tahun 1986 Jo UU No 9 tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

dalam hal sengketa kepegawaian terlebih dahulu dilakukan prosedur administrasi di

lingkungan pemerintahan sendiri.

Mengenai prosedur penyelesaian sengketa kepegawaian, diatur lebih lanjut

dalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, yang berbunyi : ayat (1) dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara

diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk

menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa

tata usaha tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia, ayat (2)

pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa tata

usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif

yang bersangkutan telah digunakan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan upaya

administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan

hukum apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan tata usaha negara, yang

dilaksanakan dilingkungan11 pemerintahan sendiri. Upaya administartif itu terdiri dari :

(1) Banding administratif, yakni apabila penyelesaian dilakukan oleh instansi atasan

atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, (2) Keberatan,

yakni jika penyelesaian harus dilakukan sendiri oleh badan atau pejabat tata usaha

negara yang mengeluarkan keputusan jika seluruh prosedur itu telah ditempuh, tetapi

ada pihak yang belum merasakan keadilan atau kepuasan, maka persoalannya dapat

digugat dan diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, sebagaimana ditentukan

dalam pasal 51 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara : “ Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang

memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha

negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 “

Page 9: Makalah sengketa pns

2.   Eksistensi Pengawasan Peradilan Tata Usaha Negara

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa “negara Indonesia

berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka

(maachtstaat). Dengan penjelasan itu, maka mekanisme kehidupan perorangan

masyarakat dan negara, diatur oleh hukum (tertulis maupun tidak tertulis) hal ini

menunjukkan bahwa semua warga negara termasuk aparatur negara mempunyai

kedudukan yang sama dimuka hukum, dengan demikian aparatur negara di dalam

melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dituntut untuk selalu

bersikap dan berprilaku sesuai norma-norma hukum di dalam memberikan pelayanan

serta pengayoman kepada warga masyarakat. Dalam kaitan ini, keberadaan Pengadilan

Tata Usaha Negara merupakan salah satu pilar dari negara hukum, karena di satu sisi

mempunyai peranan menonjol yaitu sebagai lembaga kontrol (pengawas) terhadap sikap

tindak administrasi negara supaya tetap berada dalam rel hukum, di sisi lain, sebagai

wadah untuk melindungi hak individu dan warga masyarakat dari tindakan

penyalahgunaan wewenang dan atau tindakan sewenang-wenang administrasi negara.

Sebagai lembaga pengawas (judicial control), ciri-ciri yang melekat pada Pengadilan

Tata Usaha Negara adalah :

1. Pengawasan yang dilakukan bersifat “external control “ karena ia merupakan

lembaga yang berada diluar kekuasaan administrasi negara (bestuur)

2. Pengawasan yang dilakukan lebih menekankan pada tindakanrepresif atau lazim

disebut “control a posteriori “ karena selalu dilakukan sesudah terjadinya perbuatan

yang dikontrol

3. Pengawasan itu bertitik tolak pada segi “legalitas” karena hanya menilai dari segi

hukum (rechtmatig) nya saja. Fungsi pengawasan PTUN nampaknya sulit dilepaskan

dari fungsi perlindungan hukum bagi masyarakat (individu-individu), karena dapat

memposisikan individu berada pada pihak yang lebih lemah bila berhadapan di

pengadilan, sementara tolok ukur bagi Hakim Administrasi dalam mengadili Sengketa

Administrasi Negara adalah pasal 53 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

Page 10: Makalah sengketa pns

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara ( sering disebut pasal ‘ payung ‘ atau

menghidupkan kompetensi PTUN diantara pasal-pasal yang lain), yang menentukan

alasan-alasan untuk dapat digunakan dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Ketentuan dalam ayat tersebut merupakan juga dasar pengujian (toetsingsgronden) dan

dasar pembatalan bagi hakim dalam menilai apakah keputusan tata usaha negara yang

digugat itu bersifat melawan hukum atau tidak, untuk kemudian keputusan yang digugat

itu perlu dinyatakan batal atau tidak.

Sementara itu, isi ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004

dimaksudkan sebagai berikut : Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah : (a).Keputusan Administrasi negara yang

digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (b).

Keputusan tata usaha negara yang digugat bertentangan dengan Asas-asas umum

pemerintahan yang baik atau layak (AAUPB/AAUPL)

Dari rumusan di atas, ditemukan asas larangan “penyalahgunaan wewenang “

dan asas larangan “bertindak tidak sewenang-wenang “ keduanya termasuk bagian dari

Asas asas umum pemerintahan yang baik ( AAUPB ). Menurut Indroharto 2, urgensi

keberadaan Azas asas umum pemerintahan yang layak ( AAUPL ) yang tersirat dalam

pasal 53 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986 adalah, disamping dapat digunakan untuk

menggugat juga merupakan dasar-dasar ( kriteria atau ukuran ) yang digunakan Hakim

Administrasi dalam menguji atau menilai ( toetsingsgronden ) apakah Keputusan

Administrasi Negara ( beschikking ) yang disengketakan itu bersifat melawan hukum

atau tidak. Lebih lanjut, Indroharto memerinci dasar-dasar pertimbangan untuk menguji

Keputusan Administrasi Negara yang dapat digugat kedalam empat ukuran, yakni;

 (1). Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

 (2). Melanggar larangan detournement de pouvoir,

 (3). Menyimpang dari nalar yang  . Indroharto, “ Asas-asas umum pemerintahan

yang baik”, Mahkamah Agung, Jakarta, 198514 sehat (melanggar larangan willekeur),

(4). Bertentangan dengan Asas-asas umum pemerintahan yang layak.

Page 11: Makalah sengketa pns

Sebenarnya keberadaan ke-empat kriteria di atas, diformulasikan dari ketentuan

Pasal 53 ayat (2) butir a,b.c yang dibandingkan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Wet

AROB dan merupakan dasar menguji undang-undang oleh Afdeling Rechtspraak raad

van Stater terhadap suatu beschikking yang digugat, namun UU No. 5 Tahun 1986 tidak

dengan tegas mencantumkan Asas asas umum pemerintahan yang layak kedalam salah

satu pasalnya (seperti dalam butir (d) Wet AROB).

Jadi yang perlu diperhatikan dalam penerapan Asas asas umum pemerintahan

yang layak secara konkrit adalah memperhatikan pandangan-pandangan, ide-ide kondisi

yang dianut dalam sistem dan praktek pemerintahan baik politik, kultural maupun

ideologi. Dengan demikian, Hakim Administrasi perlu berpedoman pada beberapa dasar

pertimbangan di atas, karena para hakim pada saat menerapkan hukum (Asas asas

umum pemerintahan yang layak) bertindak sebagai penemu hukum, pembentuk hukum,

pembaharu hukum, penegak hukum dan sebagai benteng keadilan.

3.     evaluasi perkara

Menurut kelompok kami Dalam Gugatan yang dilakukan oleh PNS Drs. Muh.

Arsad, M.M. terhadap atasannya merupakan suatu tindakan hukum ( litigasi ) yang

umum dilakukan seorang pegawai karena merasatidak puas atas SK tersebut, disertai

sikap tidak menerima terhadap penyelesaian yang dilakukan melalui pemeriksaan

internal (peradilan semu) di luar pengadilan, karena tidak mendapat hasil maksimal.

Menurut Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, gugatan yang diajukan pihak

yang dirugikan pada pihak lain harus didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 53 ayat I, dan bila melihat objek sengketa, maka pengajuan gugatan oleh

penggugat ke Peradilan Administrasi pada dasarnya sudah tepat karena diajukan masih

dalam tenggang waktu 90 hari sejak Penggugat menerima Surat Keputusan tersebut

( Pasal 55 UU No 5 tahun 1986 Jo UU No. 9 tahun 2004 ), akan tetapi bila melihat

ketentuan dalam Pasal 15 ayat (2) PP No. 30 tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin

PNS khususnya untuk putusan berupa hukuman disiplin, dapat dilakukan melalui upaya

Page 12: Makalah sengketa pns

administratif yaitu, Penggugat menyampaikan keberatan disertai alasan-alasan

walaupun sengketa belum selesai. Dalam kasus ini telah dinyatakan jelas alasan-alasan

pengugat yang menyatakan pemecatan dirinya sebagai pegawai negeri sipil dirasa

dilakukan sewenang-wenang oleh Bupati kepulauan selayar karena tidak dapat

membuktikan alasan yang tepat.

            Dalam hal ini pada dasarnya bupati yang bersangkutan haruslah melihat tujuan

hukuman disiplin pegawai negeri dalam melakukan pemecatan. Adapun tujuan tersebut

adalah sebagai berikut :

Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang

melakukan pelanggaran disiplin PNS. Hukuman disiplin yang dijatuhkan harus setimpal

dengan pelanggaran yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin tersebut dapat diterima

oleh rasa keadilan. Dalam menegakkan disiplin, hukuman disiplin adalah upaya terakhir

apabila upaya pembinaan dengan cara lain sudah tidak dapat merubah perilaku seorang

PNS yang tidak disiplin, karena itu setiap penindakan terhadap pelanggaran disiplin

perlu dilandasi dengan prinsip :

1.  Adanya rasa keadilan, oleh karena itu sanksi yang dikenakan harus setimpal dengan

kesalahan yang telah dilakukan, dengan mempertimbangkan hal hal yang memberatkan

dan meringankan.

2. Sanksi harus bermanfaat untuk mendidik dan memperbaiki PNS yang dikenakan

sanksi serta berdampak positif bagi pembinaan PNS di lingkungan kerjanya.

3. Konsistensi, keputusan penindakan yang pernah diambil dalam suatu kasus, menjadi

pedoman dalam penindakan dalam kasus yang sama.

4. Adanya kepastian hukum, penindakan terhadap setiap pelanggaran harus di dasarkan

pada ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.

            Berdasarkan pemaparan penggugat dalam hal ini penggugat telah tepat untuk

memperkarakan perkara ini ke PTUN karena menurut kelompok kami pengadilan

PTUN berwenang untuk mengadili perkara yang dialami oleh Muh. Arsad. Dari

penjelasan mengenai alasan-alasan yang disampaikan oleh Muh. Arsad kelompok kami

dapat menyimpulkan bahwa keputusan yang dibuat oleh bupati dalam hal ini Bupati

Page 13: Makalah sengketa pns

kepulauan selayar adalah sewenang-wenang karena telah dijelaskan bahwa dalam hal

pembuktian saja bupati tersebut membuat alat bukti palsu berupa kuitansi palsu.

Pengajuan Banding

Dan dari perkembangan kasus diatas bahwa terbukti bahwa pada saat penggugat

dimenangkan di pengadilan tata usaha negara makasar, maka tergugat benar karena

merasa tidak puas terhadap keputusan maka dapat mengajukan banding ke tinggi tata

usaha negara dengan konsekuensi menggunakan prosedure yang sesuai dengan yang

ditetapkan oleh undang-undang.

Menurut kelompok kami perkembangan perkara oleh tergugat ini yang

mengajukan banding ke pengadilan tinggi tata usaha negara dirasa hanyalah pemainan

politik ketidakpuasan yang dilakukan pejabat pemerintahan, hal ini dikarenakan dalam

proses pengajuan banding yang dilakukan tergugat, tergugat kemudian menuntut

penggugat dengan tuntutan pidana yang lain, yaitu seperti tindak pidana korupsi.

Menurut pengamatan kelompok kami inilah yang menyebabkan kami menganggap

pengajuan banding yang dilakukan hanyalah untuk mencari cela.

Page 14: Makalah sengketa pns

BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Pada dasarnya apa yang dilakukan penggugat untuk melakukan gugatan ke

pengadilan TUN telah benar karena itu merupakan kewenangan pengadilan

tata usaha negara.

Dalam hal gugatan menurut kelompok kami Bupati selaku tergugat telah

terbukti telah membuat keputusan dengan sewenang-wenang, itu dapat

terlihat dari alasan-alasan yang diberikan oleh penggugat kepada

pengadilan tata usaha negara.

Pengajuan banding yang dilakukan oleh tergugat merupakan langkah

hukum yang sah dalam peradilan tata usaha negara, karena dalam hal ini

penggugat ataupun tergugat dapat mengajukan banding ke pengadilan

tinggi tata usaha negara apabila merasa tidak puas dengan keputusan

pengadilan tata usaha negara.

b. Saran

Menurut saya perkara kepegawaian adalah perkara yang khusus dalam peradilan

tata usaha negara karena proses penyelesaian perkaranya dimulai dari penyelesaian

sengketa secara non litigasi kemudian berkembang ke penyelesaian sengketa secar

litigasi. Dalam perkara ini sebaiknya para pihak yang berperkara haruslah mencari

penyelesaian masalah yang terbaik untuk keduanya. Karena telah masuk ke ranah

litigasi maka para pihak sebaiknya mengambil langkah hukum yang efektif dan efisien

agar proses peradilan tidak bertele-tele.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: Makalah sengketa pns

       

Bagir Manan, Pemecahan Persoalan Hukum, Makalah disampaikan pada

Ceramah Penataran Hakim Agama se-Indonesia diselenggarakan Depag, 1993

      Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Mahkamah Agung, Jakarta,

1985

   Kotan Y Stefanus, Mengenal Peradilan Kepegawaian di Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1995.

TUGAS MID HUKUM KEPEGAWAIAN

Page 16: Makalah sengketa pns

SENGKETA PEGAWAI NEGERI

DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

DI SUSUN OLEH :

NAMA : LA SIANE

NO. STAMBUK : 21209320

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

KELAS : RAHA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2014

Page 17: Makalah sengketa pns

TUGAS MID ANTROPOLOGI HUKUM

ETIKA MANUSIA DALAM MASYARAKAT

DI SUSUN OLEH :

NAMA : LA SIANE

NO. STAMBUK : 21209320

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

KELAS : RAHA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2014