makalah radiologi martin susanto - hidropneumotoraks, pneumotoraks, atelektasis, emfisema...
-
Upload
martin-susanto -
Category
Documents
-
view
319 -
download
16
Transcript of makalah radiologi martin susanto - hidropneumotoraks, pneumotoraks, atelektasis, emfisema...
1
Bab 1
Pendahuluan
Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru
dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik
pengkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura
dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar
paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura
akan meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam rongga
pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.
Pneumotoraks yaitu keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga toraks.
Atelektasis terjadi ketika sebagian atau seluruh paru mengempis atau tidak
mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena seluruh
pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk kedalam
alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh
dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah.
Emfisema pulmonum adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai
oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis,
disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel.
Pada hakekatnya, pengenalan radiologis dan diagnosis hidropneumotoraks,
pneumotoraks, atelektasis, maupun emfisema pulmonum sangat diperlukan karena
hal ini menentukan terapi dan tatalaksana awal terbaik yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya terapi yang tidak sesuai dan komplikasi yang tidak
diharapkan.
Bab 2
2
Tinjauan Pustaka
2.1.Hidropneumotoraks
2.1.Definisi
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.1
2.1.2.Etiologi dan Patogenesis
Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan intrapleura
lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti
gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk melalui
bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi dinding dada menekan
rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada tekanan
udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.1,2
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau
mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau
alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau
alveol akan sangat mudah.1,2
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskana
yaitui jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau
pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran alveolus dan septa-septa alveolus yang pecah kemudian membentuk
suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau
fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumothoraks.1,2
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola”
yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu ,
3
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.1,2
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB
paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan
nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga
pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat
keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga
pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.1,2
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum
pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumotoraks.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari
2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi,
tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar
melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks.1,2
2.1.3.Gambaran Radiologis
4
Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks (gambar 1) merupakan perpaduan
antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign
tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairan
sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan.
Gambaran radiologi pada hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat translusen
dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis
putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak
gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di
dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.3,4
Gambar 1. Hidropneumotoraks
2.2.Pneumotoraks
2.2.1.Definisi
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga toraks.1
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara
dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini
5
dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab
lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural
akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa
apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah
akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada
trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat
(endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam
mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui
fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma
atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas. 4
2.1.2.Klasifikasi
Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks terbuka. Gangguan pada dinding dada berupa hubungan
langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka
yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga
pleura selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks tertutup. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru
atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan
vakum pleura negatif.
3. Pneumotoraks valvular. Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses
inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini
dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural
meningkat maka dapat terjadi tension pneumotoraks. 4
6
2.1.3.Gejala Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat tergantung
pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru.
Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat
ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumotoraks
terluput dari pengamatan. 1
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat
unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus.
Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat.
Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada
aktivitas biasa atau waktu istirahat. 1
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap
bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu
perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi
perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks). 1
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan
pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang
melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada
sisi yang sakit. 1
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan
mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah,
gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun,
terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. 1
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi
kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan
berkembang menjadi hidropneumotoraks. 1
Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas,
diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada. 1
2.1.4.Gambaran Radiologis
7
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang
tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis
radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral (gambar 2 dan 3).5
Gambar 2.
Gambar 3.
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk
cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila
pneumotoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi
penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan
8
membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama ekspirasi
maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga
intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara
jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat
pneumotoraks, yakni kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak
menaikkan densitas pneumotoraks. 1
Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu
dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih
tebal/padat dibanding pneumotoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis
ekspirasi tetapi ruang pneumotoraks tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif
pneumotoraks lebih berhubungan dengan apru-paru sehabis ekspirasi dibanding
inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil berhubungan dengan
pneumotoraks. Sehingga lebih mudah untuk menggambarkannya.1
Foto lateral decubitus pada sisa yang sehat dapat membantu dalam
membedakan pneumotoraks dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara
bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi
lateral. 1
Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura
jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan
pneumotoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang volumenya,
dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru-paru.6,7
Ketika pneumotoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara
terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis.
Oleh karena itu distribusi udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan
pengempisan lobus. Pada tension pneumotoraks pergeseran dari struktur
mediastinal kesan pada paru dan kesan pada diafragma sudah terlihat. Ketika
kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya
horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan cairan. Ketika udara
intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan
9
kadang-kadang pneumotoraks bisa terlihat pada subpulmonary, terutama pada
pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi
paru dan juga diobservasi sepanjang permukaan tenagh dari paru bayi yang baru
lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan
dengan pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada
neonatus, yang mengindikasikan pneumotoraks bilateral, karena garis ini biasanya
tidak terlihat pada pasien. Pada bayi neonatus pneumotoraks dapat dievaluasi
dengan foto anteroposterior atau lateral pada saat yang sama.7
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk
atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial
sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral
atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat diamati dalam
celah interlobus, terutama sekali di dalam celah kecil sisi kanan pneumotoraks.
Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang
pada pasien pneumotoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen yang relatif pada
kedalaman sulcus costophrenicus samping yang menandakan udara dalam area
ini.7
Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena
itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran
pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif
lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis.7
Secara ringkas, hasil dianogsa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat
dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien dalam
posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk ,mengkonfirmasikan
kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan samar-samar. Ketika
pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya,
ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto lateral
diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak
ditemukan pada hilus atau dibawah pada pasien pneumothoraks yang besar atau
luas.7
2.3.Atelektasis Paru
10
2.3.1.Definisi
Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis atau
tidak mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena seluruh
pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk kedalam
alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh
dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah. 8
2.3.2.Etiologi
Ateleksasis dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan disekitar paru, yaitu:
1. Penyumbatan/obstruksi pada bronkus
Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus,
benda asing, cairan sekresi yang massif) ataupun penyumbatan pada bronkus
akibat penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar bronkus,ataupun
pembesaran kelenjar limfe)
2. Tekanan ekstra pulmoner
Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura,
peninggian diafragma, herniasi organ abdomen ke rongga thoraks,dan tumor
intra thoraks tapi ekstra-pulmoner (tumor mediastinum)
3. Paralisis atau paresis gerakan pernafasan
Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna,
misalnya pada kasus poliomyelitis, dan kelainan neurologil kalinnya. Gerak
napas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret
dalam bronkus dan akhirnya akan memperberat keadaan atelektasis.
4. Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma thoraks yang
menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.
5. Adhesif atelektasis
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila
permukaan luminal dinding alveoli melekat satu dengan lain. Merupakan
komponen penting pada khususnya respiratory distress syndrome pada bayi
11
baru lahir (HMD), dan emboli paru, namun dapat pula terjadi akibat
pneumoitis akibat radiasi.
6. Sikatriks atelektasis
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan parut
(infiltrasi) di dalam ruang intraalveolar dan intersisialis (pneumonitis
intersisialis), umumnya berhubungan dengan tuberkulosis paru.9
2.3.3.Patofisiologi
1. Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan
mengabsorbsi udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan
akan terjadi kolaps dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan
perfusi paru tanpa udara, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil
dari transudasi cairan ke dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang
mencegah atelektasis komplit. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya
akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat
mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.9
2. Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara
pleura viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax
menyebabkan atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah
lebih sering dibanding dengan pneumothorax yang sering menyebabkan
kolaps pada lobus atas. Atelektasis adhesive lebih sering dihubungkan dengan
kurangnya surfaktan. Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy
phosphatidyicholine, yang mencegah kolaps paru dengan mengurangi
tegangan permukaan alveoli. Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan
biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru
sehingga alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat
menyebabkan atelektasis sikatrik yang membuat tarikan tarikan yang bila
12
terlalu banyak membuat paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat
disebabkan oleh tumor seperti bronchialveolar carcinoma.9
3. Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering
ditemukan pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan
hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan
horizontal atau “platlike”. Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi
regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi surfaktan akibat
hipoksia, iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin.9
4. Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien
yang melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis
karena disfungsi dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan.
Atelektasis ini biasanya pada bagian basal (bawah) paru ataupun segmen
tertentu.9
2.3.4.Gambaran Radiologi
Tanda-tanda langsung atelektasis:3,10,12,13
Sebagai dasar gambaran radiologik pada atelektasis adalah pengurangan
volum bagian paru baik bagian lobaris, segmental atau seluruh paru dengan
akibat kurangnya aerasi sehingga memberikan bayangan lebih suram
(densitas tinggi).
Pergeseran fissura interlobar.
Tanda-tanda tidak langsung dari atelektasis adalah sebagian besar dari
upaya kompensasi pengurangan volum paru, yaitu:3,10,12
Pergeseran mediastinum ke arah atelektasis,
Elevasi hemidifragma,
Sela iga menyempit,
Pergeseran hilus dan
Hiperaerasi kompensatori terhadap parenkim paru disekitarnya (emfisema
kompensasi).
2.3.4.1.Gambaran Radiologi Atelektasis Komplit
13
Kolaps komplit pada paru (gambar 4), memberikan gambaran opak pada
hemithorax, tanpa air bronchogram sign, pergeseran mediastinum ke lesi, dan
elevasi diafragma. Hiperinflasi kompensatoar pada paru kontralateral yang sering
diikuti dengan herniasi melewati garis tengah. Herniasi paling sering terjadi pada
daerah retrosternal, anterior aorta ascendens, tetapi dapat juga terjadi pada
posterior jantung atau di bawah arcus aorta.9
Gambar 4.
2.3.4.2.Gambaran Radiologi Atelektasis Lobar
Lobus kanan atas kolaps kearah medial dan superior, mengakibatkan elevasi hilus
kanan dan fissura minor (gambar 5). Fissura minor pada kolaps lobus kanan atas
biasanya tampak cembung di superior tetapi dapat cekung karena adanya massa
lesi yang mendasari. Inilah yang disebut tanda Golden S.9
Gambar 5.
14
Lobus atas kiri kolaps melalui beberapa cara yang berbeda dari lobus
kanan. Terdapat pergerakan fissura oblik kearah depan dan lobus yang kolaps
berada di bagian anterior berlawanan dengan dinding dada, menyebabkan opasitas
yang mengabur dan tidak berbatas tegas pada zona atas dan tengah pada proyeksi
posteroanterior.9
Kolaps paru kanan tengah mengaburkan batas jantung kanan (Silhoutte
Sign) pada foto posteroanterior (PA). Foto lateral menunjukkan triangular opacity
yang melapisi jantung karena fissura mayor bergeser ke atas dan fissura minor
bergeser ke bawah.9
Gambar 8: Foto thorax PA tampak hilangnya batas jantung kanan mengindikasikan hilangnya aerasi pada lobus medial.
Gambar 7: Foto lateral tampak kolaps lobus atas kiri keanterior
(dikutip dari kepustakaan 15).
Gambar 6 : Foto PA tampak ·perkabutan pada lapangan paru atas kiri. Hilangnya silhouette jantung kiri. Pergeseran Trakhea ke kiri
15
Kolaps salah satu lobus bawah sangat bagus terlihat pada foto lateral.
Pada atelektasis progresif, lobus berpindah ke arah posterior medial untuk
menempati posisi pada medial posterior sinus costophrenicus.9
Paru kanan bawah kolaps kearah bawah mediastinum dikarenakan oleh
efek penarikan ligamentum pulmonary inferior. Hal ini menyebabkan pergeseran
inferior setengah bagian atas fissura mayor dan pergeseran posterior setengah
bagian bawah, yang menghasilkan triangular opacity pada kanan bawah
paravertebra yang mengaburkan hemidiafragma kanan tengah pada foto frontal
(gambar 10).9
Gambar 10.
Gambar 9: Foto Thorax lateral tampak fissura minor kebawah dan fissura mayor keatas, menimbulkan wedge-shaped opacity
16
Pada kolaps lobus kiri bawah paru terdapat triangular opacity pada regio
paramediastinum kiri bawah, dengan hilangnya garis diaphragmatic retrocardiac
medial pada foto frontal. Terdapat Elevasi diafragma dan jantung bergeser kearah
kiri (gambar11).9
Gambar 11.
2.3.4.3.Gambaran Radiologi Atelektasis Lobularis (Plate like/atelektasis lokal)
Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen
paru, maka akan terjadi bayangan horisontal tipis, biasanya di lapangan bawah
paru (gambar 12). Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak
ada keluhan.9
17
Gambar 12.
Perubahan radiografi kolaps lobus lebih jelas pada CT scan daripada
radiografi polos. CT scan tambahan membantu dalam mengidentifikasi dan
melokalisasi lesi obstruksi bronkial.9
2.4.Emfisema Pulmonum
2.4.1.Definisi Emfisema Pulmonum
Emfisema pulmonum adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh
pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai
dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel.10,11,12,13
2.4.2.Klasifikasi Emfisema Pulmonum
Berdasarkan tempat terjadinya proses kerusakan, emfisema pulmonum dapat
dibagi menjadi tiga:
1. Sentri-asinar (sentrilobular/CLE)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan daerah sekitar asinus.
2. Pan-asinar (panlobular)
Kerusakan terjadi merata di seluruh asinus. Merupakan bentuk yang jarang,
gambaran khas nya adalah tersebar merata di seluruh paru-paru, meskipun
bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah. Tipe ini sering timbul
pada orang dengan defisiensi alfa-1 anti tripsin.
3. Iregular
Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus. 10,11,12,13
2.4.3.Patogenesis
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema paru yaitu rokok,
polusi, infeksi, faktor genetik, obstruksi jalan napas.
1. Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada
jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi
18
dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag
alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus,
serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan
mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli
pecah.
Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear
melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease
(Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas
keduanya.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat
industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan
gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit
infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale,
dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Faktor genetik
Defisiensi alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin
dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga
terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu
inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah
benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di
mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan
oleh defek tulang rawan bronkus. 10,11,12,13
2.4.4.Patofisiologi
19
Emfisema pulmonum merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan
alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau
terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.14
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara
dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan
demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari
alveolus.14
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering
terkena adalah belahan paru kiri atas.Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup
penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di
dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian
diri yang berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta
penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang.14
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara
dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya yakni penimbunan
udara di alveolus menjadi bertambah di sebelah distal dari paru. 14
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan
elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan
antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan
intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan
paru ke dalam yaitu elastisitas paru.Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal
hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus
waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak
paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding
alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas.
Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.Partikel asap rokok dan
polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus.
Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa
berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih
20
merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas
silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi
epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa
dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi
saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang
permanen disertai kerusakan dinding alveoli.10,13
2.4.5.Gambaran radiologis
Chest X-ray dapat menunjukkan hiperinflasi paru, diafragma letak rendah dan
mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla
(emfisema), jantung tampak sempit memanjang, peningkatan bentuk
bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma).10,13
Gambar 13.
Bab 3
Kesimpulan
21
1. Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks merupakan perpaduan antara
gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka
meniscus sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid
level meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar
karena adanya udara di atas cairan. Gambaran radiologi pada
hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat translusen dengan tak
tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih
tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps,
tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan
penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus
costofrenikus menumpul.
2. Pada gambaran radiologi pneumotoraks, bayangan udara dalam rongga
pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru
(avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang
berasal dari pleura visceral.
3. Pada gambaran radiologi atelektasis, menunjukkan tanda-tanda langsung
dan tidak langsung dari suatu atelektasis. Tanda-tanda langsung meliputi
pengurangan volum bagian paru baik bagian lobaris, segmental atau
seluruh paru dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberikan
bayangan lebih suram (densitas tinggi), serta pergeseran fissura interlobar.
Ada pun tanda-tanda tidak langsung meliputi pergeseran mediastinum ke
arah atelektasis, elevasi hemidifragma, sela iga menyempit, pergeseran
hilus dan hiperaerasi kompensatori terhadap parenkim paru disekitarnya.
4. Pada gambaran radiologi emfisema pulmonum menunjukkan hiperinflasi
paru, diafragma letak rendah dan mendatar, peningkatan ruang udara
retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), jantung tampak
sempit memanjang, peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis),
normal ditemukan saat periode remisi (asma).
22
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam,
Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, EGC
3. Sjahriar rasad, 2009, Radiologi diagnostik, jakarta, Balai penerbit FKUI
4. Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
5. Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG
Asian.
6. Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul
and Juhl, Clippincott-Raven, Philadelphia.
7. David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill
Livingstone, Edinburgh, london, Melbourne and New York.
8. Djojodibroto Darmanto. Respirologi ( Respiratory Medicine). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 231-4
9. Madappa Tarun. Atelectasis. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/296468-overview. Last update :
August 25,2009. Accesed on December 25,2011.
10. Soemantri S, Bronkhitis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990; Hal 754-61.
11. Ganong W.F, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, 1998, Hal 673.
12. Yunus F, Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi, Cermin Dunia
Kedokteran, No. 114, Jakarta, 1997, Hal 28-31.
13. Mangunnegoro H, PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, 2001 Hal 1-24.
14. Boat. T.F, Emfisema and Full Air Fluid, In : Behrman R.E, et.al. (ed), 1993,
Nelson Textbook of pediatrics, fourteenth edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia , page 1013-16