Makalah pu 1
-
Upload
nindypratiwi -
Category
Education
-
view
386 -
download
2
description
Transcript of Makalah pu 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Max Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri dari Psikologi
Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka (1886-1941) dan
Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini mempunyai pemikiran yang sama atau
searah. Kata Gestalt sesungguhnya sudah ada sebelum Wertheimer dan kawan-kawan
menggunakannya sebagai nama. Palland (dari Belanda) mengatakan bahwa pengertian
Gestalt sudah pernah dikemukakan pada jaman Yunani Kuno. Menurut Palland : Plato dalam
uraiannya mengenai ilmu pasti (matematika), telah menunjukkan bahwa dalam kesatuan
bentuk terdapat bagian-bagian atau sifat-sifat yang tidak terdapat (tidak dapat terlihat) pada
bagian-bagiannya. Watson sebagai tokoh aliran behaviorisme menentang Wundt
(strukturalisme), sementara itu di Jerman juga terjadi arus yang menentang apa yang
dikemukakan oleh Wundt dan Tithecener atau kaum strukturalis.
Pada umumnya, yaitu aliran Gestalt yang dipelopori oleh Max Wertheimer dengan
artikelnya “On Apparent Movement”, yang terbit pada tahun 1912. Aliran ini juga menentang
aliran behaviorisme yang mempunyai pandangan yang elementaristik. Menurut Gestalt, baik
strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan kesalahan, yaitu karena
mengadakan atau menggunakan reductionistic approach, keduanya mencoba membagi pokok
bahasan menjadi elemen-elemen. Strukturalisme mereduksi perilaku dan berpikir sebagai
elemen dasar, sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi kebiasaan (habits),
respons berkondisi atau secara umum dapat dikemukakan hubungan stimulus-respon.
Aliran Gestalt tidak setuju mengenai reduksi ini. Pandangan pokok psikologi Gestalt
adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau
suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi,
yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomena.
Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak
(Garret, 1958). Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian maka
dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu
mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas
individu untuk menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi,
1
kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi
belajar.
Para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder,
bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan
fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya, keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul
oleh bagian-bagiannya. Bila kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan
yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus,
atau dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai keseluruhan, sebagai
Gestalt; baru kemudian menuyusul kita saksikan adanya hal-hal khusus tertentu seperti
bajunya yang baru, pulpennya yang bagus, dahinya yang terluka, dsb.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Psikologi Gestalt ?
2. Siapa saja Tokoh-tokoh Psikologi Gestalt ?
3. Apa yang menjadi dasar Prinsip Gestalt ?
4. Bagaimana Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran ?
1.3. Tujuan masalah
1. Mengetahui apa itu psikologi gestalt
2. Mengetahui tokoh-tokoh yang mempelopori dalam psikologi Gestalt
3. Mengetahui Pinsip dasar Gestalt
4. Mengetahui apa saja aplikasi yang diterapkan teori gestalt dalam proses
pembelajaran.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Psikologi Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt menekankan kritiknya pada penguraian kesadaran
ke dalam elemen-elemen yang dilakuakn oleh strukturalisme Wundt. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan
konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan
hilangnya gestalt itu sendiri. Istilah “Gestalt” mengacu pada sebuah objek/figur yang utuh
dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya.
Sejalan dengan itu, gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang
mengonseptualisasi berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi, utuh
dan logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang jelas.
Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis
menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya.
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu
gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut
sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi
Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang
mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena
terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan,
setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita
telah memberikan arti pada obyek itu.
Untuk dapat mengerti arti yang sebenarnya dari Psikologi Gestalt kita perlu
mempelajari ciri-ciri khas dari aliran itu yaitu mempelajari suatu gejala sebagai suatu
phenomena. Prinsip mempelajari gejala tersbut dikemukakan pertama kalinya oleh Christian
Von Ehrenfels, tokoh yang merangsang timbulnya aliran ini pada tahun 1890 dalam
ekperimennya mengenai musik
3
2.2. Tokoh-Tokoh Psikologi Gestalt
A. Franz Brentano (1838-1917)
Adalah perintis dan guru dari tokoh-tokoh psikologi gestalt. Lahir di Marienberg 16
Januari 1917. Menjadi prosefesor di universitas Wurzburg (1866-1873) dan Universita Wina
(1874-1880). Pikiran-pikiran Brentano banyak kesamaan dengan pikiran-pikiran Aristoteles
sehingga ia sering disebut sebagai neoAristotelian namun ia tidak sependapat dengan
struktualisme yang hendak menganalisa kesadaran dengan memecahnya dalam elemen-
elemen. Gejala kejiwaan harus di pandang sebagai suatu fenomena. Ia adalah pelopor aliran
Psikologi fenomenalogi yaitu aliran psikologi yang berusaha mempelajari jiwa sebagai
fenomena dengan metode deskriptif. Brentano berpendapat bahwa dasar dari segala tingkah
laku kejiwaan (psychic acts) adalah persepsi yang tak terbatas oleh indera-indera belaka.
Ajaran Brentano selanjutnya mempengaruhi tokoh Christian Von Ehrenfels.
B. Christian Von Ehrenfels (1859-1932)
Tokoh yang karyanya sudah disinggung di atas, bukanlah termasuk dalam kelompok
aliran psikologi gestalt sendiri, namun ialah yang meletakkan dasar-dasar dari aliran
psikologi gestalt yang akan timbul kemudian.
C. Max Weirthmer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt.
Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di
bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas
Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang
Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt
Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun
1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang
saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu
bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam
waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi.
Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses
ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil
kesimpulan ia menentang pendapat Wundt. Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori
4
Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama
stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke
dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu
tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang
melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang
muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan
gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan
dimunculkan secara bergantian. Pada tahun 1923, dalam bukunya Investigation of Gestalt
Theory Whertheimer mengemukakan hukum-hukum gestalt untuk pertama kalinya yaitu
sebagai berikut :
1) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai
totalitas. Misalnya :
2) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas sendiri contoh :
Lingkaran di atas akan cenderung di persepsikan sebagai lingkaran penuh,
sekalipunada bagiannya yang tidak besambungan, juga garis-garis yang sesungguhnya
sama dengan garis-garis di atas akan cenderung di lihat sebagai tiga segiempat dan
garis yang berdiri sendri di kiri, tidak lagi dipersepsikan sebagai 3 pasang garis
setelah ada garis melintang yang hampir saling menyambung di antara gars-garis
tegak yang berdekatan. Garis-garis melintang tersebut sudah memberikan gestalt yang
berbeda kepada garis-garis yang tegak, sehingga persepsi kita pun jadi berbeda.
3) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)
Hal-hal yanng mirip satu sama lain cenderung kita persepsikan sebagai suatu
kelompok atau suatu totalitas.
5
o o o o o o o o o o o
x x x x x x x x x x x
o o o o o o o o o o o
x x x x x x x x x x x
o o o o o o o o o o o
x x x x x x x x x x x
o o o o o o o o o o o
Deretan bentuk di atas akan cenderung di lihat sebagai deretan mendatar bentuk O
dan X berganti-ganti bukan di lihat sebagai deretan tegak.
Dalam buku Wertheimer bahwa sebagai akibat dari hukum-hukum gestalt
maka terjadilah kecenderungan persepsi spontan, yaitu begitu mempersepsikan suatu
gejala, maka akan diberi arti langsung (kundgabe) tanpa meneliti terlebih dahulu.
D. Kurt Kofka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak
dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu
dengan Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi
Gestalt di Berlin.Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan
pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi,
belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka
tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-
prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a) Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak.
Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip
Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa
dengan jejak-jejak ingatan tadi.
b) Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak
dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih
baik dalam ingatan.
c) Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
6
E. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh
gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke
Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer
dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun
“Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan
penyelidikannya terhadap mengenai tingkah laku kecerdasan (intelegnt behavior). Hasil
kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925).
Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang
digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-
mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena
usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir
cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian
menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk
mencapai pisang itu. Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau
problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai
masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat
ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah
keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme –
dalam hal ini simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan
pengertian atau dengan insight.
7
F. Krueger
Tahun 1924 Krueger memperkenalkan pada dunia psikologi istilah ganzheit di
Leipzig, Ganzheit berasal dari kata jerman das Ganze yang berarti keseluruhan. Sampai
sekarang gestaltmasih dianggap sama dengan Ganzheit. Krueger berpendapat bahwa
psikologi Gestalt terlalu menitikberatkan pada masalah persepsi objek, padahal menurut
Kruegger adalah penghayatan secara menyeluruh terhadap ruang dan waktu, bukan hanya
persepsi saja atau totalitas objek-objek saja. Konsekuensi dari pendapat ini adalah bahwa
tingkah laku harus diamati secar holistik atau molar, yaitusuatu tingkah laku harus dipandang
dalam hubungannya dengan tingkah laku lain.
G. Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology dari Kurt Lewin. Lewin
adalah salah seorang ahli yang sangat kuat menganjurkan pemahaman tentang lapangan
psikologis seseorang.
Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi
tahun 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Koehler dan
mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa Lewin
meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di
Cornell University dan menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di
Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada
dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna
dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adlaah meramalkan
perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan
psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian memiliki batas-
batas. Batas ini dapat dipahamis ebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya.
Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion.
Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan
mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan
(disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan segera tertuju
untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan keseimbangan.
8
Apabila individu menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi dari nilai tersebut
bagi si individu akan menentukan gerakan individu. Pada umumnnya individu akan
mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi obyek yang bervalensi negatif. Dalam
usahanya mendekati obyek bervalensi positif, sangat mungkin ada hambatan. Hambatan ini
mungkin sekali menjadi obyek yang bervalensi negatif bagi individu. Arah individu
mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor juga memiliki kekuatan dan titik awal
berangkat.
Salah satu teorinya yang bersifat praktis yang penting dikemukakan adalah teori tentang
konflik sebagai akibat adaah vektor-vektor yang salinfg bertentangan dalam suatu lapangan
psikologis tertentuyang dapat mengalami konflik jika tidak segera diselesaikan yang
mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan kejiwaan. Berdasarkan kepada vektor-vektor
yang saling bertentangan itu lewin membagi konflik dalam tiga jenis:
1. Konflik mendekat-mendekat (Approach-approach Conflic)
Konflik ini terjadi apabila sesorang meghadapi dua objek yang sama-sama bernilai
positif, seseorang akan mengalam konflik, karena kalaui ia mendekati salah satu
objek, maka harus melepaskan yang lain yang akan meyebabkan frustasi karena tidak
memperoleh objek kedua tersebut.
Orang tertarik antara dua hal yang positif
2. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict)
Konflik ini terjadi jka sesorang berhadapan dengan dua objek yang sama-sama
mempunyai nilai negatif tetapi ia tidak bisa menghindari kedua objek itu sekaligus
jika objek pertama dihindari maka, ia harus memdekati objek kedua yang juga tidak
disukainya.
9
Seseorang terjepit antara dua bahaya atau dua ancaman jika tidak ada yang menghalangi, ia
akan cenderung keluar dari situasi tersebut.
3. Konflik Mendekat-menjauh (approach-avodance conflict)
Konflik ini terdapat satu objek yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
Aplikasi teori Lewin banyak dilakukan dalam konteks dinamika kelompok. Dasar
berpikirnya adalah kelompok dianalogikan dengan individu. Maka perilaku kelompok
menjadi fungsi dari lingkungan, dimana salah satu faktornya adalah para anggota kelompok
dan hubungan interpersonal mereka. Apabila hubungan ini bervalensi negatif, maka perilaku
anggota akan menjauhinya dan dengan demikian tujuan kelompok semakin tidak tercapai.
Sebaliknya, hubungan yang baik akan membuat anggota saling mendekati sehingga
memungkinkan kerjasama yang lebih baik dalam mencapai tujuan kelompok.
Kritik untuk teori Lewin berfokus pada konstruk-konstruknya yang dianggap hipotetis
dan sulit dikongkritkan dalam situasi eksperimental. Implikasinya adalah penjelasan Lewin
sulit sampai pada level explanatory dan sifatnya deskriptif.
2.3. Prinsip Dasar Gestalt
a. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field
Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh
manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini
merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini
mempengaruhi makna yang dibentuk.
b. Prinsip-prinsip Pengorganisasian ada 7 Principle, yaitu ;
a) Principle of Proximity, yaitu unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
b) Principle of Similarity, yaitu individu akan cenderung mempersepsikan stimulus
yang sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan
bentuk, warna, ukuran dan kecerahan.
c) Principle of Objective Set, yaitu Organisasi berdasarkan mental set yang sudah
terbentuk sebelumnya.
10
d) Principle of Closure/ Principle of Good Form, yaitu Bahwa orang cenderung
akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Orang akan cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang sempurna dan
sederhana agar mudah diingat.
e) Principle of Figure and Ground, yaitu menganggap bahwa setiap bidang
pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang).
Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak,
memilih dari serangkaian stimulus, mana yang dianggapnya sebagai figure dan
mana yang dianggap sebagai ground.
f) Principle of Isomorphism, yaitu Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas
otak dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan structural antara
daerahdaerah otak yang terktivasi dengan isi alam sadarnya.
2.4. Aplikasi Teori Gestalt dalam proses Pembelajaran
Dalam teori Belajar Gestalt, Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan
struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar
pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Maka dalam Proses pembelajaran
harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestal tersebut. Aplikasi teori Gestalt
dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses
belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar
terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain:
Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan ; Manusia bereaksi
dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual,
tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya.
11
Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas; Manusia
berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap
dengan segala aspek-aspeknya.
Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh
insight; Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar,
motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
Belajar akan berhasil kalau ada tujuan
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini
nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu
pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara
cermat dan lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan
masalah mrnurut J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
a) Realisasi adanya masalah. Jadi harus memehami apa masalahnya dan juga
harus dapat merumuskan.
b) Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah
pemecahan masalah.
c) Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber
lain
d) Menilai dan mencobakan usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-
keterangan yang diperoleh.
e) Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan
hasil pemecahan soal itu
2. Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian
berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu
mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error
lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh
Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
3. Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya
waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip
organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul
12
dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan
pengaruh gosip/rumor.
4. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan
dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin
efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna
yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya → Hukum kesamaan.
5. Perilaku bertujuan (pusposive behavior)
Bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan
stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal
tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya → Hukum pragnan.
6. Prinsip ruang hidup (life space)
Bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan di mana ia
berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan
dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik → Hukum
kedekatan posisi.
7. Transfer dalam Belajar
Yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi
lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan
pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat dan
menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).
Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru
hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok
dari materi yang diajarkannya → Hukum penutupan bentuk.
13
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan
konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan
hilangnya gestalt itu sendiri. Istilah “Gestalt” mengacu pada sebuah objek/figur yang utuh
dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya. Tokoh-tokong gestalt yaitu: Max
Wertheimer (1880-1943), Wolfgang Kohler (1887-1967), Kurt Koffka (1886-1941), dan lain-lain.
Dalam Proses pembelajaran harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestal
tersebut. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Belajar
2. Insight
3. Memory
4. Pembelajaran yang bermakna
5. Perilaku bertujuan
6. Prinsip ruang hidup
7. Transfer belajar
3.2.Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami masih banyak mendapatkan kesulitan.
Diantaranya dalam pencarian sumber referensi. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan
sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh
karena itu kami masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian.
14
DAFTAR PUSTAKA
Akyyas Azhari.2003.Psikologi Umum dan Perkembangan.Bandung.Penerbit Mizan Publika
Brennan, James F.2006.Sejarah dan sistem psikologi.Jakarta.PT.Raja Grafindo Persada
Sarwono,S.2009.Pengantar Psikologi Umum.Jakarta.Rajawali Pers.
15