Makalah psikologi pendidikan

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu potensi yang dianugerahkan oleh Allah SWT, yang menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berpikir dan belajar secara terus menerus. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan peradaban hidupnya. Salah satu pengertian kecerdasan yang paling banyak digunakan adalah yang dikemukakan oleh Wechsler. Ia menganggap kecerdasan adalah konsep generik yang melibatkan kemampuan individual untuk berbuat dengan tujuan tertentu. Sementara itu menurut Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Kemudian Anita E. Woolfolk (1975) mengemukakan bahwa menurut teori lama, kecerdasan 1

Transcript of Makalah psikologi pendidikan

Page 1: Makalah psikologi pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu potensi yang

dianugerahkan oleh Allah SWT, yang menjadikannya sebagai salah satu

kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan

kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan

meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses

berpikir dan belajar secara terus menerus. Dalam hal ini, sudah sepantasnya

manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun

berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih

dapat mempertahankan kelangsungan peradaban hidupnya.

Salah satu pengertian kecerdasan yang paling banyak digunakan adalah

yang dikemukakan oleh Wechsler. Ia menganggap kecerdasan adalah konsep

generik yang melibatkan kemampuan individual untuk berbuat dengan tujuan

tertentu. Sementara itu menurut Chaplin (1975) memberikan pengertian

kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap

situasi baru secara cepat dan efektif. Kemudian Anita E. Woolfolk (1975)

mengemukakan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga

pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan

pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan

situasi baru atau lingkungan pada umumya (dalam Akhmad Sudrajat, 2009).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa

ini, orang tidak hanya berbicara tentang Kecerdasan Umum, Kecerdasan

Intelektual (IQ) saja, melainkan juga Kecerdasan Emosi (EQ) dan Kecerdasan

Spiritual (SQ). Setiap kecerdasan ini memiliki wilayahnya sendiri-sendiri di

otak. Sesuai dengan fitrah, kecerdasan sudah ada sejak manusia dilahirkan,

tetapi yang mewarnai selanjutnya adalah keluarga dan lingkungannya.1

1 Iskandar, Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru), (Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2009), hlm. 50-51.

1

Page 2: Makalah psikologi pendidikan

Intelegensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam

psikologi. Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna

intelegensi. Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal

yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.

Setiap manusia memiliki kecerdasan yang diartikan sebagai potensi

dasar seseorang untuk berpikir, menganalisis dan mengelola tingkah lakunya

di dalam lingkungan dan potensi itu dapat diukur. Kecerdasan terdiri dari IQ,

EQ dan SQ. IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.

EQ adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan

emosional dalam bentuk menerima, memeahami dan mengelola. SQ adalah

kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai.IQ,

EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang

saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga

kita pisah-pisahkan fungsinya. 2 Oleh karena itu, makalah ini akan membahas

tentang berbagai macam kecerdasan yang dimiliki manusia.

B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan sebagaimana latar belakang permasalahan di atas maka

rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah

1. Macam-Macam Kecerdasan Manusia

2. Urgensi IQ, EQ, dan SQ dalam Proses Pendidikan

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui

macam-macam kecerdasan manusia dan urgensi IS, EQ dan SQ dalam proses

pendidikan serta untuk menambah wawasan penulis pada khususnya tentang

macam-macam kecerdasan manusia dan urgensi IS, EQ dan SQ dalam proses

pendidikan dan para pembaca pada umumnya.

BAB II

2 Suharsono, melejikan IQ,IE & IS (Depok:2004)hlmn.114-115

2

Page 3: Makalah psikologi pendidikan

PEMBAHASAN

A.    Macam-Macam Kecerdasan Manusia

Kita telah mengenal berbagai kecerdasan manusia diantaranya IQ, EQ,

SQ, dan Multiple Intelligence.

1.  Kecerdasan Intelektual [Intelligence Quotient (IQ)]

Kecerdasan Intelektual/Intelligence Quotient (IQ) merupakan

kecerdasan dasar yang berhubungan dengan proses kognitif, pembelajaran

(kecerdasan intelektual) cenderung menggunakan kemampuan matematis-

logis dan bahasa, pada umumnya hanya mengembangkan kemampuan

kognitif (menulis, membaca, menghafal, menghitung dan menjawab).

Kecerdasan ini dikenal dengan kecerdasan rasional karena menggunakan

potensi rasio dalam memecahkan masalah, penilaian kecerdasan dapat

dilakukan melalui tes atau ujian daya ingat, daya nalar, penguasaan kosa

kata, ketepatan menghitung, mudah menganalisis data. Dengan ujian

seperti dapat dilihat tingkat kecerdasan intelektual seseorang.

Kecerdasan intelektual muncul sejak dalam kehidupan keluarga

dan masyarakat, sejak anak di dalam kandungan (masa pranata) sampai

tumbuh menjadi dewasa. Kecerdasan intelektual (inteligensi) merupakan

aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas

seseorang dalam perolehan pembelajaran.

Kecerdasan intelektual (IQ) pada umumnya dapat diartikan sebagai

kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau diri dengan

lingkungan dengan cara yang tepat.3

Semenjak zaman pencerahan yang mengagungkan kemajuan ilmu

pengetahuan sebagai lambang kemajuan peradaban, intilegensi naik daun

dan dianggap sebagai prediktor utama kesuksesan, bahkan mungkin satu-

satunya. Sehingga salah kaprah terhadap konsep IQ dan terjadi

pemberhalaan IQ. Sering terjadi pertukaran konsep dikalangan awam

antara inteligensi (intelligence) dan IQ.

3 Ibid., hlm. 58.

3

Page 4: Makalah psikologi pendidikan

Inteligensi adalah sebuah konsep, yang dioperasionalisasikan

dengan suatu alat ukur, dan keluaran dari alat ukur inilah yang berupa IQ.

Angka yang keluar adalah angka berdasarkan satuan tertentu. Semacam

“gram” untuk “berat”, dan “meter” untuk “jarak”. Konsep inilah yang

harus diluruskan agar tidak menimbulkan beragam penafsiran : IQ adalah

satuan ukur.

Untuk mengukur tingkat inteligensi anak, dapat digunakan tes IQ

(Intelligence Quotient) misalnya dari Binet Simon. Dari hasil tes Binet

Simon, dibuatlah penggolongan inteligensi sebagai berikut:

a. Genius > 140;

b. Gifted > 130;

c. Superior > 120;

d. Normal 90-110;

e. Debil 60-79;

f. Imbesil 40-55;

g. Idiot > 30.4

Inteligensi orang satu dengan yang lain cenderung berbeda-beda. Hal

ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

a. Faktor pembawaan, dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa

sejak lahir.

b. Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan

perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan

itu.

c. Faktor pembentukan, dimana pembentukan adalah segala keadaan

diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.

d. Faktor kematangan, dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik

maupun psikis, dapat dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh atau

berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya

masing-masing.

4[3] Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 72.

4

Page 5: Makalah psikologi pendidikan

e. Faktor kebebasan, yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu

dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan

memilih metode juga bebas memilih masalah yang sesuai dengan

kebutuhannya.

f. Kelima faktor itu saling terkait satu dengan yang lain. Jadi, untuk

menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman

kepada salah satu faktor tersebut.5

2.  Kecerdasan Emosi [Emotional Quotient (EQ)]

Sesuai dengan berjalannya zaman, manusia mulai menyadari bahwa

faktor emosi tidak kalah pentingnya dalam mendukung sebuah kesuksesan,

bahkan dipandang lebih penting dari pada inteligensi. Daniel Goleman

telah mempopulerkan pada pertengahan 1990-an. Seperti juga IQ, konsep

kecerdasan emosi ini dioperasionalisasikan menjadi alat ukur dan

keluarannya disebut EQ. 6

Konsep ini muncul dari beberapa pengalaman, bahwa kecerdasan

intelektual yang tinggi saja tidak cukup untuk mengantarkan orang menuju

sukses. Menurut Goleman (1995) pengembangan kecerdasan emosional,

orang-orang sukses selain memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi

tetapi juga memliki stabilitas, motivasi kerja yang tinggi, mampu

mengendalikan stres, tidak mudah putus asa, dan lain-lain. Pengalaman-

pengalaman demikian, memperkuat keyakinan bahwa disamping

kecerdasan intelektual juga ada kecerdasan emosional. Orang yang

memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu

mengendalikan diri (mengendalikan gejolak emosi), mampu menerima

kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan.7

5[4] Ibid., hlm. 74-75. 6[5] Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subjektif). Anton M. Moeliono, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1990), hlm. 228.7[6] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 97.

5

Page 6: Makalah psikologi pendidikan

Demikian pula penerapannya dalam kehidupan organisasi,

inteligensi tidak lagi dianggap satu-satunya faktor menentukan kinerja

seseorang. Dalam konsep kompetensi faktor-faktor seperti motivasi,

keterampilan interpersonal, dan kepemimpinan mendapat perhatian yang

cukup signifikan.8

Tokoh-tokoh seperti Sternberg, Baron dan Salovey, menyebutkan

adanya lima domain kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan

emosional, yaitu:

a. Kemampuan mengenali emosi diri

Kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan

seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau

emosi itu muncul. Ini sering dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan

emosional. Seseorang yang mampu mengenali emosinya sendiri adalah

bila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan mereka yang

sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara

mantap. Misalnya sikap yang diambil dalam menentukan berbagai

pilihan, seperti memilih sekolah, sahabat, pekerjaan sampai kepada

pemilihan pasangan hidup.

b. Kemampuan mengelola emosi

Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang

untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan

akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah. Mungkin dapat

diibaratkan sebagai seorang pilot pesawat yang dapat membawa

pesawatnya ke suatu kota tujuan dan kemudian mendaratkannya secara

mulus. Misalnya seseorang yang sedang marah, maka kemarahan itu,

tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat

yang akhirnya disesalinya di kemudian hari.

c. Kemampuan memotivasi diri

Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan untuk

memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu

8[7] Iskandar, op.cit., hlm. 59.

6

Page 7: Makalah psikologi pendidikan

yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur

harapan optimisme yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan

semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Misalnya dalam hal

belajar, bekerja, menolong orang lain dan sebagainya. 9

d. Kemampuan mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengenali emosi orang lain (empati) merupakan

kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain,

sehingga orang lain akan merasa senang dan dimengerti perasaannya.

Anak-anak yang memiliki kemampuan ini, yaitu sering pula disebut

sebagai kemampuan berempati, mampu menangkap pesan non verbal

dari orang lain seperti nada bicara, gerak-gerik maupun ekspresi wajah

dari orang lain tersebut. Dengan demikian anak-anak ini akan

cenderung disukai orang.

e. Kemampuan membina hubungan sosial

Kemampuan membina hubungan sosial merupakan kemampuan

untuk mengelola emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial

yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas.

Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak

teman, pandai bergaul dan menjadi lebih populer.

Disini dapat kita simpulkan betapa pentingnya kecerdasan

emosional dikembangkan pada diri siswa (peserta didik). Karena betapa

banyak kita jumpai siswa (peserta didik), dimana mereka begitu cerdas

di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak

dapat mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa atau

angkuh dan sombong, maka prestasi tersebut tidak akan banyak

bermanfaat untuk dirinya. Ternyata kecerdasan emosional perlu lebih

dihargai dan dikembangkan pada peserta didik sedini mungkin dari

tingkat pendidikan usia dini sampai ke Perguruan Tinggi. Karena hal

inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyararakat

9[8] Ibid., hlm. 60-61.

7

Page 8: Makalah psikologi pendidikan

kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat berkembang

secara lebih optimal.10

Selain itu kecerdasan emosi berkaitan dengan pemahaman diri

dan orang lain, beradaptasi dan menghadapi lingkungan sekitar, dan

penyesuaian secara cepat agar lebih berhasil dalam mengatasi tuntutan

lingkungan.

3. Kecerdasan Spiritual [Spiritual Quotient (SQ)]

Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kemampuan individu terhadap

mengelola nilai-nilai, norma-norma dan kualitas kehidupan dengan

memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran bawah sadar atau lebih dikenal

dengan suara hati (God Spot).

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 46, sebagai

berikut:

ó ض يسيروا في م�أفل م�أ م� قل��ونٱ ��و ي م� فتكون له قل ب� م�مى ه���ا ال ت معون به فإن ءاذا ي م�به���ا أ ا م� ب� رم ص��� م�أ م� ٱ

مى م�قلوبم�ولكن ت تي ٱ ٤٦ ٱلصدور في ٱلArtinya : “Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (Q.S. Al-Haj : 46).11

Kecerdasan spiritual disini bermakna bahwa seseorang individu

yang memiliki rasa tanggung jawab kepada sang pencipta serta

kemampuan mengkhayati nilai-nilai agama. Keridlaan dapat diartikan

sebagai kemampuan seseorang untuk menerima dengan hati yang rela

dengan peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh agama. Tanggung

jawab kepada sang pencipta dapat membantu seseorang untuk terus belajar

dan bekerja keras tanpa rasa jenuh. Allah membimbing siapa saja yang

ridla kepada-Nya melalui jalan-jalan keselamatan dan membawa mereka

10[9] Iskandar, loc.cit., hlm. 61.11[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin) Model Perbaris, (Semarang, CV Asy-Syifa’, 2001), hlm. 901.

8

Page 9: Makalah psikologi pendidikan

dengan izin-Nya keluar dari kegelapan menuju cahaya. Sebagaimana

tujuan diciptakannya manusia, dalam surat al-Maidah ayat 16:

دي ه به م�ي بع من ٱلل ونهٱت سبل ۥم� ر لم رجهمٱلس�� م� ويور إلى ٱلظلمتمن نهٱلن ����إ رۦم� ب ديه إلى ص���� ط� وي م� م�

تقي ط�م ١٦م�Artinya : “Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridlaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Q.S. Al-Maidah :16) 12

Kecerdasan spiritual (SQ) yang memadukan antara kecerdasan

intelektual dan emosional menjadi syarat penting agar manusia dapat lebih

memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah. Terutama pada masa

sekarang, dimana manusia modern terkadang melupakan mata hati dalam

melihat segala sesuatu.

Manusia modern adalah manusia yang mempunyai kualitas

intelektual yang memadai, karena telah menempuh pendidikan yang

memadai pula. Salah satu ciri yang kental dalam diri manusia modern

adalah suka membaca. Hal ini sejalan dengan syariat Islam, dimana syariat

pertamanya adalah membaca. Namun, terkadang kualitas intelektual

tersebut tidak dibarengi dengan kualitas iman atau emosional yang baik,

sehingga berkah yang diharapkan setiap manusia dalam hidupnya tidak

dapat diperoleh.

K.H. Ali Yafie menyatakan, ibadah yang dijalankan oleh umat

Islam seharusnya bukan hanya merupakan suatu kewajiban, sehingga

menjadi beban. Akan tetapi ibadah hendaknya menjadi kebutuhan hidup

yang mutlak. Dengan menjadikan ibadah sebagai kebutuhan mutlak, tiap

umat Islam akan selalu rindu untuk menjalankan ibadah. Dengan kata lain,

upaya mi’raj atau mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai salah satu

12[11] Ibid., hlm. 209.

9

Page 10: Makalah psikologi pendidikan

wujud dari makna hidup manusia dapat diusahakan tanpa menjadikannya

suatu beban.

Sementara itu, Komaruddin Hidayat memaparkan beberapa ciri

manusia modern yang terjadi dalam dua kelompok besar, yaitu beragama

dan tidak beragama. Ciri-ciri tersebut adalah rasional, mengandalkan

kekuatan pribadi, selalu penuh dengan rencana dan kompetitif. Namun, ia

memberi penekanan bahwa manusia modern dalam Islam tidak boleh

melupakan mata hati dalam melihat segala sesuatu. Hal ini membutuhkan

kecerdasan spiritual, lanjutnya, sehingga hati dan nalar akan dapat bekerja

sama.13

Proses pembersihan diri dan upaya untuk menjernihkan hati,

dengan tujuan memunculkan kemampuan mendengar suara hati terdalam

yang merupakan sumber kebijaksanaan dan motivasi. Pengaktifan,

pembangkitan secara mental dan spiritual untuk memunculkan

kemampuan dan potensi yang tersembunyi, pengisian dengan sifat-sifat

Allah yang agung dan indah, memunculkan sifat-sifat yang baik,

membangun citra positif yang mempesonakan.

Pengembangan potensi diri adalah suatu metode untuk melepaskan,

mengarahkan, mengendalikan kekuatan pikiran bawah sadar (unconscious

mind), sehingga menjadi suatu langkah nyata dalam kehidupan sehari-hari,

sekaligus pola pengasahannya, melalui berbagai aplikasi dan keilmuan

canggih berdasar kekuatan do’a dan dzikir yang digali dari al-Qur’an dan

Hadits, menjadi modal dasar untuk pencapaian jalan keluar terbaik, untuk

mencapai kerukunan, untuk mencapai harkat kehidupan yang lebih tinggi

sepanjang perjalanan kehidupan. Bilamana setiap manusia bisa

mengendalikan emosinya, maka kehidupan akan menjadi lebih indah.

Untuk itu setiap manusia perlu mendapatkan suatu pelatihan dan

pemahaman tentang kecerdasan emosi (EQ) dengan semangat spiritual

(SQ), sehingga terjadi suatu perpaduan yang dahsyat untuk membangun

13[12] Iskandar, op.cit., hlm. 66.

10

Page 11: Makalah psikologi pendidikan

karakter manusia yang sempurna, baik di dunia, di masyarakat maupun di

mata Tuhan SWT.

Mampu memberi makna luhur terhadap pekerjaan dan tugas sehari-

hari sehingga manusia akan merasakan makna kehidupan yang sangat

indah dan menyenangkan ketika sedang bertugas dan tetap tegar saat

menghadapi masalah yang berat sekalipun. Meningkatkan dan

membangkitkan berbagai kemampuan dan potensi untuk memunculkan

kekuatan spiritual terdalam (inner power) sehingga menjadi sumber

kecerdasan spiritual dengan kekuatan do’a dan dzikir agar manusia

terangkat ke permukaan, lebih tinggi dari sebelumnya.

Dalam al-Qur’an, selain mengajarkan tuntunan beribadah secara

sempurna terkandung juga suatu teknologi yang luar biasa untuk mencapai

suatu tujuan-tujuan tertentu dan berbagai keilmuan yang membutuhkan

pengkajian lebih dalam lagi untuk memahaminya dan menggunakannya

untuk kemajuan umat manusia.14

Berbagai penelitian mengenai tubuh manusia bahkan membuat kita

lebih terpesona lagi akan kebesaran Allah SWT dalam menciptakan

manusia. Bagaimana ciptaan yang sempurna ini bekerja, berpikir,

bergerak, menganalisa, mengambil keputusan, memunculkan berbagai

gagasan yang indah dan hebat, hingga manusia ini bisa berhasil menjadi

terkenal, berkemampuan logik maupun spiritual, mempunyai emosi (IQ,

EQ, SQ) yang bila dipergunakan secara positif-konstruktif akan memberi

suatu hikmah pencapaian yang luar biasa.

4.     Multiple Intelligence (Kecerdasan Ganda)

Akhir-akhir ini banyak dibahas konsep kecerdasan ganda (Multiple

Intelligence). Konsep ini berawal dari karya Horward Gardner (dalam

buku Frames of Mind, 1983), yang didasarkan atas hasil penelitiannya

selama beberapa tahun tentang kapasitas kognitif manusia (human

cognitive capacities).

14[13] Ibid., hlm. 67-68.

11

Page 12: Makalah psikologi pendidikan

Gardner menolak asumsi, bahwa kognisi manusia merupakan satu

kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun

sebagian besar individu menunjukkan penguasaan seluruh spektrum

kecerdasan, tiap individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda.

Individu memiliki beberapa kecerdasan, dan kecerdasan-kecerdasan itu

bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang

cukup tinggi.15

Menurutnya, dalam diri manusia terdapat banyak potensi yang

belum dikembangkan dan bahkan kadang-kadang potensi tersebut telah

kita kubur gara-gara kesibukan kita sehari-hari, seperti pekerjaan,

mengurus rumah tangga atau sekolah. Dalam penemuannya, setidaknya

ada delapan kecerdasan yang patut di perhitungkan secara sungguh-

sungguh sebagai sebuah kecerdasan juga. Delapan kecerdasan itu

diantaranya sebagai berikut:

a. Kecerdasan matematis-logis (logical-mathematical intelligence)

Kecerdasan matematis-logis merupakan kecakapan untuk

menghitung, mengkuantitatif, merumuskan proposisi dan hipotesis,

serta memecahkan perhitungan-perhitungan matematis yang kompleks.

Para ilmuwan, ahli matematis, akuntan, insinyur, pemogram komputer

adalah orang-orang yang tinggi dalam kecerdasan logis matematisnya.

b. Kecerdasan bahasa (linguistic intelligence)

Kecerdasan bahasa merupakan kecakapan berfikir melalui kata-

kata, menggunakan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang

kompleks. Para penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, adalah orang-

orang yang memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi.

c. Kecerdasan visual (visual-spatial intelligence)

Kecerdasan visual merupakan kecakapan berpikir dalam ruang

tiga dimensi. Seorang yang memilik inteligensi visual-ruang yang tinggi

seperti pilot, nahkoda, astronot, pelukis, arsitek, perancang dan lain-

lain. Mampu menangkap bayangan ruang internal dan eksternal, untuk

15[14] Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., hlm. 95.

12

Page 13: Makalah psikologi pendidikan

penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, atau mengubah,

mengkreasi dan menciptakan karya-karya tiga dimensi nyata.

d. Kecerdasan kinestik atau gerakan fisik (kinesthetic intelligence)

Kecerdasan kinestetik atau gerakan fisik merupakan kecakapan

melakukan gerakan dan keterampilan kecekatan fisik seperti dalam olah

raga, atletik, menari, kerajinan tangan, bedah, dan lain-lain. Orang-

orang yang memiliki kecerdasan kinestetik yang tinggi adalah para

olahragawan, penari, pencipta tari, pengrajin profesional, dokter bedah,

dan lain-lain.

e. Kecerdasan musik (musical intelligence)

Kecerdasan musik merupakan kecakapan untuk menghasilkan dan

menghargai musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga

nada, menghargai bentuk-bentuk ekspresi musik. Komponis, dirigen,

musisi, kritikus, musik, pembuat instrumen musik, penyanyi, pengamat

musik adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan musik yang tinggi.

f. Kecerdasan hubungan sosial (interpersonal intelligence)

Kecerdasan hubungan sosial merupakan kecakapan memahami

dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak,

temperamen, motivasi dan kecenderungan terhadap orang lain. Orang-

orang yang memiliki kecerdasan hubungan sosial di antaranya guru,

konselor, pekerja sosial, aktor, pimpinan masyarakat, politikus, dan

lain-lain. 16

g. Kecerdasan kerohaniahan (intrapersonal intelligence)

Kecerdasan kerohaniahan merupakan kecakapan memahami

kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengetahuan

tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan membentuk persepsi

yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan dan

mengarahkan kehidupan yang lain. Agamawan, psikolog, psikiater,

filosof, adalah mereka yang memiliki kecerdasan pribadi yang tinggi.

h. Kecerdasan naturalistik

16[15] Ibid., hlm. 96-97.

13

Page 14: Makalah psikologi pendidikan

Kecerdasan naturalistik merupakan kemampuan seorang siswa

(peserta didik), guru (pendidik) untuk peka terhadap lingkungan alam.

Misalnya senang berada di lingkungan yang terbuka seperti pantai,

gunung, cagar alam, hutan, dan sebagainya. Anak-anak dengan

kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam

seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam

flora dan fauna, benda-benda di angkasa, dan lain sebagainya.17

B. Urgensi IQ, EQ, dan SQ dalam Proses Pendidikan

Para ahli psikologi menyebutkan bahwa IQ hanya mempunyai peran

sekitar 20% dalam menentukan keberhasilan hidup, sedangkan 80% sisanya

ditentukan oleh faktor-faktor yang lain.18

Manusia memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ),

kecerdasan emosi (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Ketiga-tiga kemampuan

sangat membantu seseorang dalam meningkatkan kualitas diri, mengabaikan

salah satu kemampuan tersebut mengakibatkan banyak individu dililit masalah

secara pribadi maupun sosial masyarakat. Selama ini masyarakat mempercayai

dan mengagung-agungkan secara dominan salah satu kecerdasan yaitu

kecerdasan intelektual (IQ).

IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan

meraih kesuksesan. Realitas menunjukkan bahwa banyak orang IQ-nya tinggi,

tetapi tidak selalu berhasil dalam hidupnya. Seperti hasil penelitian Gardner,

seorang profesor pendidikan Harvard melakukan riset kecerdasan manusia, ia

mematahkan mitos bahwa Intelligence Quotient (IQ) tetap, tidak berubah, jika

seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa

bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan

kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, akan sulit mendapatkan IQ yang

superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient (EQ)

dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar. Kecerdasan emosi

17[16] Iskandar, op.cit., hlm. 56.18[17] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta, Pustaka Belajar, 2008), hlm. 152.

14

Page 15: Makalah psikologi pendidikan

merupakan kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah dan

menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dalam

situasi yang nyata.

Menurut Iskandar Doktor Psikologi Pendidikan dari Universitas

Kebangsaan Malaysia menyatakan bahwa pembelajaran di lembaga

pendidikan sekolah dan perguruan tinggi kita selama ini cenderung

menggunakan kemampuan metamatis-logis dan bahasa, (kecerdasan

intelektual) akibatnya membunuh kemampuan lainnya.

Dengan munculnya teori kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual

(SQ), Dr. Iskandar berpendapat bahwa teori kecerdasan emosi (EQ) dan

kecerdasan spiritual (SQ) dapat diaplikasikan sebagai pendekatan pengajaran

dan pembelajaran yang lebih memahami kemampuan intrapersonal dan

interpersonal, pendidik dan peserta didik, kemampuan afektif peserta didik

yang berbeda tidak bisa didekati dengan metode pembelajaran yang sama.19

Sadar atau tidak sekolah-sekolah kita saat ini dari SD sampai Perguruan

Tinggi, pada umumnya hanya mengembangkan kemampuan kognitif siswa saja

(menulis, membaca, menghafal, menghitung dan menjawab) sesuai dengan

instruksi guru atau dosen (tenaga pendidik), tanpa pernah memberi kesempatan

siswa untuk berpikir, bekerja dan mengetahui pengalaman baru. Hal ini seolah-

olah masa depan anak-anak kita itu, sangat ditentukan oleh kemampuan

kognitif atau kemampuan intelektual (IQ), hipotesis ini menjadi benar karena

memang untuk masuk lembaga pendidikan yang bermutu, masa depannya

ditentukan dengan waktu diruangan lebih kurang 3 jam, yaitu pada ujian

masuk.

Bagaimana tenaga pendidik (guru dan dosen) serta peserta didik (siswa

dan mahasiswa) menyikapi fenomena pendidikan yang penuh dengan dikotomi

antara idealisme pendidikan dengan kondisi riil yang terjadi di masyarakat?

Menurut Iskandar, pendidik atau peserta didik hendaklah lebih kreatif dan

inovatif dalam menggunakan instink dan talenta pendidik dan peserta didik.

Bagaimana proses belajar mengajar yang mengantar masa depan anak-anak

19[18] Iskandar, op.cit., hlm. 68-70.

15

Page 16: Makalah psikologi pendidikan

dalam konsep ujian-ujian itu tetap berjalan, tetapi proses pembelajaran dengan

memberikan pengalaman hidup yang berhubungan dengan materi pembelajaran

yang diajarkan tetap dikembangkan sehingga terintegrasi antara teori dan

prakteknya.

Melihat potensi intelektual dan kecerdasan emosi yang demikian besar,

muncul pertanyaan, bagaimana pendidik dan peserta didik dapat

mengembangkan pembelajaran berkualitas? Pertama, secara sederhana dapat

dinyatakan, bahwa untuk mengembangkan IQ pendidik dan peserta didik, perlu

mengadakan percepatan pembelajaran (accelerated learning). Dalam

percepatan belajar kita akan belajar bagaimana cara belajar (learn how to

learn). Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan matematis dan

linguistik (membaca cepat, menghafal cepat, mencatat efektif, berfikir kreatif,

berhitung cepat). Kedua, untuk mengembangkan EQ pendidik dan peserta

didik dalam pembelajaran perlu menyadari dan meyakini bahwa emosi itu

adalah benar-benar ada dan riil serta dapat mengelola emosi menjadi kekuatan

untuk mencapai prestasi (kemampuan intrapersonal dan interpersonal).

Mengamati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa

sekarang dan kedepan, maka dunia pendidikan kita harus mampu menerapkan

model pembelajaran yang berbasis kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi,

kecerdasan spiritual (IESQ). Kecerdasan yang memahami kebenaran dalam

setiap situasi, yaitu memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi,

kecerdasan emosi (EQ) yang dewasa, kecerdasan spiritual (SQ) yang mantap

untuk pencapaian yang cerdas dan praktis.20

Dalam implementasi proses pengajaran dan pembelajaran dituntut sikap

kritis, kreatif, dan inovatif, para pendidik dan peserta didik dalam upaya

mengubah model pengajaran dan pembelajaran mereka, bukan sesuai dengan

kecerdasan pendidik melainkan sesuai dengan kecerdasan peserta didik,

maknanya seorang pendidik hendaklah mampu mengkomunikasikan materi

pembelajaran sesuai dengan kemampuan peserta didik.

20[19] Ibid., 71-72.

16

Page 17: Makalah psikologi pendidikan

Tidak kalah menariknya adalah perlunya konsep spiritual sebagai

penunjang kesuksesan. Konsep inteligensi spiritual ini tidak hanya mencakup

hubungan vertikal dengan Tuhan saja tetapi juga hubungan horisontal terhadap

sesama makhluk Tuhan, jika dinyatakan sebagai SQ, tentu ini harus

dioperasionalisasikan menjadi alat ukur. Tapi hasil pengukuran ini harus di

apresiasikan secara hati-hati, karena sifatnya sangatlah subyektif, dan agak

sulit diperbandingkan seperti layaknya satuan ukur yang lain.

Relevansinya dengan dunia pendidikan? Dunia pendidikan sedang

menggalakkan peningkatan profesionalisme guru, dosen (pendidik) untuk

meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Diharapkan dengan didudukkan para

guru-guru dan dosen (pendidik) dengan “inteligensi, emosi dan spiritual” yang

tinggi dan stabil, akan lebih “sukses” dalam mengelola kegiatan pembelajaran.

Organisasi pendidikan adalah sistem yang terbuka dalam arti sangat

dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya berada. Ketika lingkungan makin

menyadari betapa faktor-faktor etika harus menjadi perhatian disamping

tujuannya sebagai mencetak SDM, maka organisasi pun harus beradaptasi.

Sementara sekolah dan perguruan tinggi merupakan tempat para siswa dan

mahasiswa (peserta didik) melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, yang

dapat melahirkan dan menghasilkan SDM yang berkualitas.21

BAB III

PENUTUP

21Ibid., hlm. 73-75.

17

Page 18: Makalah psikologi pendidikan

A. Kesimpulan

Macam-macam kecerdasan yang dimiliki manusia antara lain yaitu

kecerdasan Intelektual/Intelligence Quotient (IQ), kecerdasan

emosi/Emotional Quotient (EQ), kecerdasan spiritual /Spiritual Quotient (SQ).

IQ merupakan kecerdasan dasar yang berhubungan dengan proses kognitif,

pembelajaran (kecerdasan intelektual) cenderung menggunakan kemampuan

matematis-logis dan bahasa, pada umumnya hanya mengembangkan

kemampuan kognitif (menulis, membaca, menghafal, menghitung dan

menjawab). Sesuai dengan berjalannya zaman, manusia mulai menyadari

bahwa faktor emosi juga tidak kalah pentingnya dalam mendukung sebuah

kesuksesan, bahkan dipandang lebih penting dari pada inteligensi. Kecerdasan

ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman pada pertengahan 1990-an. Kecerdasan

spiritual (SQ) adalah sebagai pelengkap yang memadukan antara kecerdasan

intelektual dan emosional menjadi syarat penting agar manusia dapat lebih

memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah.

Mengamati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa

sekarang dan kedepan, maka dunia pendidikan kita juga harus mampu

menerapkan model pembelajaran yang berbasis kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual (IESQ). Kecerdasan yang memahami

kebenaran dalam setiap situasi, yaitu memiliki kecerdasan intelektual (IQ)

yang tinggi, kecerdasan emosi (EQ) yang dewasa, kecerdasan spiritual (SQ)

yang mantap untuk pencapaian yang cerdas dan praktis.

B. Saran dan Penutup

Demikianlah makalah yang dapat Kami susun. Kami sadar makalah ini

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun sangat Kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.

Kami minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan isi makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Makalah psikologi pendidikan

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin)

Model Perbaris, Semarang, CV Asy-Syifa’, 2001.

Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2008.

Iskandar, Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru), Jakarta: Gaung Persada

(GP) Press, 2009.

M. Moeliono, Anton, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai

Pustaka, 1990.

Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Belajar, 2008.

Syaodih Sukmadinata, Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung,

PT Remaja Rosdakarya, 2009.

19