makalah psantren
-
Upload
nuraga-wishnu-putra -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
Transcript of makalah psantren
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Dalam 12 bulan per 1 tahun terdapat 1 bulan yang sangat baik. Baik
dalam arti untuk peibadatan umat Islam. Bulan itu disebut bulan
Ramadhan. Dalam bulan Ramadan umat islam di seluruh dunia
melaksanaka ibadah wajib yang di sebut PUASA. Puasa ialah menahan
lapar haus serta emosi dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari
B. Rumusan Masalah
Untuk apa kita berpuasa?
Hal-hal yang membatalkan puasa?
C. Tujuan Penelitian
Dengan membuat makalah ini, saya ingin memberitahu bahwa banyak
sekali manfaat yang bisa kita dapatkan apabila kita berpuasa. Baik bagi
jiwa, maupun raga kita.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Puasa dan pahala yang berlipat Ganda
Allah SWT telah mengecualikan puasa dari semua amal kebaikan yg berlipat-ganda pahalanya; semua amal kebaikan akan dilipat-gandakan menjadi sepuluh hingga 700 kali-lipat lain halnya dgn puasa pelipat-gandaan pahalanya tidak hanya sebatas bilangan di atas melainkan Allah SWT akan melipatgandakan pahalanya dgn kelipatan yg tak terhingga banyaknya krn puasa termasuk perbuatan sabar sedangkan Allah SWT berfirman “? Sesungguhnya hanya orang-orang yg bersabarlah yg dicukupkan pahala tanpa batas.” . Dan krn inilah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi saw menamakan bulan Ramadhan dgn bulan sabar dan dalam hadis lain Nabi saw bersabda “Puasa adl setengah dari kesabaran.” . Sabar terdiri dari tiga macam 1. Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT. 2. Sabar dalam menjauhi segala hal yg diharamkan Allah SWT. 3. Sabar terhadap taqdir atau ketentuan Allah SWT yg menyakitkan. Ketiga macam sabar ini berkumpul menjadi satu dalam ibadah puasa krn dalam berpuasa dituntut utk sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT sabar dalam menjauhi segala hasrat yg diharamkan oleh Allah SWT atas orang yg berpuasa dan sabar terhadap konsekuensi yg diterima oleh orang yg berpuasa baik itu berupa perihnya rasa lapar dan dahaga maupun lemah/letih yg dirasakan oleh jiwa dan raga. Rasa pedih yg timbul dari amal ketaatan ini akan membuahkan pahala bagi orang yg melaksanakannya. Ada beberapa faktor yg membuat pahala amal kebaikan dilipat-gandakan di antaranya - Kemuliaan tempat dilakukannya amal perbuatan seperti tanah haram oleh krn itu melakukan shalat di Masjidil Haram Mekah dan masjid Nabawi Madinah akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah sebagaimana Nabi saw bersabda “Salat satu rakaat di masjidku ini lbh baik daripada salat seribu rakaat di masjid manapun selain masjidil haram.” . - Kemuliaan waktu pelaksanaan seperti bulan Ramadhan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah.
2
Nabi saw bersabda “Barang siapa melakukan satu ibadah sunah pada bulan Ramadhan maka ia seperti orang yg melaksanakan ibadah wajib pada selain bulan Ramadhan. Dan barang siapa melaksanakan ibadah wajib pada bulan Ramadhan maka ia seperti orang yg melaksanakan 70 ibadah wajib pada selain bulan Ramadhan.” . Jika puasa itu sendiri dilipatgandakan pahalanya dibandingkan dgn amal kebaikan lainnya maka puasa di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan lagi dibandingkan puasa pada waktu lain. Hal ini krn ia dilakukan pada waktu yg mulia dan ia merupakan puasa yg diwajibkan Allah SWT atas hamba-hambaNya serta menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam. Tingkatan Orang yg Berpuasa Ada dua tingkatan orang yg berpuasa Pertama orang yg meninggalkan makanan minuman dan syahwatnya krn Allah SWT ia mengharapkan balasannya dari-Nya di surga. Orang ini telah melakukan perdagangan dan transaksi dgn Allah dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yg beramal saleh. Orang ini tidak akan rugi bertransaksi dgn Allah bahkan ia akan mendapatkan keuntungan yg lbh besar. Rasulullah saw pernah berkata kepada seorang sahabat “Sesungguhnya kamu tidak akan meninggalkan sesuatu krn takut kepada Allah kecuali Allah akan memberimu yg lbh baik dari yg kami tinggalkan itu.” .
Maka orang yg berpuasa ini kelak akan diberikan makanan minuman dan wanita-wanita di surga atas kehendak Allah SWT.Seorang ulama salaf berkata “Telah sampai kepada kami kabar bahwa orang-orang yg berpuasa akan mendapatkan hidangan yg akan mereka makan sedangkan umat manusia ketika itu sedang dihisab lalu mereka berkata Ya Rabb kami saat ini sedang dihisab lalu mengapa mereka enak-enakan makan? maka dijawab “Sama saja mereka dulu puasa sedang kamu tidak berpuasa dulu mereka beribadah pada malam hari sedang kamu enak-enakan tidur.” Kedua orang yg berpuasa di dunia dan hanya menfokuskan seluruh aktifitas lahir dan bathinnya hanya utk Allah SWT semata ia dapat menjaga fikirannya ia menjaga perutnya dan ia selalu ingat mati dan ancaman Allah SWT. Ia menginginkan akhirat karenanya ia meninggalkan perhiasan dunia maka hari raya nya orang yg berpuasa ini adl hari ketika ia berjumpa dgn Rabbnya dan ia akan berbahagia krn dapat melihat-Nya. Barang siapa berpuasa dgn meninggalkan segala syahwatnya di dunia maka ia akan mendapatkannya esok di surga dan barang siapa berpuasa dgn meninggalkan segala sesuatu dan memfokuskan seluruh aktifitas lahir dan bathinnya hanya kepada Allah SWT maka hari rayanya adl hari dimana ia berjumpa dgn Rabbnya. “Wahai kekasih semua hati siapakah yg akan bersamaku selain Engkau kasihanilah hamba yg berdosa ini yg datang menemui Engkau hari ini wahai Rabbku tidaklah hamba ini memiliki bekal di surga-Mu namun hamba sangat menginginkannya agar hamba dapat melihatMu.”
3
Wanginya Orang yg Berpuasa Bau mulut orang yg berpuasa adl aroma yg keluar dari hawa tak sedap yg timbul krn kekosongan perut besar dari makanan ketika berpuasa ia adl aroma yg tidak disukai oleh penciuman manusia di dunia ini namun bagi Allah ia adl aroma yg harum krn ia timbul dari ketaatan dan pencarian ridha-Nya. Sebagaimana darah orang yg mati syahid akan datang pada hari kiamat berupa darah yg mengalir berwarna darah namun harumnya seperti harumnya minyak kesturi. Mengenai harumnya aroma mulut orang yg berpuasa bagi Allah SWT terdapat dua pengertian Ketika puasa menjadi rahasia antara seorang hamba dgn Tuhannya di dunia maka Allah akan menampakkannya di akhirat di hadapan makhluk-makhluk-Nya agar dgn ini semua orang-orang yg berpuasa menjadi terkenal di kalangan semua orang sebagai balasan dari usaha mereka utk merahasiakan puasa mereka di dunia. Orang yg beribadah dan taat kepada Allah serta berusaha mencari ridha-Nya di dunia dgn suatu amal yg meninggalkan beberapa pengaruh yg tidak disukai oleh jiwa-jiwa manusia di dunia maka pengaruh-pengaruh yg tidak disukai ini akan disuaki Allah bahkan sangat harum bagi-Nya krn ia timbul dari ketaatan dan pencarian ridha-Nya. Dengan dikabarkannya hal tersebut di atas bagi orang-orang yg beramal di dunia akan membuat hati mereka tenang dan tentram agar segala yg dijumpainya di dunia tidak mereka benci. Bau mulut orang-orang yg berpuasa lbh harum dari aroma minyak kesturi lapar yg mereka rasakan krn Allah adl rasa kenyang dahaga yg mereka rasakan demi mencari ridha-Nya adl kesegaran dan letih yg dirasakan oleh orang-orang yg bersungguh-sungguh dalam berkhidmat kepada-Nya adl kesenangan.
4
B. Arti Puasa
Al-Quran menggunakan kata shiyam sebanyak delapan kali, kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-Quran juga menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri untuk tidak bebicara:
Sesungguhnya Aku bernazar puasa (shauman), maka hari ini aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun (QS Maryam [19]: 26).
Demikian ucapan Maryam a.s. yang diajarkan oleh malaikat Jibril ketika ada yang mempertanyakan tentang kelahiran anaknya (Isa a.s.). Kata ini juga terdapat masing-masing sekali dalam bentuk perintah berpuasa di bulan Ramadhan, sekali dalam bentuk kata kerja yang menyatakan bahwa "berpuasa adalah baik untuk kamu", dan sekali menunjuk kepada pelaku-pelaku puasa pria dan wanita, yaitu ash-shaimin wash-shaimat.Kata-kata yang beraneka bentuk itu, kesemuanya terambil dari akar kata yang sama yakni sha-wa-ma yang dari segi bahasa maknanya berkisar pada "menahan" dan "berhenti atau "tidak bergerak". Kuda yang berhenti berjalan dinamai faras shaim. Manusia yang berupaya menahan diri dari satu aktivitas –apa pun aktivitas itu-- dinamai shaim (berpuasa). Pengertian kebahasaan ini, dipersempit maknanya oleh hukum syariat, sehingga shiyam hanya digunakan untuk "menahan diri dar makan, minum, dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari".Kaum sufi, merujuk ke hakikat dan tujuan puasa, menambahkan kegiatan yang harus dibatasi selama melakukan puasa. Ini mencakup pembatasan atas seluruh anggota tubuh bahkan hati dan pikiran dari melakukan segala macam dosa. Betapa pun, shiyam atau shaum --bagi manusia-- pada hakikatnya adalah menahan atau mengendalikan diri. Karena itu pula puasa dipersamakan dengan sikap sabar, baik dari segi pengertian bahasa (keduanya berarti menahan diri) maupun esensi kesabaran dan puasa.
5
MARHABAN YA RAMADHANDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “marhaban” diartikan sebagai “kata
seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang).” Ia sama dengan ahlan wa sahlan yang juga dalam kamus tersebut diartikan “selamat datang”.
Walaupun keduanya berarti “selamat datang” tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan ahlan wa sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan “marhaban ya Ramadhan”.
Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti “keluarga”, sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti mudah. Juga berarti “dataran rendah” karena mudah dilalui, tidak seperti “jalan mendaki”. Ahlan wa sahlan, adalah ungkapan selamat datang, yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu, “(Anda berada di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah.”
Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti “luas” atau “lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.” Marhaban ya Ramadhan berarti “Selamat datang Ramadhan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita.Marhaban ya Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT
Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak melanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
6
Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT Demikian kurang lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.
Tentu kita perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda apakah bekal itu? Benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, dan untuk itu mari kita buka lembaran Al-Quran mempelajari bagaimana tuntunannya.
C. Macam-Macam Puasa
1.Puasa Wajib
a.Puasa ramadhan
b.Puasa karna nazar
c.Puasa kifarat atau denda
2.Puasa Sunnah
a.Puasa 6 hari di bulan Syawal
b.Puasa Arafah
c.Puasa Senin-Kamis
d. Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidakPuasa Asyura (pada bulan
muharam)
f.Puasa 3 hari pada pertengahan bulan (menurut kalender islam), tanggal
13, 14,dan 15
7
D.Syarat wajib puasa
1. Beragama Islam
2. Berakal sehat
3. Baligh (sudah cukup umur)
4. Mampu melaksanakannya
5. Orang yang sedang berada di tempat (tidak sedang safar)E.Syarat sah puasa
1. Islam (tidak murtad)
2. Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
3. Suci dari haid dan nifas
4. Mengetahui waktu diterimanya puasa
F.Rukun puasa
1. Niat
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenam matahari
8G.Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
7. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
1. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak Batalpuasanya
2. Jima' (bersenggama).3. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah
suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
4. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
5. Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
6. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. ”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
7. Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya). Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam:88). Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
9H. Hal-Hal yang Memperbolehkan Bebuka Puasa
1. Safar yang memperbolehkan berbuka adalah safar yang berjarak minimal kira-
kira 89 km. Safar ini, menurut jumhur (mayoritas) ulama, harus dilakukan
sebelum terbitnya matahari. Jika dia telah berpuasa saat memulai perjalanan
(karena dia memulai perjalanannya sehabis Subuh), maka dia tidak boleh
membatalkan puasanya. Kendati begitu jika ternyata dia tidak mampu
menuntaskan puasanya karena perjalanan yang amat melelahkan, maka dia
boleh berbuka dan wajib mengqadha’nya, sebagaimana hadis riwayat Jabir:
“Bahwasanya Rasulullah berangakat menuju Makkah pada ‘Aam al-Fath.
Sampai masuk kawasan Kurâ’ al-Ghamîm (nama sebuah jurang di Asfân,
dataran tinggi Madinah) Nabi masih berpuasa, maka para sahabat pun ikut
berpusasa. Kemudian Rasul mendengar laporan bahwa “rombongan sudah
merasa amat berat untuk meneruskan puasa, hanya saja mereka menunggu apa
yang dilakukan Rasul”. Maka lantas Rasul mengajak meminum air sehabis
Asar.
Anggota rombongan pada memperhatikannya, ada sebagian yang ikut
membatalkan puasa, dan sebagian lain ada yang masih tetap bertahan
meneruskan puasanya. Setelah diberitahu bahwa masih ada yang berpuasa,
maka Rasul pun bersabda: “Mereka yang tidak membatalkan puasanya itu
orang-orang yang keras”. Hadis ini menunjukkan bahwa seorang musafir
boleh berbuka dalam perjalanannya sekalipun dia sudah memulai puasanya
pada hari itu.
10
2. Ulama Hambaliyah membolehkan musafir berbuka sekalipun dia baru
memulai perjalanannya pada siang hari sebagaimana riwayat Abu Dawud dari
Abu Bashrah Al-Ghiffâri yang pernah membatalkan puasanya dalam
perjalanan, dan ia berkata bahwa “hal itu merupakan sunnah Rasul.”
Ulama Syafi’iyah, ada satu syarat lagi yaitu hendaklah orang yang
bepergian tersebut bukan termasuk orang yang selalu bepergian seperti
sopir. Dia tidak boleh berbuka kecuali jika dia betul-betul menemui
masyaqqah (kepayahan) yang luar biasa.
Jumhur ulama selain Hanafiyah ada dua syarat lain lagi, yaitu:
1. Perjalanan yang dilakukan bukan untuk kemaksiatan. (Hanafiyah
memperbolehkan membatalkan puasa sekalipun perjalanan itu
demi kemaksiatan)
2. Tidak berniat untuk menetap di tempat tujuan selama 4 hari.
Ulama Malikiyah menambah syarat lain: berniat tidak berpuasa pada
malam harinya.
***
Seandainya seorang musafir telah memulai puasanya sampai pagi hari, lantas ia
hendak membatalkannya? Menurut jumhur ulama hal itu tidak jadi soal dan dia
tidak berdosa. Namun tetap wajib mengqadha’nya sebagaimana Rasul pernah
melakukan hal yang sama, seperti yang ditunjukkan hadis di atas. Sementar ulama
Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa hal itu tidak boleh dan ia berdosa
jika melakukannya serta wajib mengqadha’nya dan membayar kafarat.
Mana yang lebih baik bagi musafir, berpuasa atau tidak? Menurut ulama
Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah, berpuasa lebih baik jika tidak ada sebab
yang mendesak untuk membatalkan puasa.
11
Hanafiyah menambahkan, bila sesama rombongan musafir pada membatalkan
puasa, atau bekal mereka jadi satu, maka lebih baik membatalkan puasanya.
Namun jika keadaan tidak memungkinkan untuk melanjutkan puasa maka wajib
hukumnya membatalkan puasa. Dalil yang melandasi pendapat mereka adalah
firman Allah: “Dan berpuasalah karena itu lebih baik bagi kalian”.
Lain lagi dengan Hanbaliyah yang men-sunnatkan untuk membatalkan puasa dan
memakruhkan berpuasa sekalipun tidak ada masyaqqah sama sekali, berdasar
sabda Rasulullah (dalam hadis di atas) “Mereka yang tidak membatalkan
puasanya itu orang-orang yang keras.” Diperkuat lagi dengan riwayat Syaikhain
Bukhari dan Muslim bahwa Rasul bersabda: “Berpuasa dalam perjalanan
bukanlah termasuk perbuatan yang baik”.
Menurut penulis (Wahbah al-Zuheily–pent), pendapat jumhur lebih bisa diterima,
setidaknya karena dua alasan: (1) karena sesuai dengan firman Allah: “dan
berpuasalah karena itu lebih baik bagi kalian”, dan (2) kisah dalam hadis di atas
terjadi saat ‘Aam al-Fath, yaitu ketika terjadi perang.
***
Kalaupun musafir itu memperoleh rukhsah (kemudahan) tidak berpuasa dalam
bulan Ramadhan, secara implisit hal itu menunjukkan ia juga tidak boleh berpuasa
wajib selain Ramadhan. Karena diperbolehkannya ia tidak berpuasa Ramadhan,
itu sekedar kemurahan/kemudahan (rukhsah). Maka jika ia tidak mau mengambil
kesempatan rukhsah tersebut ia harus kembali pada hukum asalnya: wajib
berpuasa Ramadhan. Sehingga, jika seorang musafir atau orang sakit melakukan
puasa selain Ramadhan pada saat itu, maka puasanya batal.
Beda dengan Hanafiyah, jika yang dilakukan adalah puasa wajib maka sah, karena
jika musafir itu boleh berbuka maka dia juga berhak untuk melakukan puasa lain
yang wajib atasnya.
12
***
Jika seorang musafir atau orang sakit tidak mau mengambil kesempatan
rukhsahnya, lantas ia berpuasa dalam safarnya atau dalam keadaan sakitnya,
apakah puasanya sah? Menurut keempat madzhab Hanafiyah, Malikiyah,
Syafi’iyah, Hanbaliyah, puasanya diangap sah. Sementara ulama Dhahiriyah
berpendapat bahwa puasanya dianggap batal.
2. Sakit
Sakit merupakan ‘udzur puasa berdasar firman Allah : “Barang siapa diantara
kamu dalam keadaan sakit atau sedang bepergian …..”
Sakit yang membolehkan berbuka adalah sakit yang menyebabkan si penderita
tidak mampu lagi untuk melaksanakan puasa atau bila ia berpuasa justru
memperparah kondisinya, memperlambat kesembuhan, atau bahkan
dikhawatirkan menyebabkan kematian. Maka jika seseorang menderita penyakit-
penyakit ringan, semacam koreng, flu, tidak boleh membatalkan puasanya. Dan
seseorang yang dalam keadaan sehat namun dia khawatir bila puasa akan menjadi
sakit menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah (berbeda dari Syafi’iyah dan
Hanbaliyah), dia dihukumi sama dengan orang sakit. Demikian pula jika
seseorang mempunya dugaan kuat bila ia puasa maka akan mematikan fungsi
salah satu panca inderanya, misal, maka wajib hukumnya membatalkan puasanya.
Ulama Hanafiyah menambahkan, dalam peperangan yang melelahkan seseorang
boleh tidak berpuasa agar bisa menghadapi musuh dengan kondisi yang fit.
Sebagaimana yang pernah dilakukan Rasul pada ‘Aam al-Fath (penaklukan kota
makkah).
Menurut jumhur ulama orang yang sakit tidak diwajibkan niat berbuka. Lain
dengan ulama Syafi’iyah yang mewajibkan hal itu. Namun jika orang yang sakit
tersebut tetap berpuasa maka puasanya dianggap sah.
13
Manakah yang lebih baik bagi orang yang sakit, tetap berpuasa atau boleh
berbuka?
Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah mereka boleh berbuka atau tetap berpuasa,
sementara menurut Hanbaliyah sunnat bagi mereka berbuka dan makruh berpuasa.
Di pihak lain Malikiyah mengatakan ada 4 ketentuan bagi puasanya orang sakit :
1. Jika ia tidak bisa sama sekali berpuasa, atau puasanya akan memperparah
keadaan, atau bahkan menyebabkan kematiannya maka wajib baginya
untuk berbuka.
2. Jika ia bisa berpuasa walaupun dengan susah payah maka boleh baginya
untuk berbuka.
3. Jika ia mampu berpuasa namun masih khawatir akan kesehatannya, ada
dua pendapat dalam hal ini, antara boleh dan tidak.
4. Jika ia bisa berpuasa tanpa khawatir sedikitpun, maka menurut jumhur
ulama ia tidak boleh berbuka.
5. Jika seseorang yang sakit /musafir berniat puasa pada pagi harinya dan
ternyata di siang hari ‘udzurnya hilang, maka dia tidak boleh berbuka,
sementara jika ia tidak berpuasa di pagi harinya maka ia boleh tetap
berbuka.
Jika seseorang meninggalkan puasa baik karena sakit atau ‘udzur yang lain dan
dia belum mengqadha’nya hingga datang Ramadhan lagi, menurut Syafi’iyah dia
wajib mengqadha’ dan membayar kafarah yaitu memberi makan sebanyak 1 mud
untuk satu hari puasa yang ditinggalnya kepada orang miskin. Lain halnya jika
‘udzurnya tersebut belum berakhir hingga datang Ramadhan berikutnya, maka
diwajibkan mengqadha’ saja.
Dan jika ia meninggal sebelum mengqadha’, puasanya digantikan oleh walinya.
Namun jika walinya tidak mampu juga –untuk menggantikan puasanya si mayit–
maka dia (wali) harus membayar kafarah dari harta peninggalannya (mayit).
Sebagaimana dalam riwayat Tirmidzi dari Ibnu Umar ia berkata : “Barang siapa
meninggal dan belum mengqadha’ Ramadhan yang ia tinggalkan maka hendaklah
ia membayar kafarah.
14
” Dan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Sayidah ‘Aisyah, Rasulullah
bersabda: “Barang siapa meninggal dan mempunyai tanggungan puasa, maka
digantikan oleh walinya.”
3 & 4. Hamil dan Menyusui
Seseorang yang hamil dan menyusui boleh meninggalkan puasa jika ia khawatir
akan kesehatan diri dan bayinya. Sama saja apakah bayi yang disusui adalah anak
kandungnya atau anak susuan saja. Kekhawatiran disini baik berdasarkan
diagnosa dokter atau pengalaman sendiri. Ketentuan seperti ini berlandaskan pada
qiyas pada orang yang sakit atau musafir, dan hadis Nabi: “Sesungguhnya Allah
memberi keringanan bagi musafir dan orang sakit untuk tidak berpuasa,
mengqashar shalat, dan meringankan bagi perempuan yang hamil dan yang
menyusui.”
Dan jika mereka (perempuan hamil dan menyusui) mengkhawatirkan timbulnya
sesuatu yang kronis –akibat puasanya– maka haram baginya berpuasa.
Jika mereka berbuka (tidak berpuasa) apakah wajib mengqadha’ dan membayar
fidyah?
Hanafiyah: mereka wajib mengqadha’ saja tanpa membayar fidyah.
Syafi’iyah dan Hanbaliyah: wajib mengqadha’ dan membayar fidyah, jika
mereka khawatir atas keselamatan bayinya saja (tidak diri mereka).
Malikiyah: wajib mengqadha’ dan membayar fidyah bagi orang yang
menyusui, dan hanya mengqadha’ saja bagi orang hamil.
15
5. Lanjut Usia
Berdasarkan ijma’ kaum muslimin, seseorang yang lanjut usia yang sudah tidak
mampu lagi untuk berpuasa, baik pada bulan Ramadhan atau lainnya dibolehkan
untuk tidak berpuasa dan tidak diwajibkan untuk mengqadha’nya melainkan ia
harus membayar fidyah yang diberikan pada orang-orang miskin.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah 184. Menurut Ibnu Abbas, ayat
ini menerangkan tentang orang yang sudah lanjut usia yang sudah tidak mampu
lagi berpuasa, maka ia wajib membayar fidyah kepada satu orang miskin tiap satu
hari.
Ketentuan ini juga berlaku bagi orang sakit yang tidak diharap lagi
kesembuhannya, berdasar firman Allah “..dan sekali-kali Dia (Allah) tidak
menjadikan bagi kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al-Hajj 78] Dan
bagi mereka yang kira-kira masih bisa sembuh maka wajib mengqadha’ tanpa
membayar fidyah.
6. Lapar dan dahaga yang tak tertahankan lagi.
Seseorang yang tertimpa lapar atau dahaga yang tak tertahankan lagi, sekiranya
jika ia berpuasa akan menemui kepayahan luar biasa, maka ia boleh membatalkan
puasa dan wajib mengqadha’nya. Bahkan ia wajib membatalkan puasanya jika
menduga akan menemui madharrat sehingga merusak mekanisme (syaraf) tubuh.
Firman Allah: “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.
[QS. Al Baqarah 195]
16
7. Dalam keadaan dipaksa
Mayoritas ulama (berbeda dari Syafi’iyah) berpendapat bahwa seseorang yang
dipaksa/diperkosa boleh membatalkan puasanya dan ia wajib mengqadha’nya.
Dan jika ada seorang perempuan digauli secara paksa atau dalam keadaan tidur, ia
(si perempuan) wajib mengqadha’nya puasanya.
Demikianlah beberapa hal yang memperbolehkan kita untuk membatalkan puasa.
***
Ketentuan-ketentuan lain
1. Pekerja berat
Imam Abu Bakar Al-Ajiri mengatakan bahwa jika ia mengkhawatirkan
kondisinya karena pekerjaan berat yang ia lakukan maka dia boleh tidak
berpuasa dan wajib mengqadha’nya. Namun, mayoritas ulama mengatakan
bahwa mereka tetap wajib berpuasa dan jika ternyata ditengah hari dia
tidak mampu lagi melanjutkan puasanya, barulah ia membatalkannya dan
wajib mengqadha’ nya. Sebagaimana firman Allah “Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, karena sesungguhnya Allah Maha Peenyayang
kepadamu.” [Surat Annisa 29]
2. Penyelamat seseorang yang tenggelam
Ulama Hanbali mengatakan bahwa ia boleh berbuka dan tidak wajib
membayar fidyah jika tidak mampu menahan masuknya air, jika ia mampu
menahannya maka ia tidak diperbolehkan berbuka.
17
BAB III
Penutup
Kesilpulan
Selama 12 bulan hanya 1 bulan kita tidak leluasa makan dan minum
yaitu pada,bulan suci Ramadhan.Di bulan yang baik ini,pahala ibadah
kita di lipat gandakan Allah.Bukan hanya itu hikmah nya,satu lagi di
bulan yang penuh rahmat ini,kita dapat menyehat kan tubuh,belajar
menahan nafsu,menahan emosi,dll.
Saran
Di bulan yang baik ini kita harus lebih baik dari pada bulan-bulan
biasanya,karna.pada bulan yang suci ini allah akan memberi rahmat
nya kepada hambanya yang menaati peintahnya,jadi bimbinglah diri
kita sebaik mungkin di bulan suci Ramadhan ini.
18
KATA PENGANTAR
Puja dan puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan ahmat dan Karunia, taufiq dan hidayah serta inayah
jualah kita masih dapat merasakan indahnya bulan suci Ramadhan
yang penuh berkah dan maghfirah 1431 H.
Di bulan suci Ramadhan ini keluarga besar SMA Negeri 1 Tenggarong
telah melaksanakan kegiatan pesantren Ramadhan. Terima kasih di
ucapkan kepada Kepala Sekolah, Ketua Panitia, Bapak/ibu guru, Guru
Pembimbing, Seluruh anggota ROHIS, dan seluruh peserta yang telah
mewujudkan suksesnya kegiatan Pesantren Ramadhan 1431 H.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan kekuatan larih dan batin
sehingga dapat beraktifitas hingga pandai bersujud guna
menghambakan diri disela-sela kesibukannya.Amin.
Tenggarong,31 Agustus 2010
M.Fakhri Akbar
DAFTAR ISI
BAB1………………………………………………………………………………1
LATAR BELAKANG……………………………………………………..1
RUMUSAN MASALAH…………………………………………………..1
TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………...1
BAB2………………………………………………………………………………2
PUASA DAN PAHALA YANG BERLIPAT GANDA…………………..2
ARTI PUASA……………………………………………………................4
MACAM-MACAM PUASA……………………………………………...5
SYARAT WAJIB PUASA,SYARAT SAH PUASA……………………...6
RUKUN PUASA,HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA……….7
HAL-HAL YANG MEMPERBOLEHKAN BERBUKA PUASA………...8
BAB III
KESIMPULAN……………………………………………………………..16
SARAN……………………………………………………………………...16
DAFTAR PUSTAKA
http://ariefhikmah.com/search/pendahuluan%20tentang%20puasa
http://sidik-online.webnode.com/news/puasa-menurut-al-quran/
http://andriksugianto.com/puasa-ramadhan-dan-hikmahnya-menurut-al-quran.html
http://peperonity.com/go/sites/mview/assunnah.tuntunan.ibadah.ramadhan/15657500
KATA PENGANTAR
Puja dan puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan ahmat dan Karunia, taufiq dan hidayah serta inayah
jualah kita masih dapat merasakan indahnya bulan suci Ramadhan
yang penuh berkah dan maghfirah 1431 H.
Di bulan suci Ramadhan ini keluarga besar SMA Negeri 1 Tenggarong
telah melaksanakan kegiatan pesantren Ramadhan. Terima kasih di
ucapkan kepada Kepala Sekolah, Ketua Panitia, Bapak/ibu guru, Guru
Pembimbing, Seluruh anggota ROHIS, dan seluruh peserta yang telah
mewujudkan suksesnya kegiatan Pesantren Ramadhan 1431 H.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan kekuatan larih dan batin
sehingga dapat beraktifitas hingga pandai bersujud guna
menghambakan diri disela-sela kesibukannya.Amin.
Tenggarong,31 Agustus 2010
Dwitrisna Wishnu Putra
Makalah Pesantren Ramadhan
GURU PEMBIMBING
Sri Purnamawati
M fakhri Akbar
10-5
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGRI 1 TENGGARONG
2010
Makalah Pesantren Ramadhan
GURU PEMBIMBING
Sri Purnamawati
Dwitrisna Wishnu Putra
10-5
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGRI 1 TENGGARONG
2010
Makalah Pesantren Ramadhan
GURU PEMBIMBING
Sri Purnamawati
Hesti Novita
10-5
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGRI 1 TENGGARONG
2010
KATA PENGANTAR
Puja dan puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan ahmat dan Karunia, taufiq dan hidayah serta inayah
jualah kita masih dapat merasakan indahnya bulan suci Ramadhan
yang penuh berkah dan maghfirah 1431 H.
Di bulan suci Ramadhan ini keluarga besar SMA Negeri 1 Tenggarong
telah melaksanakan kegiatan pesantren Ramadhan. Terima kasih di
ucapkan kepada Kepala Sekolah, Ketua Panitia, Bapak/ibu guru, Guru
Pembimbing, Seluruh anggota ROHIS, dan seluruh peserta yang telah
mewujudkan suksesnya kegiatan Pesantren Ramadhan 1431 H.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan kekuatan larih dan batin
sehingga dapat beraktifitas hingga pandai bersujud guna
menghambakan diri disela-sela kesibukannya.Amin.
Tenggarong,31 Agustus 2010
Hesti Novita
KATA PENGANTAR
Puja dan puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan ahmat dan Karunia, taufiq dan hidayah serta inayah
jualah kita masih dapat merasakan indahnya bulan suci Ramadhan
yang penuh berkah dan maghfirah 1431 H.
Di bulan suci Ramadhan ini keluarga besar SMA Negeri 1 Tenggarong
telah melaksanakan kegiatan pesantren Ramadhan. Terima kasih di
ucapkan kepada Kepala Sekolah, Ketua Panitia, Bapak/ibu guru, Guru
Pembimbing, Seluruh anggota ROHIS, dan seluruh peserta yang telah
mewujudkan suksesnya kegiatan Pesantren Ramadhan 1431 H.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan kekuatan larih dan batin
sehingga dapat beraktifitas hingga pandai bersujud guna
menghambakan diri disela-sela kesibukannya.Amin.
Tenggarong,31 Agustus 2010
Tejo Sakti Wicaksono
Makalah Pesantren Ramadhan
GURU PEMBIMBING
Sri Purnamawati
Tejo Sakti Wicaksono
10-5
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGRI 1 TENGGARONG
2010