Makalah Protein

14
PENDAHULUAN Daging merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam, kalkun dan bebek atau itik. Daging adalah salah satu komoditas peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena mengandung protein bermutu tinggi dan mampu memenuhi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Komponen penyusun utama daging adalah otot, sedang komponen lainnya adalah jaringan ikat, epitelial, jaringan- jaringan saraf, pembuluh darah, dan lemak. Berdasarkan kelarutannya protein daging dapat dibagi menjadi tiga yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan jaringan pengikat. Daging dapat diolah dalam berbagai jenis produk yang menarik. Pengolahan daging telah banyak dilakukan selain untuk memperpanjang daya simpan daging, dapat juga meningkatkan cita rasa yang khas dan meningkatkan nilai ekonomis daging serta memungkinkan konsumen mendapatkan daging dalam aneka ragam bentuk dan rasa. Salah satu produk hasil olahan daging yang populer adalah bakso. Olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Bakso 1 | Makalah Protein

description

m

Transcript of Makalah Protein

PENDAHULUANDaging merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam, kalkun dan bebek atau itik. Daging adalah salah satu komoditas peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena mengandung protein bermutu tinggi dan mampu memenuhi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Komponen penyusun utama daging adalah otot, sedang komponen lainnya adalah jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah, dan lemak. Berdasarkan kelarutannya protein daging dapat dibagi menjadi tiga yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan jaringan pengikat.Daging dapat diolah dalam berbagai jenis produk yang menarik. Pengolahan daging telah banyak dilakukan selain untuk memperpanjang daya simpan daging, dapat juga meningkatkan cita rasa yang khas dan meningkatkan nilai ekonomis daging serta memungkinkan konsumen mendapatkan daging dalam aneka ragam bentuk dan rasa. Salah satu produk hasil olahan daging yang populer adalah bakso. Olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Bakso merupakan salah satu produk olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, yang bisa diharapkan sebagai sumber pangan yang cukup bergizi. Bahan baku pembuatan bakso dapat berasal dari berbagai daging jenis ternak, antara lain, sapi, babi, ayam dan ikan (Purnomo, 1998).Bakso merupakan emulsi minyak dalam air, terjadi bila emulsifier lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air, maka dapat membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w), sehingga bakso bersifat elastis dengan protein daging sebagai emulsifier. Emulsifier akan berada pada permukaan antara (interface) fase minyak dan fase air, sehingga menurunkan tegangan permukaan. Adanya emulsifier ini akan mencegah terjadinya penggabungan partikel-partikel kecil (droplet) terdispersi sehingga membentuk agregat dan akhirnya akan saling melebur menjadi droplet tunggal yang berukuran lebih besar. Hal inilah yang dapat menyebabkan pemecahan emulsi, sehingga terbentuk stabilitas emulsi yang baik.Bakso merupakan produk olahan daging dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu, tepung, dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Pendistribusian bakso di wilayah Indonesia sudah sangat luas sehingga produk ini memegang peranan penting dalam penyebarluasan protein hewani bagi konsumsi zat gizi masyarakat Indonesia. Ditinjau dari aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Karakteristik daging sangat menentukan oleh kualitas bakso. Sifat daging yang paling penting untuk produk emulsi adalah kemampuannya mengikat air dan lemak untuk menstabilkan emulsi. Hal ini ditentukan oleh kemampuan protein daging sebagai emulsifier untuk larut. Upaya mempertahankan kualitas daging pre-rigor yang tetap tinggi setelah penyimpanan perlu dilakukan.Daya mengikat air oleh protein adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 2005). Daya mengikat air merupakan hal yang penting untuk kualitas daging dan produk daging termasuk bakso (Natasasmita et al., 1987). Semakin besar daya mengikat air, semakin tinggi presentasi air yang terikat dalam produk.Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan (Astawan, 1988). Tekstur bakso yang baik adalah teksturnya kompak, elastis, kenyal, tetapi tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.Kualitas bakso ditentukan oleh daya ikat air, kekenyalan dan kandungan nutrisinya. Bakso dengan kualitas baik, mempunyai daya ikat air yang baik pula yaitu air yang betul-betul diikat oleh protein daging dan air bebas yang tertangkap didalam sel-sel daging. Tingkat kekenyalan bakso yang berkualitas baik yaitu bakso memiliki kemampuan untuk pecah akibat adanya gaya tekanan, dan kandungannutrisiyang terdapatpada bakso berkualitas baik yaitu memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi didalam tubuh.Perbedaan tingkat kekenyalan daging sapi dapat disebabkan beberapa hal, antara lain: kandungan protein, kadar air, dan kadar lemak dari masing-masing bahan penyusunya (Wibowo, 1999).

PEMBAHASAN

Peranan Protein Daging pada Proses Pembuatan Bakso Dalam proses pembuatan bakso, daging yang digunakan sebaiknya daging segar (0-12 jam setelah pemotongan). Daging tersebut belum mengalami perlakuan pendinginan atau cara pengawetan lainnya, yang biasa digunakan ialah daging yang masih hangat/masih menunjukkan gerak kejut (0-1 jam setelah pemotongan) (Bintoro, 2006).Karakteristik daging pre-rigor sangat optimal sebagai bahan baku produk olahan daging emulsi karena pH dan kelarutan proteinnya masih maksimum disebabkan protein aktin-miosin belum bersatu. Upaya mempertahankan karakteristik daging pre-rigor perlu dilakukan guna mempertahankan kualitas produk. Kelarutan protein, daya mengikat air (DMA) dan kekuatan emulsi dilaporkan cukup tinggi pada daging pre-rigor karena memiliki pH yang tinggi (>6,0), sehingga baik temperatur maupun pH harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan sosis (Romanus et al., 1994).Pada masa pre-rigor, tingkat kelunakan atau keempukan karkas masih tinggi, hal ini disebabkan masih tinggihnya daya ikat air (WHC) protein, aktifitas kontraksi masih berlangsung. Setelah ternak disembelih 20-30 menit masih terdapat sisa ATP yang digunakan hingga habis untuk kontraksi otot. Metabolisme terjadi secara annaerob karena tidak ada lagi oksigen yang masuk. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat, pada fase ini pH belum mengalami penurun yang cukup signifikan sehingga sifat fungsionalnya masih baik, karkas masih lunak apabila daging tersebut diolah menjadi bakso maka menghasilkan bakso berkualitas tinggi.Abustam (2004) mengemukakan bahwa daging pre-rigor memiliki Daya Ikat Air (DIA) yang tinggi sehingga akan menghasilkan bakso yang memiliki elastisitas atau kekenyalan yang tinggi pula. Sebaliknya daging pascarigor memiliki DIA yang rendah sehingga kekenyalan bakso yang dihasilkan lebih rendah. DIA yang tinggi pada daging prarigor akan menghasilkan susut masak yang rendah sebaliknya daging pascarigor dengan DIA yang rendah akan menghasilkan susut masak yang lebih tinggi. Dengan demikian penggunaan bahan pengikat seperti tepung-tepungan diharapkan akan memperbaiki kualitas bakso khususnya DIA yang akan meningkatkan kekuatan bakso, menekan susut masak dan memperbaiki struktur mikroskopis dari bakso.

Bakso merupakan emulsi minyak dalam air, terjadi bila emulsifier lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air, maka dapat membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w), sehingga bakso bersifat elastis dengan protein daging sebagai emulsifier. Menurut LAWRIE (2003), protein dalam daging terbagi menjadi protein sarkoplasmik yang larut dalam air dan garam konsentrasi rendah, protein miofibrilar yang larut dalam garam konsentrasi tinggi (pekat), dan protein stroma yang tidak larut dalam garam konsentrasi tinggi. Protein dalam daging tersebut yaitu protein myofibril yang terdiri dari aktin dan myosin. Bakso berasal dari daging yang baru dipotong yaitu fase pre-rigor karena kemampuan daging untuk menahan air masih tinggi sehingga dapat menghasilkan bakso yang kenyal. Protein daging dapat larut dalam air, terutama protein sarkoplasmik. Protein miofibrilar (aktin dan miosin) merupakan agensia pengemulsi yang baik dan mempunyai pengaruh dengan peningkatan stabilitas emulsi lebih besar daripada protein sarkoplasmik.Tingkat kekuatan bakso yang berasal dari daging prarigor lebih tinggi dibandingkan bakso dari daging pascarigor, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Demikian juga dengan pengukuran kekuatan gel dan shear force dimana bakso daging prarigor memiliki nilai yang tinggi (37,74 N) dibanding bakso dari daging pascarigor (36,37) (Rahardian, 2005).Didalam terbentuknya kekenyalan pada tekstur bakso diawali dengan terbentuknya gel dari ikatan-ikatan antara gugus reaktif protein yang menahan cairan pada proses pemasakan (Ockerman, 1983). Menurut Lestari (1999), bahwa pembentukan gel melibatkan protein, pati dan air. Saat perebusan, molekul pati terutama fraksi amilosa dan amilopektin yang saling berkaitan dengan protein maupun antara sesamanya melalui ikatan hidrogen akan mengembang disertai dengan perlemahan kekuatan ikatan hidrogen sehingga molekul air dapat menyusup diantara molekul air dan pati. Menurut Purnomo et al (2000), kekenyalan bakso daging sapi terbentuk sewaktu pemanasan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Bila ikatan yang terbentuk cukup banyak, protein tidak lagi terdispersi sebagai koloid melainkan akan mengalami koagulasi dan bila ikatan-ikatan antara gugus reaktif protein menahan cairan maka terbentuk gel, sehingga terbentuk kekenyalan bakso daging sapi. Selain protein daging, terdapat bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah bahan pengisi yang berfungsi untuk memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk dan karena harganya relatif murah maka dapat menekan biaya produksi. Bahan pengisi atau bahan pengikat merupakan fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan bakso. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam pembuatan produk bakso adalah:1) Garam dapur (NaCl).Garam berfungsi mengekstraksi protein miofibrial dan meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (CROSS dan OVERBY, 1998). Garam juga berperan dalam menentukan tekstur produk dengan cara meningkatkan kelarutan protein (ZAIKA et al., 1978). Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (SUNARLIM, 1992). Pemberian garam dilakukan ketika daging masih segar (prerigor). Pada keadaan tersebut pH masih di atas 5,5 sehingga belum terbentuk ikatan aktomiosin dan aktin maupun miosin mudah diekstraksi (SUNARLIM, 1992).2) Sodium tripolifosfat (STTP) Sodium tripolifosfat umum digunakan dalam pengolahan daging. Penggunaan STPP maksimal adalah 0,5% (CROSS dan OVERBY, 1988). Alkali fosfat berfungsi antara lain untuk meningkatkan pH daging, menurunkan penyusutan selama pemasakan, meningkatkan keempukan dan menstabilkan warna (OCKERMAN, 1983). Menurut PEARSON dan TAUBER (1984), alkali fosfat dapat meningkatkan emulsi lemak pada protein myofibril sehingga STTP cepat larut dan memecah aktomiosin menjadi aktin dan miosin.3) Es atau air es Penambahan es pada pembentukan emulsi daging bertujuan: (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi, serta (4) mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah akibat pemanasa mekanis (PEARSON dan TAUBER, 1984). Penambahan es akan mempengaruhi tekstur bakso yang dihasilkan (PURNOMO,1990).

KESIMPULAN Bakso adalah salah satu produk hasil olahan daging, yang bertujuan untuk memperpanjang daya simpan daging dan meningkatkan aneka ragam bentuk dan rasa yang khas serta meningkatkan nilai ekonomisnya. Daging yang digunakan pada proses pembuatan bakso adalah daging pre-rigor. Daging pre-rigor lebih baik digunakan dalam pembuatan bakso karena kemampuan protein miofibril (aktin dan miosin) daging untuk menahan air masih tinggi. Protein miofibrilar (aktin dan miosin) merupakan agensia pengemulsi yang baik dan mempunyai pengaruh dengan peningkatan stabilitas emulsi. Protein daging merupakan bahan utama yang akan berinteraksi dengan bahan pengikat (tepung-tepungan) dan bahan tambahan lain pada pembuatan bakso dalam membentuk tekstur selama pemasakan. Selain protein daging sebagai bahan utama pembuatan bakso, juga terdapat bahan tambahan lain bukan daging yang berfungsi meningkatkan kelarutan protein daging sehingga dapat dipecah menjadi aktin dan myosin.

DAFTAR PUSTAKA Abustam, E. (2004). Kumpulan Bahan Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Astawan, M.W. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Jakarta : CV Akademika Pressindo.

Bintoro. V.P. 2006. Teknologi Pengolahan Daging Dan Analisa Produk. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Cross, H.R. dan A. J. Overby. 1988. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Publisher B.V., New York

Elviera, G. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi Terhadap Mutu Bakso. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan: Aminuddin P. dan Yudha A. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Lestari, E.D. 1999. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Jumlah Bakteri Rendang Daging. Jurnal Penelitian. Akademi Gizi Depkes RI, Semarang.

Ockerman H.W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th Edit. Dept. Of Animal Sicence. The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research .an Departement Center, Ohio.

Pearson, A.M. dan E.W. Tauber. 1984. Processed Meat. The Avi Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.

Purnomo, H. 1990. Kajian Mutu Bakso Daging Sapi, Bakso Urat dan Bakso Aci di Daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Purnomo, H., D. Rosyidi dan H. Erwan. 2000. Substitusi Tepung Lupin (Lupinus sp) Dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi. Editor Lilis Nuraida, Ratih Dewanti, Hariadi Dan Slamet Budiarjo. Dalam: Prosiding Seminar Industri Pangan. Perhimpunan Ahli Teknologi Indonesia. 9-10 Oktober 2001.

Rahardian, D. (2005). Bakso (Traditional Indonesian Meatball) Propertis with Postmortem Condition and Frozen Storage. Thesis. Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College. The Interdepartmental Program of Animal and Dairy Sciences. Brawijaya University, Indonesia, (Online). http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-03292004173247/unrestricted/Rahardiyan_ thesis.pdf. diakses pada April 2014

Romanus, J.R., W.J. Costello, C.W. Carlson, M.L. Greaser, and K.W. Jones.1994. The Meat We Eat. Interstate Publishers, Illinois.

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat terhadap Perbaikan Mutu. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wibowo, S. 2009. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya. Jakarta.2 | Makalah Protein