makalah pkn
-
Upload
noeranisa-adhadianty-gunawan-ii -
Category
Documents
-
view
70 -
download
0
description
Transcript of makalah pkn
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tangguh, memiliki berbagai budaya
yang beraneka ragam dan tergolong unik, memiliki wilayah yang luas, dan memiliki
tambang dimana-mana. Pada intinya negara Indonesia adalah negara yang kaya
raya. Kaya akan bahan tambang, mineral, sumber daya hayati, budaya, dan masih
banyak lagi.
Tetapi, hal itu hanya dapat kita lihat dari fisik doktrin yang kita tahu saja.
Kondisi bangsa dan Negara Indonesia ini sangat memprihatinkan. Banyak
permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini dalam berbagai bidang, seperti
ekonomi, politik, pendidikan, sosial, intervensi internasional, demoralisasi birokrasi
sipil. Kondisi ini membuat bangsa kita menjadi semakin terpuruk. Jadi sudah
seharusnya kita bangsa Indonesia memelihara keutuhan negara kita agar terciptanya
suasana yang harmonis, aman, tentram dan damai.
Kita sebagai generasi penerus bangsa sudah sepatutnya untuk merubah
bangsa kita agar lebih baik karena ada sebuah kutipan yang berbunyi “bukan apa
yang negara berikan untuk kita tetapi apa yang bisa kita berikan untuk negara.”
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara kebangsaan
Indonesia?
b. Bagaimana kondisi bangsa Indonesia saat ini?
c. Bagaimana pembagian lingkungan strategis bangsa Indonesia secara global,
regional dan lokal?
d. Apa kondisi yang di harapkan Indonesia saat ini?
2
e. Bagaimana kebijakan, strategi, dan upaya yang di lakukan bangsa Indonesia
dalam menghadapi berbagai permasalahan saat ini?
C. Tujuan
a. Mengetahui paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara kebangsaan
Indonesia.
b. Mengetahui kondisi bangsa Indonesia saat ini.
c. Mengetahui pembagian lingkungan strategis bangsa Indonesia secara global,
regional dan lokal.
d. Mengetahui kondisi yang di harapkan Indonesia saat ini.
e. Mengetahui kebijakan, strategi, dan upaya yang di lakukan bangsa Indonesia
dalam menghadapi berbagai permasalahan saat ini.
3
BAB II
PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA KEBANGSAAN
INDONESIA
A. Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia
a. Pancasila yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 adalah dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Pancasila sebagai dasar negara merupakan staatsidee sekaligus cita hukum
(rechtsidee) bagi NKRI1, berfungsi konstitutif dan regulatif bagi kehidupan
masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku di NKRI harus bersumber dari Pancasila.
c. Segala peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun
daerah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
I. Mengakomodasi kepentingan dan aspirasi seluruh masyarakat, bukan untuk
kepentingan orang perorang maupun kelompok tertentu;
II. Berlandaskan nilai moral, adat-istiadat dan hukum yang berlaku;
III. Mencegah eksklusivisme kedaerahan;
IV. Memperkokoh wawasan kebangsaan dan persatuan Indonesia dalam NKRI;
V. Pengambilan keputusan dilaksanakan secara musyawarah seluruh komponen
bangsa untuk mencapai mufakat;
VI. Mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
d. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat
memiliki hak untuk menyampaikan aspirasinya, rakyat mematuhi segala ketentuan
yang telah menjadi kesepakatan bersama. Implementasi kedaulatan rakyat dan
1 Pembukaan UUD 1945 alinea 4
4
pelaksanaan hak asasi manusia tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai budaya
bangsa.
e. Pancasila adalah dasar falsafah (filosofische grondslag)2. Pancasila berisi konsep,
prinsip dan nilai yang merupakan kebenaran serta dijadikan landasan bagi
kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
f. Pancasila berisi konsep yang merupakan kebenaran dan tidak terbantahkan. Konsep
tersebut di antaranya bahwa :
I. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia dan seluruh alam semesta
dalam keadaan saling keterikatan dan ketergantungan.
II. Tuhan menetapkan hukum yang ketat dalam mengatur eksistensi,
pertumbuhan dan perkembangan makhluk ciptaan-Nya. Di antara makhluk
ciptaan Tuhan, manusia didudukkan sebagai khalifatullah.
III. Setiap makhluk diciptakan sesuai kodrat, martabat dan harkat, serta dalam
mengembangkan eksistensi dan kelestariannya berjalan secara proporsional,
dengan tetap memelihara keselarasan, keserasian dan keseimbangan
kehidupan secara harmonis.
IV. Tuhan menganugerahi manusia dengan kemampuan dan kebebasan berfikir,
berperasaan, berkemauan untuk berkarya dengan penuh tanggung jawab.
g. Pancasila mengandung prinsip religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan
sosialitas, yang menjadi jati diri bangsa dan dirumuskan dalam sila :
I. Ketuhanan Yang Maha Esa;
II. Kemanusiaan yang adil dan beradab
III. Persatuan Indonesia
IV. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan
2 dikemukakan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
5
V. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
h. Pancasila sebagai wawasan nasional (national insight) bersifat komprehensif dan
sila-silanya saling menjiwai secara sinergik.
i. Pancasila merupakan perwujudan suara hati nurani rakyat Indonesia, yang juga
merupakan dambaan dan tuntutan ummat manusia pada umumnya, di antaranya:
I. Kemerdekaan, bebas dari penjajahan, penindasan dan eksploitasi oleh pihak
asing.
II. Bebas mengeluarkan pendapat, bebas dari kemiskinan, bebas memeluk
agama, dan bebas untuk merdeka dalam mewujudkan kehidupan bersama
yang lebih baik.
III. Kesetaraan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya serta keamanan
nasional.
IV. Pengakuan terhadap kehidupan pluralistik, ditinjau dari segi etnisitas, suku,
agama, bahasa, budaya, adat-istiadat dan berbagai kepentingan.
j. Pancasila menjadi pengikat atau ligatur (cultural bond) dan wadah kemajemukan
bangsa ditinjau dari segi kesukuan, budaya, adat-istiadat, agama, aliran
kepercayaan, dan kepentingan untuk mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika.
k. Pancasila memiliki konsep dasar kekeluargaan, kebersamaan dan persa- tuan,
sehingga menolak faham fundamentalistik dan radikalistik dari individualisme,
liberalisme, kapitalisme, imperialisme, materialisme dan sebagainya.
l. Pancasila merupakan ideologi nasional menjadi bintang pemandu atau
Leitstern dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya serta keamanan nasional untuk :
I. Mencapai cita-cita nasional yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
6
II. Melaksanakan tugas negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum;
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
m. Pancasila menjadi moral bangsa, pola fikir, pola sikap dan pola tindak warganegara
Republik Indonesia mencerminkan konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam
Pancasila, antara lain :
I. Segala sikap dan perilaku warganegara dilandasi prinsip
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
II. Setiap warganegara dapat mengendalikan diri dalam menentukan
sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang mengutamakan kepentingan
bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan.
III. Setiap warga negara merasa malu terhadap sikap, tingkahlaku dan
perbuatan yang tidak terpuji, berani mengakui kesalahan sendiri serta
mengakui kebenaran pihak lain.
IV. Bangsa Indonesia bertujuan mewujudkan kebenaran, kebaikan dan
keadilan secara jujur dan penuh tanggung jawab.
B. Paradigma Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang makna pandangan hidup
bangsa, ada baiknya, terlebih dahulu ditarik pegertian tentang “Bangsa”, yang dalam istilah
asingnya di sebut nation. Menurut Ernest Renan3, seorang guru besar dan pujangga yang
termasyhur dari Perancis, dalam pidatonya yang diucapkan di Universitas Sorbonne (Paris)
tanggal 11 Maret 1882 berjudul “Qu’est ce qu’une nation” (apakah bangsa itu)
mengemukakan bahwa “bangsa itu adalah soal perasaan, soal kehendak (tekad) semata-
3 Ernest Renan (alih bahasa oleh: Prof.Mr. Sunario), Apakah bangsa itu, (Bandung: Alumni, 1994), hlm. Xvii-xviii
7
mata untuk hidup bersama yang timbul antara segolongan besar manusia yang nasibnya
sama dalam masa yang lampau, terutama dalam penderitaan-penderitaan bersama”.
Dari kriteria tentang bangsa, Mohammad Hatta memberikan kesimpulan, bahwa :
“Bangsa di tentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu
keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan ini
bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang
sama didapat, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat
bersama yang tertanan dalam hati dan otak”.4
Sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka pancasila dipergunakan sebagai
petunjuk hidup sehari-hari dan digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan didalam
segala bidang. Dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan norma norma
kehidupan, baik norma agama, norma kesusilaan, norma sopan santun maupun norma
hukum yang berlaku.
Bagi suatu bangsa yang ingin hidup kokoh, pandangan hidup ini sangat diperlukan
guna mengetahui dengan jelas
4 Ibid, hlm. 32.
8
BAB III
KONDISI INDONESIA SAAT INI
Berikut akan dijelaskan secara rinci berbagai kondisi Indonesia dalam berbagai
bidang :
Pertama, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama. Krisis di sektor ini selalu
merupakan faktor amat signifikan dalam mengawali lahirnya krisis yang lain (politik-
pemerintahan, hukum, dan sosial). Secara garis besar, krisis ekonomi ditandai merosotnya
daya beli masyarakat akibat inflasi dan terpuruknya nilai tukar, turunnya kemampuan
produksi akibat naiknya biaya modal, dan terhambatnya kegiatan perdagangan dan jasa
akibat rendahnya daya saing. Muara dari semua ini adalah tutupnya berbagai sektor usaha
dan membesarnya jumlah penganggur dalam masyarakat.
Kedua, krisis politik berupa perpecahan elite di tingkat nasional, sehingga
menyulitkan lahirnya kebijakan yang utuh dalam mengatasi krisis ekonomi. Krisis politik
juga bisa dilihat dari absennya kepemimpinan politik yang mampu membangun solidaritas
sosial untuk secara solid menghadapi krisis ekonomi. Dalam situasi di mana perpecahan
elite pusat makin meluas dan kepemimpinan nasional makin tidak efektif, maka
kemampuan pemerintah dalam memberi pelayanan publik akan makin merosot. Akibatnya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan semakin menipis.
Keadaan ini biasa menjadi pemicu lahirnya gerakan-gerakan massal anti-pemerintah
yang terorganisasi. Bila gerakan-gerakan itu menguat dan pada saat sama lahir gerakan
massa tandingan yang bersifat kontra terhadap satu sama lain-apalagi jika terjadi bentrokan
fisik yang intensif di antara mereka, atau antara massa dengan aparat keamanan negara-
maka perpecahan di antara top elite di pusat kekuasaan makin tak terhindarkan. Jurang
komunikasi akan makin lebar.
Ketiga, krisis sosial dimulai dari terjadinya disharmoni dan bermuara pada
meletusnya konflik kekerasan di antara kelompok-kelompok masyarakat (suku, agama,
9
ras). Jadi, di kala krisis ekonomi sudah semakin parah, yang akibatnya antara lain terlihat
melalui rontoknya berbagai sektor usaha, naiknya jumlah penganggur, dan meroketnya
harga berbagai produk, maka kriminalitas pun akan meningkat dan berbagai ketegangan
sosial menjadi sulit dihindari. Dalam situasi seperti ini, hukum akan terancam
supremasinya dan kohensi sosial terancam robek. Suasana kebersamaan akan pupus dan
rasa saling percaya akan terus menipis. Sebagai gantinya, eksklusivisme, entah berdasar
agama, ras, suku, atau kelas yang dibumbui sikap saling curiga yang terus menyebar dalam
hubungan antarkelompok. Bila berbagai ketegangan ini tidak segera diatasi, maka eskalasi
konflik menjadi tak terhindarkan. Disharmoni sosial pun dengan mudah akan menyebar.
Modal sosial berupa suasana saling percaya, yang merupakan landasan bagi eksistensi
sebuah masyarakat bangsa, perlahan-lahan akan hancur.
Keempat, demoralisasi birokrasi sipil, tentara dan polisi dalam bentuk pupusnya
keyakinan mereka atas makna pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi
Negara dan abdi masyarakat. Demoralisasi itu, pada kadar yang rendah dipengaruhi oleh
merosotnya nilai gaji yang mereka terima akibat krisis ekonomi.5
Kemerosotan itu umumnya terjadi akibat inflasi. Tetapi dalam kasus tertentu hal itu
diakibatkan oleh kebijakan pemerintah untuk menurunkan gaji mereka atau membayar
kurang dari 100 persen dan sisanya menjadi utang pemerintah. Pada tingkat tinggi,
demoralisasi itu berupa hilangnya kepercayaan mereka terhadap nilai pengabdian setelah
mengalami tekanan-tekanan psikologis yang berat dalam waktu lama akibat krisis politik
yang akut. Dalam situasi seperti ini, tentara dan polisi yang seyogianya mencegah konflik
sosial malah bisa tergiring untuk mengambil bagian dalam konflik itu dengan berbagai
alasan. Secara teoretik, ketika negara tidak lagi memberi harga yang pantas terhadap
pengorbanan tentara dan polisi dalam menjaga integrasi bangsa, maka tempat paling aman
bagi segmen-segmen tertentu dari mereka adalah kelompok-kelompok sosial di mana
5 Rasyid, Ryas, 2001, Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa dan Bubarnya Suatu Negara, Kompas 27 September 2001.
10
mereka bisa mengidentikkan dirinya. Karena itu, demoralisasi tentara dan polisi amat
rawan terhadap perluasan dan intensitas konflik sosial yang sedang terjadi.
Kelima, kondisi pendidikan yang masih merosot. Eksistensi pendidikan yang ada di
Indonesia pada saat ini masih menjadi permasalahan karena masih banyak anak bangsa
yang belum mendapatkan pendidikan yang sebagaimana mestinya dan ada juga yang sama
sekalipun belum pernah mencicipi bangku sekolah sama sekali contoh kecilnya saja anak
yang terlantar hal ini sangat memperihatinkan. Sebenarnya mereka juga mempunyai hak
yang sama seperti anak-anak yang sudah mendapat pendidikan yang layak seperti contoh
anak orang kaya. Arah bangsa nantinya ada pada tangan mereka karena merekalah nantinya
yang akan menjadi penerus perjuangan bangsa.
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, namun masih ada beberapa dari
mereka yang belum mendapatkan hak tersebut. Hingga saat ini, peluang terbesar untuk
memperoleh akses pendidikan yang baik hanya anak orang kaya dan pintar. Dengan
bermodalkan kemampuan ekonomi yang lebih dari cukup, didukung dengan kemampuan
berpikir tinggi, menjadi faktor pendukung untuk memperoleh akses pendidikan yang lebih
baik. Mereka berpeluang besar memasuki sekolah-sekolah elit, berkualitas, berstandar
nasional, bahkan internasional. Selain itu, tersedianya sarana prasarana yang lengkap
membantu untuk mewujudkan pendidikan yang mapan. Pada saat sekarang pendidikan
yang ada di Indonesia berbentuk sistem pasar yaitu bagi mereka yang memiliki uang
banyak maka mereka akan mendapatkan pendidikan yang layak.
Ada beberapa hal yang membuat pendidikan di Indonesia semakin melenceng dari
cita-cita bangsa:
Pertama, kecenderungan pendidikan Indonesia yang semakin elitis dan tak terjangkau
rakyat miskin.6 Dalam hal ini, pemerintah dituding membuat kebijakan yang diskriminatif
sehingga menyulitkan rakyat kecil mengakses pendidikan.
6 Darmaningtyas, 2007
11
Kedua, lahirnya sistem pendidikan yang tidak memberdayakan. Dalam konteks ini,
kebijakan yang dibentuk semata-mata untuk mendukung status quo dan memapankan
kesenjangan sosial7.
Ketiga, kurangnya orientasi pendidikan terhadap pembangunan moral. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat realitas anak-anak yang bertindak amoral, sehingga sering
dikatakan pendidikan minus budi pekerti.
Berbicara tentang pendidikan ini dalam UUD pasal 31 ayat 1 dan 2 sudah jelas
yaitu bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya, negara juga mempriorotaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD. Pertanyaanya, sudahkah
semua anak bangsa mendapatkan haknya? Melihat fakta saat ini, di Indonesia setiap
tahunnya lebih dari 1,5 juta anak sekolah tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
7 Darmaningtyas, 2005, Pendidikan Rusak-Rusakan
12
BAB IV
PENGARUH LINGKUNGAN STRATEGIS ( GLOBAL, REGIONAL, LOKAL )
A. Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis Global
Banyak manfaat yang sesungguhnnya bisa kita dapatkan dalam era globalisasi saat
ini mengingat banyak sekali kemungkinan bagi setiap negara untuk membangun kerjasama
dengan negara-negara lain. Terjadi banyak pertukaran dalam setiap proses kerjasama yang
jelas sangat memungkinkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik dalam rangka
pembangunan nasional. Akan tetapi manfaat dari globalisasi tersebut harus kita lihat lebih
dalam lagi, karena globalisasi sesungguhnya juga memiliki sisi negatif bila tidak terjadi
kerjasama yang seimbang atau saling menguntungkan antara pihak-pihak yang melakukan
kerjasama. Kerjasama antar negara dalam tataran global biasanya terjadi akibat adanya
kebutuhan bersama dalam konteks global yang dianggap memiliki pengaruh besar bagi
kondisi lingkungan strategis nasional masing-masing negara yang terlibat. Salah satu
kerjasama yang sangat mempengaruhi kehidupan masing-masing negara dunia saat ini
adalah kerjasama menghadapi terorisme.
Salah satu peristiwa global yang mempengaruhi kehidupan umat bergama secara
global yang juga banyak menimbulkan pengaruh pada bidang kehidupan lainnya, adalah
penyerangan fenomenal terhadap World Trade Center (WTC). Peristiwa yang terjadipada
11 September 2009 ini telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada konstelasi
kehidupan global. Penyerangan yang terjadi di penghujung dasawarsa pertama abad 21 itu
disinyalir dilakukan oleh sekelompok teroris yang kemudian berlanjut pada kerjasama antar
masing-masing negara yang menganggap bahwa, persoalan terorisme bukan menjadi
persoalan atau negara saja melainkan hampir setiap negara dunia. Dampak utama yang
timbul dari isu perang melawan terorisme sangat terasa dalam kehidupan umat beragama.
Isu melawan terorisme secara tidak langsung telah menimbulkan asumsi yang
mendiskreditkan salah satu agama tertentu yakni Islam yang dianggap sebagai motor dari
13
gerakan terorisme global saat ini. Kondisi ini jelas memperburuk kondisi kerukunan umat
beragama secara global dimana hal tersebut sangat berpengaruh pada kondisi nasional.
B. Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis Regional
Lingkungan strategis Indonesia di tingkat regional, baik di kawasan Asia-Pasifik
pada umumnya maupun Asia Tenggara pada khususnya, paling sedikit ditandai oleh lima
perkembangan dan kecenderungan strategis, yaitu :
I. Pertama, kepentingan dan kebijakan keamanan dan pertahanan negara-negara besar
khususnya AS, RRC, Jepang, dan Rusia.
II. Kedua, dinamika perkembangan dan kecenderungan kerjasama keamanan
multilateral, khususnya ASEAN dan ARF, serta sikap negara-negara besar.
III. Ketiga, dinamika kerjasama dan kompetisi ekonomi regional, terutama mengenai
prospek free trade serta kompetisi mengenai akses terhadap pasar dan resources
(modal, sumber daya manusia, teknologi, sumber daya alam).
IV. Keempat, potensi konflik/sengketa antar negara, khususnya sengketa wilayah dan
perbatasan.
V. Kelima, meningkatnya arti penting isu dan masalah kejahatan lintas nasional.
C. Pengaruh lingkungan strategis lokal (nasional)
Untuk melihat secara lebih komprehensif mengenai pengaruh lingkungan strategis
nasional, dapat dilihat dari perspektif ketahanan nasional dalam asta gatra berikut ini:
a. Geografi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan yang terdiri
dari 17.504 pulau besar dan kecil yang terhampar pada wilayah nusantara yang sangat luas.
Sebagai negara kepulauan, sebagaimana dideklarasikan dalam Deklarasi Juanda pada tahun
14
1957, Indonesia memiliki wilayah lautan sekitar 75 persen dari seluruh wilayah Indonesia,
atau sekitar 5,83 juta km2, dan sisanya sekitar 2,03 juta km2 adalah wilayah daratan.
Kondisi geografis yang demikian ini memerlukan suatu upaya ekstra keras untuk menjaga
dan menyatukan dalam suatu kesatuan wilayah nusantara melalui upaya menyeluruh dari
seluruh komponen masyarakat untuk membangun semangat kesetiakawanan sosial yang
bersifat lintas suku, lintas daerah, dan lintas agama untuk menyatukan kekuatan dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Kondisi geografis ini perlu dicermati dalam
menggalang konsolidasi masyarakat karena dengan luas wilayah cukup luas dan terdiri dari
kepulauan, upaya melakukan kondolidasi masyarakat tentu menjadi cukup sulit untuk
dilakukan.
b. Demografi
Indonesia adalah merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terpadat di
dunia. Jumlah penduduk yang dimilki Indonesia saat ini telah mencapai jumlah 238 juta
jiwa8. Sayangnya, padatnya jumlah penduduk tersebut tidak diimbangi dengan pemerataan
persebaran penduduk yang terpusat di Jawa, serta meningkatnya penduduk perkotaan akibat
terus meningkatnya arus urbanisasi pada hampir di seluruh perkotaan di Indonesia. Jumlah
penduduk yang sangat besar tersebut akan menjadi suatu potensisumberdaya yang besar
pula dalam pembangunan nasional apabila terjalin rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa,
termasuk terjalinnya kerukunan hidup antar umat beragama. Namun apabila terjadi konflik
dalam masyarakat, besarnya jumlah penduduk tersebut dapat menjadi persoalan besar bagi
Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia. Upaya mengimplementasikan kewaspadaan
nasional terhadap ancaman konflik antar umat beragama pada akhirnya menjadi sangat
penting untuk dilakukan mengingat tingginya tingkat pluralitas umat beragama di
Indonesia. Dalam hal ini, pemuka agama memegang peranan vital karena masyarakat
Indonesia notabene masih banyak yang berpegang pada otoritas-otoritas lokal, terutama di
daerah-daerah dan banyak daerah yang otoritas lokalnya masih banyak dipegang oleh para
pemuka agama. Tokoh pemuka agama dengan demikian harus mampu menjadi contoh dan
8 Baca:http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2010/07/01/brk,20100701-259977,id.html
15
teladan bagi umatnya dalam memaknai keberagaman kehidupan umat beragama di
Indonesia yang dapat dilihat dari aspek kependudukan.
c. Sumber kekayaan alam
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, baik di darat maupun di
laut yang antara lain terdiri dari, hutan tropis seluas 120,35 juta hektar (63% luas daratan)
terdiri atas hutan konservasi 20,5 juta hektar, hutan lindung 33,52 juta hektar, hutan
produksi terbatas 23,06 juta hektar, hutan produksi 35,2 juta hektar, dan hutan produksi
yang dapat dikonversi 8,07 juta hektar. Sedangkan potensi sumberdaya kelautan dan
perikanannya meliputi: Penangkapan di laut 6,4 juta ton per tahun; Perikanan tangkap di
perairan umum seluas 54 juta hektar dengan potensi produksi 0,9 juta ton per tahun; Potensi
budidaya laut berupa ikan, mutiara, teripang, kerang-kerangan, dan rumput laut; Potensi
budidaya air payau (tambak) 913.000 hektar; Potensi budidaya air tawar (danau, waduk,
sungai, rawa, kolam air tawar, dan mina padi di sawah; Potensi bioteknologi kelautan
meliputi bahan baku industri makanan, pakan alami, benih ikan dan udang. Laut Indonesia
juga menyimpan potensi minyak dan gas bumi yang dapat menghasilkan 84,48 milyar
barel, tetapi baru 9,8 milyar barel yang diketahui pasti.
Kondisi tersebut apabila dikelola secara benar dan jujur maka sumber kekayaan
alam tersebut dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia. Sudah selayaknya bagi setiap
umat beragama menjaga dan melestarikan potensi sumber kekayaan alam Indonesia yang
juga merupakan salah satu bentuk pengamalan nilai-nilai agama karena, pada dasarnya
seluruh agama mengajarkan umatnya untuk menghargai dan melestarikan alam untuk
diberdayagunakan oleh masyarakat banyak. Kekayaan alam yang tidak terkelola dengan
baik juga dapat memberikan dampak ekologis yang cukup besar. Apalagiketika
berhadapan dengan penguasaan asing terhadap sumberkekayaan alam nasional, yang kerap
melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam Indonesia.
16
d. Ideologi
Indonesia memilki Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dimana di dalamnya terkandung sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila tersebut menegaskan keberadaan Indonesia sebagai negara yang beragama namun
tidakterikat pada satu ajaran tertentu saja, akan tetapi terdiri dari beberapa agama. Oleh
karenanya, antar umat beragama harus saling menghargai ajaran dan kepercayaan masing-
masing agama untuk hidup rukun dan menghargai toleransi antar umat sebagaimana
dicantumkan pula dalam semboyan bangsa kita, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda
namun tetap satu juga. Soekarno pernah mengatakan jika diperas Pancasila akan
menghasilkan satu nilai yakni gotong royong. Nilai gotong royong sendiri hanya bisa
berjalan jika terjalin kerukunan dalam menghadapi perbedaan yang terdapat dalam
masyarakat seperti menghargai perbedaan agama dan kepercayaan. Gotong royong juga
merupakan akar kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam agamanya, yang bila
mampu diolah secara baik dapat berguna untuk memperkuat proses integrasi sosial
serta mampu mengantisipasi kerawanan konflik horizontal,seperti konflik antar umat
beragama, dan meningkatkan kepedulian maupun peran aktif masyarakat dalam
pembangunan.
Uraian diatas menggambarkan bahwa manifestasi ideologi Pancasila mempunyai
peran penting dalam menjaga kerukunan antar umat beragama dalam rangka mendukung
berjalannya pembangunannasional dengan baik dan lancar, serta mendorong pemberdayaan
masyarakat untuk lebih aktif di dalamnya.
e. Politik
Aspek politik memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan aspek
lainnya. Melalui politik akan lahir sekian kebijakan nasional yang mencakup berbagai
aspek kehidupan bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika kita melihat pada
kehidupan politik Indonesia saat ini, perjalanan bangsa dan masyarakat Indonesia telah
mengalami berbagai perkembangan dan perubahan dalam berbagai sistem nilai dan tatanan
17
kehidupan yang menyebabkan terjadinya reformasi sistem politik. Perkembangan sistem
politik pada dasarnya menghendaki tercapainya tujuan nasional sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan konteks
jaman hari ini. Proses demokratisasi yang berjalan mulus dapat terlihat padapemilihan
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung yang telah dua kali dilaksanakan.
Akan tetapi, situasi politik Indonesia sesungguhnya masih belum bisa dikatakan
cukup sehat karena, kerap kali kebijakan yang diambil oleh Pemerintah lebih didorong oleh
kontradiksi elit ketimbang realitas sosial masyarakat itu sendiri. Salah satu hal yang
dapat dilihat misalnya, kurang tegasnya Pemerintah menindak kelompok fundamentalis
yang berpretensi besar menimbulkan konflik antar umat beragama di Indonesia. Padahal
nyata-nyata tindakan kaum fundamentalis tersebut bertentangan dengan ajaran Pancasila
sebagai dasar negara.
Konflik antar partai atau internal partai, secara tidak langsung juga mempengaruhi
ikatan kebersamaan dan kekeluargaan di kalangan masyarakat yang dapat menjadi potensi
kerawanan konflik antar umat beragama akibat sistem politik Pemerintah yang kurang
memperhatikan realitas sosial masyarakat dan lebih berfokus pada kepentingan politik
kekuasaan semata-mata. Peran partai politik dalam membangun kesadaran masyarakat
melalui pendidikan politik jelas sangat dibutuhkan agar masyarakat memiliki bekal ketika
diberdayakan dalam pembangunan nasional, sehingga pembangunan nasional dapat
berjalan lebih efektif dan masyarakat lebih terbangun kesadarannya.
f. Ekonomi
Potensi konflik biasa terjadi pada masyarakat yang kurang sejahtera atau dengan
kata lain kurang terberdayakan potensi ekonominya. Minimnya kesejahteraan masyarakat
akibat kurangnya ketersediaan akses untuk berproduksi akan mendorong masyarakat
melakukan berbagai aktifitas kriminal dalamm bentuk apapun.
18
Tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia sendiri belum beranjak secara
signifikan semenjak terpuruk pada krisis moneter 1998 silam. Era reformasi menyadarkan
bangsa Indonesia bahwa paradigma ekonomi selama Orde Baru memang keliru karena
tidak bersifat kerakyatan, dan jelas-jelas berpihak pada kepentingan konglomerat yang
bersekongkol dengan pemerintah (state-coorporate). Maka munculah gerakan ekonomi
kerakyatan yang sebenarnya tidak lain dari sub-sistem ekonomi Pancasila, tetapi karena
kata Pancasila telah banyak disalahgunakan orde Baru, banyak kalangan cenderung alergi
dan menghindarinya9.
Perlu dibangun sebuah mekanisme yang mendorong kerja kolektif masyarakat yang
memungkinkan bagi masyarakat untuk membaur sehingga terjalin rasa kesetiakawanan
yang akan meminimalisir ancaman konflik masyarakat. Hal tersebut bisa berjalan dengan
semangat gotong royong yang jika diturunkan dalam bidang ekonomi bisa berbentuk
koperasi. Mengacu kepada teori sosiologi modern, lembaga gotong-royong bekerja
beradasarkan nilai solidaritas organik, sedangkan dalam koperasi berlaku nilai solidaritas
fungsional10.
g. Sosial budaya
Ranah sosial budaya dapat dikatakan memiliki keterkaitan paling erat dengan topik
TASKAP ini dimana kehidupan umat beragama sesungguhnya termasuk bagian sosial
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ditengah
perkembangan globalisasi yang sangat marak saat ini, perubahan situasi sosial budaya
berjalan begitu pasif dikarenakan semakin terbukanya sekat-sekat penghalang antar wilayah
yang ditopang pula dengan masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
9 Mubyarto Guru Besar FE - UGM : Ekonomi Kerakyatan dalam Era Globalisasi
10 Dr M Dawam Rahardjo, Ekonomi Kerakyatan dan Demokrasi Ekonomi, Media Indonesia, Jum'at, 16 Agustus 2002
19
Jika kita melihat ke dalam, budaya masyarakat Indonesia sesungguhnya tidak
pernah membedakan antara ajaran agama yang satu dengan lainnya. Pluralitas kebudayaan
masyarakat Indonesia saat ini memang dihadapkan pada banyak persoalan mana kala krisis
masyarakat seakan berada pada krisis identitas. Krisis identitas lebih lanjut memberikan
ruang bagi fundamentalisme agama yang mengedepankan simbol-simbol ajaran agama
ketimbang pemaknaan terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kian marak.
Berkembangnya fundamentalisme lebih lanjut merusak niai-niai Pancasila yang sangat
menghargai perbedaan. Ancaman yang ditimbulkan dari kian maraknya gerakan
fundamentalisme agamaakan menjadi hambatan dan gangguan bagi implementasi
kewaspadaan nasional terhadap ancaman konflik antar umat beragama saat ini.
h. Pertahanan keamanan
Dalam mengimplementasikan kewaspadaan nasional terhadap kerukunan antar umat
beragama saat ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun rasa
kebersamaan dan mengurangi ancaman disintegrasi nasional ialah dengan menerapkan
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Sistem ini adalah doktrin
yang lahir di era Revolusi, yang mengharuskan seluruh rakyat Indonesia untuk turut
berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat luas untuk turut memikirkan
dan terlibat dalam sistem pertahanan dan keamanan negara, misalnya dengan menerapkan
wajib militer, memberikan rakyat kesempatan untuk dilatih membela negara dalam jangka
waktu tertentu, seperti yang dilakukan oleh beberapa negara. Cara ini oleh beberapa negara
tersebut dinilai sebagai suatu cara efektif untuk meningkatkan kecintaan dan kesadaran
bernegara.
20
BAB V
KONDISI YANG DI HARAPKAN
Berdasarkan kondisi yang terjadi dalam bidang-bidang diatas, kami akan
memaparkan kondisi yang diharapkan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan-
permasalahan yang ada pada saat ini.
Pertama, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung sangat lama. Dalam keadaan
seperti ini, harapan satu-satunya adalah investasi melalui proyek-proyek pemerintah,
misalnya, untuk pembangunan infrastruktur transportasi secara besar-besaran sebagai upaya
menampung tenaga kerja dan memutar roda ekonomi. Namun, ini memerlukan syarat
adanya kepemimpinan nasional yang kreatif dan terpercaya karena integritasnya,
tersedianya cadangan dana pemerintah yang cukup, serta bantuan teknis melalui komitmen
internasional. Tanpa terobosan investasi baru, krisis ekonomi akan berlanjut. Biasanya,
krisis ekonomi yang berkepanjangan dan tak teratasi akan menciptakan ketegangan-
ketegangan baru dalam hubungan antar-elite. Mereka akan berlomba untuk saling
menyalahkan dan mencari kambing hitam. Pada saat yang sama, krisis ekonomi akan
memperlemah kemampuan negara untuk menutupi berbagai ongkos pengelolaan kekuasaan
dan pemeliharaan berbagai fasilitas umum.
Kedua, krisis politik yang perpecahan elite di tingkat nasional. Dalam keadaan
seperti ini, harapan masyarakat adalah para elite
Ketiga, krisis sosial dimulai dari terjadinya disharmoni dan bermuara pada
meletusnya konflik kekerasan di antara kelompok-kelompok masyarakat (suku, agama,
ras). Harapan satu-satunya adalah bisa saling menghargai antara sesama manusia dan harus
ada rasa saling menjaga, menyanyangi antar masyarakat. Perbedaan bukan berarti tidak
saling menghargai, tetapi perbedaan lah yang akan menyatukan kita semua. Kita berbeda
tetapi tetap satu, tetap satu jiwa dan raga, tetap satu bangsa.
21
BAB VI
KEBIJAKAN, STRATEGI DAN UPAYA
A. Kebijakan
I. Hampir semua ahli ekonomi yang melihat fenomena krisis ekonomi di Indonesia
sependapat bahwa akar dari krisis ekonomi yang berkepenjangan di Indonesia
adalah karena disebabkan oleh distribusi penguasaan asset-aset perekonomian yang
tidak merata. Oleh karena itu kebijakan ekonomi Indonesia yang selama 32 tahun
pemerintahan Orde Baru dan sampai saat ini masih bertumpu pada penguasaan
modal oleh segelintir konglomerat harus segera mulai diarahkan pada kepada
ekonomi yang yang bercorak kerakyatan dengan koperasi sebagai lokomotifnya
sesuai amanat UUD 1945.
II. Perpecahan yang terjadi antara elit ditingkat nasional telah merembes sampai
ketingkat paling rendah dari struktur negara yang pada gilirannya
membuat bargaining potition Negara menjadi semakin lemah dalam menghadapi
berbagai tuntutan separatisme karena perbedaan konsep antar elit tersebut tidak
dapat diformulasikan menjadi suatu kebijakan bersama yang saling memberi
kekuatan untuk kepentingan bersama. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan untuk
dapat membuat sistem yang saling memberi kekuatan bagi elit nasional dalam
menghadapi permasalahan bersama dengan semangat chek and balances.
III. Krisis sosial dan disharmoni antara warga masyarakat pada umumnya dimulai dari
adanya rasa ketidak adilan sosial diantara warga masyarakat dan rasa tidak aman
untuk hidup bersasma sebagai satu masyarakat. Dalam masyarakat dengan kondisi
seperti ini akan sangat rentan terhadap provokasi dari pihak-pihak tidak
bertanggung jawab yang menginginkan terjadinya dis-integrasi bangsa. Untuk itu
harus dapat dirumuskan suatu kebijakan yang dapat menjamin rasa aman dan rasa
keadilan warga masyarakat yang tidak lain adalah penegakkan hukum secara adil
22
dan jaminan bagi warga Negara untuk memiliki kedudukan yang sama didepan
hukum.
IV. Aparatur Negara baik sipil, polisi maupun tentara mempunyai kedudukan yang
sangat dominan bagi kelangsungan hidup suatu Negara. Dengan aparatur Negara
yang baik maka kalangsungan hidup Negara dapat dijaga dengan baik. Untuk itu
maka dalam kebijakan Negara harus dapat menjamin aparatur Negara dapat hidup
secara cukup sehingga segala daya dan upayanya hanya ditujukan bagi
kelangsungan Negara.
B. Strategi dan Upaya
Untuk itu maka strategi dan upaya yang direkomendasikan dalam permasalahan
bangsa dan Negara tersebut adalah sebagai berikut ;
I. Dalam kebijakan Negara harus dapat memberikan keadilan dan pemerataan
ekonomi bagi seluruh warganya. Dalam kasus Indonesia harus ada kebijakan untuk
merestrukturisasi penguasaan asset nasional yang tidak seimbang dengan memberi
peluang bagi masyarakat luas untuk mempunyai akses terhadap modal dari
perbankan.
II. Dalam kebijakan Negara harus dapat mengatur suatu sistem politik yang
mengakomodir adanya perbedaan dengan tetap mengedepankan persatuan dan
kesatuan. Dalam kasus Indonesia sistem rekruitmen elit nasional baik eksekutif,
legislative maupun yudikatif sedapat mungkin harus dilakukan secara transparan
serta susunan dan kedudukan antara lembaga-lembaga Negara harus dapat mengatur
dengan jelas batas-batas kewenangan masing-masing lembaga tidak ada ketidak
jelasan tumpang tindih kewenangan antar lembaga Negara.
III. Dalam kebijakan Negara harus mengutamakan penegakan hukum dengan keharusan
menempatkan setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama didepan
hukum dan memperoleh kepastian hukum secara adil.
23
IV. Dalam kebijakan Negara harus dapat menjamin pemberian revenue bagi aparatur
negara karena hanya apabila terpenuhi kebutuhanya secara cukup aparatur Negara
dapat bekerja secar optimal dalam menjaga kelangsngan hidup Negara.
24
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia itu berdasarkan
kepada Pancasila yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 adalah dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila sebagai dasar negara merupakan staatsidee sekaligus cita hukum (rechtsidee) bagi
NKRI11, berfungsi konstitutif dan regulatif bagi kehidupan masyarakat dalam berbangsa
dan bernegara. Kondisi bangsa Indonesia saat ini yang banyak terjadi di masyarakat yaitu
krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, krisis politik berupa perpecahan elite di
tingkat nasional, krisis sosial dimulai dari terjadinya disharmoni dan bermuara pada
meletusnya konflik kekerasan, demoralisasi birokrasi sipil, tentara dan polisi, dan kondisi
pendidikan yang masih merosot.. Kerjasama antar negara dalam tataran global biasanya
terjadi akibat adanya kebutuhan bersama dalam konteks global yang dianggap memiliki
pengaruh besar bagi kondisi lingkungan strategis nasional masing-masing negara yang
terlibat. Salah satu kerjasama yang sangat mempengaruhi kehidupan masing-masing negara
dunia saat ini adalah kerjasama menghadapi terorisme.
Pertama, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung sangat lama. Dalam keadaan seperti
ini, harapan satu-satunya adalah investasi melalui proyek-proyek pemerintah, misalnya,
untuk pembangunan infrastruktur transportasi secara besar-besaran sebagai upaya
menampung tenaga kerja dan memutar roda ekonomi. Kedua, krisis politik yang
perpecahan elite di tingkat nasional. Dalam keadaan seperti ini, harapan masyarakat adalah
para elite.. Ketiga, krisis sosial dimulai dari terjadinya disharmoni dan bermuara pada
meletusnya konflik kekerasan di antara kelompok-kelompok masyarakat (suku, agama,
ras).
11
25
B. Saran
Pemerintah bukan hanya sekedar membuat peraturan, tetapi juga harus mengaplikasikannya
dengan baik dan benar sehingga sistem politik di Indonesia berjalan dengan sempurna dan
jauh dari krisis politik. Pemerintah juga harus bisa menyusun sistem politik secara strategis
sehingga ketika ada masalah maka pemikiran untuk menyelesaikannya bisa lebih banyak
dan tidak terpaku pada satu solusi.
Bagi masyarakat, harus menjadi masyarakat yang berbangsa dan berkedaulatan mempunyai
hak untuk menyampaikan aspirasinya bagi pemerintah dan jajaran politik sehingga dapat
terencana dan terealisasikan dengan baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
Panagan, Mas’udi.“Kondisi Pendidikan Bangsa Indonesia”.09 December 2013.
http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/09/kondisi-pendidikan-bangsa-indonesia-
616926.html.
http://cenya95.wordpress.com/2008/09/05/kecenderungan-perkembangan-lingkungan-
strategis/
Suradinata Ermaya, 2003, Fenomena Disintegrasi Bangsa, Seminar nasional Dalam rangka
PPM Angk. XI dan Dies Natalis XIII STPDN
Dunn William N. terj. Muhajir Darwin,1998, Analisa Kebijakan Publik, PT. Hanindita
Graha Widya, Yogyakarta
Rasyid, Ryas, 2001, Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa dan Bubarnya Suatu
Negara,Kompas 27 September 2001.
Suradinata, Ermaya, 2003, Fenomena Disintegrasi Bangsa, Seminar nasional Dalam rangka
PPM Angk. XI dan Dies Natalis XIII STPDN
27
Untuk menjamin bahwa masing-masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya
maka diperlukan sistem checks and balances (sistem pengawasan dan keseimbangan).
Dalam sistem checks and balances, masing-masing kekuasaan saling mengawasi. Check
and balances system adalah sistem dimana orang-orang dalam pemerintahan dapat
mencegah pekerjaan pihak yang lain dalam pemerintahan jika mereka meyakini adanya
pelanggaran terhadap hak. Hamdan Zoelva memberikan pengertian bahwa sistem check
and balances yaitu sistem yang saling mengimbangi antara lembaga-lembaga kekuasaan
negara. Sistem ini memberikan pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara sesuai
undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama
diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.[1]